Gubernur : Tiga Poin Penting

Samarinda — Proses perencanaan pembangunan, sinergi kebijakan dan penguatan pendanaan menjadi tiga poin penting bagi kabupaten dan kota untuk percepatan pembangunan Kaltim di masa pandemi Covid-19.

“Forum ini sebagai tindak lanjut hasil Kick of Meeting yang telah kita laksanakan pada 28 Januari lalu,” kata Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor membuka Forum Konsultasi Publik di Ruang Heart of Borneo, Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (18/2/2021).

Karenanya, lanjut Gubernur, forum konsultasi menjadi agenda penting setiap tahap proses perencanaan. Dimana, pendekatan perencanaan partisipatif, guna menjaring aspirasi pemangku kepentingan berupa masukan dan saran pemangku kepentingan.

“Saya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap semangat berkiprah melanjutkan pembangunan di Kaltim, meskipun ditengah pandemi saat ini,” harapnya.

Forum konsultasi menurut mantan Bupati Kutai Timur ini, sangat strategis dan perlu perhatian pemangku kepentingan untuk melakukan identifikasi kendala dan akar permasalahan pembangunan.

Tidak kalah pentingnya, ujar Gubernur, sinergi kebijakan pembangunan nasional, provinsi dan kabupaten/kota senantiasa dijaga.
Dimana, penyelarasan prioritas pembangunan daerah provinsi dan kabupaten/kota fokus mendorong akselerasi pengembangan ekonomi kawasan, investasi, dan pengembangan wilayah sekitar ibu kota negara (IKN).

“Saya berharap kepala perangkat daerah melakukan upaya maksimal mencapai target kinerja program prioritas. Senantiasa berinovasi dalam tugas dan pelayanan publik,” harapnya.

Penguatan pendanaan pembangunan, ungkapnya, strategi dan inovasi tidak hanya mengandalkan sumber dana APBD, tapi mendorong peran swasta, APBN dan DAK.

“Penetapan Kaltim pilot project progam FCPF Carbon Fund. Pengarusutamaan pembangunan ekonomi hijau menjadi program mendukung peningkatan pendanaan pembangunan daerah,” ungkap Gubernur Isran Noor.

Pengurus Korpri Kaltim Dikukuhkan

Samarinda — Wakil Gubernur Kalimantan Timur H Hadi Mulyadi secara virtual menghadiri Pengukuhan Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Provinsi Kaltim masa bhakti 2020-2025 di Ruang Rapat BKD Kaltim Jalan M Yamin Samarinda, Selasa (16/2/2021).

Pengukuhan secara virtual menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dilakukan langsung oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DKPN) Prof Zudan Arif Fakrulloh. Dilanjutkan Penandatanganan berita acara pengukuhan oleh Ketua DP Korpri Kaltim HM Sabani.

DP Korpri Kaltim yang dikukuhkan, Ketua DP Korpri Kaltim HM Sa’bani, Waketum I Dr HM Jauhar Efendi, Waketum II Abu Helmi, Waketum III Fathul Halim, Sekretaris Diddy Rusdiansyah, Bendahara Muhammad Sa’duddin, serta para ketua bidang terdiri Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan Rozani Erawadi, Ketua Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum H Suroto, Ketua Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan Deni Sutrisno, Ketua Bidang Pengembangan Usaha HM Yadi Robyan Noor, Ketua Bidang SDM dan Peranan Wanita Sri Wahyuni, Ketua Bidang Kerohanian, Olahraga dan Seni Budaya Dr HM Aswin, Ketua Bidang Kesejahteraan, Kerjasama dan Publikasi H Elto, Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat H Agus Hari Kesuma dan Ketua Bidang Pengendalian dan Pengawasan Internal Muhammad Kurniawan.

Atas nama Pemerintah Provinsi Kaltim, Wagub Hadi Mulyadi menyampaikan selamat dan rasa syukur atas pengukuhan DP Korpri Kaltim

“Saya bangga dan kita semua bersyukur, semoga jajaran pengurus bisa menjalankan amanah sesuai pedoman organisasi,” kata Hadi Mulyadi.

Wagub mengingatkan sesuai tagline organisasi menjadikan Korpri yang profesional, menjunjung tinggi netralitas serta mampu mengangkat kesejahteraan anggotanya (Aparatur Sipil Negara/ASN).

“Apa yang dipesankan Ketua Umum tadi,  cukup luar biasa. Semoga Korpri mampu bekerja optimal sebagai abdi negara, sekaligus abdi masyarakat,” harapnya. (humasprovkaltim)

Kunci Utama Mengatasi Covid-19 Adalah Kesadaran Masyarakat

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim diwakili Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim Yudha Pranoto memimpin Rapat Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Kalimantan Timur yang dilaksanakan secara luring dan daring di Ruang Rapat Tepian II Lantai 2 Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (17/2/2021).

Yudha Pranoto mengungkapkan rapat ini diikuti Satgas Penanganan Covid-19 kabupaten/kota se-Kaltim, sebagai tindak lanjut dari rapat kecil Satgas beberapa waktu yang lalu, guna bersinergi dan kesatuan tindak antara kabupaten/kota dengan provinsi, terutama Satgas Covid dalam melakukan penanganan dan penanggulangan Covid-19 di Benua Etam.

“Semua peraturan sudah dikeluarkan baik dari pusat maupun daerah. Peningkatan disiplin dari masyarakat menjadi kunci, karena ini yang menjadi kendala. Dan rapat ini menitikberatkan pada penegakan disiplin protokol kesehatan tersebut. Semoga rapat ini membawa dampak positif dengan menurunkan angka terkonfirmasi positif di Benua Etam,” ungkap Yudha.

Kesadaran masyarakat harus terus ditingkatkan. Karena, dengan atau tidak adanya penegakan hukum sekalipun, Satgas tetap berharap kepada seluruh masyarakat untuk lebih meningkatkan disiplin protokol kesehatan.

“Sekali lagi ini bukan untuk diri kita sendiri, melainkan untuk orang banyak. Bagaimana kita mencegah penularan Covid-19 ini dimulai dari diri sendiri,” katanya.

Rapat menghasilkan beberapa kesimpulan di antaranya, seluruh lapisan masyarakat bersama-sama menegakkan posko mikro. Yaitu membentuk posko tingkat desa/kelurahan. Selanjutnya, posko ini akan melakukan pendataan hingga tingkat RT sehingga datanya akan menghasilkan zonasi yang akan menjadi dasar langsung pengendalian Covid-19.

“Pentingnya imbauan dari pejabat, tokoh masyarakat, agama, adat, perempuan agar warga dapat mengontrol secara mandiri pelaksanaan PPKM Mikro. Aparat juga akan melaksanakan patroli (pagi, siang dan malam) secara kontinyu untuk membubarkan kerumunan warga sesuai batas waktu PPKM Mikro di wilayah masing-masing. Serta pemberian sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan,” jelas Yudha.

Hadir secara luring, Danrem 091/ASN Brigjen TNI Cahyo Suryo Putro, Kabinda Kaltim Brigjen TNI Moch Amin, Kepala Dinas Kesehatan Hj Padilah Mante Runa, Kepala BPKAD M Sa’aduddin, Kepala Badan Kesbangpol Sufian Agus, Direktur RSUD AW Syahranie David Masjhoer dan Kepala Dinas Kominfo Muhammad Faisal. (humasprovkaltim).

Cegah Perkawinan Anak Mulai dari Keluarga dan Masyarakat

Jakarta — Sebagai bagian dari upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Webinar Pencegahan Perkawinan Anak Melalui Perlindungan Khusus Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Webinar ini sebagai bentuk respon Kemen PPPA menanggapi viralnya kasus Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri, poligami, dan pernikahan usia anak di media sosial dengan beragam paket dan media promosi yang mengarahkan pada pelanggaran hak-hak anak.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menuturkan PATBM dapat menjadi ujung tombak perlindungan berbasis masyarakat. Pelibatan PATBM di lapangan juga sangat penting untuk mencegah terjadi pelanggaran hak anak, termasuk perkawinan anak.

“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan berarti juga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), karena hak anak bagian dari HAM. Pembentukan konsepsi keluarga dan penguatan peran serta anak dan masyarakat dalam upaya pencegahan perkawinan anak menjadi sangat penting. PATBM dapat berperan untuk mendeteksi dini sekaligus mencegah perkawinan anak di tingkat masyarakat. Selain itu, penting pula untuk dapat memberikan pemahaman yang benar kepada anak tentang konsep keluarga dan perkawinan,” ujar Nahar.

Nahar menegaskan perlindungan anak tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

“Dalam upaya perlindungan anak dari perkawinan usia anak, selain upaya kuratif kita juga memerlukan upaya preventif dan promotif agar meminimalisasi terjadinya kasus perkawinan pada usia anak. Kemen PPPA telah melakukan beberapa upaya pencegahan terkait perlindungan khusus anak, termasuk di dalamnya perkawinan anak, di antaranya; penyusunan beberapa kebijakan; penguatan peran serta anak dan masyarakat; penyusunan desain strategi penurunan kekerasan terhadap anak dan pekerja anak Tahun 2020-2024; penguatan kelembagaan; dan penyediaan layanan,” tambah Nahar.

Lebih lanjut Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin menuturkan saat ini yang terpenting adalah merumuskan bagaimana kita semua harus kerja bersama mencegah terjadinya perkawinan anak.

“Perlindungan anak menjadi tanggung jawab kita bersama termasuk anak itu sendiri. Mulailah dengan memberikan pemahaman kepada anak bahwa mereka dapat menjadi pelindung bagi diri sendiri dan sekitar mereka utamanya dari pelanggaran hak anak termasuk perkawinan anak. Selain PATBM, peran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Forum Anak juga dapat bersama-sama mencegah terajadinya perkawinan anak,” ujar Lenny.

Saat ini Kemen PPPA tengah memperkuat berbagai upaya pencegahan perkawinan anak melalui sinergi dengan Kementerian/Lembaga. Selain itu juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Dispensasi Kawin sebagai pelengkap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin yang hanya mengatur pengadilannya saja, sementara yang harus dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pengadilan belum diatur sehingga dibutuhkan peraturan pelengkap

Sementara itu, Koordinator ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian menyampaikan perkawinan anak adalah pelanggaran hak anak, namun dari perspektif hukum pidana Indonesia terkait perkawinan anak, belum ada bahkah tidak ditemukan ancaman pidana bagi pelaku yang menikahkan anak, atau orang yang menikah dengan anak.

“Untuk itu, perlu adanya revisi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga tidak ada lagi praktik perkawinan anak meskipun dengan alasan apapun. Menanggapi kasus Aisha Wedding (AW) ini, masih perlu adanya pembuktian dan penyeledikian apakah AW ini ada unsur pidana yang melanggar ITE, KUHP, dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga kita harus lebih berhati-hati karena kasus ini masih belum bisa kita putuskan secara jelas karena belum ditemukan pelaku, korban apalagi teridentifikasi motifnya,” ujar Ahmad.

 

Dampak Negatif Perkawinan Anak

Jakarta — “Perkawinan Anak mengakibatkan dampak negatif bagi anak, terutama bagi pendidikannya, kesehatan, ekonomi yang dapat menyebabkan munculnya kemiskinan baru atau kemiskinan struktural, belum lagi dampak lainnya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan orang, serta pola asuh yang salah terhadap anak sehingga seluruh hak-hak anak bisa terenggut,” ujar Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin pada Webinar Pencegahan Perkawinan Anak untuk Pengasuhan Terbaik Bagi Anak, yang diikuti oleh psikolog dan konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), dan Dinas yang menangani perlindungan anak di seluruh Indonesia, Selasa (16/02/2021).

Senada dengan Lenny, Perwakilan dari Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin sepakat bahwa perkawinan anak dapat berdampak pada terganggunya kesehatan reproduksi, hingga menyebabkan kanker serviks atau kanker leher rahim. Ia juga mengecam oknum yang melakukan ajakan kepada para perempuan untuk menikah di atas usia 12 tahun hingga maksimal 21 tahun. Menurutnya, tindakan tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral. Oleh karenanya, ia menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah-sekolah.

“Namun sayang, masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal tabu, sehingga materi kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah hanya dijadikan materi sisipan di satu mata pelajaran atau muatan lokal, padahal dampaknya luar biasa,” Tutur Zumrotin.

Zumrotin juga mendorong agar konselor dan psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) juga memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada para orangtua agar mereka bisa memberikan bimbingan kepada anak-anaknya. Peran orangtua sangat strategis untuk membimbing anak-anak mereka terkait kesehatan reproduksi ketika beranjak remaja, terutama ketika anak mereka baru mengalami menstruasi dan mimpi basah.

Selain pihak sekolah dan PUSPAGA, Paralegal Desa juga berperan dalam memberikan pendidikan hukum untuk penanganan perkawinan anak.

Ketua Dewan Pengurus International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Dian Kartika Sari mengatakan Paralegal di tingkat desa lah yang paling dekat dengan masyarakat, serta bisa memberikan informasi terkait ketentuan hukum dan sanksi terhadap praktik perkawinan anak.

“Dalam upaya pencegahan perkawinan anak, Paralegal dapat menggunakan pendekatan hukum untuk mencegah orangtua atau pihak lain yang ingin melakukan praktik perkawinan anak. Paralegal dapat menginformasikan peraturan perundangan dan sanksi pelanggaran terhadap batas usia minimal perkawinan, melakukan komunikasi atau mediasi kepada para pihak terhadap rencana praktik perkawinan anak, meminta Organisasi Bantuan Hukum atau pengacara untuk menyampaikan informasi tentang perkawinan paksa atau eksploitasi dalam permohonan dispensasi, serta mendorong sanksi atau penegakan hukum bila praktik perkawinan anak tetap dilakukan,” pesan Dian.

Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), Netti Herawati yang hadir dalam webinar tersebut juga mengimbau dan mengajak seluruh guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia untuk berperan dalam pencegahan perkawinan anak menjdi agen penggerak pendidikan keluarga untuk bergerak bersama mengedukasi keluarga dan mencegah perkawinan anak. Ini langkah dini dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang cerdas. HIMPAUDI cegah perkawinan anak berarti selamatkan Indonesia. HIMPAUDI siap jadi garda terdepan wujudkan anak usia dini berkualitas dengan stop perkawinan anak.

Mengancam Masa Depan, Mari Cegah Perkawinan Anak

Jakarta — Kasus Wedding Organizer (WO) Aisha Weddings yang mengajak para perempuan untuk menikah di atas usia 12 tahun hingga maksimal 21 tahun menandakan bahwa perkawinan anak tetap menjadi permasalahan serius di Indonesia.

Merespon kasus ini, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin mengungkapkan bahwa kasus Aisha Weddings menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih intensif melakukan sosialisasi dan advokasi, serta menegaskan bahwa perkawinan anak tidak boleh terjadi.

“Hal ini menjadi tantangan bagi Kemen PPPA untuk dapat merespon cepat dan mengawal isu pencegahan perkawinan anak, serta memastikan tumbuh kembang anak dapat berjalan optimal. Rapat Koordinasi ini menjadi langkah strategis ke depan bagi pemerintah untuk bersinergi menindaklanjuti kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak dan praktik baik yang sudah dilakukan pilar pembangunan lainnya, seperti Kementerian/Lembaga (K/L), Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Lembaga Profesi, Dunia Usaha, dan Media Massa untuk menurunkan angka perkawinan anak hingga 8,74% pada 2024, bahkan menghapuskannya,” ungkap Lenny dalam Rapat Koordinasi Pencegahan Perkawinan Anak yang dilaksanakan secara virtual, Senin (15/2/2021).

Perkawinan anak memiliki berbagai dampak negatif yang tidak hanya merugikan anak, maupun keluarga, tapi secara keseluruhan juga merugikan negara. Dampak negatif dari perkawinan anak inilah yang perlu terus-menerus kita sampaikan kepada masyarakat, baik kepada keluarga, anak, maupun semua pihak terkait. Adapun berbagai dampak negatif dari perkawinan anak, yaitu meningkatnya angka anak putus sekolah akibat menikah, tingginya angka stunting, angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak, adanya upah rendah, sehingga menimbulkan kemiskinan.

“Belum lagi dampak perkawinan anak lainnya seperti tingginya KDRT, kekerasan terhadap anak, terganggunya kesehatan mental anak dan ibu, munculnya pola asuh yang salah pada anak, hingga identitas anak yang tidak tercatat karena tidak memiliki akta kelahiran, sehingga memunculkan resiko terburuk yaitu terjadinya perdagangan orang,” tambah Lenny.

Masalah perkawinan anak merupakan masalah kritis mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak cukup tinggi. Pada 2019, diketahui ada sebanyak 22 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional yaitu 10,82%. Dari 2019 hingga 2020, telah terjadi penurunan angka perkawinan anak sebanyak 0,6%, dan diharapkan dapat terus menurun hingga 8,74% pada 2024.

“Untuk itu, diperlukan upaya untuk menurunkan angka ini secara drastis bahkan menghapuskannya, sehingga Indonesia menjadi negara tanpa perkawinan anak. Kemen PPPA sudah memasukan isu perkawinan anak sebagai indikator ke 7 (tujuh) dari 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA). Kemen PPPA juga telah melakukan beragam strategi secara masif yang tentunya memerlukan dukungan sinergi semua pihak, mulai dari melakukan sosialisasi webinar berseri, sosialisasi secara gencar melalui media sosial, mobilisasi melibatkan K/L, Lembaga Masyarakat, dan unsur lainnya,” terang Lenny.

Kemen PPPA juga telah dan akan terus melakukan intervensi yaitu merangkul berbagai pihak seperti anak melalui Forum Anak, Masyarakat melalui PUSPAGA, Lembaga Pendidikan seperti Sekolah/Madrasah Ramah Anak, Lembaga Agama seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil (Capil) untuk memberikan bimbingan pra nikah; Lembaga Hukum seperti Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri; Lembaga Kesehatan seperti Rumah Sakit/Puskesmas Ramah Anak; melakukan penetapan daerah ramah anak melalui pendekatan wilayah; bersama NGO melatih paralegal di Provinsi dengan kasus perkawinan anak yang tinggi; dan pihak lainnya.

“Untuk memperkuat capaian 2021-2024, saat ini kami sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah untuk Dispensasi Kawin terkait mekanisme pengajuan dispensasi kawin terintegrasi yang dibuat sebagai pedoman bagi masyarakat. Selain itu, memperkuat koordinasi pencegahan dan penanganan antar stakeholder terkait di pusat dan daerah; melakukan aktivasi layanan UPTD PPA untuk mediasi dan pendampingan di daerah; serta melakukan pendataan, pelaporan, dan pemantauan yang efektif,” tambah Lenny.

Lenny berharap berbagai upaya ini dapat memberikan dampak positif, baik untuk jangka pendek, jangka menegah, dan jangka panjang. “Ini semua dilakukan demi menyelamatkan dan meningkatkan kualitas hidup anak Indonesia, dengan begitu SDM berkualitas bangsa ini dapat kita wujudkan di masa depan,” tutur Lenny.

 

Sinergi Kemen PPPA dan Media dalam Isu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengapresiasi peran media massa dalam mengangkat isu yang terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang berperspektif gender dan ramah anak. Dalam menangani isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Kemen PPPA perlu menjalin sinergi, kerjasama, dan bergandengan tangan dengan Kementerian/Lembaga, akademisi, dunia usaha, lembaga masyarakat, termasuk dengan media massa.
“Media massa sebagai akselerator perubahan dan pilar bangsa yang ke-empat bertanggung jawab atas pemenuhan informasi k

epada masyarakat, baik itu untuk menyuarakan isi hati, harapan, dan cita-cita, terutama perempuan dan anak. Media massa juga berperan sebagai alarm pemantau bagi kami untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak melalui program dan kebijakan yang kami susun,” tutur Menteri Bintang dalam acara Media Gathering dengan tema “Membangun Sinergi Mewujudkan Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, yang dilakukan secara hybrid Kamis (11/2/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Bintang menyampaikan lima isu prioritas arahan Presiden RI, Joko Widodo dalam lima tahun ke depan, yakni pertama Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Kedua, Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak. ketiga, Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, Penurunan pekerja anak dan Kelima, Pencegahan perkawinan anak.

Sementara itu, pada 2020 Kemen PPPA menerima Perpres 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA yang mengamanatkan tambahan dua fungsi baru yang lebih operasional, yaitu Penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi dan internasional, dan Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.

“Media massa sebagai pihak yang langsung terjun ke lapangan jauh lebih paham mengenai masalah yang harus segera ditindaklanjuti. Oleh karena itu, kepada rekan-rekan media, kami berharap komunikasi, sinergi, dan koordinasi dapat terus kita lakukan dalam menyosialisasikan, mendiseminasikan, dan mengedukasi masyarakat agar tumbuh kesadaran, perubahan pola pikir, dan perilaku terhadap isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kita adalah satu keluarga, saling mengingatkan, dan saling mendukung. Mari bersama kita wujudkan perempuan berdaya, anak terlindungi, Indonesia maju,” tutup Menteri Bintang.

Menteri PPPA : Cegah Perkawinan Anak

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sangat intensif melakukan kampanye Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak hingga ke tingkat desa. Isu penurunan angka perkawinan anak menjadi salah satu dari 5 isu prioritas arahan Presiden kepada Kemen PPPA. Advokasi dan sosialisasi pencegahan perkawinan anak terus dilakukan pemerintah bersama seluruh stakeholders mengingat perkawinan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak. Di masyarakat masih terdapat kelompok tertentu yang secara massif mengajak anak-anak untuk tidak takut menikah di usia muda, seperti promosi yang dilakukan Aisha Weddings melalui media sosial dan brosur.

“Promosi untuk nikah di usia muda yang dilakukan Aisha Weddings membuat geram Kemen PPPA dan semua LSM yang aktif bergerak di isu perlindungan anak. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisha Weddings telah mempengaruhi pola pikir anak muda, bahwa menikah itu mudah, padahal pernikahan di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019 yang menyebutkan Perkawinan diizinkan apabila  perempuan dan laki-laki sudah berumur 19 tahun. Promosi Aisha Weddings tersebut juga telah melanggar dan mengabaikan pemerintah dalam melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016,”  ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlundungan Anak, Bintang Puspayoga.

Menteri Bintang menambahkan promosi Aisha Weddings bertentangan dengan hukum. Tindakan tersebut telah mengurangi upaya pemerintah dalam usaha menurunkan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat merugikan anak, keluarga dan Negara. Aisha Weddings yang mengkampanyekan nikah di usia muda dan menjual jasa event organizer pernikahan, tidak mempedulikan nasib anak-anak Indonesia, sehingga kasus ini akan di tindak lanjuti dengan serius.

“Kemen PPPA akan mempelajari kasus ini dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, beberapa Kementerian/Lembaga dan NGO. Saya juga berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo dan Kapolri agar dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut.  Kami khawatir, data pribadi anak-anak dan remaja yang tertarik dengan situs tersebut justru disalahgunakan dan mereka  menjadi target tindakan pelanggaran hukum lainnya, seperti ekspolitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak. Itu sebabnya kami akan melibatkan pihak aparat hukum agar anak-anak tidak menjadi korban,” ujar Menteri Bintang.

Perlindungan anak, menurut Menteri Bintang menjadi komitmen dan membutuhkan peran bersama pemerintah, pihak swasta, media, masyarakat, keluarga dan anak itu sendiri.

“Dalam setiap kesempatan, Kemen PPPA bekerjasama dengan Dinas PPPA di daerah, Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), para aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat desa dan Forum Anak, selalu memberikan edukasi kepada anak bahwa anak harus paham hak-hak mereka, bahwa anak berhak atas perlidungan, anak diajarkan untuk mengenal dan menjaga tubuh mereka sehingga anak mampu melindungi diri mereka sendiri dari segala tindak kekerasan dan eksploitasi yang pada akhirnya menghambat tumbuh kembang mereka. Pihak orangtua juga kami ajarkan bahwa setiap orangtua wajib untuk melindungi anak mereka sendiri maupun anak-anak yang berada di sekitar lingkungan mereka,” ujar Menteri Bintang.

Bintang mengajak setiap pihak dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki kepedulian dan sensitif terhadap isu anak karena anak adalah generasi penerus bangsa ini. “Kami mengajak semua pihak untuk lebih intensif mencegah perkawinan anak  agar semua anak Indonesia terlindungi,” tutup Menteri Bintang.

Sri Wahyuni Gelar Rapat Koordinasi Lingkup DKP3A Kaltim

Samarinda — Plt Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Sri Wahyuni melakukan Rapat Koordinasi Pejabat Struktural Esselon III Lingkup DKP3A Kaltim, di Ruang Rapat Kadis, Selasa (9/2/2021).

Sri Wahyuni menerima masukan dari setiap bidang terkait tantangan yang dihadapi selama ini.

“Meski menjadi pelaksana tugas selama beberapa bulan, tapi saya berusaha untuk dapat memberikan solusi dan masukan yang membangun,” ujarnya.

Setelah melakukan rapat koordinasi, Sri Wahyuni juga berkunjung ke setiap bidang untuk bertegur sapa dengan staf yang hadir.

Seperti diketahui, Sri Wahyuni saat ini tengah menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kaltim. Sehingga untuk membagi waktu kerja, ia mengatur pagi hingga siang berada di DKP3A Kaltim dan siang hingga sore berada di Dispar Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

Seleksi Makalah dan Wawancara

Tahapan Seleksi Pengisian Jabatan  Pimpinan Tinggi Pratama Pemprov Kaltim  akan memasuki tahapan presentasi makalah dan wawancara.

Kepastian itu menyusul Pengumuman Panitia Seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Nomor : 014/Pansel-JPTKaltim/II/2021 tentang Seleksi Presentasi Makalah dan Wawancara Seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Pengumuman tersebut ditandatangani Ketua Panitia Seleksi Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur HM Sa’bani pada Senin, 8 Februari 2021.

“Presentasi makalah dilaksanakan pada tanggal 11-22 Februari 2021.  Waktu  08.00 Wita sampai selesai (jadwal terlampir). Tempat Ruang Rapat I Lantai 2 Kantor BKD Kaltim Jalan M Yamin No. 1 Samarinda,” tulis Sa’bani dalam pengumuman tersebut.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Timur itu juga mengingatkan agar setiap peserta wajib menggunakan masker sesuai protokol kesehatan untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19 di area seleksi terbuka.

“Peserta wajib menyerahkan soft file bahan presentasi dengan format power point ke sekretariat panitia seleksi melalui email : bkd@kaltimprov.go.id paling lambat Rabu, 10 Februari 2021 pukul 12.00 Wita.

Mantan Kepala Disperindagkop dan Kepala Dinas Perhubungan Kaltim itu juga mengingatkan bahwa setiap perkembangan informasi mengenai seleksi ini akan disampaikan melalui website dengan alamat www.kaltimprov.go.id dan www.bkd.kaltimprov.go.id.

“Kelalaian tidak mengikuti informasi menjadi tanggung jawab peserta,” tandas Sa’bani.

Terdapat 7 jabatan eselon II yang akan diisi. Yakni  5 jabatan eselon II.a dan 2 jabatan eselon II.b.

Untuk jabatan eselon II.a masing-masing adalah Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM),  Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A), Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH), Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Keuangan Daerah, dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam, Perekonomian Daerah dan Kesra.

Sedangkan untuk eselon II.b masing-masing Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam dan Wakil Direktur Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie. (humasprovkaltim)