Gubernur Lantik 6 Kepala Daerah, Ingatkan Fokus Penanganan Covid-19

Samarinda — Pandemi Covid-19 mengharuskan segala kegiatan menyesuaikan dengan protokol kesehatan, sehingga untuk pertama kalinya pelantikan bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota terpilih enam kabupaten/kota se-Kaltim pada Pilkada Serentak, 9 Desember 2020 dilakukan secara virtual dari Pendopo Odah Etam Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (26/2/2021).

Dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 ketat, Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor melantik dan mengambil sumpah/janji jabatan Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan dan Wakil Bupati Yohanes Avun secara langsung di Pendopo Odah Etam.

Sedangkan, Bupati Berau Sri Juniarsih dan Wakil Bupati Gamalis, Bupati Paser Fahmi Fadli dan Wakil Bupati Syarifah Masitah, Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dan Wakil Bupati Rendi Solihin, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman dan Wakil Bupati Kasmidi Bulang, serta Wali Kota Samarinda Andi Harun dan Wakil Wali Kota Rusmadi dilantik dan diambil sumpah/janji jabatannya secara virtual dari daerah masing-masing.

Gubernur Isran Noor mengucapkan selamat kepada enam pasangan kepala daerah dari lima kabupaten dan satu kota di Benua Etam yang telah dilantik. Dirinya meminta kepada semua kepala daerah untuk segera bekerja, karena ada sebuah tugas yang menunggu, yakni bersama-sama menangani penularan Covid-19 di Kaltim.

“Kita saat ini di era pandemi Covid-19, perlu kerja sama yang lebih intensif dalam penanganannya. Sebuah tugas yang sangat mendesak, dalam melaksanakan tugas-tugas ini tentu sudah ada pedoman dan petunjuk dari pemerintah pusat,” kata Isran Noor.

Isran Noor menegaskan bahwa bupati/wali kota bukan bawahan gubernur, melainkan mitra kerja gubernur. Sehingga, lanjut dia, gubernur dapat diberikan pandangan dan masukan dari bupati/wali kota dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah.

“Mari kita sama-sama memperjuangkan dan membangun daerah masing-masing dan Kalimantan Timur pada umumnya. Terus jalin kerja sama dan komunikasi serta menyelaraskan program pembangunan antara kabupaten/kota dan provinsi dengan baik,” pesannya.

Hadir di antaranya Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Rudolf Nahak, Ketua Pengadilan Tinggi Sutoyo, Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo, Sekda Provinsi Kaltim HM Sa’bani, Ketua TP PKK Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor dan Wakil Ketua Hj Erni Makmur Hadi Mulyadi. (humasprovkaltim)

Ajak Lembaga Masyarakat Cegah Perkawinan Anak Melalui Pendekatan Keagamaan dan Budaya

Jakarta (25/2/2021) — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengungkapkan kasus perkawinan anak khususnya di tengah pandemi ini kian mengkhawatirkan. Belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan viralnya kasus promosi perkawinan anak oleh salah satu Wedding Organizer (WO).

Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Bintang mengajak seluruh pihak, khususnya lembaga masyarakat untuk bersinergi melakukan sosialisasi secara masif dan intervensi pencegahan perkawinan anak, difokuskan pada daerah dengan kasus perkawinan anak yang tinggi, sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah masing-masing.

Menteri Bintang menegaskan perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan juga bentuk pelanggaran terhadap hak anak dan hak asasi manusia (HAM).

“Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan lebih besar, baik dalam akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan. Belum lagi besarnya dampak negatif perkawinan anak yang tidak hanya dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga pada anak yang dilahirkan, sehingga berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi,” tambah Menteri Bintang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2019 diketahui terdapat 22 provinsi di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Selain itu, pada 2018 dan 2019, diketahui terdapat 18 provinsi yang mengalami kenaikan angka perkawinan anak.

Merespon hal ini, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah menetapkan isu pencegahan perkawinan anak sebagai satu dari lima agenda prioritas yang harus ditangani Kemen PPPA hingga 2024 mendatang. Pemerintah juga telah memasukkan isu pencegahan perkawinan anak ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74% pada akhir tahun 2024.

Pemerintah juga telah merevisi Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 menjadi UU No. 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas usia menikah bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun.

“Regulasi dan kebijakan sudah banyak dihasilkan, namun upaya sosialisasi secara masif agar sampai ke masyarakat ini yang harus kita lakukan bersama. Saya mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada teman-teman NGO (lembaga masyarakat) yang telah bergerak di tingkat grass root (akar rumput) dalam memberikan perlindungan bagi 80 juta anak Indonesia,” terang Menteri Bintang.

Pada awal 2020, Kemen PPPA bersama 17 Kementerian/Lembaga (K/L) bersama lebih dari 65 lembaga masyarakat peduli anak, dan pihak lainnya sebagai mitra pemerintah telah meluncurkan kembali Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPA).

“Melalui gerakan ini, kami secara terus menerus melakukan advokasi dan sosialisasi ke masyarakat, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dampak-dampak negatif dari perkawinan anak,” jelas Menteri Bintang.