Pengurus Korpri Kaltim Dikukuhkan

Samarinda — Wakil Gubernur Kalimantan Timur H Hadi Mulyadi secara virtual menghadiri Pengukuhan Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Provinsi Kaltim masa bhakti 2020-2025 di Ruang Rapat BKD Kaltim Jalan M Yamin Samarinda, Selasa (16/2/2021).

Pengukuhan secara virtual menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dilakukan langsung oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DKPN) Prof Zudan Arif Fakrulloh. Dilanjutkan Penandatanganan berita acara pengukuhan oleh Ketua DP Korpri Kaltim HM Sabani.

DP Korpri Kaltim yang dikukuhkan, Ketua DP Korpri Kaltim HM Sa’bani, Waketum I Dr HM Jauhar Efendi, Waketum II Abu Helmi, Waketum III Fathul Halim, Sekretaris Diddy Rusdiansyah, Bendahara Muhammad Sa’duddin, serta para ketua bidang terdiri Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan Rozani Erawadi, Ketua Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum H Suroto, Ketua Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan Deni Sutrisno, Ketua Bidang Pengembangan Usaha HM Yadi Robyan Noor, Ketua Bidang SDM dan Peranan Wanita Sri Wahyuni, Ketua Bidang Kerohanian, Olahraga dan Seni Budaya Dr HM Aswin, Ketua Bidang Kesejahteraan, Kerjasama dan Publikasi H Elto, Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat H Agus Hari Kesuma dan Ketua Bidang Pengendalian dan Pengawasan Internal Muhammad Kurniawan.

Atas nama Pemerintah Provinsi Kaltim, Wagub Hadi Mulyadi menyampaikan selamat dan rasa syukur atas pengukuhan DP Korpri Kaltim

“Saya bangga dan kita semua bersyukur, semoga jajaran pengurus bisa menjalankan amanah sesuai pedoman organisasi,” kata Hadi Mulyadi.

Wagub mengingatkan sesuai tagline organisasi menjadikan Korpri yang profesional, menjunjung tinggi netralitas serta mampu mengangkat kesejahteraan anggotanya (Aparatur Sipil Negara/ASN).

“Apa yang dipesankan Ketua Umum tadi,  cukup luar biasa. Semoga Korpri mampu bekerja optimal sebagai abdi negara, sekaligus abdi masyarakat,” harapnya. (humasprovkaltim)

Kunci Utama Mengatasi Covid-19 Adalah Kesadaran Masyarakat

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim diwakili Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim Yudha Pranoto memimpin Rapat Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Kalimantan Timur yang dilaksanakan secara luring dan daring di Ruang Rapat Tepian II Lantai 2 Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (17/2/2021).

Yudha Pranoto mengungkapkan rapat ini diikuti Satgas Penanganan Covid-19 kabupaten/kota se-Kaltim, sebagai tindak lanjut dari rapat kecil Satgas beberapa waktu yang lalu, guna bersinergi dan kesatuan tindak antara kabupaten/kota dengan provinsi, terutama Satgas Covid dalam melakukan penanganan dan penanggulangan Covid-19 di Benua Etam.

“Semua peraturan sudah dikeluarkan baik dari pusat maupun daerah. Peningkatan disiplin dari masyarakat menjadi kunci, karena ini yang menjadi kendala. Dan rapat ini menitikberatkan pada penegakan disiplin protokol kesehatan tersebut. Semoga rapat ini membawa dampak positif dengan menurunkan angka terkonfirmasi positif di Benua Etam,” ungkap Yudha.

Kesadaran masyarakat harus terus ditingkatkan. Karena, dengan atau tidak adanya penegakan hukum sekalipun, Satgas tetap berharap kepada seluruh masyarakat untuk lebih meningkatkan disiplin protokol kesehatan.

“Sekali lagi ini bukan untuk diri kita sendiri, melainkan untuk orang banyak. Bagaimana kita mencegah penularan Covid-19 ini dimulai dari diri sendiri,” katanya.

Rapat menghasilkan beberapa kesimpulan di antaranya, seluruh lapisan masyarakat bersama-sama menegakkan posko mikro. Yaitu membentuk posko tingkat desa/kelurahan. Selanjutnya, posko ini akan melakukan pendataan hingga tingkat RT sehingga datanya akan menghasilkan zonasi yang akan menjadi dasar langsung pengendalian Covid-19.

“Pentingnya imbauan dari pejabat, tokoh masyarakat, agama, adat, perempuan agar warga dapat mengontrol secara mandiri pelaksanaan PPKM Mikro. Aparat juga akan melaksanakan patroli (pagi, siang dan malam) secara kontinyu untuk membubarkan kerumunan warga sesuai batas waktu PPKM Mikro di wilayah masing-masing. Serta pemberian sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan,” jelas Yudha.

Hadir secara luring, Danrem 091/ASN Brigjen TNI Cahyo Suryo Putro, Kabinda Kaltim Brigjen TNI Moch Amin, Kepala Dinas Kesehatan Hj Padilah Mante Runa, Kepala BPKAD M Sa’aduddin, Kepala Badan Kesbangpol Sufian Agus, Direktur RSUD AW Syahranie David Masjhoer dan Kepala Dinas Kominfo Muhammad Faisal. (humasprovkaltim).

Cegah Perkawinan Anak Mulai dari Keluarga dan Masyarakat

Jakarta — Sebagai bagian dari upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Webinar Pencegahan Perkawinan Anak Melalui Perlindungan Khusus Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Webinar ini sebagai bentuk respon Kemen PPPA menanggapi viralnya kasus Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri, poligami, dan pernikahan usia anak di media sosial dengan beragam paket dan media promosi yang mengarahkan pada pelanggaran hak-hak anak.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menuturkan PATBM dapat menjadi ujung tombak perlindungan berbasis masyarakat. Pelibatan PATBM di lapangan juga sangat penting untuk mencegah terjadi pelanggaran hak anak, termasuk perkawinan anak.

“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan berarti juga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), karena hak anak bagian dari HAM. Pembentukan konsepsi keluarga dan penguatan peran serta anak dan masyarakat dalam upaya pencegahan perkawinan anak menjadi sangat penting. PATBM dapat berperan untuk mendeteksi dini sekaligus mencegah perkawinan anak di tingkat masyarakat. Selain itu, penting pula untuk dapat memberikan pemahaman yang benar kepada anak tentang konsep keluarga dan perkawinan,” ujar Nahar.

Nahar menegaskan perlindungan anak tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

“Dalam upaya perlindungan anak dari perkawinan usia anak, selain upaya kuratif kita juga memerlukan upaya preventif dan promotif agar meminimalisasi terjadinya kasus perkawinan pada usia anak. Kemen PPPA telah melakukan beberapa upaya pencegahan terkait perlindungan khusus anak, termasuk di dalamnya perkawinan anak, di antaranya; penyusunan beberapa kebijakan; penguatan peran serta anak dan masyarakat; penyusunan desain strategi penurunan kekerasan terhadap anak dan pekerja anak Tahun 2020-2024; penguatan kelembagaan; dan penyediaan layanan,” tambah Nahar.

Lebih lanjut Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin menuturkan saat ini yang terpenting adalah merumuskan bagaimana kita semua harus kerja bersama mencegah terjadinya perkawinan anak.

“Perlindungan anak menjadi tanggung jawab kita bersama termasuk anak itu sendiri. Mulailah dengan memberikan pemahaman kepada anak bahwa mereka dapat menjadi pelindung bagi diri sendiri dan sekitar mereka utamanya dari pelanggaran hak anak termasuk perkawinan anak. Selain PATBM, peran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Forum Anak juga dapat bersama-sama mencegah terajadinya perkawinan anak,” ujar Lenny.

Saat ini Kemen PPPA tengah memperkuat berbagai upaya pencegahan perkawinan anak melalui sinergi dengan Kementerian/Lembaga. Selain itu juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Dispensasi Kawin sebagai pelengkap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin yang hanya mengatur pengadilannya saja, sementara yang harus dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pengadilan belum diatur sehingga dibutuhkan peraturan pelengkap

Sementara itu, Koordinator ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian menyampaikan perkawinan anak adalah pelanggaran hak anak, namun dari perspektif hukum pidana Indonesia terkait perkawinan anak, belum ada bahkah tidak ditemukan ancaman pidana bagi pelaku yang menikahkan anak, atau orang yang menikah dengan anak.

“Untuk itu, perlu adanya revisi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga tidak ada lagi praktik perkawinan anak meskipun dengan alasan apapun. Menanggapi kasus Aisha Wedding (AW) ini, masih perlu adanya pembuktian dan penyeledikian apakah AW ini ada unsur pidana yang melanggar ITE, KUHP, dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga kita harus lebih berhati-hati karena kasus ini masih belum bisa kita putuskan secara jelas karena belum ditemukan pelaku, korban apalagi teridentifikasi motifnya,” ujar Ahmad.

 

Dampak Negatif Perkawinan Anak

Jakarta — “Perkawinan Anak mengakibatkan dampak negatif bagi anak, terutama bagi pendidikannya, kesehatan, ekonomi yang dapat menyebabkan munculnya kemiskinan baru atau kemiskinan struktural, belum lagi dampak lainnya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan orang, serta pola asuh yang salah terhadap anak sehingga seluruh hak-hak anak bisa terenggut,” ujar Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin pada Webinar Pencegahan Perkawinan Anak untuk Pengasuhan Terbaik Bagi Anak, yang diikuti oleh psikolog dan konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), dan Dinas yang menangani perlindungan anak di seluruh Indonesia, Selasa (16/02/2021).

Senada dengan Lenny, Perwakilan dari Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin sepakat bahwa perkawinan anak dapat berdampak pada terganggunya kesehatan reproduksi, hingga menyebabkan kanker serviks atau kanker leher rahim. Ia juga mengecam oknum yang melakukan ajakan kepada para perempuan untuk menikah di atas usia 12 tahun hingga maksimal 21 tahun. Menurutnya, tindakan tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral. Oleh karenanya, ia menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah-sekolah.

“Namun sayang, masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal tabu, sehingga materi kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah hanya dijadikan materi sisipan di satu mata pelajaran atau muatan lokal, padahal dampaknya luar biasa,” Tutur Zumrotin.

Zumrotin juga mendorong agar konselor dan psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) juga memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada para orangtua agar mereka bisa memberikan bimbingan kepada anak-anaknya. Peran orangtua sangat strategis untuk membimbing anak-anak mereka terkait kesehatan reproduksi ketika beranjak remaja, terutama ketika anak mereka baru mengalami menstruasi dan mimpi basah.

Selain pihak sekolah dan PUSPAGA, Paralegal Desa juga berperan dalam memberikan pendidikan hukum untuk penanganan perkawinan anak.

Ketua Dewan Pengurus International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Dian Kartika Sari mengatakan Paralegal di tingkat desa lah yang paling dekat dengan masyarakat, serta bisa memberikan informasi terkait ketentuan hukum dan sanksi terhadap praktik perkawinan anak.

“Dalam upaya pencegahan perkawinan anak, Paralegal dapat menggunakan pendekatan hukum untuk mencegah orangtua atau pihak lain yang ingin melakukan praktik perkawinan anak. Paralegal dapat menginformasikan peraturan perundangan dan sanksi pelanggaran terhadap batas usia minimal perkawinan, melakukan komunikasi atau mediasi kepada para pihak terhadap rencana praktik perkawinan anak, meminta Organisasi Bantuan Hukum atau pengacara untuk menyampaikan informasi tentang perkawinan paksa atau eksploitasi dalam permohonan dispensasi, serta mendorong sanksi atau penegakan hukum bila praktik perkawinan anak tetap dilakukan,” pesan Dian.

Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), Netti Herawati yang hadir dalam webinar tersebut juga mengimbau dan mengajak seluruh guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia untuk berperan dalam pencegahan perkawinan anak menjdi agen penggerak pendidikan keluarga untuk bergerak bersama mengedukasi keluarga dan mencegah perkawinan anak. Ini langkah dini dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang cerdas. HIMPAUDI cegah perkawinan anak berarti selamatkan Indonesia. HIMPAUDI siap jadi garda terdepan wujudkan anak usia dini berkualitas dengan stop perkawinan anak.