Manajemen Kasus Agar Korban Kekerasan Mendapat Pelayanan Yang Dibutuhkan

Balikpapan — Permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak selalu menjadi perbincangan serius dan masih menjadi isu strategis dalam pembangunan. Dalam penanganannya, pemerintah daerah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), memberikan layanan yang dibutuhkan bagi perempuan dan anak baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Salah satunya melalui manajemen kasus yang merupakan suatu pendekatan yang dapat mengkoordinasikan dan mengintegrasikan layanan agar penerima manfaat dapat memeperoleh pelayanan yang dibutuhkan secara komperhensif, efektif, efisien dan berkelanjutan.

Manajemen kasus ini bertujuan memastikan perempuan, anak dan keluarga terpenuhi kebutuhan dasar-dasarnya sesuai dengan hak-hak mereka Memfasilitasi pelayanan terpadu untuk anak dan keluarga. Dan meningkatkan keterampilan dan kemampuan klien menggunakan pelayanan dan dukungan sosial.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan manajemen kasus dibutuhkan jika keselamatan/kesejahteraan perempuan dan anak terancam dan butuh perhatian individual serta intervensi khusus. Sehingga Dibutuhkan dukungan multi pihak, komprehensif untuk jangka waktu tertentu dengan tindakan jangka pendek dan panjang

“Fokus intervensi ini pada individual perempuan dan anak atau keluarga, bukan masyarakat,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Manajemen Kasus Bagi UPTD PPA Dan Dinas Pengampu Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Se-Kalimantan Timur Tahun 2023, berlangsung di Hotel Blue Sky Balikpapan, Rabu (5/7/2023).

Soraya juga menyebutkan berdasarkan laporan dari UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur selama bulan Januari – Desember 2022 tercatat 69 kasus yang ditangani.

“Terdiri dari kasus hak asuh anak, KDRT fisik, psikis, penelantaraan rumah tangga, penganiayaan, pengancamanan penyebaran foto vulgar, penelantaraan hak anak, kekerasaan seksual terhadap anak, penganiayaan ringan, penyalahgunaan napza, perselingkuhan, dikeluarkandari sekolah, kekerasaan terhadap perempuan, pelecahan seksual terhadap anak, bully terhadap anak, TPPO, dan anak berhadapan dengan hukum (ABH),” imbuh Soraya.

Sementara kasus kekerasan tahun 2023 sampai dengan akhir Juni 2023 terdapat 25 kasus kekerasan yang ditangani oleh UPTD PPA Kalimantan Timur.

Ia berharap, klien/korban kekerasan mendapat pelayanan yang dibutuhkannya dan adanya tren penurunan kekerasan di Provinsi Kalimantan Timur. (dkp3akaltim/rdg)

Pencegahan Dan Penanganan Korban Kekerasan Menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) Kaltim

Balikpapan — Sebagai upaya pencegahan dan penanganan korban kekerasan perlu dilakukan penanganan melalui regulasi peraturan, penyediaan layanan korban, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Kemudian melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan dan penguatan seluruh stakeholder serta penegakan hukum, sistem pencatatan dan pelaporan. Upaya lain adalah memperkuat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT-TPPO).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan terkait tindak pidana perdagangan orang, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, telah memberikan arahan agar fokus melakukan penangananTPPO.

“Dari hal tersebut, sangatlah diperlukan sinergi dan kerjasama seluruh stakeholder, dan perempuan.pun harus berani untuk bersuara untuk mencegah kekerasan yang terjadi,” kata Soraya pada kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Antara Lembaga Layanan Dengan Aparat Penegak Hukum Tahun 2023, berlangsung di Hotel Blue Sky Balikpapan, Selasa (4/7/2023).

Soraya menyampaikan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir telah terdata korban kekerasan yaitu pada tahun 2020 sebanyak 626 korban, tahun 2021 sebanyak 450 korban dan tahun 2022 sebanyak 1.012 korban.

“Dan yang cukup memprihatinkan bahwa kekerasan masih didominasi perempuan,” imbuh Soraya.

Sementara untuk TPPO di Kalimantan Timur tahun 2021 sebanyak 2 kasus dengan 2 korban, tahun 2022 sebanyak 6 kasus dengan 10 korban, dan tahun 2023 per tanggal 1 Juni 2023 sebanyak 3 kasus dengan 4 korban.

Soraya meminta, hal ini wajib menjadi perhatian bersama karena Gubernur Kalimantan Timur telah menetapkan pencegahan dan penanganan korban kekerasan menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU). Sehingga sangat diharapkan sekali adanya tren penurunan kekerasan di Provinsi Kalimantan Timur.

“Oleh sebab itu mari kita fokuskan seluruh sumber daya yang ada dalam rangka pencegahan dan penanganan korban kekerasan melalui kerjasama, sinergi dalam bentuk forum koordinasi serta dapat pula menciptakan inovasi-inovasi dalam rangka percepatan penurunan kekerasan terhadap perempuan,” harapnya. (dkp3akaltim/rdg)