Penanganan Pandemi Covid-19 Oleh Daerah, Masuk Penilaian Evaluasi KLA

Jakarta — Pandemi Covid-19 memberi dampak hampir ke seluruh lini kehidupan masyarakat, termasuk dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di Indonesia. Kesiapsiagaan pemerintah daerah mengupayakan pemenuhan hak anak dan penanganan dampak Covid-19 terhadap anak menjadi salah satu penilaian Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak tahun 2021.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak (PHA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lenny N Rosalin mengatakan Evaluasi KLA Tahun 2021 akan mempertimbangkan situasi pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di daerah selama masa pandemi Covid-19. Menurut Lenny, khusus untuk penyelenggaraan KLA selama tahun 2020 terdapat penambahan pada unsur-unsur penilaian.

“Pemerintah daerah yang akan mengikuti evaluasi KLA ini perlu mengetahui bahwa ada kusioner evaluasi khusus kluster pandemi Covid-19 selama tahun 2020. Pertanyaan-pertanyaannya bersifat kualitatif dan nanti akan menjadi tambahan poin apabila daerah memang memiliki inovasi-inovasi yang signifikan di dalam penanganan Covid-19,” ujar Lenny pada pelaksanaan Bimbingan Teknis Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) Tahun 2021 hari ke-2 (10/03/2021).

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Subandi Sardjoko menjelaskan  banyak hal positif dari pelaksanaan KLA di daerah. Di antaranya muncul berbagai fasilitas umum yang ramah anak seperti Ruang Beramin Ramh Anak, Sekolah Ramah Anak, Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Puskesmas Ramah Anak, dan Pusat Kreativitas Anak (PKA). Di banyak wilayah, kemajuannya bahkan sampai ke level desa dengan munculnya desa layak anak, serta meningkatnya jumlah forum anak sebagai wadah bagi partisipasi anak, serta mendorong berbagai kab/kota agar wilayahnya memperoleh peringkat dan penghargaan KLA.

“Sudah ada 435 kabupaten/kota yang menginisiasi KLA, ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam upaya perlindungan anak untuk memastikan anak terpenuhi haknya, terlindungi dari kekerasan, penelantaran dan perlakuan salah lainnya,” ujar Subandi.

Di sisi lain, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Femmy Eka menilai meski sudah banyak kab/kota yang menginisiasi KLA, namun belum ada satu pun kabupaten/kota yang “Layak Anak”. Sehingga menurutnya, harus didorong bersama agar Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara lain dalam memberikan hak dan perlindungan kepada anak-anak, agat segera dapat diwujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) di tahun 2030.

“Dengan Kabupaten/Kota Layak Anak, tujuan kita untuk mencapai Indonesia Layak Anak pada tahun 2030, dimaknai memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak dan generasi-generasi yang akan datang. Memperbaiki apa yang kita lakukan sekarang untuk masa depan anak kita supaya mereka mempunyai tempat yang nyaman untuk mereka (tumbuh dan berkembang),” tutur Femmy.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, proses Evaluasi KLA Tahun 2021 dilakukan menggunakan aplikasi berbasis web. Bagi setiap daerah yang telah menginisiasi KLA, pada pelaksanaan Evaluasi KLA Tahun 2021 ini perlu memperhatikan tanggal-tanggal penting berikut:

12 Maret: Waktu pengiriman aplikasi via web

15 Maret – 2 April: Tahap I – Penilaian Mandiri (penginputan Data oleh masing-masing daerah)

2 April pukul 23.59 WIB: Penginputan Data ditutup

5-23 April: Tahap II – Verifikasi Administrasi oleh Tim

27-29 April: Pembahasan Hasil VA oleh Tim

3 Mei – 11 Juni: Tahap III – Verivikasi Hybrid oleh Tim

15-17 Juni: Pembahasan Hasil VH oleh Tim

21-25 Juni: Tahap IV – Verifikasi Final oleh Tim

23 Juli: Pengumuman Penghargaan KLA 2021 di Hari Anak Nasional Tahun 2021

Terapkan Nilai Kesetaraan Gender dan Pembagian Peran dalam Rumah Tangga Saat Pandemi Covid-19

Jakarta — Adanya konstruksi sosial yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki menyebabkan perempuan dan kelompok rentan lainnya mengalami dampak negatif terbesar dari pandemi Covid-19. Berdasarkan Laporan Studi Situasi Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Selama Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dan The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (JPAL) sebanyak 42 persen, baik perempuan dan laki-laki mengalami peningkatan kekerasan selama pandemi Covid-19. Hal ini menyadarkan kita semua bahwa nilai-nilai kesetaraan gender dan pembagian peran dalam rumah tangga menjadi penting diterapkan, utamanya selama pandemi Covid-19.

Covid-19 memang membawa dampak yang luar biasa bagi seluruh masyarakat dunia. Walaupun demikian, dengan konstruksi sosial yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, tidak mengherankan jika perempuan dan kelompok rentan lainnya mengalami dampak negatif terbesar dari pandemi ini.

“Adapun dampak spesifik yang sangat dirasakan oleh perempuan antara lain adalah meningkatnya pekerjaan tidak berbayar (unpaid-care work) dan meningkatnya risiko Kekerasan Berbasis Gender (KBG),” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga pada Peluncuran Laporan Studi Situasi Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Selama Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh UNDP, JPAL, dan Katadata (10/03/2021).

Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura mengatakan, berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh sekitar seribu responden dari delapan kota di Indonesia, sebanyak 42 persen, baik perempuan dan laki-laki mengalami peningkatan kekerasan selama pandemi Covid-19.

“Hal ini terjadi secara konsisten di seluruh wilayah tempat kami melakukan survei tersebut di seluruh kelompok sosial,” terang Norimasa.

Norimasa melanjutkan diantara responden yang mengalami kekerasan, mereka mengaku bahwa pasangan hidup merupakan pelaku utama kekerasan selama pandemi. Kekerasan yang paling sering dilakukan oleh pasangan diantaranya dipaksa melakukan hubungan seksual, kekerasan verbal, serta kekerasan secara fisik. Hal yang mendorong kekerasan ini terjadi diantaranya tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga, tidak bekerja, pasangan atau anggota keluarga yang tidak bekerja, tugas sekolah dari anak, dan kewalahan menghadapi tugas rumah tangga.

Pembagian pekerjaan rumah tangga tidak berbayar juga tidak merata selama pandemi. Sebanyak 50 persen perempuan menghabiskan waktu 3-5 jam untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, sementara mayoritas laki-laki hanya menghabiskan waktu 0-2 jam untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebagian besar keluarga juga masih melakukan pembagian tugas rumah tangga secara tradisional.

Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru (ALB), Wawan Suwandi mengatakan bawah mempromosikan nilai-nilai kesetaraan gender dan pendekatan reflektif terkait definisi ulang maskulinitas kepada kaum laki-laki merupakan hal yang penting untuk dilakukan, terutama di masa pandemi Covid-19.

“Kita dapat mengaplikasikan nilai-nilai kesetaraan gender di dalam rumah, salah satunya dalam pola pengasuhan. Laki-laki juga bisa berbagi peran dalam hal ini. Namun selama ini, laki-laki sering menjauh dari pekerjaan domestik, karena ketika mereka memulainya mereka di bully oleh tetangga, orangtua, saudara, atau orang-orang terdekat. Saya berharap masyarakat tidak menganggap sesuatu yang aneh atau menyimpang ketika ada laki-laki yang melakukan pekerjaan domestik. Selain itu, kaum laki-laki bisa memulai dari dirinya sendiri untuk mengerjakan pekerjaan domestik, sehingga ia juga bisa menjadi contoh bagi masyarakat sekitarnya,” tutur Wawan.