Tahun 2021, Kemen PPPA Kembali Lakukan Evaluasi KLA

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kembali melaksanakan Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), setelah pelaksanaannya sempat ditunda selama 1 tahun akibat pandemi Covid-19. Pada pembukaan Evaluasi KLA secara luring dan daring, Selasa (9/03/2021).

Sekretaris Kemen PPPA Pribudiarta Nur Sitepu menuturkan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah sehingga pelaksanaannya perlu dikawal.

“Melindungi anak Indonesia adalah kewajiban dan tanggungjawab semua pemangku kepentingan dan di dalam proses Evaluasi KLA ini kita ingin melihat sejauh mana tanggungjawab dan kewajiban semua pemangku kepentingan tersebut dalam melindungi anak-anak di wilayahnya masing-masing,” ujar Pribudiarta.

Dalam presentasinya, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lenny N. Rosalin menegaskan bahwa seperti halnya Evaluasi KLA yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya yaitu diukur melalui 24 indikator KLA, yang mencerminkan implementasi atas 5 klaster substantif Konvensi Hak Anak, yang meliputi: Klaster 1, Pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak; Klaster 2, Pemenuhan hak anak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; Klaster 3, Pemenuhan hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan; Klaster 4, Pemenuhan hak anak atas pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; dan Klaster 5, Perlindungan khusus anak.

Sedangkan, apresiasi pelaksanaan KLA di daerah diberikan dengan 5 kategori, mulai dari kategori Pratama, Madya, Nindya, Utama, dan Kabupaten/Kota Layak Anak. Berdasarkan hasil Evaluasi KLA Tahun 2019, terdapat 435 kabupaten/kota yang telah menginisiasi KLA, dan sebanyak 247 kabupaten/kota memperoleh peringkat pratama, madya, nindya dan utama. Namun, belum ada satupun daerah yang masuk ke dalam peringkat tertinggi, KLA.

“Hasil evaluasi KLA Tahun 2019, ada sebanyak 247 kabupaten/kota yang telah memperoleh peringkat Pratama hingga Utama. Capaian ini patut diapresiasi karena menunjukkan kepedulian yang terus meningkat dari semua pemangku kepentingan di daerah dalam melindungi anak Indonesia,” tutur Lenny.

Lebih lanjut Lenny menjelaskan, definisi KLA adalah sebuah sistem yang dibangun untuk menjamin semua anak terpenuhi hak-haknya dan terlindungi. Menurutnya, implementasi KLA juga tidak bicara satu atau dua tahun tetapi secara menyeluruh dan berkelanjutan serta perlu dievaluasi secara berkala.

“Evaluasi KLA ini untuk mengetahui kinerja dari semua stakeholders anak di daerah, yang ditunjukkan dalam bentuk regulasi, program, dan kegiatan pembangunan dalam bentuk pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, serta melihat sejauh mana setiap daerah bermitra dan bersinergi dengan pilar-pilarnya seperti lembaga masyarakat, media, perguruan tinggi, dan semua stakeholders di daerah,” jelas Lenny.

Di masing-masing daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam menerjemahkan pemenuhan hak anak (PHA) dan perlindungan khusus anak (PKA) sangat bervariasi bahkan sampai ke tingkat RT, RW, desa/kelurahan. Hal tersebut, menurut Lenny, patut diapresiasi karena membuat anak-anak semakin terlindungi dan pelayanan semakin dekat dengan anak.

Lenny juga menambahkan pada tahun 2020, Menteri PPPA dan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi telah menandatangani Keputusan Bersama tentang Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Hal ini berpengaruh terhadap penyelenggaraan KLA yang garapannya harus sampai ke tingkat desa.

“Sudah ada MOU dengan Menteri PPPA dan Menteri Desa PDTT di tahun 2020, sehingga mulai tahun ini kita sudah mulai menggarap Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak atau disingkat DRPPA. Kaitannya dengan KLA, akan turun hingga tingkat desa/kelurahan menjadi Desa Peduli Anak atau DELA dan Kelurahan Peduli Anak atau KELA,” jelas Lenny.

 

Di sisi lain, Deputi Perlindungan Khusus Anak (PKA) Kemen PPPA, Nahar menjelaskan pada tahun ini penyelenggaraan Evaluasi KLA terdapat sedikit perbedaan dalam hal bobot penilaian. Selain itu, Kemen PPPA juga memiliki beberapa target di antaranya meningkatnya jumlah daerah yang membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan memperoleh data kasus yang berkaitan dengan anak.

“Perubahannya, ada beberapa bobot yang berubah misalnya advokasi dan sosialisasi karena sudah lumayan massif dilakukan, tapi secara fisik misalnya seperti penyediaan layanan UPTD PPA, penguatan kapasitas, upaya pencegahan agar target kita mengurangi angka kekerasan, dan pekerja anak bisa tercapai. Termasuk memastikan daerah mulai mendata terkait dengan kasus-kasus pekerja anak, dan anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus” jelas Nahar.

Pelaksanaan Evaluasi KLA dilakukan berjenjang, dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Nahar juga menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan daerah dalam pelaksanaan evaluasi KLA. Pertama, dengan melakukan evaluasi secara bersama. Kedua, menyadari tentang kelebihan dan kekurangan daerahnya. Ketiga, tidak menjadikan persoalan yang masih terjadi di wilayahnya sebagai hambatan namun sebaliknya harus dijadikan pemicu untuk maju.

Pada hari pertama pelaksanaan Evaluasi KLA Tahun 2021 diikuti lebih dari 400 perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di daerah dan beberapa pembicara lainnya melalui virtual diantaranya Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, Subandi Sardjoko, dan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan Kementerian Pembangunan  Manusia dan Kebudayaan (PMK) dan beberapa pembicara dari lingkup Kemen PPPA. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung hingga 10 Maret 2020.

Hari Perempuan Internasional, Lindungi Perempuan dari Jerat Kekerasan

Jakarta — Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengajak seluruh pihak untuk bersinergi melindungi perempuan dari jerat kekerasan dengan mewujudkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

“Peringatan Hari Perempuan Internasional hari ini, merupakan momen yang sangat tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun sinergi untuk melindungi perempuan dari kekerasan. Kita harus melakukan perubahan dengan membuat perempuan menjadi berdaya, sehingga berani berbicara dan memperjuangkan dirinya sendiri. Tanpa pemberdayaan, perempuan akan terus terkungkung dalam lingkaran kekerasan yang berulang,” ungkap Menteri Bintang dalam webinar Lindungi Perempuan dari Kekerasan ‘Dare To Speak Up’, Senin (08/03/2021).

Hingga kini, kasus kekerasan masih lebih banyak mengancam perempuan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) pada 2016, terdapat 1 dari 3 perempuan usia 15–64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.

Sementara itu, data Catatan Tahunan dari Komnas Perempuan menunjukan selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat sebanyak delapan kali lipat 792%. UN Women pun mencatat, risiko kekerasan online pada perempuan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada masa pandemi Covid-19.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk  menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan, diantaranya melalui Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW),  pengesahan Undang-Undang (UU) Tentang Hak Asasi Manusia, UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai payung hukum yang  komprehensif.

“Terkait RUU PKS, kami mohon dukungan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang sejak awal sudah mengawal RUU ini untuk mendukung proses penyusunan peraturan yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya oleh sebagian besar perempuan Indonesia, khususnya perempuan penyintas kekerasan,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan berbagai upaya yang telah dilakukan tentunya tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa dukungan dari seluruh sektor pembangunan, baik antar pemerintah, dunia usaha, media massa maupun masyarakat. “Kita harus memainkan peran masing-masing, bergandengan tangan dan menyatukan kekuatan, membangun sistem yang ramah bagi perempuan, dimulai dari pencegahan sampai dengan rehabilitasi,” jelas Menteri Bintang.

Peringatan Hari Perempuan Internasional yang mengangkat tema “Women in leadership: Achieving an equal future in a COVID-19 world” atau “Perempuan dalam kepemimpinan: Meraih masa depan yang setara dalam dunia yang terdampak COVID-19, diharapkan dapat menjadi pengingat bagi seluruh pihak bahwa perempuan merupakan SDM yang sangat berharga dan dapat membawa kemajuan dalam segala situasi, termasuk situasi krisis.

Pada acara ini, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy O.S. Hiariej menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan yang paling serius. Hal ini disebabkan karena perempuan dan anak merupakan kelompok rentan yang seharusnya dilindungi, namun justru dijadikan objek kejahatan.

“Untuk menanggulangi kekerasan seksual di masa mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan  menyegerakan pengesahan Rancangan UU PKS yang beroreintasi pada korban, tidak hanya yang menghukum pelaku tapi juga pada reparasi korban termasuk pendampingan secara psikologis terhadap korban,” jelas Wamen Eddy.

 

Kemen PPPA Luncurkan Call Center SAPA 129

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan Layanan Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia). Layanan SAPA 129 merupakan revitalisasi layanan pengaduan masyarakat Kemen PPPA, dan sebagai wujud nyata hadirnya negara dalam melindungi perempuan dan anak. Kehadiran Call Center SAPA 129 bertujuan untuk mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pendataan kasusnya.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga menyatakan bahwa SAPA 129 adalah salah satu wujud implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 terkait penambahan tugas dan fungsi Kemen PPPA yaitu sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional, serta penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus dimana dibutuhkan koordinasi tingkat nasional dan internasional.

“Masyarakat, kementerian /lembaga, atau unit layanan di daerah dapat melaporkan langsung kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditemui atau dialami ke layanan SAPA 129, atau melalui layanan pesan WhatsApp di 08111-129-129. Sudah seharusnya penyintas atau pelapor diberikan kemudahan dalam mengadukan kasusnya, sehingga bisa ditangani sesegera mungkin. Kami dorong para korban untuk berani melaporkan kekerasan yang mereka alami,” tegas Menteri Bintang pada Launching Layanan SAPA 129, Senin (08/03/2021).

Kemen PPPA telah menyusun proses bisnis layanan rujukan akhir yang komprehensif bagi perempuan dan anak dengan enam layanan standar dalam penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yaitu pelayanan pengaduan, pelayanan penjangkauan, pelayanan pengelolaan kasus, pelayanan akses penampungan sementara, pelayanan mediasi dan pelayanan pendampingan korban. Pelayanan pengaduan merupakan pintu awal bagi perempuan dan anak korban kekerasan untuk melaporkan kasus yang dialaminya.

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Sementara itu, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018, ditemukan bahwa 2 dari 3 anak laki-laki dan perempuan berusia 13-17 tahun pernah mengalami salah satu kekerasan dalam hidupnya, baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun emosional.

Dalam kegiatan ini, Menteri Bintang juga mengukuhkan 24 tenaga layanan, serta meninjau ruang dan uji coba Layanan Call Center SAPA 129.

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Femmy Eka Kartika Putri mengapresiasi dan mendukung diluncurkannya Layanan Call Center SAPA 129 Kemen PPPA bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia.

“Layanan SAPA 129 merupakan wujud nyata adanya jaminan penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus. SAPA 129 perlu disosialisasikan kepada masyarakat hingga ke seluruh pelosok Indonesia agar dikenal dan dimanfaatkan oleh perempuan dan anak yang memerlukan penanganan secara cepat, dan membawa rasa aman bagi korban,” tutur Femmy.

Hal senada juga diungkapkan Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan bahwa layanan SAPA 129 merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan dan keberpihakan pada masyarakat.

“Hadirnya layanan SAPA 129 merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan dan keberpihakan pada masyarakat. Berbagai permasalahan dialami oleh keluarga, perempuan, dan anak membutuhkan respon yang cepat, terpadu, dan holistik. Saya berharap SAPA 129 menjadi hotline yang mudah diakses, direspon cepat, pelayanan prima, sehingga akan tumbuh menjadi suatu “one stop services. Diluncurkannya SAPA 129 sejalan dengan arahan Presiden dan diharapkan dapat menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pelayanan,” tutur Abetnego.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan di era digital ini, memang dibutuhkan inovasi baru terkait layanan yang mudah diakses oleh masyarakat, terutama perempuan dan anak. Layanan SAPA 129, dapat diakses oleh masyarakat meskipun di area 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

“Selain itu, melalui layanan ini kami juga akan terus melakukan berbagai upaya, diantaranya meningkatkan upaya sinergi melalui fungsi kami, yakni fungsi pengawasan, dan dengan pengawasan tersebut kami berharap kualitas layanan di Indonesia semakin baik. Sukses untuk Kemen PPPA. Semoga anak Indonesia semakin terlindungi dan Indonesia menjadi negara yang ramah untuk anak,” ucap Susanto.