Peyandang Disabilitas Rentan Menjadi Korban Kekerasan

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan kekerasan tidak hanya menimpa perempuan dan anak normal, tetapi juga menimpa perempuan dan anak penyandang disabilitas.

Masih banyak perempuan penyandang disabilitas yang mengalami masalah karena keterbatasannya baik dalam hal kesehatan, ekonomi, pendidikan pendampingan hukum dan lingkungan yang tidak mendukung.

“Hal inilah yang menghambat perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan untuk mendapatkan akses keadilan sebagai haknya,” ujarnya pada Seminar Dalam Rangka Memperingti Hari Kartini bertajuk Perempuan Disabilitas Dalam Perspektif Hukum dan HAM, berlangsung secara virtual, Jumat (30/4/2021)

Berbagai ketidakadilan yang seringkali dialami perempuan penyandang disabilitas yaitu double diskriminasi, meliputi diskriminasi gender dan diskriminasi disabilitas seperti subordinasi yang menganggap perempuan disabilitas tidak memiliki kapasitas/kemampuan sehingga suaranya tidak dianggap atau didengarkan.

Lebih lanjut, bentuk ketidakadilan lainnya yaitu adanya stigma atau stereotip yang menganggap perempuan disabilitas tidak sanggup mengurus hal domestik, apalagi hal publik.

Perempuan dengan keterbatasan juga sering mendapatkan kekerasan berupa fisik ataupun seksual dari pasangan, keluarga atau masyarakat.

“Inilah pentingnya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada mereka untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual yang mengancam mereka kapanpun dan dimanapun,” imbuh Soraya.

Adapun aspek perlindungan yang dilakukan yaitu melalui pemberian perlindungan hukum, pemenuhan hak pendidikan, penyediaan akses kesehatan, fasilitasi sarana ruang publik maupun transportasi yang ramah penyandang disabilitas, memfasilitasi lapangan pekerjaan, serta memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemandirian dan masa depan yang baik bagi penyandang disabilitas.

Soraya menambahkan, melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas DKP3A Kaltim membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK-PPD) yang ditetapkan melalui keputusan Gubernur Kalimantan Timur sebagai unit pelayanan informasi, fasilitasi dan konsultasi tentang hak-hak penyandang disabilitas

Kekerasan terhadap perempuan dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM kepada perempuan karena memiliki dampak yang besar terhadap perempuan itu sendiri, seperti mengurangi kepercayaan diri, menghambat perempuan dalam melakukan kegiatan sosial di masyarakat, mengganggu kesehatan dan peran perempuan dalam lingkup sosial, ekonomi budaya dan fisik.

Praktik Baik Forum PUSPA Sebagai Penggerak Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga membuka secara resmi Rapat Koordinasi dan Evaluasi Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) diikuti oleh kementerian/lembaga terkait, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tingkat provinsi serta Forum PUSPA dari 34 Provinsi, diselenggarakan secara hybrid, Selasa (27/4/2021).

Menteri Bintang menuturkan upaya mengurai problematika dan mencari solusi untuk memajukan dan melindungi perempuan dan anak tidak akan optimal tanpa adanya sinergi yang kuat dari kelima unsur pentahelix. Untuk mengoptimalkan kebijakan yang sudah ada, peran akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media, sangatlah dibutuhkan dalam memberi dukungan melalui diseminasi informasi, mengawal implementasi, melakukan berbagai program, hingga memberikan evaluasi dan masukan.

“Saya mohon dukungan kepada Forum PUSPA yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan dan profesi untuk dapat membantu kami dalam kerja-kerja pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, khususnya dalam lima prioritas arahan presiden serta percepatan penanganan dampak Covid-19 serta bencana-bencana lainnya. Besar harapan kami kepada Forum PUSPA yang telah terbentuk di 33 provinsi dan di beberapa kabupaten/kota agar dapat bekerja sama dengan Dinas PPPA di daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan hingga tahap evaluasi. Kerja sinergi ini dilakukan semata-mata agar dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat luas akan semakin masif pula khususnya untuk perempuan dan anak,” tutur Menteri Bintang.

Kekayaan intelektual, potensi, dan semangat yang dimiliki Forum PUSPA adalah kekayaan bangsa yang dapat mempercepat terwujudnya kondisi perempuan dan anak yang sejahtera, mandiri, dan berkualitas.

“Saya yakin dan optimis, jika kita mau bahu membahu, bergandeng tangan, menyamakan persepsi, dan menyatukan tujuan maka bersama-sama kita dapat menjadi bagian dari solusi dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Mari kita berikan sumbangsih terbaik bagi Indonesia melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” tambah Menteri Bintang.

Sementara itu, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA, Vennetia R Danes menegaskan Pemerintah Kemen PPPA mengajak masyarakat luas untuk bersama-sama bersinergi mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak di Indonesia. Hal ini diwujudkan melalui menyelenggarakan beberapa kali pertemuan nasional Forum Puspa.

Sejak 2017, Kemen PPPA membentuk Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) yang melibatkan organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi (akademisi), lembaga profesi, dunia usaha dan media.

“Melihat kondisi saat ini, kami menyadari betul bahwa persoalan perempuan dan anak merupakan persoalan yang kompleks ditambah lagi kami harus memastikan program unggulan yang diamanatkan Presiden kepada Kemen PPPA dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya. Maka dari itu, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri menyelesaikan berbagai kesenjangan yang dialami kaum perempuan Indonesia dan permasalahan anak, dibutuhkan partisipasi masyarakat,” ujar Vennetia.
Vennetia menambahkan partisipasi masyarakat adalah bagian penting dari kebijakan dan strategi pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kualitas kelembagaan PPPA dan bagian dari persyaratan pelaksanaan kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan PPPA.

“Pertemuan nasional yang dilaksanakan secara hybrid pada hari ini akan menghasilkan rekomendasi menindaklanjuti evaluasi pelaksanaan PUSPA tahun 2018 yang menunjukkan bahwa pelaksanaan yang baik sebesar 43 persen, belum 38 persen dan tidak 19 persen,” ujarnya.

Selain itu, memerlukan pendampingan dari Kemen PPPA maupun Dinas PPPA provinsi dan kabupaten/kota; perlunya pelembagaan PUSPA baik di tingkat pusat maupun daerah, perlunya database lembaga masyarakat, perlunya peningkatan kerjasama yang optimal dan harmonis antara Forum PUSPA tidak hanya dengan pemerintah daerah tetapi juga antar kementerian untuk kesejahteraan perempuan dan anak di Indonesia.

Adapun tujuan penyelenggaraan kegiatan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Forum PUSPA Tahun 2021 adalah untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi Forum PUSPA dengan OPD dan lembaga terkait yang ada di daerah. (birohukumdanhumaskemenpppa)

Agama Islam Junjung Tinggi Kaum Perempuan dan Kesetaraan

Jakarta — Semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan, dan makhluk hidup adalah setara di mata Sang Pencipta. Sama halnya dengan laki-laki, Agama Islam memandang kaum perempuan setara bahkan memuliakannya. Hal tersebut terbukti tidak hanya tercantum di dalam ayat suci Al-Quran, namun juga melalui perlakuan Rasulullah SAW terhadap kaum perempuan, dan hak-hak kaum perempuan yang diberikan setelah datangnya Agama Islam di muka bumi.

Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan pemikiran turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan laki-laki menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

“Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, dibutuhkan upaya menyeluruh dari berbagai sisi, termasuk agama. Apalagi, agama merupakan pondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar Pribudiarta dalam acara Sosialisasi Kesetaraan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Selasa (28/4/2021).

Pribudiarta percaya bahwa semua agama, tanpa terkecuali, memandang seluruh ciptaan-Nya sebagai mahkluk yang sama baiknya di mata Sang Pencipta, yang tidak patut diperlakukan secara diskriminatif.

Senada dengan Pribudiarta, Imam Besar Masjid Istiqlal, KH. Nasaruddin Umar mengatakan bahwa Agama Islam menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan.

“Dalam Al-Quran menyebutkan orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa. Jadi, hal ini tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin, kewarganegaraan, warna kulit, dan lainnya. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan,” tegas KH. Nasaruddin Umar.

Al-Quran telah memberikan isyarat bahwa kaum perempuan bisa menjadi sukses dan menjadi pemimpin melalui tiga surat yang mengisahkan Ratu Balqis. Bahkan, Rasulullah SAW menjadi yang pertama mengizinkan perempuan untuk ikut ke medan perang. Rasululllah SAW sendirilah yang memproklamirkan kemerdekaan perempuan.

Nasaruddin Umar juga menceritakan dahulu kala sebelum Agama Islam datang ke muka bumi (zaman Pra Islam), kaum perempuan tidak diperbolehkan mendapatkan warisan. Namun, saat Islam datang, perempuan memperoleh hak atas waris. Pada zaman Pra Islam juga kelahiran perempuan tidak boleh di-aqiqah-kan (pesta kelahiran), namun Rasulullah SAW mengatakan bahwa perempuan juga bisa di-aqiqah-kan. Selain itu, pada zaman Pra Islam, mahar perempuan diterima oleh wali, namun setelah Agama Islam datang, perempuan berhak menerima mahar perkawinan.

“Persoalan terkait ketidaksetaraan gender bukan persoalan agama, melainkan budaya dan penafsiran agama yang kurang tepat, sehingga perempuan menjadi korban. Berhentilah melakukan pendzaliman atas nama agama,” tutup KH. Nasaruddin Umar. (birohukumdanhumaskemenpppa)

Senin, Semuanya Menyampaikan Laporan

Samarinda — Sekprov Kaltim Muhammad Sa’bani memimpin Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pemenuhan Data Produk Layanan, di Ruang Tepian 1 Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (27/04/2021).

Rapat ini menindaklajuti surat Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kaltim, terkait pengaduan pelayanan di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemprov Kaltim, yang belum menyiapkan tempat pengaduan, sistem maupun belum ada dasar hukum dalam pelayanan.

“Dari hasil rapat koordinasi dengan kepala dinas dan badan di lingkup Pemprov Kaltim, dari keterangan yang disampaikan sudah ada dan dilakukan pelayanan, hanya tidak dilaporkan secara lengkap, sehingga hasil temuan ombudsman masih banyak OPD yang tidak menyiapkan,” kata Sa’bani.

Hasil temuan Ombudsman, lanjut Sa’bani, sudah dikoordinasikan dan mengingatkan kembali kepada OPD maupun UPTD untuk segera menindaklanjutinya, dan semuanya segera menyiapkan laporan.

“Ditargetkan Senin depan, 3 Mei 2021 sudah mengumpulkan laporannya ke Biro Organisasi,” imbuhnya.

Sa’bani juga mengingatkan bagi OPD yang belum memiliki ruangan khusus bagi masyarakat menyampaikan pengaduan agar segera menyiapkannya sehingga masyarakat bisa leluasa menyampaikan pengaduan.

“Selain menyampaikan laporan, kita juga meminta OPD segera menyiapkan ruangan khusus untuk pelayanan pengaduan,” pesan Sa’bani.

Rakor dihadiri Kepala Biro Organisasi Iwan Setiawan, Staf ahli Gubernur bidang Reformasi Birokrasi dan Keuangan Daerah Muhammad Kurniawan, Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Daerah H Elto, Kadis Kehutanan Amrullah, Kadis KP3A Noryani Sorayalita, serta perwakilan OPD dan UPTD dilingkup Pemprov Kaltim. (humasprovkaltim)

DKP3A Kaltim Terima Audiensi DP2PA Samarinda

Samainda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menerima audiensi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Samarinda, Puspaga Cinta Syejati Samarinda dan Forum Puspa Bungah Grecek Samarinda, di Ruang Rapat Kepala Dinas, Senin (26/4/2021).

Soraya mengatakan, pihaknya siap melakukan sinergi dan kerjasama terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Samarinda.

“Sebagai ibu kota provinsi, Samarinda menjadi wajah Kaltim. Kedepan kami siap melakukan berbagai kerjasama untuk meningkatkan IPG dan IDG Kaltim,” ujarnya.

DKP3A Kaltim terus berupaya dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kaltim agar perempuan mendapatkan kemudahan dalam mengurus surat izin usaha. Sehingga dapat mengangkat sektor ekonomi informal menjadi sektor formal yang banyak dijalankan oleh perempuan.

“Karena seperti kita ketahui, banyak usaha mikro kecil dijalankan oleh perempuan di rumah. Selama Ramadhan pun, usaha kuliner dilakukan oleh perempuan. Maka perlu kemudahan dalam mengurus surat izin usaha bagi usaha perempuan,” terang Soraya.

Terkait Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), Soraya menambahkan, DKP3A Kaltim terus melakukan advokasi dan koordinasi sehingga seluruh kabupaten/kota dapat melakukan pemenuhan hak anak di daerahnya.

Melalui Puspaga, diharapkan dapat menjadi pintu pertama sebagai upaya mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, sebagai wadah pembelajaran yang memberikan layanan pendampingan berupa edukasi, informasi, konseling, dan sosialisasi bagi keluarga yang mengalami masalah demi meningkatkan kualitas pengasuhan dalam keluarga.

Diketahui Forum Puspa Bungah Grecek sudah melakukan sosialisasi kepada 1500 pelaku usaha baik laki-laki maupun perempuan.

Audiensi ini dihadiri oleh Kabid KG Dwi Hartini, Kabid PPPA Junainah, Sekretaris DP2PA Samarinda Deasy Eviyanti, Ketua Fotum Puspa Bungah Grecek Ahmad Syahir dan pengurus serta pengurus Puspaga Cinta Syejati Samarinda. (dkp3akaltim/rdg)

Dari Korupsi Ke Inovasi, Para Pakar Akui Dukcapil Sukses Bangun Citra Institusi

Jakarta — Para pakar dan pemerhati pelayanan publik menilai inovasi-inovasi yang telah dilakukan Dukcapil, baik pusat maupun daerah, sukses tingkatkan kepercayaan publik. Hal itu berimbas pada terbangunnya citra institusi Dukcapil yang baik.

Disampaikan Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Siti Zuhro, sejak 5 tahun terakhir branding Dukcapil memang terasa semakin meningkat.

“Bagaimana sejak era Prof. Zudan (Dirjen Dukcapil saat ini) sukses membangun citra Dukcapil dari yang penuh polemik, hingga saat ini berubah menjadi terkenal dengan inovasi-inovasinya yang sangat memudahkan masyarakat,” tutur Zuhro di acara Dukcapil Mendengar, Jumat (23/04/2021).

Hal serupa juga turut disampaikan oleh Jurnalis Senior, Dita Angga Rusiana. Dita menyebut di tahun 2013 image yang beredar di masyarakat tentang Dukcapil adalah seputar kasus mega korupsi pengadaan KTP-el.

“Pada tahun 2013, cukup rumit menjelaskan KTP-el karena kasusnya (korupsi) yang lebih timbul dari pada kegunaan dan esensinya bagi masyarakat,” ungkap Dita.

Namun, seiring berjalannya waktu citra itu kini telah berubah. Tenaga Ahli Bidang Inovasi dan Manajemen Citra Indonesia, M. Fariza Y. Irawady, mengatakan berbagai inovasi seperti pelayanan online, serta proses-proses sosialiasasi melalui media ke-kinian telah mengembalikan kepercayaan publik.

“Bahkan, kalau sekarang terdengar kata KTP-el, maka yang terbayang itu tiktoknya Prof. Zudan yang penuh informasi seputar pelayanan administrasi kependudukan. Ini luar biasa,” puji Fariza.

Meski demikian, lanjut Fahriza, faktor terbesar tebentuknya citra institusi adalah kepuasan pengguna. Untuk itu, perlu adanya monitoring dampak inovasi pelayanan yang dilakukan terhadap kepuasan pengguna.

Selain itu, pertumbuhan inovasi yang ada juga dinilai tidak disertai dengan sosiasisasi yang cukup. Padahal, menurut Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Mokhammad Najih, sosiasliasi penting sebagai salah satu fungsi pelayanan publik untuk ikut mencerdaskan bangsa.

“Proses mencerdasakan bangsa itu tidak hanya di bangku sekolah, tapi juga melalui sosialisasi informasi yang jelas pada penduduk. Itu merupakan salah satu fungsi pelayanan publik,” ungkap Najih. (dukcapilkemendagri)

Tingkatkan Cakupan dan Kualitas Layanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK)

Jakarta — Pemerintah berkomitmen melindungi perempuan dan anak yang masuk dalam perlindungan khusus yaitu para korban kekerasan, eksploitasi, tindak pidana perdagangan orang dan perlakuan salah lainnya. Komitmen ini diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA yang menekankan penambahan tugas dan fungsi Kemen PPPA dalam penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Demi mendukung penanganan korban dan kasus-kasus terkait perempuan dan anak di daerah lebih optimal, dibutuhkan sinergi dan dukungan koordinasi terpadu antara berbagai pihak di Pusat dan Daerah.

“Salah satunya, melalui pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan penyaluran Dana Alokasi Khusus Non Fisik Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK-NF-PPPA),” ujar Sekretaris Kemen PPPA Pribudiarta Nur Sitepu.

Pembentukan UPTD PPA bertujuan untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional di wilayah kerjanya dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi dan masalah lainnya. Meski UPTD PPA telah terbentuk di berbagai daerah, Kemen PPPA juga mengapresiasi inisiatif masyarakat yang turut berkontribusi terhadap upaya pemenuhan hak perempuan dan anak termasuk dalam memberikan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

Pribudirta menambahkan Pemerintah telah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK-NF-PPPA) untuk memperkuat layanan tersebut. Dana Alokasi Khusus Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.

Dalam rangka pelaksanaan Dana Pelayanan PPA ini, Kemen PPPA menyusun petunjuk teknis yang dikuatkan dan dalam regulasi operasional sebagai pedoman dalam penggunaan anggaran yang berisi penjelasan perincian kegiatan pemanfaatan Dana Pelayanan PPA.

“Tujuan DAK-NF-PPPA untuk membantu daerah mencapai prioritas nasional, menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatkan layanan bagi korban kekerasan. Melalui DAK-NF-PPPA diharapkan dapat terbentuk koordinasi yang lebih intensif antara Pusat dan Daerah dalam upaya menjamin perlindungan bagi perempuan dan anak,” jelas Pribudiarta.

DAK-NF-PPPA dilaksanakan dalam bentuk bantuan operasional pelayanan perempuan dan anak korban kekerasan serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Bantuan itu termasuk pendampingan selama proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Selanjutnya bantuan operasional pencegahan melalui pembiayaan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, dan bantuan operasional penguatan UPTD PPA di provinsi, kabupaten dan kota yang menjadi sasaran DAK.

“Dengan DAK-NF-PPPA, kabupaten/kota dapat memberikan layanan bagi korban kekerasan termasuk TPPO dan provinsi dapat memberikan layanan rujukan lanjutan yang memerlukan koordinasi tingkat daerah provinsi dan lintas daerah kab/kota. Harapannya, cakupan dan kualitas layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO di daerah menjadi optimal,” tambah Pribudiarta.

Tahun 2021 ini merupakan tahun pertama pengalokasian DAK-NF-PPPA yang disalurkan kepada 34 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Pribudiarta menuturkan penyaluran DAK-NF-PPPA ke daerah didasarkan pada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, termasuk kesiapan daerah tersebut untuk melaksanakannya. Salah satu kriteria/variabel untuk menentukan daerah mendapatkan DAK tersebut harus ada laporan dan catatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ada pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).

Kemen PPPA juga telah menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan Dan Anak Tahun Anggaran 2021 yang menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kab/Kota penerima DAK Nonfisik PPPA.

“Regulasi ini disusun dengan tujuan agar Pemerintah Daerah dapat mengelola Dana Pelayanan PPA (DAK) ini dengan akuntabel sehingga dapat mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional, yaitu menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatkan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO,” tambah Pribdiarta.

Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas penggunaan DAK-NF-PPPA, tentunya perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan pelaksanaan kegiatan telah dilakukan secara efektif dan efisien serta pencapaian output dan outcome yang dihasilkan sesuai dengan tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Pengalokasian DAK-NF-PPPA, tentunya masih ada beberapa hal yang belum ideal dalam pengaturannya. Saran dan masukan dari berbagai pihak tentunya sangat diharapkan untuk upaya perbaikan ke depan,” tutur Pribudiarta. (birohukumdanhumaskpppa)

Menteri Bintang Resmikan Ruang Sekretariat Forum Anak Nasional

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga telah meresmikan ruang Sekretariat Forum Anak Nasional (FAN) pada Jumat (23/4/2021). Ruang Sekretariat FAN ini terletak di lantai 6 gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Nantinya ruangan ini diharapkan dapat mempermudah koordinasi antara Forum Anak dengan Kemen PPPA maupun lembaga lainnya.
“Ruang sekretariat ini sudah disiapkan dari Kemen PPPA, tentu harus dimanfaatkan dan difungsikan dengan sebaik-baiknya. Jangan hanya hari ini diresmikan, kemudian besok menjadi ruangan kosong. Kami memaklumi karena kalian juga harus sekolah dan lain sebagainya, ada prioritas yang harus kalian lakukan, tapi diatur waktunya sebaik mungkin untuk pemanfaatan daripada ruang sekretariat ini,” ujar Menteri Bintang.

Lebih lanjut, Menteri Bintang berharap sinergi dan kolaborasi yang sudah terjalin antara Kemen PPPA dan FAN dapat lebih ditingkatkan lagi.

“Nanti lebih intens dibicarakan mengenai apa langkah-langkah yang bisa dibantu oleh FAN. Kami ada lima isu yang harus dituntaskan tahun 2024, kalian dengan peran 2P (pelopor dan pelapor) akan mempunyai peranan yang sangat bermanfaat untuk me-support Kemen PPPA,” tutur Menteri Bintang.

Dalam dialognya dengan anak-anak yang hadir secara daring, Menteri Bintang mendorong agar Forum Anak Daerah (FAD) yang belum memiliki ruang sekretariat dapat melakukan komunikasi intens dengan FAN. Nantinya FAN dapat berkoordinasi dengan Kemen PPPA untuk memfasilitasi daerah yang belum memiliki ruang sekretariat.

“Kemen PPPA bukan menjanjikan, tetapi akan memfasilitasi dan mengkomunikasikan dengan dinas atau pimpinan daerah karena kewenangannya ada di pimpinan daerah. Kemen PPPA sangat paham bahwa anak-anak luar biasa melalui partisipasinya dengan peran 2P,” ujar Menteri Bintang.

Sementara itu, Koordinator Sekretariat FAN 2019-2021, Kayyisah mengapresiasi Kemen PPPA yang telah mengupayakan pengadaan serta peresmian ruang Sekretariat FAN. Ia pun berharap dengan adanya ruang sekretariat tersebut, para anggota FAN maupun FAD bisa berkarya dan mengelaborasikan karya dengan lebih maksimal.

“Pada akhirnya kita sudah punya rumah yang bisa menjadi ruang singgah bagi seluruh anak Indonesia. Besar harapan kami, ruang sekretariat yang merupakan milik bersama ini dapat tetap abadi dan selalu bisa kita jaga bersama. Semoga setelah adanya ruang sekretariat ini, FAN tidak hanya dilihat sebagai organisasi biasa, tetapi di sini kita bisa membuktikan dan melihat manifestasi dari hadirnya anak-anak yang ingin berkontribusi bagi negara,” ungkap Kayyisah.

Ketua FAN 2019-2021, Tristania Faisa Adam mengatakan perlu adanya pengelolaan yang terstruktur agar ruang Sekretariat FAN dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. “Diharapkan harus lebih jelas siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana jadwalnya dalam mengatur ruangan ini. Agar ruangan yang telah difasilitasi oleh Kemen PPPA untuk FAN tidak menjadi sia-sia,” tuturnya.

Ruang Sekretariat FAN di lantai 6 Gedung Kemen PPPA ini mempunyai jam operasional yang fleksibel, sesuai dengan kebutuhan anggota. Hal ini menyadari bahwa anggota Sekretariat FAN dan FAN masih bersekolah dan sebagian kuliah, sehingga tidak selalu dapat mengikuti jam kerja kantor Kemen PPPA. Oleh karena itu, selain selama jam kerja, ruang Sekretariat FAN juga dapat digunakan di sore hari hingga petang, atau bahkan hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya, asalkan dikomunikasikan sebelumnya kepada petugas.

Diharapkan FAD juga mendapatkan fasilitas untuk tempat mereka berkarya dan menjalankan perannya sebagai Pelopor dan Pelapor, serta peran melalui Partisisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan. (birohukumdanhumaskpppa)

Ketika Laki-laki Bicara Kesetaraan Gender

Jakarta — Kesetaraan gender bukan perkara persaingan antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki, melainkan upaya untuk memperjuangkan hak kemanusiaan. Perjuangan R.A Kartini mengingatkan kaum perempuan untuk terus memperjuangkan hak-haknya. Sementara itu, untuk mewujudkan kesetaraan gender juga perlu peranan laki-laki untuk berbagi ruang dan peran, serta mendukung perempuan untuk berkembang dan meraih kesempatan seluas-luasnya.

Hakikat dari kesetaraan gender adalah memastikan kaum perempuan dan laki-laki memiliki aksesibilitas terhadap sumber daya, serta dapat berpartisipasi dan terlibat dalam proses pembangunan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya. Jika hal ini dilakukan, maka manfaat pembangunan akan dirasakan secara adil dan setara.

“Kesetaraan gender dapat dicapai dengan merubah paradigma atau pola pikir laki-laki dengan memberi ruang kepada perempuan untuk bersama-sama menjadi subjek dalam pembangunan,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga pada Talkshow Ketika Laki-laki Bicara Kesetaraan Gender yang diselenggarakan oleh Kemen PPPA secara virtual, Jumat (23/4/22021).

Menteri Bintang menambahkan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan, pada kenyataannya membutuhkan dukungan laki-laki. Seperti halnya suami dan ayah R.A Kartini yang mendukung perjuangannya dalam membangun sekolah perempuan, sebuah langkah progresif yang menembus nilai budaya yang dianut masyarakat pada saat itu.

Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Winarni D Monoarfa menceritakan bahwa dalam program kebakaran hutan yang selama ini didominasi oleh peran laki-laki, saat ini sudah mulai melibatkan peran perempuan. Ada “transfer knowledge” yang dilakukan laki-laki kepada perempuan.

Pelibatan laki-laki dalam strategi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan percepatan pencapaian target kesetaraan gender rupanya juga sudah diterapkan oleh

Walaupun demikian, Dosen UIN Walisongo sekaligus Co-Founder Aliansi Laki-laki Baru, Nur Hasyim mengatakan masih ada nilai-nilai yang diyakini laki-laki bahwa posisi pimpinan adalah otoritas kaum laki-laki. Oleh karenanya, transformasi terhadap nilai atau pemahaman tersebut menjadi penting untuk diterapkan oleh kaum laki-laki.

“Transformasi nilai atau pemahaman kepada laki-laki berarti mendorong laki-laki agar memiliki empati, terutama dari privilege atau kenyamanan, baik secara biologis maupun sosial yang dimiliki kaum laki-laki. Kedua adalah berbagi ruang, dalam arti berbagi kekuasaan dengan kaum perempuan, baik di sektor ekonomi, politik, dan sosial. Ketiga, laki-laki harus berhenti memonopoli ruang. Keempat, berbagi peran dan tanggung jawab, baik di sektor publik maupun domestik,” ungkap Nur Hasyim.

Nur Hasyim juga menekankan kesetaraan gender tidak boleh berhenti hanya di depan rumah. Kesetaraan gender harus masuk ke dalam rumah, termasuk di ruang-ruang yang paling privat. Kita harus saling berbagi peran dalam mencukupi kebutuhan hidup yang merupakan kebutuhan setiap manusia.

Pengamat Sosial, Maman Suherman mengatakan masalah kekerasan seksual, perkawinan anak, keterbatasan akses, perbedaan upah, Angka Kematian Ibu, dan stunting bukan hanya permasalahan perempuan, tapi masalah kemanusiaan. Maman juga mendorong agar kita semua memberi kesempatan dan meyakinkan kaum perempuan untuk bersuara dalam suatu forum, karena mereka memiliki perspektif bagi dirinya sendiri.

“Sama halnya dengan laki-laki, perempuan juga merupakan produsen pengetahuan dan perspektif. Beri dia ruang terbaik dan yakinkan perempuan untuk bersuara dalam suatu forum, serta ikut berperan menjadi narasumber. Perempuan bukanlah objek sebuah keputusan, tapi subjek sebuah keputusan. Perempuan adalah advokat terbaik bagi dirinya,” ujar Maman.

Kesetaraan gender nyatanya juga memberikan dampak positif di bidang bisnis. Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan ketika terjadi kesetaraan gender dimana porsi perempuan di suatu perusahaan meningkat, maka juga terjadi peningkatan performa perusahaan. Sudah saatnya laki-laki memberi kesempatan agar perempuan bisa bekerja bermitra dengan mereka. Kesetaraan artinya “to complete” bukan “to compete”. Perempuan bukan ancaman, tapi laki-laki dan perempuan bisa saling melengkapi.

Sementara itu, Pendiri Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Nani Zulmarini mengatakan kesetaraan gender merupakan suatu hak. Kaum laki-laki harus sadar bahwa di dalam hak yang mereka miliki terdapat hak perempuan. Kesetaraan gender juga harus ditanamkan mulai dari keluarga.

“Di dalam rumah tanggalah sebenarnya basis pelanggengan relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki terjadi. Afirmasi harus diikuti dengan transformasi, yakni ketika perempuan terjun ke ranah publik, maka seluruh tanggung jawabnya di ranah domestik juga harus diambil alih oleh laki-laki. Kesetaraan gender tidak bisa dicapai dengan hanya memperkuat perempuan, namun juga harus mengubah perspektif laki-laki bahwa perempuan adalah manusia,” tegas Nani. (birohukumdanhumaskpppa)

Disabilitas Jadi Prioritas Pembangunan SDM Kaltim

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita Mengaatakan, Pemprov Kaltim sudah menempatkan perempuan dan penyandang disabilitas pada urutan pertama sebagai isu prioritas. Hal ini tertuang dalam Misi satu Gubernur Kaltim yaitu Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas.

DKP3A Kaltim juga telah berupaya memberikan ruang untuk penyandang disabilitas dengan membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK-PPD) sejak tahun 2017 sebagai unit pelayanan informasi, fasilitasi dan konsultasi tentang hak-hak penyandang disabilitas.

“Dengan dibentuknya PIK-PPD ini juga merupakan komitmen Pemprov Kaltim dan saat ini pemerintah juga terus membangun fasilitas umum yang mengakomodir kebutuhan dan ramah terhadap disabilitas,” ujarnya pada Dialog Cakrawala Suara Disabilitas RRI Pro I Samarinda dalam rangka Peringatan Hari Kartini, Sabtu (24/4/2021).

Ia melanjutkan, DKP3A Kaltim juga telah melakukan beberapa pelatihan untuk perempuan penyandang disabilitas, mulai dari pelatihan membuat kue, tata rias, menjahit, reproduksi sehat, maupun pelatihan paralegal bagi pengurus PIK-PPD.

Diketahui, saat ini telah terbentuk Forum Pemuda Disabilitas Kreatif (FPDK) binaan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kaltim yang  bertujuan  mewadahi para pemuda disabilitas dalam membentuk kemandirian, membuat karya dan hasilnya bisa dilihat oleh masyarakat.

Soraya mengimbau kepada penyandang dan perempuan disabilitas untuk tidak berkecil hati. “Harapannya perempuan baik normal atau disabilitas juga dapat selaras dengan laki-laki.” imbuhnya.

Hadir pula menjadi narasumber pada dialog ini Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim Anni Juwairiyah dan Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu. (dkp3akaltim/rdg)