Kaltim Gelar Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani orayalita mengatakan, faktanya anak-anak merupakan kelompok yang rentan mengalami kekerasan seksual dan kejadian tersebut kerap terjadi bahwa pelakunya merupakan orang yang sudah dikenal.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) DKP3A Kaltim per tanggal 1 November 2021, bahwa jumlah kekerasan terhadap anak se Kaltim berjumlah 211 kasus dengan 246 korban anak.

“Hal ini dengan terdiri dari laki-laki 57 orang dan perempuan 189 orang,  dimana data tersebut adalah data korban kasus kekerasan seksual,” ujar Soraya dalam Kegiatan Webinar Nasional 14 Tahun Apsifor Mengabdi dengan tema “Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak”, berlangsung virtual, Selasa (2/11/2021).

Soraya menambahkan, dalam rangka melaksanakan arahan Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Terbatas Bersama Menteri PPA menekankan perlu upaya yang nyata dalam “Penurunan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan” yang melibatkan seluruh stakeholder terkait.

Upaya yang telah dilakukan Pemprov Kaltim sampai dengan akhir bulan Oktober tahun 2021 yaitu sudah terbentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota berjumlah 10.

“Dan yang saat ini, Kabupaten Mahakam Ulu sedang dalam tahap advokasi. Kemudian untuk UPTD PPA sebagai layanan pengaduan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah ada terbentuk enam kabupaten/kota yaitu Kabupaten Paser, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Berau dan Kota Bontang,” imbuh Soraya.

Soraya berharap dengan psikoedukasi ini, dapat membantu menginformasikan kepada masyarakat, terkait Puspaga yang ada di kabupaten/kota masing-masing agar dapat termanfaatkan dengan baik. Sehingga bisa ikut andil dalam pembentukan ketahanan keluarga di masyarakat. (dkp3akaltim/rdg)

Perkuat SDM UPTD PPA Di Kaltim Melalui Manajemen Kasus

Balikpapan — Dalam rangka menyelenggarakan layanan perlindungan, Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA) menginisiasi pembentukan Unti Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh Indonesia. Untuk menunjang pelaksanaan layanan perlindungan tersebut, SDM UPTD PPA wajib memiliki keterampilan dalam pengelolaan kasus.

Sekretaris Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Eka Wahyuni mengatakan, tidak sedikit kasus yang ditemui oleh petugas di lapangan mengalami berbagai jenis permasalahan. Misalnya, mengalami masalah pengasuhan, sekaligus mengalami masalah administrasi kependudukan, hukum dan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama berbagai pihak dalam menangani kasus tersebut.

“Manajemen kasus adalah suatu langkah sistematis untuk mengatur dan melakukan pekerjaan dalam rangka mengatasi masalah perlindungan dan kesejahteraan korban dan keluarganya secara tepat, sistematis dan tepat waktu melalui dukungan langsung, sistem dukungan lokal dan rujukan sesuai dengan tujuan layanan,” ujar Eka pada kegiatan Pelatihan Manajemen Kasus se Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Astara Balikpapan, Kamis (28/10/2021).

Manajemen kasus, lanjut Eka, merupakan suatu pendekatan yang dapat mengkoordinasikan dan mengintegrasikan layanan agar penerima manfaat dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan secara komprehensif, efektif dan efisien.

Eka berharap melalui kegiatan ini dapat memperkuat fungsi pengelolaan kasus, mampu mengaplikasikan pengetahuan, nilai dan keterampilan dalam manajemen kasus bagi SDM UPTD PPA.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 15 peserta dari UPTD PPA / Satgas PPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Psikolog UPTD PPA Kaltim Nadya Novia Rahman dan Satgas PPA Kaltim Ismail Razak. (dkp3akaltim/rdg)

UPTD PPA Ujung Tombak Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Balikpapan — Dengan adanya penambahan fungsi pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yaitu fungsi pelayanan korban kekerasaan terhadap perempuan dan anak. Melalui UPTD PPA memberikan arah baru bagi upaya perlindungan dengan memaksimalkan pelayanan perempuan dan anak korban kekerasaan.

Sekretaris Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Eka Wahyuni mengatakan, UPTD PPA merupakan ujung tombak dan garda terdepan dari mandat perlindungan perempuan dan anak untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal.

“Keberadaan UPTD PPA sangat dibutuhkan mulai tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota. Nantinya UPTD PPA dan Pemerintah Pusat akan berkoordinasi secara intens untuk memastikan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasaan terpenuhi,” ujar Eka pada kegiatan Rapat Koordinasi UPTD PPA Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Astara Balikpapan, Rabu (27/10/2021).

Hal ini didasarkan pada banyaknya kasus yang terjadi dimasyarakat. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) sampai dengan bulan Oktober 2021 tercatat sebanyak 114 orang perempuan dewasa dan 176 anak yang telah menjadi korban kekerasan.

“Semnetara UPTD PPA yang sudah terbentuk di Kalimantan Timur antara lain Provinsi Kaltim, Balikpapan, Samarinda, Tenggarong, Paser, Berau dan Bontang,” imbuh Eka.

Eka menambahkan, UPTD PPA merupakan UPTD generik yang dalam pembentukannya berdasar pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Pembentukan UPTD PPA.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 50 peserta secara daring dan luring dari Dinas PPPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Analis SDM Kemen PPPA Prita ismayani, Kabid Kelembagaan Dan Analis Jabatan Biro Organisasi Kaltim Adriani dan Kepala UPTD PPA Balikpapan Esti Sinta Pratiwi. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Trauma Healing

Samarinda — Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak akan menimbulkan dampak terhadap korban, baik jangka pendek maupun panjang.

“Dampak jangka pendek dapat langsung terlihat seperti luka fisik, cacat pada anggota tubuh, dan kehamilan. Sementara dampak jangka panjang terlihat di kemudian hari seperti hilangnya rasa percaya diri, trauma, depresi dan gangguan psikologis lainnya,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Trauma Healing Bagi SDM/UPTD/PPA/Satgas PPA Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Selasa (12/10/2021).

Kejadian traumatis yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan trauma. Ketika trauma dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan dari profesional, dapat mengarahkan pada gangguan psikologis, yakni Post-traumatic Stress Disorder (PTSD).

PTSD, lanjut Soraya, adalah gangguan mental setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. PTSD perlu diatasi dengan segera dan tepat, agar kondisi ini tidak semakin parah hingga mengganggu kelangsungan kehidupan korban. Salah satu cara untuk menanganinya adalah dengan trauma healing.

“Trauma healing merupakan proses penyembuhan pasca-trauma yang dilakukan agar seseorang dapat terus melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang kejadian kekerasan,” kata Soraya.

Harapannya implementasi trauma healing pada perempuan dan anak korban kekerasan dapat meminimalisir dampak berkepanjangan yang ditimbulkan akibat peristiwa traumatis yang dialami sehingga korban dapat melanjutkan kehidupan sehari-hari.

Sebagai informasi, kasus kekerasan di Kaltim tahun 2019 sebanyak 631 kasus dan tahun 2020 sebanyak 623 kasus, atau terjadi penurunan sebanyak 8 kasus.

“Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Oktober 2021 sebanyak 262 kasus. Total korban kekerasan adalah 285 korban yang terdiri dari 171 korban anak atau 60 persen dan 114 korban dewasa atau 40 persen. korban terbanyak berasal dari Kota Samarinda  yaitu sebesar 116 korban.” imbuh Soraya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari Dinas PPPA, UPTD PPA, Satgas PPA, lembaga pemerhati perempuan dan anak se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Founder Biro Psikologi Matavhati Samarinda Yulia Wahyu Ningrum, dan Psikolog RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Elda Trialisa Putri. (dkp3akaltim/dell)

Kemen PPPA Dorong Pemda Bentuk Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA)

Jakarta — Ketersediaan informasi yang layak bagi anak menjadi sebuah kebutuhan di tengah era keterbukaan informasi saat ini. Di samping kemampuan literasi anak perlu diasah, pemerintah juga perlu mengupayakan penyediaan informasi yang layak bagi anak. Untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi khususnya dalam mencari dan memperoleh informasi yang layak sesuai usia dan tingkat kecerdasannya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus berupaya mendorong komitmen pemerintah daerah untuk mengembangkan penyediaan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) di seluruh Indonesia.

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kemen PPPA, Endah Sri Rejeki menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan layanan informasi yang layak bagi anak sangat penting guna mewujudkan anak-anak yang cerdas dan generasi emas pada tahun 2045.

“Proses pengembangan layanan PISA, kami awali dengan melakukan sosialisasi standarisasi PISA, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melaksanakan bimbingan teknis (Bimtek) standarisasi PISA kemarin hingga hari ini. Hal ini, merupakan bentuk upaya bersama antara pemerintah maupun masyarakat dalam memastikan terpenuhinya hak anak atas informasi yang layak anak, serta mencerdaskan dan meningkatkan literasi anak,” ungkap Endah dalam acara Bimbingan Teknis PISA yang dilaksanakan secara virtual.

Endah berharap para peserta bimbingan teknis yang diselenggarakan pada 27-28 September dan terdiri dari seluruh perwakilan Dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten/Kota serta organisasi perangkat daerah lainnya, dapat melihat lebih detail dan jelas tentang standarisasi PISA, sebagai tolak ukur dalam penyediaan layanan informasi yang layak bagi anak secara optimal, dimana ternyata terdapat beberapa tahapan untuk mencapai kategori PISA tersebut.

“Fasilitasi Kemen PPPA tidak berhenti sampai di sini. Kami juga bertanggungjawab untuk fokus membantu pemerintah daerah dalam membentuk dan mengembangkan PISA. Hal ini bertujuan agar layanan informasi yang sudah dimiliki daerah seperti perpustakaan, taman cerdas, dan semua fasilitas yang ada, bisa diubah menjadi ramah anak sebagai PISA,” tambah Endah.

Endah juga mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah, banyak layanan PISA yang sudah terbentuk dan sudah dimanfaatkan anak-anak. Endah menjelaskan dalam penetapan standarisasi PISA tahap pertama 2021 ini, Kemen PPPA tidak menetapkan standar yang tinggi. Diharapkan pemerintah daerah sebagai penyedia layanan tidak perlu khawatir akan sulit memenuhi standar yang dimaksud.

“Saat ini, yang terpenting semua pihak ikut memastikan bahwa PISA telah memenuhi proses standarisasi dalam menyediakan layanan optimal bagi anak. Semoga upaya kita untuk meningkatkan semangat membaca pada anak melalui layanan informasi yang baik, lengkap, dan bermanfaat bisa terwujud. Mari bersama kita bersinergi meningkatkan literasi anak, mencerdaskan anak, dan memenuhi hak anak sebagai generasi penerus bangsa,” ujar Endah.

Pada proses bimtek ini, para peserta diminta untuk mengisi formulir indikator standarisasi PISA dan mengupload dokumen yang harus dilengkapi. Setelah itu, para peserta akan melakukan assessmen mandiri untuk praktik langsung menjalankan layanan standarisasi PISA dengan waktu yang ditentukan dan berpedoman pada apa yang telah dipelajari dalam bimtek.

“Kami harap proses assessmen ini dapat bermanfaat dan membuat banyak pihak dapat lebih memahami dan memastikan proses pemberian layanan informasi PISA sudah sesuai standar dan ramah anak,” pungkas Endah.
Adapun terdapat enam persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah daerah untuk menjadikan PISA yang terstandarisasi yakni terkait kebijakan, program, pengelolaan, sumber daya manusia, sarana prasarana dan lingkungan, serta monitoring dan evaluasi.

Berbagai persyaratan tersebut di antaranya yaitu adanya kebijakan pembentukan PISA yang tertulis dan ditandatangani pemimpin tertinggi di wilayah tersebut; memiliki tiga program, yakni program layanan informasi, program diseminasi/penyampaian informasi, dan program pendukung yang didokumentasikan dalam bentuk kebijakan dan prosedur atau SOP; adanya pendanaan yang dianggarkan Pemerintah Kabupaten/Kota setiap tahun secara rutin; tenaga pengelola PISA harus terdiri dari minimum 1 (satu) ketua/koordinator dan satu tenaga staf; fasilitas PISA harus dilengkapi dengan perangkat teknologi informasi yang memadai; serta menerapkan sistem monitoring dan evaluasi (monev) untuk melihat sejauh mana tujuan PISA tercapai. (birohukum&humaskpppa)

Penuhi Hak Dasar Anak, Pentingnya Sinergi Percepat Kepemilikan Akta Kelahiran dan KIA

Jakarta — Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Endah Sri Rejeki mengungkapkan kepemilikan akta kelahiran merupakan salah satu dari beberapa hak dasar anak yang wajib dipenuhi negara. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan sinergi dan kerjasama dari seluruh pihak dalam mendukung upaya percepatan kepemilikan akta kelahiran dan kartu identitas anak (KIA) bagi anak Indonesia.

“Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab kami sebagai pemerintah dalam memenuhi hak-hak anak, khususnya hak kepemilikan akta kelahiran bagi semua anak dalam kondisi apapun dan dimanapun tanpa terkecuali, begitu juga bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau Panti Asuhan, hak-hak mereka harus terpenuhi,” ungkap Endah dalam acara Sosialisasi Kebijakan Percepatan Pemenuhan Hak Sipil Anak melalui Kepemilikan Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA) di Daerah yang dilaksanakan secara virtual.

Endah menambahkan akta kelahiran merupakan bukti otentik atas keberadaan anak yang diakui negara secara hukum. Dengan demikian, sudah seharusnya seorang anak dicatatkan dan mendapatkan akta kelahiran dari sejak dilahirkan.

“Meskipun berbagai regulasi yang mengatur kewajiban Pemerintah untuk memberikan akta kelahiran bagi anak sejak lahir telah hadir di Indonesia, namun saat ini masih terdapat anak yang belum memiliki akta kelahiran. Berdasarkan data SIAK Kementerian Dalam Negeri pada 31 Desember 2020, diketahui jumlah anak yang sudah memiliki akta kelahiran pada 2020 mencapai 93,78 persen. Angka ini menunjukkan bahwa masih terdapat 6,22 persen atau sekitar 5,2 juta anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran,” terang Endah.

Menindaklanjuti persoalan ini, Endah menyampaikan pemerintah khususnya Kemen PPPA terus berupaya mempercepat capaian kepemilikan akta kelahiran dan KIA bagi anak Indonesia, dengan melakukan sinergi bersama pihak lainnya.

“Diperlukan langkah strategis yang disertai dengan sinergi dan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (Provinsi dan Kab/Kota), maupun dunia usaha, lembaga masyarakat, media massa, serta keterlibatan anak itu sendiri melalui Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam menyosialisasikan kebijakan percepatan kepemilikan akta kelahiran dan KIA di Daerah,” tambah Endah.

Acara Sosialisasi hari ini, merupakan tindak lanjut dari kegiatan advokasi percepatan kepemilikan akta kelahiran yang telah dilakukan Kemen PPPA bersama Kemendagri terhadap empat provinsi dengan tingkat kepemilikan akta kelahiran di bawah rata-rata angka nasional.

“Melalui pertemuan ini, kami harap dapat memfasilitasi berbagai permasalahan di lapangan yang dihadapi berbagai daerah, khususnya 4 (empat) provinsi yang hadir menyampaikan strateginya hari ini. Dengan memahami berbagai permasalahan dan potensi, diharapkan pemerintah daerah dengan bersinergi bersama pihak lainnya, dapat mengembangkan program dan kegiatan inovatif, serta pelayanan jemput bola demi mempercepat kepemilikan akta kelahiran, sehingga komitmen untuk memenuhi hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa dapat kita penuhi bersama,” jelas Endah.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Fasilitasi Pencatatan Kelahiran dan Kematian Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sakaria, menyampaikan akta kelahiran merupakan bukti kelahiran yang sangat penting bagi seorang anak. Tanpa akta kelahiran, anak akan sulit mendapatkan akses pelayanan publik dan rentan mengalami kasus-kasus hukum seperti perdagangan anak, perkawinan anak, dan lainnya.

Guna mendukung pemenuhan hak-hak anak atas percepatan kepemilikan akta kelahiran di seluruh Indonesia, Kemendagri melalui Dinas Dukcapil di berbagai daerah telah berupaya menghadirkan layanan dengan banyak kemudahan, serta mengembangkan inovasi melalui layanan daring yang dapat diakses melalui website maupun whatsapp.

“Pada prinsipnya semua anak harus memiliki akta kelahiran. Jika masyarakat masih mengalami kesulitan dan tidak dapat memenuhi persyaratan dalam membuat akta kelahiran, hal ini bisa dipermudah dengan membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (STPJM),” tutur Sakaria. (birohukum&humaskpppa/dkp3akaltim)

 

Angka Perkawinan Usia Anak Naik 27,09%, DKP3A Kaltim Lakukan Sosialisasi di Kutim

Sangatta — Kasus perkawinan usia anak di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan  data Kanwil Kementerian Agama Kalimantan Timur tahun 2020 sebanyak 1.159 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 254 orang dan perempuan sebanyak 905 orang.

Sementara berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 1 dari 4 anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan perkawinan usia anak berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia, memaksa anak putus sekolah serta menjadi pengangguran sehingga menghambat program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah.

“Perkawinan anak juga dapat menjadi penghambat agenda-agenda pemerintah hal ini dikarenakan perkawinan anak bisa menyebabkan ledakan penduduk karena tingginya angka kesuburan remaja Indonesia sehingga jika angka kelahiran remaja tidak dikendalikan,” ujar Soraya pada kegiatan Sosialisasi Penurunan Angka Perkawinan Usia, berlangsung di Hotel Royal Victoria Sangatta, Kamis (16/9/2021).

Angka perkawinan usia anak di Kaltim selama tahun 2020 tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kabupaten Paser, dan Kabupaten Kutai Timur.

Sementara untuk kondisi perkawinan usia anak di Kaltim yaitu perempuan masih mendominsasi dalam kasus perkawinan uisa anak. Tahun 2019 kasus perkawinan usia anak mengalami penurunan 11,33% dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan 27,09%.

“Selain itu, juga dikarenakan kondisi pandemi Covid-19, pembelajaran jarak jauh, aksesbilitas pendidikan belum merata. Remaja rentan putus sekolah, perilaku rema variatif dan masalah pengasuhan dalam keluarga. Ditambah pengembangan KIE terbatas dan kurang optimal dikarenakan  PPKM dan kebijakan lainnya,” imbuh Soraya.

Soraya juga menyampaikan, bahwa Capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kaltim pada tahun 2020 adalah sebesar 85,70, mengalami penurunan dari pada tahun 2019 yaitu sebesar 85, 98.

“Nilai tersebut adalah agregat dari nilai IPG kabupaten/kota. Pada tahun 2020, IPG Kaltim berada pada urutan ke 32 dari 34 provinsi. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya rata-rata lama sekolah anak perempuan, disamping penyebab lainnya yaitu rendahnya kontribusi perempuan pada sektor ekonomi,” terang Soraya.

Untuk mencegah dan menyikapi tingginya angka perkawinan usia anak, Pemerintah terus melakukan berbagai upaya, seperti terbitnya UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat 1 tentang Perkawinan. Secara khusus Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, memandatkan lima arahan salah satunya isu pencegahan perkawinan anak. Kementerian Agama RI telah menerbitkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Pemerintah Provinsi Kaltim terus berupaya melakukan upaya pencegahan dengan menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki sampai tingkat bawah diantaranya, sosialisasi pencegahan perkawinan usia anak melalui Forum Anak, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), 241 sekolah ramah anak, 61 puskesmas ramah anak, 21 tempat ibadah ramah anak, 11 ruang bermain ramah anak, dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

Selanjutnya terbitnya Instruksi gubernur Nomor 483/5665/III/DKP3A/2019 Tentang Pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak dan Perda Ketahanan Keluarga pada tahun 2018. Selain itu DKP3A Kaltim juga menggandeng stakerholder terkait, menyediakan akses pada pendidikan formal, dan mempromosikan kesetaraan gender di tingkat akar rumput.

“Sedangkan Dinas PPPA provinsi dan kabupaten/kota melakukan upaya-upaya pencegahan diantaranya penguatan pengasuhan dalam keluarga sehingga anak bisa menyaring hal positif dan negatif ketika berada di luar rumah,” terang Soraya. (dkp3akaltim./dell)

Pengukuhan Bunda PAUD Se Kaltim

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi menghadiri Pengukuhan Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Kabupaten/Kota se Kaltim oleh Bunda PAUD Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor, di Pendopo Odah Etam, Selasa (14/09/2021)

Bunda PAUD yang dilantik dari Kabupaten Berau, Kutai Timur, Kutai Barat, Mahakam Ulu, Paser, Samarinda, Balikpapan dan Bontang. Kegiatan dirangkai Rakor PAUD se Kaltim, dihadiri Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim M Edi Muin dan Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Hj Padilah Mante Runa.

Wagub Hadi Mulyadi mengapresiasi pengukuhan Bunda PAUD Kabupaten/Kota se Kaltim. Bunda PAUD, ujar Hadi, merupakan penggerak utama pengembangan anak usia dini diharapkan dapat menggerakkan semua pihak untuk mewujudkan Gerakan Nasional PAUD Berkualitas melalui kepedulian dan pemberdayaan peran serta masyarakat.

“Selamat atas pengukuhan Bunda PAUD kabupaten/kota se Kaltim. Mudah-mudahan Bunda PAUD benar-benar bekerja untuk meningkatkan kualitas anak-anak didik kita. Khususnya pendidikan anak usia dini. Karena usia dini ini merupakan golden age. Jadi merupakan tahun yang emas, dimana kalau kita salah didik, salah asuh itu akan berdampak pada usia dewasa,” ucap Hadi.

Menurut dia, banyak cara yang dapat dilakukan dalam pengembangan anak usia dini. Diantaranya, mengaktivasi otak kiri dan otak kanan, memberikan kasih sayang yang cukup, memberikan gizi yang baik dan memberikan lingkungan yang baik sehingga seluruh potensi yang ada pada dirinya bisa berkembang dengan baik. Dan mereka akan menjadi generasi emas yang akan membangun Kaltim dan Indonesia.

“Layanan PAUD berkulitas mensyaratkan pemberian layanan stimulasi holistik mencakup layanan pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan menjadi kebijakan pengembangan anak usia dini dengan melibatkan pihak terkait baik instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh masyarakat, dan orang tua.

Hadi berpesan, agar Rakor ini dapat menghasilkan ide dan pemikiran yang baik, dalam rangka pengembangan PAUD di masa pandemi Covid-19. Dan semoga lembaga PAUD ke depan terus meningkatkan sistem pendidikan, memperbaiki fasilitas dan kebutuhannya, ditingkatkan mutu guru dan pendidik, dibangun komunikasii dengan orang tua dan keluarga anak.

“Mari kita bangun semangat dan kerja sama, guna mewujudkan generasi Kaltim yang cemerlang, generasi unggul dalam menghadapi era di masa yang akan datang. Mari selalu Satu Hati Satu Aksi dan Satu Dedikasi untuk kejayaan anak negeri,” pesannya.

Sebelumnya, Bunda PAUD Kaltim mengajak Bunda PAUD Kabupaten/Kota yang telah dikukuhkan agar menunjukkan semangat untuk bersaing secara sehat. Karena semua kegiatan akan dinilai langsung oleh pusat. Jadi lebih semangat dan terpacu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam menyukseskan pengembangan anak usia dini, sehingga output dari PAUD semakin baik.

“Saya meminta dukungan, mulai gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, serta dari seluruh pihak se Kaltim untuk memberikan support penuh terhadap Bunda PAUD serta jajarannya dalam upaya pengembangan PAUD di Kaltim ke arah yang lebih baik lagi,” harap Norbaiti. (adpimprovkaltim)

Gubernur Serahkan Santunan Anak Yatim Piatu di Berau

Tanjung Redeb — Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor didampingi Bupati Berau menyerahkan santunan bagi anak yatim, piatu dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal terpapar Covid-19 di Kabupaten Berau, berlangsung di Balai Mufakat Tanjung Redeb, Jumat (10/9/2021).

Penyerahan santunan berupa uang tunai senilai Rp2 juta dilakukan secara simbolis kepada tiga orang anak dari total 27 anak yang hadir. Terdiri dari 13 laki-laki dan 14 perempuan.

Gubernur Isran Noor mengatakan santunan ini merupakan bentuk kepedulian dari pemerintah provinsi kepada anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal terpapar Covid-19 di kabupaten/kota se Kaltim.

“Kita disini bersilaturahim terkait dengan bantuan kemanusiaan. Dan yang paling mulia pada momen ini adalah anak-anakku yang menerima santunan, karena mereka ada yang tidak memiliki ibu, bapak atau ibu-bapak. Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam menghadapi situasi pandemi ini,” kata Isran Noor.

Pada kegiatan yang juga dihadiri Ketua Tim Penggerak PKK Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor, Wakil Bupati Berau Gamalis, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Hj Padilah Mante Runa, Kepala Dinas Sosial HM Agus Hari Kesuma dan Kepala Bapenda Ismiati ini, Gubernur Isran Noor sekali lagi menegaskan bahwa bantuan yang diberikan adalah murni untuk kemanusiaan, bukan mencari popularitas.

“Berdasarkan data yang saya terima pada 8 September 2021, total jumlah anak yang diberikan santunan adalah 1.251 orang dan tadi bertambah lagi sebanyak 25 orang menjadi 1.276. Jika dikalikan Rp2 juta nilainya Rp2,55 miliar yang harus dibayarksn oleh Pemprov Kaltim. Tidak apa. Tidak rugi pemerintah karena kebijakan ini untuk masyarakat,” tegas Isran.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial HM Agus Hari Kesuma melaporkan hingga Kamis, 9 September 2021, jumlah total anak yatim, piatu dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena terpapar Covid-19 sebanyak 1.276 orang anak. Dengan rincian Kutai Kertanagara sebanyak 198 anak, Bontang 88 anak, Kutai Barat 105 anak, Berau 190 anak, Samarinda 230 anak, Balikpapan 434 anak, Kutai Timur 200 anak, Paser 105 anak, PPU 72 anak. (adpimprovkaltim)

Menteri Bintang Ingatkan Semua Pihak 5 SIAP Hadapi Pembelajaran Tatap Muka

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengingatkan kembali kepada semua pihak untuk menerapkan 5 SIAP dalam menghadapi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang sudah mulai berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.

Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangannya Rabu (8/9/2021), mengatakan sebelum melakukan PTM ada 5 SIAP yang harus diperhatikan semua pihak dalam upaya melindungi anak dari risiko tertular virus corona.

“Peran orang tua, tenaga pendidik, sekolah, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat dibutuhkan agar anak tetap dapat optimal dalam belajar dan tidak tertular COVID-19,” kata Menteri Bintang.

Konsep 5 SIAP yang dimaksud mencakup SIAP Anak, SIAP Keluarga, SIAP Satuan Pendidikan, SIAP Infrastruktur, dan SIAP Pemda dan Masyarakat. Untuk komponen SIAP Anak, anak harus dipastikan memahami dan mematuhi protokol kesehatan. SIAP Keluarga berarti bahwa orang tua/pengasuh menyiapkan kebutuhan dan memberikan pemahaman kepada anak hingga anak mampu menerapkan protokol kesehatan. SIAP Satuan Pendidikan yakni Satuan Pendidikan siap dalam menerapkan protokol kesehatan di sekolah/satuan pendidikan.

SIAP Infrastruktur maksudnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana (rute aman selamat sekolah dan lain-lain), transportasi umum telah memenuhi protokol kesehatan. SIAP Pemda dan Masyarakat berarti dapat dipastikan semua pimpinan daerah dan masyarakat mendukung dan siap mengawal pembukaan kembali sekolah. “Jika 1-5 belum siap maka PTM harus ditunda,” kata Menteri Bintang.

Ia juga mengingatkan kepada orang tua agar saat pelaksanaan PTM di sekolah harus ditekankan kepada anak untuk tidak melepas masker selama di sekolah, menjaga jarak selama menggunakan transportasi umum, tidak memegang benda dalam kendaraan umum, segera mencuci tangan saat tiba di tempat tujuan, menjaga jarak dengan guru, teman, dan warga sekolah lainnya. Selain itu orang tua juga diminta untuk selalu mengingatkan anaknya agar hanya memakan bekal dari rumah, tidak membagi makanan dengan orang lain, segera mengganti pakaian sesampainya di rumah, serta rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Bintang pun mengingatkan guru agar selalu menekankan pesan penting kepada para siswanya di sekolah. “Guru harus selalu mengingatkan agar siswanya mencuci tangan sebelum masuk kelas,” katanya.

Selain itu mengingatkan juga agar siswa jangan bermain di luar kelas, segera masuk kelas, menjaga jarak tempat duduk dengan siswa lainnya sejauh 1 meter, tidak mondar-mandir di kelas, dan tidak saling meminjamkan peralatan/benda lain.

Sekolah juga diimbau untuk tidak menerapkan jam istirahat, kemudian seusai kelas selalu siswa diingatkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, siswa segera pulang setelah belajar selesai, tidak berdekatan dengan orang lain, serta sesampainya di rumah harus mencuci tangan dan berganti pakaian.

Bintang Puspayoga mengingatkan agar pembelajaran tatap muka harus aman bagi anak-anak agar tidak terpapar Covid-19. Kemen PPPA disebutkannya juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait penerapan PTM untuk menjamin keamanan anak-anak yang akan mengikuti sekolah tatap muka.

“Yang jadi perhatian kita juga bukan hanya dari sisi pendidikan, apalagi sekolah akan tatap muka. Maka ini yang harus kita siapkan,” ujar Bintang.

Dia menekankan anak-anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi, terutama di masa pandemi. “Pendidikan sangat penting, tapi kesehatan juga utama, dan ke depan ini kita harapkan bisa berjalan seiring,” kata dia. (birohukum&humaskpppa)