DKP3A Kaltim Inisiasi PISA

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menginisisasi pembentukan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, PISA merupakan layanan yang berfokus pada penyediaan informasi terintegrasi yang dibutuhkan oleh anak-anak, dengan pendekatan pelayanan yang ramah anak.

“PISA juga menjadi wadah yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak. Selain itu, PISA menjadi cross cutting issue,” ujarnya.

Halda melanjutkan, tujuannya anak sebagai generasi penerus bangsa akan benar-benar mendapatkan hak atas informasi yang layak sesuai dengan kapasitanya, juga memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasinya.

“Kemudian, sarana prasarana yang perlu disiapkan saat ini adalah SDM, dana, pengelola, pengawasan dan monev. Harapannya, PISA dapat menjadi lembaga yang mengintegrasikan informasi layak anak, wadah  penyedia informasi yang dibutuhkan anak, mengembangkan minat, bakat, kreativas dan inovasi dan pemanfaatan waktu luang bagi anak,” imbuh Halda.

Ia menyebutkan, semua OPD yang hadir pada rapat pembentukan PISA mendukung dan siap berkontribusi untuk PISA sesuai dengan bidang dan perannya. DKP3A Kaltim sendiri, melibatkan partisipasi Forum Anak Kaltim untuk mensosialisasikan PISA.

Rapat ini dihadiri Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Kanwil Kemenag Kaltim, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kaltim, Biro Humas Kaltim dan Forum Anak Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

 

Manajemen Kasus Untuk Minimalisir Kasus Kekerasan

Samarinda — Kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahunnya terus meningkat, yang dilaporkan jauh lebih sedikit dibanding kasus yang terjadi di masyarakat. Adanya keraguan dan rasa takut juga sulitnya akses dalam mencapai layanan pengaduan dan kurangnya informasi menjadi permasalahan yang ditemui.

“Data yang kami himpun pada aplikasi Simfoni, jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kaltim dari kurun waktu 2016 hingga 2019 berjumlah 2.384 kasus,” ujar Kabid PPPA Noer Adenany pada kegiatan Pelatihan Manajemen Kasus, di Ruang Rapat Kartini DKP3A Kaltim Jalan Dewi Sartika Samarinda, Selasa (18/2/2020).

Menyikapi data tersebut Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim perlu melakukan penanganann terpadu dan berkelanjutan.

“Harapannya agar seluruh peserta dapat memproses kasus ini dengan baik mulai dari proses awal dan identifikasi, proses asesmen yang mencakup assesment awal dan lanjutan, penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, riview kasus dan evaluasi dan proses terminasi,” imbuh Dany.

Peserta pada acara ini adalah Satgas PPA Provinsi Kaltim, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda, PATBM, Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat pengelola Rumah Aman. Hadir pada acara ini Kepala DKP3A Kaltim Halda Arysad dan Entin Kurniatin Koswara dari UPTD PPA Kota Cilegon. (dkp3akaltim/rdg)

877 Kasus, Kota Samarinda Paling Banyak Kekerasan Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menekankan, sedikitnya ada 3 hal untuk penanganan kasus kekerasan pada anak.

“Pertama, memprioritaskan pencegahan kekerasan dengan melibatkan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kedua, membenahi Sistem Pelaporan dan Layanan Pengaduan Kekerasan agar masyarakat secara umum mengetahui kemana melapor, mengontak nomor layanan yang mudah diakses dan mendapat respon cepat. Ketiga, agar dilakukan reformasi besar-besaran pada Manajemen Penanganan Kasus kekerasan agar dapat di proses cepat, terintegrasi dan komprehensif. Bila perlu One Stop Service (OSS) mulai dari layanan pengaduan, pendampingan dan mendapatkan layanan kesehatan,” ujarnya pada Pelatihan Manajemen Kasus, di Ruang Rapat Kartini, Selasa (18/2/2020).

Halda menambahkan, mengacu pada data yang dihimpun aplikasi Simfoni, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim dalam kurun waktu 3 tahun terakhir berjumlah 1.836 kasus, dan Kota Samarinda terdata kasus yang paling banyak yaitu 877 kasus.

“Jadi kasus kekerasan ini cukup fluktuatif. Dimana 2016 naik dan 2017 mengalami penurunan. Kemudian tahun 2018 naik dan 2019 turun. Fluktuatif ini bukan berarti kasus kekerasan ini turun ataupun meningkat. Jadi ada beberapa sebab masalah terhadap data-data Simfoni yang fluktuatif ini. Karena seperti yang disampaikan Presiden, ini seperti fenomena gunung es, yang dilaporkan tidak sebanding dengan real / kenyataan yang ada. Oleh sebab itu, kita harapkan teman-teman aktivis PATBM dapat membantu. Karena kasus kekerasan ini tidak hanya Negara yang harus hadir tapi bersama masyarakat,” imbuh Halda.

Sehingga mengacu arahan Presiden Jokowi tentang reformasi besar-besaran pada manajemen penanganan kasus dan data yang dihimpun aplikasi Simfoni, khusus untuk Kota Samarinda diperlukan Pelatihan Manajemen Penanganan Kasus.

Ia berharap pelatihan ini peserta dapat memahami tentang manajemen kasus perempuan dan anak, memahami ciri-cirinya, bentuk kekerasan, tempat kejadian dan jenis pelayanan yang diberikan. Sehingga dapat tercatat dan terhimpun data dengan baik dan akurat. (DKP3AKaltim/rdg)

Awasi Anak Berinternet, Menteri Bintang Puspayoga: Orangtua dan Guru Jangan Gaptek

Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta orangtua dan guru terlibat aktif mengawasi anak saat menggunakan internet. Mereka diharapkan dapat membantu mengantisipasi konten internet yang tidak sesuai bagi anak.

“Kami harapkan peran aktif para orangtua dan guru, karena orangtua dan guru merupakan pendidik dan pelindung utama bagi anak. Mudah-mudahan seperti harapan anak agar orang tua tidak gaptek dan bisa mengikuti perkembangan, sehingga kita bisa mengawasi anak-anak dalam berinternet,” ujarnya dalam acara peluncuran “Tangkas Berinternet” yang diselenggarakan Google Indonesia (10/02/2020) di Jakarta.

Menteri Bintang menyebutkan, masyarakat yang mengakses internet dari tahun ke tahun meningkat termasuk usia anak. “Berdasarkan data BPS (2018), 25,62% penduduk yang mengakses internet adalah anak usia 5-18 tahun. Tak bisa dipungkiri, saat ini kita hidup di era digital,” kata Menteri Bintang.

Besarnya jumlah pengguna serta tingginya mobilitas pengguna dalam mengakses internet ditekankan Menteri Bintang, perlu disertai kewaspadaan semua pihak akan risiko yang bisa timbul kemudian.

“Internet akan bermanfaat khususnya bagi anak-anak kita kalau itu dimanfaatkan secara positif. Itu (internet) akan membantu mereka dalam hal belajar dan mengembangkan dirinya. Tapi juga ada hal-hal yang rentan terjadi pada anak-anak yang perlu kita waspadai,” imbuhnya.

Menurut Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah dari Google Indonesia Puteri Alam, 1 dari 3 pengguna internet adalah anak-anak. Oleh sebab itu, Google meluncurkan “Tangkas Berinternet” sebagai program literasi digital dan keamanan online guna meningkatkan ketahanan berinternet pada anak.

“Tangkas berinternet menyediakan konten berbasis web yang dapat membantu mengajarkan konsep literasi digital dan keamanan online kepada anak-anak dengan bantuan guru dan orang tua,” kata Puteri Alam.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Bintang mengapresiasi program yang diluncurkan Google Indonesia, karena ikut mendorong peran serta orangtua dan guru. Terkait pemanfaatan internet, ia juga menyampaikan pesan khusus kepada anak Indonesia.

“Demikian juga bagi anak-anak, mudah-mudahan internet ini dimanfaatkan sebaik mungkin dalam hal positif dan bermanfaat bagi pengembangan dirinya,” tutup Menteri Bintang.

“Stop Perkawinan Anak, Kita Mulai Sekarang”

Jakarta — Pencegahan perkawinan anak adalah satu-satunya program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi. Menilik data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS tercatat angka perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21% dari total jumlah anak, artinya sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1 dari 100 laki-laki berumur 20 – 24 tahun menikah saat usia anak.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa pada peluncuran Dokumen Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) menyatakan bahwa isu perkawinan anak adalah isu mendesak yang harus segera diselesaikan.

“Sebuah kebijakan yang strategis, implementatif dan tepat sasaran dibutuhkan untuk mencapai target yang diberikan Presiden Joko Widodo, yaitu menurunkan angka perkawinan dari 11,21% menjadi 8,74% di tahun 2024. Presiden telah memberikan mandat pencegahan perkawinan anak pada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” ujar Suharso.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi insiatif dari Kementerian PPN/Bappenas dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah mengumpulkan, mengolah dan menerbitkan data perkawinan anak di Indonesia di tingkat nasional dan provinsi.

Menurut Bintang, data-data ini sangat bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. BPS diharapkan juga dapat menghasilkan data di tingkat kabupaten/kota agar dapat menjadi bahan masukan terkait upaya-upaya intervensi pelayanan yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota.

Diakui Menteri Bintang perkawinan anak berdampak masif diantaranya meningkatnya resiko putus sekolah, pendapatan rendah, kesehatan fisik akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan dan ketidaksiapan mental membangun rumah tangga yang memicu kekerasan, pola asuh tidak benar hingga perceraian.Itu sebabnya perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

“Praktik perkawinan anak merupakan pelanggaran atas hak-hak anak yang berdampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kehidupannya di masa yang akan datang sehingga dengan demikian, perkawinan anak juga merupakan pelanggaran HAM karena hak anak adalah bagian dari HAM. Diakui salah satu tantangan terbesar adalah karena perkawinan anak sangat lekat dengan aspek tradisi, budaya dan masalah ekonomi,” ujar Menteri Bintang.

Dengan diterbitkannya dokumen Stranas PPA Menteri Bintang berharap semua pemangku kepentingan di berbagai sektor dapat meningkatkan komitmen masing-masing dalam mendukung upaya pencegahan perkawinan anak.

Baru-baru ini Kemen PPPA telah melakukan re-launching Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak dengan merangkul semua pihak utamanya pimpinan daerah yang masuk dalam 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas angka nasional.

Selanjutnya Kemen PPPA juga tengah menyusun Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan menyusul ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu usia minimum perkawinan menjadi 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan serta menanggapi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

“Pekerjaan rumah kita selanjutnya adalah mengubah pandangan masyarakat mengenai perkawinan anak. Perlu saya garisbawahi bahwa hanya dengan sinergi dan kerja bersama dengan berbagai pihak, praktik-praktik perkawinan anak dapat kita percepat penghapusannya secara lebih terstruktur, holistik, dan integratif,” pungkas Menteri Bintang.

Kemen PPPA Gandeng 20 Provinsi Sepakati Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak

Jakarta (31/01) — Saat ini praktik perkawinan anak di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Di ASEAN, Indonesia menempati urutan ke – 2 untuk perkawinan anak. Itu sebabnya Presiden Joko Widodo mengamanahkan 5 (lima) isu prioritas kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), diantaranya adalah pencegahan perkawinan anak. Data Badan Pusat Statistik (BPS)  tahun 2018 menunjukkan sekitar 11,2% perempuan berusia 20-24 tahun yang telah menikah, melaksanakan pernikahan pada usia anak (di bawah 18 tahun). 20 provinsi di Indonesia memiliki angka perkawinan yang lebih tinggi dari angka rata-rata nasional 11,2%, diantaranya Provinsi Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

Untuk mengejar target yang diberikan Presiden agar angka perkawinan anak turun menjadi 8,74% pada akhir tahun 2024, Kemen PPPA merangkul seluruh pihak, utamanya pimpinan daerah untuk memperkuat Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (GEBER PPA) melalui Penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak oleh 20 Provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi dan di atas angka rata-rata nasional.

“Praktik perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang terhadap anak, keluarga, masyarakat, dan generasi masa depan. Anak perempuan secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan, keguguran, dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah. Ketidaksiapan mental karena usia yang masih muda juga meningkatkan risiko perceraian dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada anak,” tutur Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.

Menteri Bintang Puspayoga berharap penandatanganan pakta integritas ini bukan sebatas komitmen di atas kertas. “Dari sebuah komitmen yang dilakukan oleh pemerintah daerah, lembaga masyarakat, perguruan tinggi, pakar, dunia usaha, dan media untuk mencegah perkawinan anak, kami mengharapkan lahirnya sebuah implementasi yang ada di masyarakat untuk mencegah perkawinan anak. Mari kita bersinergi bersama untuk memperkuat GEBER PPA sehingga dapat mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkualitas,” tegasnya.

Sementara itu, Asisten Hakim Agung Kamar Agama Mahkamah Agung, Syaiful Majid menjelaskan bahwa beberapa faktor yang banyak diajukan dalam dispensasi kawin diantaranya kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan bebas yang mengakibatkan anak hamil di luar nikah, anak telah hamil di luar nikah, putus sekolah, dan rendahnya ekonomi keluarga. Dispensasi kawin sendiri masih menjadi polemik besar paska disahkannya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sedangkan, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin mengatakan Pakta Integritas ini diharapkan dapat mendorong daerah dalam penetapan regulasi pencegahan perkawinan anak yang terintegrasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), serta penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak.

Ojol Memilik Payung Hukum

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi sangat  mendukung  pengemudi Ojek Online (Ojol) yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia memiliki  legalitas resmi dari pemerintah dengan memiliki payung hukum sendiri.

Menurut Wagub, para rider dan driver (pengemudi) Ojol yang terhimpun dalam organisasinya (Garda) memiliki peran sangat penting. Partisipasi yang diberikan dalam pembangunan sangat besar bagi kemajuan Kaltim ke depan. Karena itu, organisasi ini harus memiliki  payung hukum sehingga legalitasnya di akui negara.

“Kami  harapkan Garda bisa terus eksis dan memberikan kontribusi dan mengabdikan diri untuk Kaltim Berdaulat. Karenanya semua diajak bekerjasama berpartisipasi mewujudkannya,” ujar Hadi Mulyadi saat menerima pengurus DPD Garda Kaltim, di rumah jabatan Wakil Gubernur Kaltim, Senin (13/1/2020).

Ketua DPD Garda Kaltim Fadel Balher  mengatakan silaturahmi dengan Wagub Hadi Mulyadi sekaligus menyampaikan kegiatan nasional  Garda Kaltim di Jakarta  pada 15-16 Januari 2020, dalam rangka aksi Garda se Indonesia.

“Aksi Garda Nasional di Istana Negara Jakarta dan aksi di DPR-RI,” ujar Fadel.

Selain itu, Garda akan melakukan pertemuan dengan Menteri Perhubungan terkait legalitas atau payung hukum Ojol. Sekaligus membahas tarif Ojol secara nasional meminta dikembalikan ke kebijakan daerah.

“Artinya biar daerah yang menentukan tarifnya. Juga membahas Ojol di daerah yang sudah terlalu banyak,” ungkapnya.(humasprovkaltim)

DKP3A Kaltim Gelar Edu_Aksi Untuk Siswa

Samarinda — Dalam rangka Peringatan Hari (PHI)  ke 91, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A)  Kaltim menggelar Edu-Aksi Untuk Siswa, bertajuk Pencegahan Perkawinan Anak, berlangsung di Aula DKP3A Kaltim, Rabu (18/12/2019).

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi melalui Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, perkawinan anak memiliki dampak negatif, tidak hanya bagi individu yang melakukan perkawinan tersebut melainkan juga bagi Negara.

“Menurut data BPS bahwa 1 dari 4 anak perempuan di Samarinda telah menikah pada usia dibawah 18 tahun. Dimana pada tahun 2017 Provinsi Kaltim menunjukan data perkawinan anak sebesar 542 yang terdiri dari perempuan 470 dan laki-laki 72 orang. Sementara di tahun 2018 tercatat 589 perkawinan anak terdiri dari perempuan 491 dan laki-laki 98 orang,” ujarnya.

Perkawinan anak dapat terjadi karena beberapa hal seperti kemiskinan, pendidikan yang terbatas, budaya yang mengikat dan perubahan tata nilai dalam masyakat.

Selain itu, jelas Halda, ada 5 alasan perkawinan anak dilarang, pertama perkawinan anak penyebab tingginya angka perceraian, berdampak buruk pada kualitas SDM Indonesia, kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka kematian ibu dan perkawinan anak menghambat agenda-agenda pemerintah seperti program KB dan Genre.

Perkawinan merupakan hal yang lumrah terjadi bahkan suatu hal yang sangat penting dilakukan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan merupakan cara yang legal untuk memperoleh keturunan. Namun, terkait masalah perkawinan ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan karena hakekatnya tidak direncanakan untuk waktu jangka pendek, tapi perkawinan bersifat jangka panjang bahkan seumur hidup, maka perkawinan harus dilakukan dengan kesiapan mental maupun fisik yang cukup matang.

“Kesiapan secara mental maupun fisik disini erat kaitannya dengan usia seseorang ketika menikah,” tuturnnya.

Menurut revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap sah bila perempuan dan laki-laki telah berumur 19 tahun. Dalam hal tersebut Pemerintah dalam mengatur batas usia seseorang untuk menikah didasari oleh pertimbangan tertentu misalnya kesehatan reproduksi yang sudah matang, akan tetapi fenomena masih terjadi tidak hanya di Indonesia melainkan di dunia yairu terkait perkawinan anak.

Untuk mengurangi dan mencegah perkawinan anak juga dapat dilakukan dengan memberdayakan anak-anak dengan informasi keterampilan dan jaringan pendukung lainnya seperti pelatihan membangun keterampilan dan berbagai informasi. Mengajak mendidik dan menggerakkan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang baik. Memberikan pendidikan seks secara komprehensif yang menekannkan pada aspek kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 pelajar SMP dan SMA di Samarinda. Hadir menjadi narasumber Divisi Pencegahan Puspaga Kaltim Ruhui Rahayu Machnun Uzni dan Divisi Rujukan Wahyu Nhira Utami. (DKP3AKaltim/rdg)

Mahulu Deklarasi KLA

Ujoh Bilang — Bertepatan dengan peringatan HUT ke-6 Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Pemkab Mahulu melakukan Deklarasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dilanjutkan tanda tangan komitmen bersama, Sabtu (14/12/2019) pagi, di Lapangan Kampung Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun.

Deklarasi di ikuti Bupati Mahulu Bonifasius Belawan Geh, Ketua DPRD Mahulu Novita Bulan, Wakil Ketua DPRD Mahulu Tiopilus Hanye, Sekda Mahulu Yohanes Avun, Kapolres Kubar AKB Roy Saya Putra, Dandim3 09123//Kbr Letkol Inf Anang Sofyan Effendi, Dansatgas Yonif Raider 303/SSM Letkol Inf Taufik Ismail, Kejari Kubar Wahyu Triantomo, dan pejabat lingkungan Pemkab Mahulu.

Bupati Mahulu berharap seluruh gugus tugas KLA yang akan terbentuk berkomitmen menfokuskan perhatian terhadap tumbuh kembang anak di seluruh wilayah Mahulu yang tersebar di 50 kampung.

Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Asyad melalui Kabid PPPA Noer Adenany mengatakan Pemprov Kaltim terus berupaya mendorong percepatan pembangunan melalui Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

“Pemprov Kaltim telah mendorong seluruh Kabupaten/Kota di Kaltim untuk melakukan pengembangan KLA di wilayahnya masing-masing,” ujarnya.

Pihaknya siap memberikan advokasi dan sosialisasi yang intensif melalui gugus tugas KLA sebagai upaya percepatan pembangunan. (DKP3AKaltim/rdg)

Media Penting Dalam Pembentukan Karakter Anak

Samarinda — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim menggelar Seminar Literasi Media, dengan mengusung tema Media Dalam Pembentukan Karakter Anak, berlangsung di Studio Saluran Dakwah Islamic Center Samarinda, Kamis (12/12/2019).

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo Kaltim Didk Rusdiansyah mengatakan masyarakat harus bijak agar tidak mudah terprovokasi menyebarkan hoaks. Sehingga diharapkan dapat memahami prinsip 3S yaitu Saring Sebelum Sharing.

Sementara itu, Ketua KPID Kaltim Hendro Prasetyo berharap agar anak menjadi agen perubahan dan dapat memberikan masukan terhadap tayangan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Sedangkan Kabid PPPA Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noer Adenany, mengatakan dalam paparannya aspek penting yang tak bisa ditinggalkan adalah pembentukan watak atau karakter (character building), yang mencakup sikap mental manusia.

Media menjadi lingkungan sosial yang selalu ikut serta dalam membentuk kepribadian anak dan remaja. Media memiliki peran yang sangat penting di era globalisasi saat ini.

“Jika remaja tersebut hidup di dalam lingkungan sosial yang kurang baik, maka karakter yang terbentuk akan kurang baik dan jika remaja itu menjalani kehidupannya yang baik maka akan sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya. Lingkungan sosial inilah yang akan menjadi pembentuk karakter dari remaja,” ujar Dany sapaan akrabnya.

Ia menambahkan jika digunakan secara tepat hal ini akan mendukung ke arah terwujudnya peran pembentukan karakter yang sesuai dengan usia anak.

Maka pola pengasuhan di era digital dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, menjaga komunikasi dengan anak, bekali diri, terus belajar, gunakan aplikasi Parental Control, buat aturan dasar terkait internet di rumah, menjadi teman dan ikuti anak di media sosial, jelajahi, berbagi dan rayakan bersama serta jadilah panutan digital yang baik.

Ia berharap semua pihak dapat menjadi dan menyediakan media yang ramah terhadap perkembangan anak.

Selain Dany, narasumber pada seminar ini yaitu Komisioner KPID Kaltim Yovanda Noni dan Divisi Pencegahan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim Ruhui Rahayu Mahcnun Uzni.(DKP3AKaltim/rdg)