DKP3A Kaltim Advokasi KLA di Mahulu

Ujoh Bilang — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Advokasi Pembinaan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), berlangsung di Aula Bappeda Mahulu, Rabu (20/11/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad melalui Kabid PPPA Noer Adenany, mengatakan hal ini bertujuan untuk memenuhi hak dan melindungi anak serta  membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi dan intervensi pembangunan, dalam bentuk: kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak.

“Prinsip pengembangan KLA yaitu non diskriminasi, kepentingan yang terbaik untuk anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan. penghargaan terhadap pendapat anak dan tata pemerintahan yang baik,” ujarnya.

Dany sapaan akrabnya melanjutkan, KLA penting untuk diwujudkan karena jumlah anak sepertiga dari total penduduk. Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bernegara. Tingginya kekerasan terhadap anak baik dilingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga.

“Selain itu, koordinasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak masih lemah dan harus diperkuat agar terintegrasi, holistik dan berkelanjutan. Masih terbatasnya ruang bermain anak yang dapat meningkatkan kreatifitas anak,” katanya.

Mahulu sebagai kabupaten yang berbatasan dengan Negara Malaysia menjadi perhatian pemerintah. Menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), tentunya harus didukung dengan menciptakan ruang terbuka yang ramah bagi anak.

“Karena perbatasan adalah wajah Indonesia, maka menampilkan wajah Negara selain pembangunan infrastrukturya juga harus dengan pemenuhan hak bagi anak. Pemerintah siap mendukung terkait pelaksanaan pengembangan KLA di Mahulu” imbuhnya.

Kegiatan ini juga dirangkai dengan Deklarasi Komitmen Mahulu Menuju KLA oleh anggota gugus tugas KLA Kabupaten Mahulu. (DKP3AKaltim/rdg)

Forum Puspa Mitra Pemerintah

Samarinda — Asdep Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kementerian PPPA Sri Prihantini Lestari Wijayanti, mengatakan Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) harus dapat menjadi wadah bagi LM yang peduli perempuan dan anak, mitra bagi pemerintah daerah (Dinas PPPA), mendukung program PPPA, juga sebagai ‘‘bridging’ antara pemerintah dan masyarakat serta sarana untuk bersinergi.

“Anggota Forum Puspa minimal terdiri dari lembaga profesi, dunia usaha, media cetak dan elektronik, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan akademisi. Kemudian rencana sinergi harus diawali dengan analisis kebutuhan terlebih dahulu, menentukan lokus, memetakan para pihak, dan merumuskan rencana aksi,” ujarnya saat menyampaikan paparan pada Workshop Penguatan Kapasitas Forum Puspa Daerah, di Hotel Aston Samarinda, Selasa (12/11/2019).

Ia melanjutkan, pelaksanaan sinergi yang dapat dijadikan acuan kerja Forum Puspa adalah menetapkan masalah prioritas, menentukan penggerak/pendamping, kontinuitas penggerak/pendamping, penentuan para pihak, pelaksanaan sinergi program, kontinuitas sinergi program, pengendalian dan peningkatan sinergi program, dan pembiayaan sinergi program.

Forum Puspa menjadi mitra pemerintah dalam mencapai program unggulan Kemen PPPA yaitu Three Ends, He For She dan Planet 50:50. Hal ini bertujuan untuk mengakhiri dan merespon segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak. Menjamin partisipasi penuh dan efektif dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua  tingkat  pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan masyarakat. Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi dan hak kesehatan reproduksi. Melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi, jasa  keuangan, sumber daya alam sesuai dengan hukum nasional. Memperkuat kebijakan hukum untuk meningkatan kesetaraan gender di semua tingkatan. (DKP3AKaltim/rdg)

 

Forum Puspa Wadah Komunikasi dan Sinergitas Partisipasi Masyarakat

Samarinda — Untuk membangun komitmen dan sinergitas antar lembaga masyarakat, dunia usaha dan media dalam membangun pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Kemen PPPA bekerjasama dengan Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Workshop Penguatan Kapasitas Forum PUSPA Daerah dengan tema Kemitraan Strategis Berkelanjutan antara Sektor Bisnis dan Lembaga Masyarakat untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak bagi Forum Puspa, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Selasa (12/11/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, tahun 2016 Kemen PPPA memperkenalkan tiga program unggulan yaitu Three Ends, yaitu Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Akhiri Perdagangan Orang dan Akhiri Ketidakadilan Akses Ekonomi Bagi Perempuan.

“Three Ends dicanangkan untuk merespon semakin meluasnya peristiwa kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, perdagangan perempuan dan anak serta masih terjadinya ketidakadilan bagi perempaun dalam mengakses sumberdaya ekonomi,” ujarnya.

Halda menambahkan, pada tahun 2016 juga telah diselenggarakan Temu Nasional Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Temu Nasional Puspa) di Yogyakarta. Acara tersebut menghasilkan Deklarasi Yogyakarta untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak serta terbentuknya Forum Puspa di tngkat nasional.

“Kemudian secara bertahap, Forum Puspa terbentuk di seluruh provinsi dan beberapa kabupaten/kota  di Indonesia. Forum Puspa adalah wadah komunikasi dan sinergitas penguatan perluasan partisipasi masyarakat untuk menuju Three Ends,” imbuh Halda.

Ia berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman anggota Forum Puspa terntang sinergi dan kemitraan strategis untuk kesejahteraan perempuan dan anak. Meningkatkan kapasitas anggota Forum Puspa dalam hal bekerjasama antar lembaga, sinergi dan memahami implementasi CSR.

“Dan menguatnya kemitraan.sinergi program dalam satu lokus dengan melibatkan multi sektor berdasarkan sumberdaya dan kapasitas,” katanya.

Kegiatan ini diikuti 40 peserta terdiri dari pengurus Forkomda Kaltim, LM pemerhati perempuan dan anak, dan dunia usaha. Hadir menjadi narasumber Asdep Partispasi  Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kemen PPPA Sri Prihantini Lestari Wijayanti, dan Direktur Yayasan Lumbung Pangan Indonesia (Foodbank of Indonesia) Wida Septarini. (DKP3AKaltim/rdg)

ABK Di Kaltim Paling Banyak Laki-Laki

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, menyebutkan jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan klasifikasi dan jenis kelamin tahun 2018 sebanyak 3230 orang.

“Selanjutnya, berdasarkan Data Kependudukan Bersih (DKB) Kemendagri semester I tahun 2019, jumlah penduduk Kaltim usia 0-18 tahun berkebutuhan khusus berjenis kelamin perempuan sebanyak 1284 orang,” ujarnya, Jumat (8/11/2019).

Ia melanjutkan, hal ini dengan klasifikasi cacat fisik 441, cacat netra 110, cacat rungu 270, cacat mental jiwa 163, cacat fisik mental 75 dan cacat lainnya 225.

Sementara itu, jumlah penduduk Kaltim usia 0-18 tahun berkebutuhan khusus berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1805 orang, dengan klasifikasi cacat fisik 632, cacat netra 182, cacat rungu 337, cacat mental jiwa 238, cacat fisik mental 120 dan cacat lainnya 296.

“Dari data tersebut, terlihat bahwa ABK di Kaltim paling banyak adalah laki-laki. Sebagai upaya penanganan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyediakan layanan untuk ABK antara lain, layanan medis (terapi) di RSUD AW Sjahranie Samarinda, RSJD Atma Husada Samarinda. Terbaru, RS Hermina Samarinda juga telah menyediakan layanan medis ABK,” ungkap Halda.

Selanjutnya, pemerintah juga telah menyediakan SLB Negeri dan sekolah inklusi. Ditambah layanan fisik berupa sarana/prasarana ABK – Autis Center, dan sarpras ramah disabilitas.

Halda berharap, keluarga sebagai lingkungan terdekat bagi ABK, oleh karena itu perlu kerja sama dengan berbagai pihak untuk penanganan ABK. Masyarakat harus responsif dan menerima kehadiran ABK disamping sebagai pendamping dalam penanganan ABK.

“Kami juga mendorong Pemerintah Kabuaten/Kota untuk mengalokasikan anggarannya untuk menyediakan sarana/prasarana yang responsif terhadap ABK. Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota diharapkan mengadakan pelatihan peningkatan SDM yang responsif ABK. Selain itu, mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan rumah sakit dan puskesmas agar memberikan layanan khusus ABK yang mudah dijangkau,” imbuh Halda. (DKP3AKaltim/rdg)

ABK Di Kaltim 3.230 Orang, DKP3A Kaltim Lakukan Pendampingan

Samarinda — Sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi orang tua agar dapat memberikan pelayanan yang tepat bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Pelatihan Pendamping Bagi Orang Tua ABK, berlangsung di Hotel Grand Victoria, Kamis (7/11/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad, melalui Kabid PPPA Noer Adenany mengatakan, berbagai permasalah anak terkait dengan tumbuh kembang anak, salah satunya adalah masalah anak yang mengalami hambatan fisik atau mental sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya. Keterbatasan yang dimiliki seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya membutuhkan perlindungan khusus.

“Terutama dalam upaya memberikan aksesibilitas, untuk menjamin dan melindungi anak atas hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” ujarnya.

Dany melanjutkan, meningkatnya jumlah ABK yang terjadi selama ini menunjukan semakin pentingnya informasi dan penanganan serta pendampingan untuk ABK dalam banyak aspek. Selain itu, terjadi tren bahwa banyak orang tua yang telah berani menunjukkan jika anaknya ABK,

“Sementara untuk Provinsi Kaltim, berdasarkan Data Kependudukan Bersih (DKB) Kemendagri tahun 2018, jumlah ABK di Kaltim 3.230 orang dari berbagai klasifikasi baik cacat fisik, cacat netra, cacat rungu, cacat mental jiwa dan cacat lainnya,” ujarnya.

Ia berharap, dengan kegiatan ini dapat mempersiapkan diri dalam penanganan ABK melalui orang tua, keluarga, guru dan tenaga terapis, dalam rangka melindungi dan memenuhi hak anak pada kehidupan dan kondisi yang agak sulit. Kerena ABK sebagai warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak normal, termasuk berhak memperoleh pendidikan dan belajar bersama anak-anak normal di sekolah umum.

Kedepan, pihaknya merencanakan melakukan pelatihan pendampingan bagi orang tua ABK untuk 10 kabupaten/kota se Kaltim.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta terdiri dari empat orang tua yang memiliki ABK  dan satu guru dari SDN 027 Samarinda, TK Negeri 1 Pembina Samarinda, Sekolah Pelita Bunda, SD Multi Talenta Samarinda, SDN 016 Samarinda, SD Muhammadiyah 1 Samarinda, SMP N 7 Samarinda dan Yayasan Pro CP Samarinda.

Hadir menjadi narasumber yaitu Kabid PA Anak Penyandang Disabilitas dan Psikososial Kemen PPPA Indrawati, Dosen PLB Universitas Negeri Yogyakarta Sukinah, Psikolog Yayasan Sinar Talenta Samarinda Widarwati, dan  Ketua Forum Peduli ABK Kaltim Hari Murti. (DKP3AKaltim/rdg)

Musrenbang Anak se Kaltim Hasilkan Enam Rekomendasi

Samarinda — Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Anak merupakan proses musyawarah dan diskusinya 100% melibatkan pendapat dan aspirasi anak. Anaklah yang menjadi aktor dalam diskusi ini. Musrenbang Anak yang telah dilaksanakan menghasilkan rekomendasi suara anak untuk disampaikan ke kepala daerah.

Musrenbang Anak bertujuan mengakomodir aspirasi anak Kaltim mengenai kebutuhan, keinginan anak, serta aspek perlindungan anak yang selanjutnya akan diintegrasikan dengan program prioritas masing-masing perangkat daerah terkait untuk dibahas dalam forum regular perangkat daerah tiap tahunnya.

Kepala Bidang PPA Noer Adenany mengatakan, Musrenbang Anak se Kaltim yang diinisiasi Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, telah menghasilkan enam poin rekomendasi.

“Rekomendasi tersebut yaitu pertama, dilibatkannya anak melalui Forum Anak dalam Musrenbang di kabupaten/kota dan provinsi. Kedua, pemerataan penyediaan pelayanan kesehatan yang ramah anak dan SDM terlatih Konvensi Hak Anak di kabupaten/ kota,” ujarnya.

Dany melanjutkan, rekomendasi ketiga, penyediaan insfrastuktur ruang publik terbuka ramah anak dan pelayanan publik yang ramah anak di setiap kabupaten/ kota. Keempat, Sinergi dengan OPD terkait, lembaga masyarakat, media massa dan dunia usaha dalam upaya pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak. Kelima, pemerataan aksesbilitas sarana dan prasarana pendidikan serta SDM pendidik/kependidikan terlatih Konvensi Hak Anak  di kabupaten/ kota. Keenam, pemerataan pembangunan tempat rehabilitasi bagi anak yang terpapar Napza dan pornografi serta penyediaan lapas/lembaga pembinaan ramah anak di kabupaten/ kota.

“Hasil rekomendasi ini adalah buah pikiran anak-anak kita. Selanjutnya akan kami sampaikan ke Wakil Gubernur untuk ditindak lanjut OPD terkait,” imbuhnya.

Kegiatan yang berlangsung sejak 5-6 November 2019 ini, dirangkai dengan pengukuhan pengurus Forum Anak Kaltim Periode 2019-2023, di ketuai oleh Dicky Nugraha. (DKP3AKaltim/rdg)

Musrenbang Anak, Bentuk Pemenuhan Hak Partisipasi Anak

Samarinda — Dalam rangka memberikan ruang khusus untuk mengungkapkan pemikiran dan pandangan anak secara terpisah dari kelompok orang dewasa, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Anak Se Kaltim, berlangsung di Hotel Grand Victoria, Selasa (5/11/2019).

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, mengatakan terdapat tiga segitiga emas yang menjadi penentu keberhasilan anak, yaitu orang tua, guru dan masyarakat atau pemerintah.

“Ini mewakili sekolah, lingkungan dan rumah tangga. Ketiganya harus terpadu membangun, mulai dari orang tua,” ujarnya.

Baginya, mendukung pertumbuhan anak perlu partisipasi terhadap anak. Karena, jika hal itu tidak didukung, maka akan menjadi ancaman di masa depan. Kedepan pemerintah berupaya memberikan bekal terhadap tumbuh kembang anak.

Hadi juga mengaku bangga dan bersyukur jenjang SMP telah menjadi pengurus organisasi tingkat provinsi.

“Saya bersyukur dan bangga di Forum Anak Provinsi dipimpin anak-anak pelajar. Saya yakin anak-anak ini menjadi pemimpin kedepan,” katanya.

Hadi menambahkan beberapa hal yang tak kalah penting untuk anak yaitu pemenuhan gizi, mengembangkan kapasitas diri anak, dan mendidik anak dengan cinta dan doa.

Sementara Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, Musrenbang ini bentuk pemenuhan hak anak yaitu hak partisipasi.

“Dengan adanya fasilitasi Musrenbang Anak ini, diharapkan pembangunan yang dilaksanakan bagi masyarakat Kaltim untuk mendapatkan perlindungan, keadilan dan kesetaraan dalam pembangunan, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil pembangunan di Kaltim dapat mencerminkan hasil pembangunan yang ramah terhadap anak,” ujarnya.

Kegiatan ini juga dirangkai dengan pengukuhan Pengurus Forum Anak Provinsi Kaltim periode 2019-2021 oleh Wagub Kaltim Hadi Mulyadi selaku Pembina Forum Anak dan membacaan Suara Anak Kaltim serta penyerahan dokumen Suara Anak Kaltim.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 44 orang terdiri dari pengurus forum anak kabupaten/kota dan pembina forum anak. Hadir menjadi narasumber dari Kusib Kesejahteraan Sosial Bappeda Kaltim Astien Ariani, motivator Syafruddin Pernyata dan Fasilitator Forum Anak Provinsi Lampung Muhammad Hafidz Widyadana. (DKP3AKaltim/rdg)

 

Lindungi Hak Pekerja Perempuan dan Kekerasan Berbasis Gender

Jakarta – Saat ini perempuan bekerja hampir di semua bidang pembangunan. Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rafael Walangitan mengatakan hak perempuan pekerja harus diperhatikan. Pekerja perempuan memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik, khususnya terkait kesehatan reproduksinya.

“Apabila perempuan pekerja tidak diberi perlindungan yang utuh, rentan mengalami masalah salah satunya masalah kesehatan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 60% masalah pada pekerja adalah kesehatan termasuk pada perempuan. Bisa dibayangkan nasib generasi yang lahir dari perempuan pekerja yang mengalami gangguan kesehatan, tumbuh kembangnya tidak maksimal,” ujarnya dalam Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan di Jakarta (28/10).

Rafael menjelaskan perempuan pekerja rentan mengalami kekerasan dalam lingkungan kerja, baik dari sesama pekerja maupun perusahaan. Kondisi khusus yang dialami perempuan seperti menstruasi, kehamilan, melahirkan dan menyusui seringkali dianggap sebagai hambatan bagi perusahaan.

“Masih banyak perusahaan yang belum paham tentang hak-hak pekerja perempuan, utamanya terkait kesehatan dan fungsi reproduksi. Misalnya perempuan pekerja tidak mendapatkan kesempatan untuk cuti haid dan melahirkan, ataupun tidak tersedianya ruang laktasi. Padahal, tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia tahun 2019 terbesar dari kelompok perempuan, mencapai 83,60 persen,” katanya.

Terkait hal ini, Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya melindungi hak pekerja perempuan dan kekerasan berbasis gender di tempat kerja. Rafael menerangkan, KPPPA telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja, membuat Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP) sejak Tahun 2017 bersama 7 Kementerian/Lembaga, serta membentuk Model Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di 5 kasawan industri. RP3 bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi perempuan pekerja dari segela bentuk kekerasan dan diskriminasi di kawasan industri.

“Tiga (3) rumah pekerja perempuan telah terealisasi yaitu di Cakung (Jakarta Timur), Karawang (Jawa Barat), dan Kota Bintan (Kepulauan Riau), menyusul di Kota Cilegon (Banten) dan Kab. Pasuruan (Jawa Timur). Ke depan Kemen PPPA akan bangun tidak hanya di kawasan industri tapi juga di kawasan pariwisata, perkebunan, maritim atau sektor kelautan dan perikanan dan sektor pertanian. Harapannya, RP3 ini tidak sekedar dibentuk tapi jadi satu faktor deterens atau pencegahan tindak pelecehan dan kekerasan pada pekerja perempuan,” katanya. (publikasidanmediaKPPPA/DKP3AKaltim)

Kemen PPPA Raih Penghargaan Bawaslu Award 2019

Jakarta — Hak pilih dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) memang dimiliki oleh seluruh lapisan Warga Negara Indonesia, tak terkecuali anak yang sudah berusia 17 tahun. Namun di satu sisi, hak–haknya sebagai anak harus tetap terlindungi agar mereka tidak menjadi korban eksploitasi kegiatan politik.

Oleh sebab itu, pada Bawaslu Award 2019, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memberikan penghargaan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu 2019.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Pemilu adalah pelaksanaan dari demokrasi dan proses untuk mendapatkan seorang pemimpin. Pelanggaran dan kecurangan Pemilu saat ini bersifat horisontal atau dilakukan oleh peserta pemilu itu sendiri

“Semoga Bawaslu terus berperan dalam pengawasan dan mengambil tindakan dalam mengatasi pelanggaran dan kecurangan yang terjadi pada Pemilu. Saya juga memberikan apresiasi kepada Kementerian/Lembaga dan pihak lainnya yang turut serta memelihara proses Pemilu dengan sebaik – baiknya,” ujarnya.

Sementara, Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang hadir menerima penghargaan Bawaslu Award 2019 mengatakan bahwa Kemen PPPA akan terus ikut menyukseskan telaksananya Pemilu, terutama dalam pelaksanaan Pemilu yang aman untuk anak. Menjelang Pemilu 2019 lalu, Kemen PPPA bersama Bawaslu telah menyelenggarakan Deklarasi Kampanye Aman untuk Anak dan menerbitkan Surat Edaran Bersama Tentang Pemilihan Umum Tahun 2019 yang Ramah Anak. Upaya tersebut dilakukan untuk memberikan rasa aman kepada anak-anak Indonesia serta menutup peluang anak menjadi korban eksploitasi serta disalahgunakan dalam kampanye-kampanye politik.

“Lingkungan sekitar, khususnya orang tua bertanggung jawab untuk memberikan pegetahuan untuk mempersiapkan agar anak memahami proses pemilihan umum dengan baik. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, seseorang yang berusia 17 dan 18 tahun masih termasuk dalam kategori anak, sementara pada usia tersebut mereka bisa ikut serta dan menjadi pemilih dalam Pemilu. Tugas Kemen PPPA dalam hal ini adalah untuk terus memberikan perlindungan bagi anak agar terhindar dari penyalahgunaan kegiatan politik dan memastikan bahwa hak – hak anak lainnya terpenuhi,” tutur Menteri Bintang.

Bawaslu Award 2019 merupakan pengahargaan atas pencapaian dan kerja keras bagi pengawas pemilu di seluruh Indonesia, serta individu dan organisasi yang telah memberikan kontribusi dan kinerja bagi penyelenggaraan pengawasan Pemilu 2019. Bawaslu Award 2019 juga merupakan perayaan komitmen dan dedikasi  seluruh anak bangsa dalam memajukan demokrasi di Indonesia. (publikasidanmediaKemenPPPA/DKP3AKaltim)

DKP3A Kaltim Gandeng Ojol, Ciptakan Sistem Transportasi Ramah Anak

Samarinda — Untuk menciptakan layanan jasa transportasi yang ramah terhadap anak, perempuan dan disabilitas, Kepala Dinas Kependudukan, Pemperdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Peningkatan Kapasitas SDM Bagi Rider dan Driver Ojek Online (Ojol) Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, Perempuan dan Disabilitas, di Hotel Grand Victoria Samarinda, Selasa (29/10/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim, Halda Arsyad mengatakan perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap sistem transportasi dan kekerasan seksual. Hal ini terbukti dari data kecelakaan yang menelan korban jiwa 65% diantaranya korban tewas dari kelompok pejalann kaki yaitu perempuan dan anak.

Ojol menjadi salah satu upaya strategis untuk menciptakan transportasi kota ramah anak karena korban kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami perempuan dan anak, dari beberapa kejadian juga melibatkan rider dan driver angkutan jalan.

Ia menyampaikan, kebutuhan terhadap keberadaan sistem transportasi yang ramah bagi anak merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu kebutuhan akan ruang terbuka untuk melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhan ini merupakan hak dasar anak-anak yang harus dipenuhi menuju kabupaten/kota layak anak.

“Dengan kebutuhan ruang terbuka yang cukup aman dan nyaman bagi anak-anak saat ini lebih mirip seperti kebutuhan akan barang mewah. Sangat mahal dan sulit diperoleh, terlebih di kota-kota besar,” ujarnya.

Halda melanjutkan, hal ini disebabkan oleh rendahnya perhatian pemerintah dan perencana kota terhadap kebutuhan ruang yang aman dan nyaman bagi anak-anak.

“Keberhasilan pembangunan sistem transportasi ramah anak adalah sinergis dari beberapa penerapan strategi yang dilakukan untuk membangun jaringan jalan yang aman dan nyaman bagi anak-anak,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, dari data aplikasi Sistem Informasi Online (simfoni) DKP3A Kaltim,  khusus Kota Samarinda menduduki peringkat I. Sampai dengan bulan Oktober 2019, korban anak berjumlah 210 yang terdiri dari korban laki dewasa 1 orang, perempuan dewasa 78 orang, korban anak laki-laki 49 serta dan anak perempuan berjumlah 82 orang.

“Sementara tahun 2018 korban mencapai 162 orang, turun dibanding tahun 2017 korban mencapai 422 orang,” katanya.

Dengan adanya kegiatan ini, Halda berharap dapat meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kepekaan seluruh lapisan masyarakat serta komunitas ojol dapat menjadi agen polopor dan pelapor kekerasan terhadap anak, perempuan dan disabilitas.

Kegiatan ini diikuti 100 peserta dari komunitas ojol yang terdiri dari Gojek, Grab, Go Samarinda Muslimah Transport (Go-SMT), Pesan Bungkus, Garda Kaltim, Oke Jack, Maxim dan Anterin. (DKP3AKaltim/rdg)