Optimalisasi Peran Keluarga Guna Peningkatan Pembangunan Revolusi Mental

Jakarta — Salah satu isu strategis dalam Prioritas Nasional Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan ialah belum optimalnya peran keluarga. Padahal keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian individu dari usia dini sampai dewasa yang nantinya dapat berpengaruh terhadap masa depan anak tersebut.

“Dalam Prioritas Nasional ke-4 (PN.4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memiliki peran dalam Program Prioritas pertama yaitu Revolusi Mental dan Ideologi Pancasila,  Kegiatan Prioritas ketiga yaitu Revolusi Mental dalam Sistem Sosial, dan Proyek Prioritas ketiga yaitu Perwujudan Lingkungan yang Kondusif. sistem sosial proyek prioritas ke -3. Peran tersebut beririsan dengan salah satu isu prioritas Kemen PPPA sesuai arahan Presiden Jokowi yakni, peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan berbasis hak anak,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam Diskusi Pelaksanaan Kegiatan Prioritas (RPJMN 2020-2024) Revolusi Mental dalam Sistem Sosial untuk Memperkuat Ketahanan, Kualitas, dan Peran Keluarga serta Masyarakat dalam Pembentukan Karakter Anak Melalui Pengasuhan Berbasis Hak Anak melalui video conference, di Jakarta.

Menteri Bintang menuturkan kami tentunya sangat mendukung agenda pembangunan revolusi mental khususnya dalam sistem sosial untuk memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. “Kemen PPPA telah melakukan sinergi dan kolaborasi dengan 17 K/L dan 40 Lembaga Masyarakat untuk membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Saat ini terdapat 135 PUSPAGA yang tersebar di 12 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Harapannya, PUSPAGA mampu memberikan layanan preventif dan promotif sebagai tempat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga,” tutur Menteri Bintang.

Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 angka perkawinan anak masih tingginya yakni sebesar 11,2%. Selain itu, hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukan masih tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, yaitu sebesar 7,1% berupa kehamilan tidak direncanakan dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat (SUPAS, 2015) serta meningkatnya angka perceraian rata-rata 3% pertahun. Data tersebut menunjukan saat ini pembangunan keluarga masih dihadapkan dengan sejumlah permasalah yang kompleks.

Sementara itu, Deputi V Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Nyoman Shuida mengatakan permasalahan keluarga yang terjadi sekarang ini berawal dari kurangnya kesiapan untuk berkeluarga, ditambah lagi dengan kasus perkawinan anak, angka kehamilan yang tidak dinginkan yang kemudian berujung pada perceraian.

“Tentunya Kemen PPPA memiliki peran penting dalam keberhasilan memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. Keluarga merupakan pengasuh utama dan pertama bagi anak sehingga keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Jika hal tersebut berjalan dengan baik, maka angka perkawinan anak dan peceraian pasti akan berkurang. Sejauh ini Kemen PPPA telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan gerakan nasional revolusi mental, namun akan lebih baik jika ada gugus tugas pembangunan revolusi yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam pembangunan revolusi mental. Gugus tugas ini berperan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan revolusi mental,” tambah Nyoman.

Menteri Bintang menambahkan Kemen PPPA telah melakukan beberapa implementasi gerakan nasional revolusi mental diantaranya dengan menerapkan nilai-nilai esensial revolusi mental melalui Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) yang mencakup nilai, Profesional, Equal, Dedikasi, Unggul, Loyalitas, Intergritas yang di singkat dengan sebutan PEDULI,  Penyusunan Rentsra Kemen PPPA 2020-2024. Implementasi lainnya adalah, pengintegrasian isu gender dan isu anak dalam kebijakan, program, dan anggaran Kemen PPPA, serta pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Di era pandemic COVID-19, implementasi GNRM meliputi, berkolaborasi dengan K/L, Pemda dan  Masayarakat dalam menjalankan 10 Aksi #BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), mengintegrasikan isu gender dan hak anak ke dalam protokol dan strategi penanganan Covid -19 sehingga menjadi lebih responsif gender dan ramah terhadap anak serta mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, penyediaan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) untuk Perempuan dan Anak, yang meliputi layanan Edukasi, Konsultasi dan Pendampingan. Menghadirkan negara melalui pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak.

“Kami sangat mengapresiasi dan siap untuk mendukung terwujudnya gerakan nasional revolusi mental ini. Namun dibutuhkan sinergi dari seluruh K/L terkait agar dapat mencapai target pembangunan revolusi mental sesuai dengan waktu yang ditentukan,” tutup Menteri Bintang.

Webinar Sejiwa

Samarinda — Pandemi Covid-19 berdampak besar, utamanya dalam aspek sosial, yang berpotensi menambah kerentanan sosial dan kesenjangan sosial. Hal ini dapat menimbukan tekanan dan stress bagi masyarakat khususnya kelompok rentan yang disebabkan kondisi darurat kesehatan dan perekonomian.

Kebijakan PSBB dan penerapan Work from Home (WfH) pada perempuan dan anak berdampak resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan dan anak akibat tekanan sosial dan ekonomi.  Terdapat 205 Kasus KDRT selama masa Pandemi Covid-19. Beban ganda bagi perempuan yang melaksanakan WfH sekaligus mengurus rumah tangga. Beban kebijakan Belajar dari Rumah (BdR) khususnya bagi keluarga yang tidak memiliki sarana prasarana yang memadai dan akses internet. Kejenuhan akibat dari minimnya aktivitas dan hubungan sosial mendorong timbulnya stress pada anggota keluarga, khususnya anak yang membutuhkan sarana bermain dan berkreasi. Sebagai care taker keluarga, terlebih apabila terdapat anggota keluarga yang terpapar Covid-19 dan merupakan pencari nafkah utama.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, inisiasi Layanan Psikologi untuk Sehat Jiwa (SEJIWA) yang diluncurkan Kantor Staf Presiden (KSP) menjadi langkah yang sangat tepat untuk membantu melindungi kondisi psikologi perempuan dan anak di tengah wabah Covid-19.

“Kita harus memperhatikan dan memastikan terpenuhinya perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, yakni perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas yang dapat dilakukan dengan memberikan prioritas berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, serta pelayanan kesehatan dan psikososial. Selain aspek kesehatan dan menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada masyarakat, pandemi ini juga mengakibatkan bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang juga berdampak terhadap kondisi psikologis mereka,” ujar Menteri Bintang pada Webinar yang dihadiri Pengurus Pusat Himpsi, PT.Telkom, Kantor Staf Presiden dan diikuti Dinas PPPA 34 provinsi se Indonesia, Selasa (5/5/2020).

Sebagai langkah kongkrit dalam pencegahan dan penanganan Covid-19, Kemen PPPA telah melakukan peluncuran program Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak), dan melakukan sinergi program dengan Kemendes PDTT dan BKKBN untuk pelaksanaan hingga di tingkat akar rumput.

“Menjadi bagian dari Sistem Layanan Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa (SEJIWA), dengan melakukan optimalisasi layanan pengaduan yang disesuaikan dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19. Layanan dapat diakses melalui web browser  (http://bit.ly/kamitetapada), surat elektronik (pengaduan@kemenpppa.go.id) dan telepon (0821-2575-1234),” imbuhnya.

Selain itu, menyusun protokol lintas sektor untuk pencegahan dan penanganan kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, serta pengasuhan pengganti dalam situasi pandemi Covid-19 yang menjadi panduan lintas Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan penyedia layanan dari lembaga non pemerintah, lembaga keagamaan dan kelompok masyarakat. Melakukan advokasi kepada Kementerian/Lembaga tentang pentingnya isu gender dan anak dalam penanganaan Covid-19 serta melakukan pengintegrasian isu gender dan anak dalam Protokol Penanganan Covid-19.

Selanjutnya, penyediaan materi KIE tentang  pencegahan dan penanganan Covid-19 bagi anak-anak, perempuan dan kelompok rentan lainnya, dalam bentuk booket, leaflet, poster, video dan infografis yang disebarluaskan melalui TV, radio, radio komunitas, serta media sosial. Mengadvokasi pentingnya penyediaan Data Terpilah Covid-19 menurut jenis kelamin dan menurut kelompok usia, agar intervensi program dan kegiatan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran.

Sementara, untuk melengkapi kebutuhan dasar bagi perempuan dan anak, Kemen PPPA mengupayakan penyediaan Kebutuhan Spesifik Bagi Perempuan dan Anak, seperti makanan tambahan, susu, vitamin, biskuit, diapers, pembalut dan kebutuhan lain yang disesuaikan dengan kelompok usia. Di tingkat daerah, Kemen PPPA telah mengeluarkan kebijakan pemanfaatan Dana Dekonsentrasi PPPA Ttahun anggaran 2020 untuk mendukung upaya Perlindungan Perempuan dan Anak selama Pandemi Covid-19 melalui Gerakan Berjarak.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, berdasarkan data Simfoni PPPA kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim selama Februari – April mengalami penurunan.

“Di Kaltim kasus kekerasan terpantau landai. Februari sebanyak 43 kasus, Maret 17 kasus dan April 15 kasus. Sedangkan untuk kasus KDRT Februari sebanyak 18 kasus, Maret 8 kasus dan April 6 kasus, “ ujarnya.

Halda menambahkan, realokasi Dana Dekonsentrasi dari Kemen PPPA sebesar 70% untuk pemenuhan kebutuhan spesifik KRT. Sehingga perlu menghimpun data akurat KRT agar tepat sasaran, dan tentunya memerlukan bantuan pihak terkait.

“Karena untuk mendapatkan data KRT cukup sulit. Tantangan bagi kami agar dapat menghimpun semuanya. Kami perlu dukungan seluruh pihak agar pemenuhan kebutuhan spesifik KRT dapat segera tersalurkan tepat sasaran. (dkp3akaltim/rdg).

Peringati Hardiknas, Menteri Bintang Ajak Para Guru Hadirkan Sistem Pendidikan Aman dan Nyaman Bagi Anak

Jakarta —  “Di masa pandemi COVID-19 saat ini, guru, orang tua murid dan anak-anak harus bisa beradaptasi dengan adanya kebijakan Belajar dari Rumah (BdR). Kebijakan BdR merupakan hal yang baru dan tentunya memiliki tantangan tersendiri. Untuk itu, diperlukan perhatian ekstra dalam memastikan hak-hak anak, termasuk hak perlindungan, agar tetap terpenuhi,” ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, dalam Seminar Online memperingati Hari Pendidikan dengan tema Penguatan Kurikulum dan Perlindungan Anak bersama PGRI Provinsi Bali.

Menteri Bintang berpesan kepada para guru agar dapat bersikap proaktif dalam melaksanakan kebijakan BdR. “Melihat berbagai tantangan dalam melaksanakan kebijakan ini, maka harus dihadapi dengan cara fleksibel dan menyesuaikan kemampuan di daerah masing-masing. Marilah kita bersama-sama berinovasi dan berkreasi dalam pelaksanaan BdR, misalnya dengan memasukkan permainan sederhana bagi anak dalam materi pembelajaran agar anak tidak merasa jenuh,” tambah Menteri Bintang.

Di samping itu, Menteri Bintang menyoroti pentingnya perlindungan anak saat mengakses internet di era digital saat ini. Mengingat banyaknya bentuk kekerasan terhadap anak yang terjadi dan berkembang ke arah cybercrime. “Menurut data KPAI pada 2017 hingga 2019, jumlah kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak baik yang menjadi korban ataupun pelaku mencapai 1.940 anak. Hal ini perlu menjadi perhatian kita semua, kuncinya adalah pendampingan dari guru dan orang tua saat anak mengakses internet,” jelas Menteri Bintang.

Menteri Bintang menekankan, orang tua dan guru harus memiliki literasi digital yang baik. Misalnya mengetahui fitur dan aturan terkait perlindungan anak dalam internet, seperti kontrol orang tua (parental control), situs khusus anak, waktu maksimal bergawai, batasan usia dalam penggunaan aplikasi dan media sosial. “Anak juga harus dibekali dengan literasi digital sejak dini, sehingga tahu apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di internet. Hal ini penting karena tugas yang diberikan banyak berkaitan dengan penggunaan internet,” ujarnya.

Saat ini, Kemen PPPA telah membuat berbagai materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang ditujukan pada anak serta tool tips agar anak mempunyai aktivitas di rumah yang dapat diakses melalui website resmi Kemen PPPA, media sosial Kemen PPPA, serta portal Gerakan Berjarak, yaitu gerakan yang diinisiasi oleh Kemen PPPA untuk penyebaran informasi pada masa pandemi COVID-19.

“Namun di sisi lain, sejak dulu masalah kekerasan pada anak di lingkungan sekolah masih sering terjadi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2011-2019 melaporkan terdapat 3.821 anak menjadi korban dan pelaku kekerasan di bidang pendidikan yaitu 574 anak laki-laki dan 425 anak perempuan menjadi korban perundungan di sekolah, serta 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan menjadi pelaku perundungan di sekolah,” tutur Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan, tindak kekerasan juga banyak dilakukan berbagai pihak di sekolah. Sebanyak 44% kekerasan terhadap anak di sekolah dilakukan oknum guru atau kepala sekolah, 30% kekerasan terjadi antar siswa, 13% dilakukan siswa kepada guru, dan 13% dilakukan orang tua siswa kepada guru (Data KPAI, Desember 2019).

“Hal ini menunjukkan, evaluasi sistem perlindungan anak di lingkungan sekolah masih dibutuhkan. Sekolah yang kita anggap sebagai tempat aman, ternyata berpotensi menempatkan anak pada situasi salah. Tugas besar kita bukanlah saling menyalahkan dan menghukum pihak yang melakukan kekerasan, melainkan menciptakan sistem pendidikan yang aman, nyaman, dan harmonis bagi guru, orang tua, dan siswa,” tegasnya.

Dalam upaya mewujudkan sistem yang harmonis pada satuan pendidikan, Kemen PPPA telah membentuk dan mengembangkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) dengan prinsip pencegahan dan melakukan penanganan kekerasan terhadap anak, serta penerapan program sekolah aman dari kekerasan dan penerapan disiplin positif. Hingga Januari 2019, tercatat sebanyak 42.013 SRA tersebar di 301 kabupaten/kota di 34 provinsi seluruh Indonesia.

Selain SRA, Kemen PPPA telah menggagas adanya Pusat Kreativitas Anak (PKA) untuk memastikan anak mendapatkan tempat yang terlindungi pada waktu mereka bermain, dan melakukan berbagai aktifitas yang positif, inovatif, dan kreatif, termasuk turut melestarikan budaya lokal.

Menteri Bintang berharap, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi guru terbesar di Indonesia dapat mendorong seluruh pengurus dan anggotanya agar berkomitmen untuk hijrah hati menuju sekolah ramah anak. Hal tersebut dimulai dengan proses pendisiplinan di sekolah tanpa hukuman/kekerasan, dan diganti dengan pendisiplinan melalui pembinaan dan pendampingan serta pertolongan kepada anak.

“Selamat Hari Pendidikan untuk para anggota PGRI di seluruh Indonesia. Terima kasih atas pengabdiannya untuk mendidik anak-anak Indonesia selama ini. Mari bersama-sama kita bersinergi agar seluruh anak Indonesia menjadi anak yang berkualitas menuju cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi anak cerdas, kreatif, peduli dan memiliki sikap kepemimpinan,” tutup Menteri Bintang.

Penuhi Hak Sipil Anak Sekalipun pada Situasi Pandemi COVID – 19

Jakarta — Kepemilikan akta kelahiran merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi sejak lahir. Hak tersebut harus tetap dipenuhi dalam situasi apapun, termasuk saat situasi pandemi COVID – 19. Oleh karenanya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar pertemuan virtual Forum Koordinasi Pemenuhan Hak Anak atas Kepemilikan Akta Kelahiran di Masa Pandemi COVID – 19 (30/4).

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin, menyampaikan jika anak tidak memiliki akta kelahiran, maka keberadaannya tidak diakui oleh negara, bahkan anak – anak terdampak COVI–19 tidak dapat mengakses fasilitas apapun dari negara.

“Anak – anak terdampak COVID – 19 yang tidak memiliki akta kelahiran terancam kesulitan memperoleh bantuan sosial dari pemerintah. Pada masa pandemi COVID-19 diperlukan kerja sama lintas sektor agar mekanisme dan kemudahan proses pencatatan akta kelahiran tetap terjamin dan mudah diakses dimanapun,” ujar Lenny.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, berdasarkan data Ditjen Dukcapil menunjukkan bahwa angka kepemilikan akta kelahiran anak di Indonesia per 30 Maret 2020 adalah 91,49 persen. Selama pandemi COVID – 19 pencatatan akta kelahiran dapat dilakukan secara daring.

“Kementerian Dalam Negeri telah melakukan berbagai inovasi dalam mempercepat kepemilikan akta kelahiran, yaitu dengan cara mempermudah syarat pencatatan akta kelahiran, Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), layanan jemput bola, dan layanan daring. Selain itu, masyarakat juga dapat mencetak produk administrasi kependudukan secara mandiri di rumah,” tutur Zudan.

Layanan secara daring tersebut didukung dengan Permendagri Nomor 07 Tahun 2019 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring. Saat ini sudah ada 480 daerah yang melakukan layanan daring. Layanan daring dikemas dalam berbagai bentuk seperti: website, aplikasi, whatsapp, SMS gateway, dan call center. Hal tersebut diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam pemenuhan hak anak atas kepemilikan akta kelahiran.

Terus Lakukan Pencegahan, Lindungi Kelompok Beresiko

Samarinda — Bertambahnya jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) menunjukkan angka penularan virus corona (Covid-19) di Kaltim  masih terjadi. Karena itu, Pemerintah terus meminta masyarakat agar melakukan pencegahan dengan meningkatkan dan menegakkan social dan physical distancing (jaga jarak), menghindari interaksi/kontak langsung antar orang, menghindari kerumunan dan meniadakan kegiatan massal.

Tidak kalah pentingnya, ujar Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kaltim Andi Muhammad Ishak, bagi ODP yang harus bahkan wajib melakukan isolasi secara mandiri di rumah, agar menaati imbauan pemerintah dan protokol Covid-19.

“Menaati segala anjuran menjadi tolok ukur mempercepat proses kesembuhan. Ini berlaku bagi siapa saja terlebih ODP. Lakukan hal terbaik selama menjalani isolasi mandiri. Semua kita lakukan untuk kebaikan diri, keluarga dan lingkungan sekitar,” harap Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim ini saat video conference kondisi terkini Penanganan Covid-19 di Kaltim, Jumat (1/5).

Andi Ishak mengingatkan pentingnya melindungi kelompok beresiko, seperti para usia lanjut dan orang-orang yang memiliki penyakit bawaan. “Pastikan jika kita selesai beraktifitas di luar rumah. Jangan langsung berinteraksi dengan mereka. Sebab resiko penularan sangat tinggi terhadap mereka para lansia,” ungkapnya.

Perkembangan terakhir Covid-19 di Kaltim per Jumat, 1 Mei 2020, ODP ada penambahan 48 kasus sehingga jumlahnya 7.969 kasus, selesai pemantauan bertambah 77 kasus (total 6.795 kasus) dan 1.214 orang masih dalam proses pemantauan.

Untuk PDP bertambah delapan kasus sehingga jumlahnya 552 kasus. Terdiri terkonfirmasi negatif ada penambahan satu kasus sehingga total 222 kasus, 136 kasus terkonfirmasi positif dan 193 kasus menunggu hasil laboratorium. Sementara 13 orang dinyatakan sembuh dan satu orang meninggal dunia.

SEJIWA : Lindungi Psikologi Perempuan dan Anak Saat Pandemi Covid-19

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga sangat mengapresiasi dan mendukung inisiasi Layanan Psikologi untuk Sehat Jiwa (SEJIWA) yang diluncurkan Kantor Staf Presiden (KSP) hari ini di Jakarta. Melalui video conference. Bintang Puspayoga mengatakan peluncuran Layanan Psikologi SEJIWA menjadi langkah yang sangat tepat untuk membantu melindungi kondisi psikologi perempuan dan anak di tengah wabah Covid-19.

“Kita harus memperhatikan dan memastikan terpenuhinya perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, yakni perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas yang dapat dilakukan dengan memberikan prioritas berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, serta pelayanan kesehatan dan psikososial. Selain aspek kesehatan dan menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada masyarakat, pandemi ini juga mengakibatkan bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang juga berdampak terhadap kondisi psikologis mereka,” tutur Menteri Bintang.

Berdasarkan data SIMFONI PPA per 2 Maret – 25 April 2020 tercatat 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban sebanyak 277 orang dan 368 kasus kekerasan yang dialami anak, dengan korban sebanyak 407 anak. Oleh karena itu, Kemen PPPA telah menyusun mekanisme pelayanan kesehatan jiwa/psikososial bagi perempuan dan anak secara offline, baik melalui rujukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) maupun Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) maupun laporan yang masuk melalui Bagian Pengaduan Masyarakat Kemen PPPA. Mekanisme pelayanan yang diberikan mulai dari pelaporan, penerimaan pengaduan, pengjangkauan, pengelolaan kasus (manajemen kasus), pendampingan pelayanan hukum, layanan psikologis, mediasi, rujukan rumah aman/shelter, dan memastikan kasus selesai terminasi sampai dengan kasus ini dinyatakan ditutup.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menuturkan situasi pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan bagi kita semua dan berpotensi menumbuhkan ketakutan dan kecemasan pada masyarakat. Kecemasan mayarakat akan dirasakan, terutama bagi para pihak yang terdampak langsung oleh Covid-19, terlebih dengan pemberitaan yang begitu masif dan masih banyaknya berita hoax yang tersebar di masyarakat. Hal tersebut dapat memengaruhi kondisi ketahanan mental masyarakat.

“Layanan Psikologi SEJIWA ini sebagai langkah nyata hadirnya negara bagi masyarakat, terutama bagi yang mengalami kondisi tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Masyarakat dapat mengakses Layanan Psikologi SEJIWA ini melalui panggilan 119 Extension 8 (panggilan bebas biaya). Kami berharap kehadiran Layanan Psikologi SEJIWA ini dapat mengatasi permasalahan kecemasan masyarakat sehingga tidak menimbulkan persoalan sosial baru. Kondisi psikologi seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas tubuh. Untuk itu menjadi penting menjaga kondisi psikologi di tengah pandemi Covid-19,” tambah Moeldoko.

Sementara itu, penyintas kasus pertama Covid-19 di Indonesia, Sita Tyasutami menyampaikan dukungannya terhadap peluncuran Layanan Kesehatan Jiwa Nasional yang memberikan tele-konseling psikologis pada masyarakat dan konsultasi kesehatan seputar Covid-19.

“Berdasarkan pengalaman saat saya dan ibu saya terkonfirmasi kasus positif pertama di Indonesia, kondisi psikologis kami langsung menurun. Ditambah lagi dengan berita dan hoax yang tersebar di masyarakat membuat kondisi kami yang sudah membaik menjadi menurun kembali selama seminggu. Pelayanan konseling psikologi bukan hanya diperlukan untuk pasien Covid-19, akan tetapi juga masyarakat yang mengalami kecemasan dan ketakutan yang berlebih. Besar harapan kami agar kehadiran Layanan Psikologi SEJIWA ini dapat mencegah terulangnya pengalaman yang kami rasakan,” ujar Sita.

Perlu Data Akurat KRT Agar Tepat Sasaran

Samarinda — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengelar Rapat Koordinasi Pokja Daerah #Berjarak melalui Video Conference diikuti 34 provinsi se Indonesia, Rabu (29/4/2020).

Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, berdasarkan informasi yang sudah terkumpul terkait Gerakan Berjarak, saat ini sudah ada 29 provinsi dan 381 kabuapaten/kota yang bergerak melaksanakan gerakan ini.

“Terus membangun sinergitas dengan kementerian lainnya dalam upaya pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19. Apabila ingin menyelamatkan kelompok rentan terdampak (KRT), maka perlu adanya data akurat terkait OTG, ODP, dan PDP untuk mengambil kebijakan apa yang tepat diberikan,” ujar Menteri Bintang.

KRT adalah perempuan yang suaminya meninggal mendadak / harus menjadi kepala keluarga, keluarga miskin, mengalami PHK, pekerja harian, perempuan lansia, perempuan disabilitas, dan lainnya serta anak yang ayah/ibunya meninggal, ayah/ibunya dalam isolasi (tidak berada dalam 1 rumah lagi), anak disabilitas, dan lainnya.

Selain itu, Kemen PPPA juga me-launching Layanan Psikologi untuk Sehat Jiwa (Sejiwa) bekerjasama dengan Himpsi, Kemenkes , dan BNPP.

Sementara Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny R Rosalin mengatakan, selain pemenuhan kebutuhan dasar, kelompok rentan terdampak seperti ibu hamil, ibu menyusui, kelompok anak, penyandangan disabilitas dan lansia, mempunyai kebutuhan spesifik (kebutuhan gender) yang juga merupakan kebutuhan mendasar terkait dengan kesehatan reproduksi, tumbuh kembang, dan kesehatan spefisik lainnya.

“Pada masa Covid-19 ini, banyak keluarga, khususnya keluarga rentan miskin tentu akan fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar (sembako) dan mengabaikan pemenuhan kebutuhan spesifik. Apabila tidak terpenuhi, akan menganggu fungsi reproduksi dan tumbuh kembang,” ujarnya.

Diperlukan bantuan kebutuhan spesifik kelompok rentan terdampak Covid-19, khususnya perempuan dan anak. Pemenuhan Kebutuhan Spesifik Perempuan dan Anak adalah bantuan yang terdiri dari kebutuhan yang diperlukan oleh anak dan perempuan sesuai dengan kelompok usianya, tidak hanya gizi dan nutrisi untuk proses tumbuh kembangnya (susu, biskuit, multi vitamin, dan lain-lain).

“Tetapi juga kebutuhan untuk perlindungan fisik seperti diapers, sabun antiseptik, pembalut remaja, dan lainnya serta psikisnya seperti berinteraksi, bermain, dan berpendapat,” imbuh Lenny.

Sedangkan, Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, beberapa waktu lalu telah memberikan bantuan untuk kelempok perempuan dan anak seperti masker, sabun, vitamin, dan susu.

Kemudian, sesuai surat Menteri PPPA ke seluruh Gubernur se-Indonesia terkait pelaksanaan Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Gerakan Berjarak), agar pemangku kepentingan di daerah dapat memberikan dukungan penuh terhadap gerakan ini.

“Gerakan ini memiliki 10 aksi yang mencakup pencegahan dan penanganan. Gerakan Berjarak bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan dan anak termasuk lansia dan penyandang disabilitas yyang merupakan kelompok rentan terpapar dan terdampak Covid-19, memperoleh akses dan perlindungan yang mengendepankan prinsip-prinsip kepentingan terbaik bagi kelompok rentan tersebut,” ujarnya.

Tim kerja di provinsi dapat diintegrasikan dengan tim gugus tugas atau tim lainnya yang sudah terbentuk sebelumnya dalam rangka merespon pencegahan dan penanganan Covid-19.

Halda menambahkan, Kemen PPPA juga telah melakukan realokasi Dana Dekon sebesar 70% untuk pencegahan dan percepatan penanganan Covid-19.

“Realokasi Dana Dekon untuk pemenuhan kebutuhan spesifik KRT. Sehingga kami perlu menghimpun data akurat KRT agar tepat sasaran, dan tentunya kami memerlukan bantuan pihak terkait,” katanya.

Mari bergandengan tangan membangun kekuatan, bersatu melakukan suatu hal, untuk bisa berbuat maksimal bagi bangsa ini. Jadilah perempuan yang tidak hanya menjadi penikmat pembangunan, tapi ikut berperan dalam pembangunan itu sendiri, 9dkp3akaltim/rdg)

 

Webinar Pelopor dan Pelapor Ungkap Enam Tips Agar Anak Tidak Stres Belajar di Rumah

Jakarta — Kondisi stres yang dialami anak saat menjalani program Belajar di Rumah (BdR) adalah hal yang normal terjadi. Hal tersebut diungkapkan oleh Penasihat Pendidikan dalam Situasi Darurat, Marni Silalahi dalam kegiatan web seminar atau seminar online (webinar) Pelopor dan Pelapor (2P) Pencegahan Penyebaran COVID – 19 sesi 2 yang mengangkat tema Gembira Belajar dari Rumah. Webinar ini diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui video conference (19/4/2020).

“Stres saat menghadapi bencana, termasuk saat wabah COVID-19 dapat menimpa siapa saja, baik orang dewasa atau anak-anak. Anak dapat merasa stres karena ia tidak tahu berapa lama dampak dari bencana tersebut akan berlangsung, sehingga ia terjebak dalam perasaan ketakutan ataupun ketidakpastian,” ungkap Marni di hadapan ratusan peserta anak dari berbagai daerah.

Marni mengungkapkan beberapa tips sederhana yang bisa dilakukan oleh anak agar tetap bergembira selama BdR:

  1.  Mengelola stress. Beberapa reaksi umum dari stres yakni perubahan pola tidur, kemarahan, ketakutan, atau bahkan menarik diri. Disarankan agar anak dapat bersabar dan melakukan kegiatan yang membawa suasana menjadi lebih santai. Seperti bernyanyi, bermain, menari, atau bernafas perlahan.
  2.  Merawat diri sendiri. Kesejahteraan anak perlu diperhatikan selama menghadapi kondisi bencana. Jika anak sehat, tetap tenang, dan lebih rileks, anak akan mampu mengatasi situasi sulit
  3.  Terus belajar. Bagaimanapun juga, tugas seorang pelajar adalah belajar, di manapun mereka berada. Dengan terus belajar, anak dapat lebih merasa positif dan lebih siap untuk kembali ke sekolah saat sekolah dibuka.
  4.  Jadikan hari-hari terstruktur. Membuat rutinitas harian akan memudahkan anak untuk membagi waktunya antara belajar, istirahat, ibadah, olahraga, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan di dalam rumah.
  5.  Buat belajar menjadi sederhana. Caranya adalah dengan tidak banyak memberikan tekanan pada diri sendiri untuk mengikuti sumber belajar yang ada.
  6.   Jika memungkinkan, anak juga dapat belajar dari anak selama di rumah. Misalnya belajar pada kakak/adik/saudara yang dapat membantu menjelaskan pelajaran sulit yang diterima.

Webinar 2P Pencegahan Penyebaran COVID-19 dilaksanakan secara rutin setiap akhir pekan selama masa tanggap darurat COVID-19 berlangsung, yakni mulai awal April hingga akhir Mei. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin berterima kasih kepada Save The Children yang telah bekerjasama dengan Kemen PPPA dalam menyelenggarakan kegiatan Webinar 2P tersebut.

“Webinar 2P kali ini tidak hanya istimewa karena kita bekerjasama dengan Save The Children, tetapi juga karena kali ini panitia berupaya hadir lebih inklusif dengan menghadirkan Juru Bahasa Isyarat yang akan memudahkan anak yang berkebutuhan khusus dalam mengikuti pembelajaran. Semoga ilmu yang didapatkan teman-teman dalam Webinar ini tidak hanya berhenti di kalian, tapi juga dapat terus disampaikan pada anak-anak yang lain di lingkungan terdekatnya masing-masing,” tutur Lenny.

 

Konsolidasi Nasional Program Bangga Kencana

Samarinda — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar Konsolidasi Nasional Program Bangga Kencana Bidang Pengendalian Penduduk tahun 2020, Regional II melalui video conference, Rabu (22/4/2020).

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, terdapat 11 isu strategis di bidang kependudukan, antara lain isu meningkatnya fertilitas, isu meningkatnya penyediaan layanan pendidikan, isu penduduk muda, isu usia reproduksi dan pemberdayaan perempuan, isu meningkatnya penduduk lansia, isu meningkatnya kebutuhan perumahan, isu menghadapi pola migrasi, isu pemanfaatan bonus demografi, isu dampak lingkungan, isu pemanfaatan bonus demografi, Isu pengasuhan anak, stunting dan gizi buruk, dan kemitraan dalam mengatasi persoalan kependudukan.

“Berdasarkan isu-isu strategis tersebut serta dalam rangka mendukung visi Pemerintah tahun 2020-2024 maka BKKBN akan berkontribusi dalam upaya “Terwujudnya Keluarga Berkualitas dan Pertumbuhan Penduduk yang seimbang” dengan berfokus pada mengendalikan pertumbuhan penduduk dalam rangka menjaga kualitas dan struktur penduduk seimbang,” ujarnya.

Ditambahkannya, menyelenggarakan        keluarga         berencana      dan      kesehatan reproduksi secara komprehensif, menyelenggarakan pembangunan keluarga yang holistic integrative sesuai siklus hidup, membangun kemitraan, jejaring kerja, peran serta masyarakat dan kerjasama global, memperkuat inovasi, teknologi, informasi dan komunikasi, dan membangun kelembagaan, meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan SDM aparatur.

Hasto juga menyampaikan dalam Renstra BKKBN 2020-2024 ditetapkan Sasaran Strategis yaitu menurunnya TFR dapat mencapai 2,26 pada tahun 2020 dan  ditargetkan  menjadi  2,1 pada tahun 2024, Meningkatnya angka prevalensi pemakaian kontrasepsi modern (mCPR) 61,78 % pada tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 63,41 % pada tahun 2024, menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi/unmet  need  8,6  %  pada  tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 7,4 % pada tahun 2024.

“Selain itu, menurunnya angka  kelahiran  menurut  kelompok  umur  15-19  tahun  (ASFR  15-19 tahun) dengan target 25/1000 kelahiran pada tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 18/1000 kelahiran pada tahun 2024, meningkatnya Indeks Pembangunan Keluarga (IPK) sebesar 53,57 pada tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 61,00 pada tahun 2024; dan meningkatnya median usia kawin pertama (MUKP) 21,9 tahun pada tahun 2020 dan ditargetkan menjadi 22,1 pada tahun 2024,” katanya.

Wabah virus corona telah menunjukkan kepada kita dampak lintas sektoral pada masalah kesehatan maupun kependudukan. Dinamika kesehatan memiliki korelasi yang kuat dengan situasi kependudukan.

“Pelajaran yang sangat mahal yang harus kita semua sadari, bahwa data dinamika kependudukan itu sangat penting. Data keluarga, data struktur umur, data mobilitas serta data persebaran penduduk, data pencatatan kematian beserta dengan penyebabnya, data administrasi kependudukan, serta data dinamika kependudukan lainnya.” Imbuh Hasto.

Data-data tersebut menjadi kunci yang penting dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan deteksi ataupun penanganan wabah maupun dampak-dampak sosial ekonominya, keberadaan data tersebut seharusnya ada dari level nasional sampai dengan level desa yang akan memudahkan para pemangku kepentingan untuk mengambil kebijakan.

Kemen PPPA Gandeng Kemendes PDTT

Samarinda — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengelar Rapat Koordinasi Pokja Daerah #Berjarak melalui Video Conference diikuti 34 provinsi se Indonesia, Selasa (21/4/2020).

Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny R Rosalin mengatakan, 10 Aksi Gerakan Berjarak sudah mencakup upaya pencegahan dan penanganan. Selain itu penting mengetahui kelompok rentan terdampak (KRT). Kelompok Rentan ini adalah yang salah satu anggota keluarganya telah masuk dalam kategori: ODP, PDP, Positif dan meninggal. KRT yaitu anak, perempuan, disabilitas dan lansia.

“Karena dengan memiliki data KRT, maka kita bisa berkontribusi untuk menindaklanjuti kebutuhan spesifik perempuan dan anak,” katanya.

Kemen PPPA juga melakukan kerja sama dengan Kemendes PDTT. Pola kerja sama percepatan penanganan Covid-19 sudah didesentralisasikan kepada daerah, maka koordinasi lintas sektor harus mampu mendorong kolaborasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah dan relawan Desa Lawan Covid-19.

Selain itu, Kemen PPPA melalui Dinas PPPA Kabuaten/Kota diharapkan dapat bergabung dengan GT Percepatan Penanganan Covid-19 untuk melakukan langkah-langkah seperti, sosialisasi bersama pencegahan dan penanganan, kolaborasi data pandemi Covid-19, pembinaan dan pendampingan kepada Relawan Desa Lawan Covid-19, Integrasi program/kegiatan pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19 antara pemerintah daerah kabupaten/kota dengan desa, dan sinkronisasi data penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dana Desa) dengan bantuan pemerintah dan pemerintah daaerah.

Sehingga seluruh upaya pencegahan dan penanganan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad melalui Kabid PPA Noer Adenany mengatakan, 10 Aksi Gerakan Berjarak terus dilakukan.

“Upaya pencegahan dan penanganan telah kami lakukan bersama sesuai dengan Aksi Berjarak dan telah kami himpun dalam matrik Berjarak,” ujarnya.

Kedepan, DKP3A Kaltim terus melakukan10 Aksi Gerakan Berjarak ke masyarakat dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. (dkp3akaltim/rdg)