Suara Politik Perempuan Untuk Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan

Penajam — Seperti kita ketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai tolok ukur kualitas pembangunan Kalimantan Timur menempati urutan ketiga dari 34 provinsi. Sementara apabila dilihat secara terpilah Indeks Pembangunan Gender  (IPG) menempati urutan ke 32  dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menempati capaian ke 26 dari 34. Keadaan ini menunjukan adanya kesenjangan pembangunan sumber daya manusia (SDM) antara perempuan dan laki-laki. Ini menunjukan adanya hambatan perempuan Kalimantan Timur dalam akses partisipasi manfaat dan kontrol pembanguanan.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayana Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang Kesetaraan Gender, Dwi Hartini mengatakan faktor yang menjadi hambatan tersebut   selain ekonomi dan pengambil keputusan adalah  keterwailan politik perempuan.

“Seperti kita ketahui bahwa capaian keterwakilan politik perempuan di Kalimantan Timur sebesar 18% sehingga masih perlu upaya untuk dapat mencapai afirmasi 30%,” ujar Dwi pada kegiatan Peningkatan Partisipasi Perempuan Di Bidang Politik, Hukum, Sosial Dan Ekonomi berlangsung di Hotel IKA Penajam, Kamis (13/7/2023).

Dwi melanjutkan, capaian IDG Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tahun 2022 mengalami kenaikan dari 49,58 menjadi 50,85, menduduki urutan kesembilan  dari 10 kabupaten/kota. Hal ini menjadi tanggungjawab bersama mengingat Kabupaten PPU menjadi lokasi IKN sehingga dapat mendorong peningkatan pembangunan pemberdayaan berbasis gender.

Perlu keterlibatan semua pihak untuk melakukan intervensi diberbagai sektor atau menjadikan isu gender sebagai cross cuting isue, diantaranya melalui produk hukum yang berpihak pada terbangunnya kesetaraan gender di Kabupaten PPU.

“Alhamdulillah PPU sudah memiliki Perda PUG dan  perlu di tingkatkan  dalam kualitas implementasinya,” terang Dwi Hartini.

Dwi menjelaskan terdapat 459 perda di Indonesia yang dikatagorikan sebagai produk hukum yang tidak responsif gender. Hal ini terjadi karena belum optimalnya isu gender dipahami oleh para legislatif.

Oleh karena itu sudah saatnya sebagai perempuan yang akan berjuang di ranah politik memahami pentingnya isu gender sehingga dapat menghasilkan produk hukum yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup perempuan, anak, lansia, difabel dan ibu hamil. Karena produk hukum itu memperhatikan kebutuhan aspirasi secara spesifik.

Ia berharap bagi perempuan yang memiliki suara politik harus menentukan pilihannya atas dasar kepastian isu pembanguanan yang berkeadilan. “Sudah waktunya kita menempatkan suara politik untuk mewujudkan pembangunan berkeadilan,” tutup Dwi Hartini. (dkp3akaltim/rdg)

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *