Dukcapil Tegaskan Komitmen Pelayanan Adminduk Kelompok Rentan

Jakarta — Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terus memastikan bahwa seluruh penduduk memiliki dokumen kependudukan, tidak terkecuali penduduk rentan adminduk. Inilah juga yang mendasari tema dalam Dukcapil Menyapa Masyarakat (DMM) Seri 22 bertajuk “Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penduduk Rentan Adminduk” yang digelar secara daring melalui Zoom Meeting dan Youtube, Sabtu (18/6/2022).

“Di manapun keberadaan Bapak/Ibu, pastinya harus kami jangkau. No one left behind. Baik masyarakat normal apalagi masyarakat rentan adminduk yang memiliki hambatan dan kebutuhan khusus,” tutur David Yama, Direktur Pendaftaran Penduduk yang membuka DMM ini sebagai keynote speaker.

Yama menjelaskan, penduduk rentan terbagi menjadi 5 subjek, yaitu penduduk korban bencana alam, korban bencana sosial, hidup di hutan negara atau tanah sengketa, komunitas terpencil, dan orang terlantar.

Disambung oleh Ahmad Ridwan selaku Perencana Ahli Madya sebagai narasumber, jajaran Dukcapil akan turun langsung jemput bola dalam membantu pelayanan kepada penduduk rentan ini.

“Misalnya pelayanan jemput bola pada lokasi gempa bumi di Sulbar pada Januari 2021, banjir bandang di NTB April 2021, pelayanan kepada suku anak dalam, pelayanan ke panti asuhan, panti jompo, pendataan siswa-siswi di SLB. Itu semua kami lakukan demi menjangkau langsung penduduk rentan Adminduk,” jelas Ridwan.

Ridwan memaparkan, saat ini telah dilakukan pencanangan gerakan bersama pelayanan adminduk bagi penyandang disabilitas di 9 Daerah, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Bali meliputi NTT dan NTB, Banten, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Selatan.

Seorang peserta, Wawan dari Yayasan Daksa Banua Banjarmasin mengungkapkan, ketika mengisi pencatatan ragam disabilitas di F1.01 pada layanan Dukcapil, namun tidak muncul di KTP-el akibatnya difabel kesulitan menunjukkan bukti penyandang disabilitas ketika memperoleh layanan publik.

Langsung direspons oleh Ridwan, bahwa hasil layanan pada pencatatan ragam disabilitas pada F1.01 akan diberikan dokumen kependudukan berupa Biodata Penduduk.

“Pak Wawan minta ke Dukcapil untuk didata jenis disabilitasnya, misalnya tuna rungu, tuna netra, dan tuna wicara, selanjutnya akan dicetakkan Biodata Penduduk yang berisi salah satunya keterangan sebagai disabilitas. Untuk ke pelayanan publik tunjukkan Biodata Penduduk tersebut karena pada KTP-el memang tidak disebutkan ragam disabilitas,” jelas Ridwan.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh berharap acara DMM seperti ini dapat memberikan literasi dan pemahaman terkait layanan Dukcapil yang memudahkan masyarakat. (dukcapil.kemendagri)

Peranan Keluarga Penting dalam Pembangunan Nasional, Menteri PPPA Dorong Kontribusi Aktif

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengemukakan masih terdapat ketimpangan dalam pemerataan proses pembangunan dan penerima manfaat hasil pembangunan di Indonesia. Ketimpangan tersebut menyebabkan perempuan dan anak sebagai pihak yang paling terdampak, kerap dihadapkan dengan berbagai situasi rentan, salah satunya kekerasan.

“Kekerasan masih lebih banyak dialami oleh anak perempuan dibandingkan laki-laki, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi di Indonesia patut menjadi perhatian kita semua karena perempuan merupakan setengah dari sumber daya manusia (SDM) kita dan anak adalah masa depan bangsa,” tutur Menteri PPPA.

Dalam sambutannya pada Bimbingan Teknis Nasional Anggota Legislatif Perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Partai Keadilan Sejahtera Se-Indonesia melalui virtual, Menteri PPPA mengungkapkan keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengentaskan isu-isu yang masih melingkupi perempuan dan anak. Karenanya, keluarga sebagai unit terkecil di dalam masyarakat memiliki kontribusi vital dalam pembangunan bagi perempuan dan anak.

“Berbagai persoalan dapat diatasi dengan baik apabila keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyarakat dapat ditingkatkan peran, fungsi, dan kualitas ketahanannya sehingga dapat mewujudkan suatu bangsa yang maju, kuat, dan tangguh,” ujar Menteri PPPA.

Peran keluarga dalam pembangunan nasional yang mendasari arahan Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk menjalankan lima (5) isu prioritas Arahan Presiden pun turut disampaikan Menteri PPPA, yakni peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.

“Keluarga, sebagai unit terkecil dari masyarakat, yang di Indonesia jumlahnya 76,7 juta, menjadi agen pertama dan utama dalam pelaksanaan isu prioritas karena relasinya paling dekat dengan perempuan dan anak,” tandas Menteri PPPA.

Selain mendorong peranan keluarga, KemenPPPA sebagai kementerian yang memiliki tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi terkait pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Kementerian Dalam Negeri dalam pencanangan program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA) yang bertujuan untuk mendorong penyelesaian lima (5) isu prioritas perempuan dan anak, dan tercapainya berbagai indikator pembangunan terkait perempuan dan anak dari tingkat akar rumput agar intervensinya dapat dirasakan secara langsung oleh keluarga.

“Dalam mengentaskan isu perempuan dan anak yang begitu kompleks, tentunya KemenPPPA tidak dapat bekerja sendiri. Sinergi, kolaborasi, partisipasi aktif, dan kerja nyata yang progresif adalah kunci keberhasilan untuk mencapai pemenuhan hak anak, perlindungan khusus anak, pemenuhan hak perempuan, dan pengarusutamaan gender. Peran anggota legislatif perempuan juga merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa untuk mendukung tercapainya pembangunan nasional yang berspektif gender dan ramah anak. Saya berharap berbagai keputusan yang ditimbulkan dari berbagai program legislasi di tingkat daerah dapat mendukung pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan tercapainya indikator DRPPA,” tutup Menteri PPPA. (birohukumdanhumaskpppa)

Ditjen Dukcapil Gelar Bimtek SIAK Terpusat Versi Terbaru

Jakarta – Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri telah berhasil merampungkan instalasi SIAK Terpusat pada 514 Kabupaten/Kota akhir bulan lalu. Penerapan SIAK Terpusat sistem baru menjadi pembelajaran bagi operator dan Administrator Database (ADB) di Disdukcapil kabupaten/kota.

Adapun konsep yang akan diharapkan pada penerapan SIAK Terpusat yaitu perkembangan sistem yang bertahap menyesuaikan dengan pekerjaan di Disdukcapil kabupaten/kota.

“SIAK Terpusat ini kita bangun secara software development life cycle, sehingga setiap terjadi permasalahan akan segera diperbaiki dengan cepat,” jelas Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Erikson P. Manihuruk, Rabu (21/6/2022).

Ditjen Dukcapil juga telah menggelar Bimtek secara online pada Minggu (19/6/2022) terkait update patch modul SIAK Terpusat versi 80.1.1.0. pada SIAK Terpusat.

Versi terbaru ini merupakan penambahan fitur yang belum ada pada versi sebelumnya.

“Update tersebut menjadi feedback dari permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan, sehingga menyempurnakan sistem SIAK Terpusat yang tengah berjalan,” lanjut Erikson.

Adapun fitur baru dan SIAK Terpusat patch terbaru yang disampaikan pada Bimtek tersebut di antaranya: Mutasi Pencatatan Sipil, Penduduk Non Permanen, Maintenance Pembubuhan TTE, Histori Pencetakan Dokumen TTE, dan Pendaftaran Identitas Digital.

Pada Bimtek kali juga melakukan sosialiasi tatacara melakukan pendaftaran identitas digital pada menu SIAK Terpusat. Sehingga Operator Disdukcapil kabupaten/kota dapat melakukan pendaftaran identitas digital kepada masyarakat apabila sudah dapat diakses secara umum.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh juga menjelaskan bahwa identitas digital saat ini sudah dapat diakses secara terbatas.

“Untuk tahap awal terbatas untuk pegawai di lingkungan Disdukcapil kabupaten/kota, tahap selanjutnya akan dilanjutkan pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lalu dilanjutkan pelajar dan mahasiswa, terakhir masyarakat secara umum,” tutur Zudan.

Mendagri Tito Karnavian juga berharap agar inovasi layanan berbasis teknologi informasi yang dilakukan Dukcapil dapat mempermudah dan mempercepat layanan adminduk. (dukcapil.kemendagri)

 

Hasilkan Generasi Emas, KemenPPPA Dukung RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Jakarta — Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Agustina Erni menyatakan dukungan penuh Pemerintah terhadap gagasan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Erni mengatakan kehadiran RUU KIA ini dapat memperkuat komitmen bersama lintas sektor dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, khususnya untuk memberikan hal terbaik pada kesejahteraan ibu dan pemenuhan hak anak.

Erni menuturkan pemerintah berupaya mengikis kesenjangan gender di Indonesia dengan meningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yang hingga saat ini masih terdapat kesenjangan dalam pemberian upah, dimana perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.

“Diharapkan dengan adanya RUU KIA ini, dimana perempuan diberikan kesempatan untuk mengasuh anak dan juga bekerja dapat terus meningkatkan TPAK perempuan di Indonesia dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki,” ujar Erni dalam acara diskusi Forum Legislasi RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak: Komitmen DPR Wujudkan SDM Unggul pada Selasa (21/6/2022).

Lebih lanjut, Erni menyatakan kehadiran RUU KIA ini juga menjadi penting terutama pada pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa mendatang.

“Hal menarik di dalam RUU KIA ini adalah terkait pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan. Saya pikir, pemberian cuti tersebut sangat mendukung untuk kesejahteraan ibu pasca melahirkan dan tentu saja bagi anak. Selain itu, RUU KIA ini menitikberatkan pada tumbuh kembang anak di masa golden age yang merupakan periode krusial dalam pembentukan generasi mendatang,” lanjut Erni.

Selain menyatakan dukungan penuh terhadap gagasan RUU KIA, Erni menyampaikan saat ini KemenPPPA tengah menyusun standardisasi tempat penitipan anak atau daycare yang memiliki urgensi cukup tinggi sehingga baik pemerintah, pemerintah daerah, hingga sektor swasta dapat menjadikan standar tersebut sebagai acuan.

“Jika suatu hari nanti kami berhasil menyusun kebijakan terkait daycare, baik berbasis komunitas atau kebijakan pemerintah, ini akan sangat membantu bagi ibu-ibu yang bekerja pada sektor formal dan informal,” tutur Erni.

Erni juga mengingatkan terkait edukasi yang perlu didapatkan bagi kedua orang tua anak, khususnya bapak terkait pentingnya seribu hari pertama kehidupan (HPK) atau masa golden age anak.

“RUU KIA ini sangat sejalan dengan tugas dan fungsi dari KemenPPPA sehingga dapat menjadi program yang sangat bagus, terutama bagi kedua orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak,” tutup Erni. (birohukumdanhumaskpppa)

DKP3A Kaltim Gelar Koordinasi Dan Sinkronisasi Pelaksanaan PUG Bagi Focal Point Lingkup Pemprov Kaltim

Yogyakarta — Komitmen implementasi Pengarusutaaan Gender (PUG) Provinsi Kalimantan Timur telah dituangkan dalam berbagai dokumen perencanaan penganggaran meliputi RPJMD, Renstra dan Renja. Dan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Hal ini  dijadikan pedoman oleh seluruh OPD guna mencapai indikator pembangunan dalam  hal ini adalah Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).

Namun keadaan tersebut belum bisa merubah tingginya kesenjangan pembangunan sumber daya manusia berbasis gender di Kalimantan Timur. Sejak lima tahun yang lalu capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Timur berada di urutan tiga besar dari 34 provinsi.

“Namun untuk capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) tetap di urutan ke 32 sedangkan capaian IDG berada di urutan ke 27 dari 34 provinsi se Indonesia. Tentu capaian ini dipengaruhi oleh kinerja kabupaten/kota se Kaltim,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, pada kegiatan Koordinasi Dan Sinkronisasi Pelaksanaan PUG Kewenangan Provinsi, berlangsung di Ruang Meeting Langensari Hotel Prima In Yogyakarta, Kamis (23/6/2022).

Soraya menambahkan, berdasarkan hasil evaluasi PUG oleh Kementerian PPPA tahun 2021, masih terdapat lima kabupaten/kota di Kaltim yang belum memenuhi 7 prasyarat implementasi  PUG. Sementara lima kabupaten/kota yang telah meraih Anugerah Parahyta Eka Praya (APE) baik tingkat pratama meliputi Kabupaten Kutai Kartanegara , Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten Paser, dan Kabupaten PPU.

“Kukar sebagai peraih APE tingkat utama mempunyai beban tersendiri untuk mempetahankan sekaligus meningkatkan pemenuhan prasyarat. Kemudian, adanya informasi dari deputi KG Kementerian PPPA bahwa evaluasi tahun ini juga berdasarkan capaian IPG dan IDG, sehingga menambah tantangan tersendiri,” imbuh Soraya.

Soraya berharap, kegiatan ini muncul sumber daya manusia yang memiliki sensitifitas  terkait isu gender dan memberikan hasil nyata bagi upaya pemberdayaan perempuan di Kaltim.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta terdiri dari focal point / kabag/kasub perencanaan program seluruh OPD Pemprov Kaltim. Hadir menjadi narasumber Fasilitator PUG Nasional Yusuf Supiandi dan Perencana Ahli Madya Kementerian PPPA Rina Nursanti. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Program Perlindungan Perempuan

Balikpapan — Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlidungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir atau sejak tahun 2019 hingga 2021 telah terjadi penurunan angka kekerasan sebanyak 183 kasus.

Pada tahun 2021, korban kekerasan masih didominasi korban anak yaitu 66% dari korban dewasa yaitu 34%. Sementara total korban kekerasan adalah 513 korban terdiri dari 337 korban anak dan 176 korban dewasa.

“Sementara untuk per tanggal 1 Juni 2022, terjadi kasus kekerasan sebanyak 316 kasus, 55% korban dewasa dan 45% korban anak. Total korban kekerasan adalah 335 korban terdiri dari 150 korban anak dan 185 korban dewasa, dengan korban paling banyak yaitu perempuan dewasa,” ujar Soraya pada kegiatan Focus Group Discussion Program Perlindungan Perempuan Tahun 2022, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu (22/6/2022).

Soraya menyebut, untuk menurunkan angka kekerasan diperlukan beberapa penguatan diantaranya dari sisi agama maupun dari keluarga. Peran perempuan sangatlah penting dalam membentuk generasi berkualitas karena perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga untuk memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai penerus generasi bangsa. Tetapi masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan dikarenakan mengalami kondisi rentan dan ketidakberdayaan baik faktor budaya dan ekonomi.

“Sehingga perlu pula diberikan pengetahuan kepada kaum perempuan, penyebab mengapa perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan dan tempat layanan jika mengalami kekerasan,” imbuh Soraya.

Soraya menambahkan, perlu upaya sinergi bersama dengan berbagai pihak dalam  pencegahan kekerasan perempuan, dilakukan secara terstruktur, holistik,  dan integratif.

“Upaya yang dapat kita lakukan mulai sekarang diantaranya melalui Forum Koordinasi Implementasi UU PKDRT, melakukan pemantauan, evaluasi, dan peningkatan kinerja pelaksanaan kerja sama pemulihan korban KDRT, sosialisasi pencegahan KDRT sejak dini, Geber (Gerakan Bersama) Stop KDRT, pelatihan bagi APH yang Responsif Hak Perempuan Korban KDRT dan pelatihan mediasi bersertifikat bagi unsur UPTD/ P2TP2A,” katanya.

Ia berharap, upaya-upaya yang dilakukan dapat menurunkan angka kekerasan di Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Konvensi Hak Anak Bagi Tenaga Kesehatan

Balikpapan — Pengembangan Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP) di Indonesia hingga 31 September 2020 telah tercatat sebanyak 1.952 Puskesmas di 195 Kabupaten/Kota pada 34 Provinsi yang telah mengisisiasi PRAP. Adapun Indikator  Puskesmas dengan pelayanan ramah anak sesuai Juknis PRAP salah satunya tersedia pengelola Puskesmas yang terlatih Konv ensi Hak Anak (KHA). 

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, untuk kondisi di Kalimantan Timur masih belum semua Puskesmas telah melakukan inisiasi pelayanan ramah anak sesuai indikator PRAP.

“Hal ini disebabkan, salah satunya yakni sumber daya manusia yang ada belum terlatih KHA,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Konvensi Hak Anak Bagi Tenaga Kesehatan Se-Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Selasa (21/6/2022).

Sumber daya manusia yang dimaksud dalam indikator tersebut, pada dasarnya menunjuk pada orang dewasa yang memberikan pelayanan bagi anak, mendampingi anak dan bekerja dengan anak. Pemerintah dan masyarakat tentunya sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut harus diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan keterampilan tentang KHA. 

Soraya menambahkan, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan terdepan dan merupakan lembaga pertama dan utama dalam memberikan pelayanan pemenuhan hak kesehatan anak. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan,

“Puskesmas juga berperan untuk mendorong pemberdayaan keluarga dengan menjadi pusat informasi kesehatan bagi keluarga dan anak, serta memberi dukungan agar mereka dapat mempraktekkan pengetahuan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari sehingga keluarga dapat berperan aktif dalam pemenuhan hak kesehatan anak,” imbuh Soraya.

Konvensi Hak Anak melalui pengembangan Implementasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sebagai salah satu strategi pemenuhan hak anak di Indonesia, telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun 2011.

Sebagai informasi capaian pengembangan KLA tahun 2021 menunjukkan bahwa Kaltim 90% kabupaten/kota telah berkomitmen mengimplementasikan KHA dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak di kabupaten/kota.

Melalui pelatihan ini, Soraya berharap, dapat meningkatkan pemahaman dan kapasitas para tenaga kesehatan di Puskesmas sekaligus menguatkan sinergi antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di daerah, terutama Puskesmas yang belum menginisiasi PRAP dan Puskesmas yang pelaksanaan layanannya belum memenuhi indikator PRAP.

“Puskesmas yang memberikan pelayanan yang ramah anak, akan menjadi salah satu daya ungkit untuk mewujudkan KLA. Kami berharap pada 2030 semua unit Puskesmas menjadi Puskesmas Ramah Anak, sehingga upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) akan terlaksana,” harap Soraya.

Hadir menjadi narasumber pada kegiatan ini Tim Ahli KLA Hamid Patilima, Kepala Puskesmas Baru Tengah Balikpapan Rulida Osma Marisa, dr. Andi Tenri Awaru, dan DP3AKB Balikpapan. (dkp3akaltim/rdg)

Simfoni Kaltim Kaltim Catat 450 Kasus Kekerasan Sepanjang Tahun 2021

Balikpapan — Sepanjang tahun 2021, terdata sebanyak 450 kasus yang telah terlaporkan dalam aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dengan korban sebanyak 513 orang.

“Pada tahun 2022 ini berpotensi terjadi peningkatan kasus, karena sampai dengan 1 Juni 2022 telah dilaporkan sebanyak 316 kasus dengan korban sebanyak 335 kasus, dengan komposisi korban dewasa sebanyak 55% dan korban anak sebanyak 45%,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita pada kegiatan Pelatihan Sistem Pendataan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak melalui Aplikasi Simfoni PPA, berlangsung di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kamis (16/6/2022).

Soraya menyebutkan, beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan atau kenaikan kasus yang dilaporkan ke Simfoni PPA diantaranya, tergantung SDM pengelola data dan berdasarkan laporan masyarakat. Jika penyebabnya berkaitan keaktifan petugas/operator, maka perlu meningkatkan pengawasan.

“Jika berkaitan dengan kuantitas, maka sedapat mungkin tidak memutasi pengelola data atau melakukan rekruitmen pegawai. Jika berkaitan dengan kualitas, maka pengelola data perlu diberikan pelatihan keterampilan,” imbuh Soraya.

Sementara jika berdasarkan laporan masyarakat, minimnya informasi berkaitan sarana dan mekanisme pelaporan atau keengganan masyarakat untuk melaporkan karena khawatir namanya tercemar atau mendapat ancaman dari pelaku tindak kekerasan.

“Sehingga masyarakat perlu mendapatkan edukasi terkait pelaporan jika melihat atau mengalami kekerasan,” katanya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan kapasitas pengelola data, perlu dilakukan pelatihan, dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat mensosialisasikan sistem pencatatan, mengevaluasi kinerja dan menginput data korban kekerasan perempuan dan anak.

Sementara, untuk mendapatkan data yang akurat dan akuntabel, perlu membangun sinergitas antar lembaga dalam penanganan dan pendampingan kasus kekerasan baik pada perempuan dan anak serta mendokumentasikan data kasus yang diterima dengan baik.

“Ketersediaan data kekerasan perempuan dan anak dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan kebijakan baik di tingkat daerah maupun nasional,” tutup Soraya. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Bimtek Penyusunan Profil Gender dan Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, data gender dan anak bertujuan membantu para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi kondisi perkembangan laki-laki dan perempuan, mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan, mengidentifikasi masalah, membangun dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan laki-laki dan perempuan.

Contoh Data Gender antara lain, angka harapan hidup menurut jenis kelamin, rata-rata lama sekolah menurut jenis kelamin, jumlah pengeluaran per kapita menurut jenis kelamin, jumlah perempuan dalam legislatif, yudikatif, eksekutif, dan jumlah PNS, eselon, fungsional terpilah menurut jenis kelamin.

“Sementara contoh Data Anak diantaranya, persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta kelahiran, persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak, persentase anak usia 7-17 tahun yang tidak bersekolah, proporsi penduduk usia 5-17 Tahun yang merokok, persentase pekerja anak dan persentase balita stunting,” ujar Soraya pada kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Profil Gender Dan Anak Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung do Hotel Gran Senyiur Balikpapan, (15/6/2022).

Soraya menyebut, berdasarkan arahan Kemen PPPA, data gender dan anak yang harus tersedia mencakup 5 sub urusan PPPA yaitu kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.

Disisi lain, tantangan dalam pengelolaan data selama ini masih belum optimal, karena masih terdapat permasalahan diantaranya dari segi aspek ketersediaan, aspek SDM dan aspek pengawasan, sehingga diperlukan komitmen bersama untuk mangatasi hal tersebut.

“Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mendapatkan informasi yang sama terkait data terpilah. Hal ini bertujuan untuk melihat pemerataan pembangunan terhadap perempuan dan anak di daerah yang menggambarkan capaian pembangunan dan upaya-upaya yang telah dan masih diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” imbuh Soraya.

Soraya berharap, penyusunan profil gender dan anak dapat menyajikan tren isu tematik daerah, sejalan dengan program PPPA dan disajikan dalam bentuk yang informatif dan mudah dipahami.

Hadir manjadi narasumber pada kegiatan ini Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Anita Putri Bungsu dan Statistisi Ahli Muda BPS Kaltim Joko Affandy Alhuda. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Rakortek SIGA Tahun 2022

Balikpapan — Kepala Dinas Kepnedudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita  mengatakan, data gender dan anak bermanfaat untuk mengidentifikasi perbedaan (kondisi/perkembangan) perempuan dan laki-laki di berbagai bidang pembangunan . selain itu mengidentifikasi masalah, membangun opsi dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan perempuan dan laki-laki yang responsif terhadap masalah, kebutuhan, perempuan dan laki-laki

“Juga mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki,” ujar Soraya pada kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Sistem Informasi Gender dan Anak (Rakortek SIGA) berlangsung di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Selasa (14/6/2022).

Data Gender berisi data mengenai hubungan relasi dalam status, peran dan kondisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara Data Anak berisi data kondisi tentang anak perempuan dan laki-laki dibawah usia 18 tahun atau 0-17 tahun, yang terpilah menurut kategori umur.

“Data gender dan anak berupa data terpilah berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan ciri khusus. Data terpilah ini, lanjut Soraya, merupakan salah satu syarat dari 7 pra syarat Pengarusutamaan Gender (PUG),” imbuh Soraya.

Berdasarkan sumber data SIGA Kemen PPPA, kelompok data terdiri dari 75 data anak, 107 data perempuan, 29 data demografi, 156 data capaian program dan data Desa Ramah dan Peduli Perempuan dan Anak  (DRPPA).

Ia juga menjelaskan, pemerintah provinsi bertugas melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data di tingkat provinsi.

Pemerintah Provinsi Kaltim telah menerbitkan regulasi melalui Pergub tentang Pedoman Penyelenggaraan Data dan Sistem Informasi Gender dan Anak Nomor 6 Tahun 2022 . Pergub tersebut terdiri dari 8 Bab dan 22 Pasal yang memuat dan menjelaskan alur kewenangan dalam memberikan informasi data gender dan anak .

Selain itu, terbit pula regulasi terkait Tim Penyusunan Buku Profil Gender dan Anak Tahun 2022, dan Pembentukan Tim Operator Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2022.

Kegiatan ini diikuti Dinas PPPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Tim Simfoni PPA Biro Data dan Kemen PPPA Iwan Setiawan, Kepala Bidang Statistik Diskominfo  Kaltim M. Adrie Dirga Sagita dan Kepala Seksi Data dan Informasi DP3AKB Jawa Barat Andhy Purwoko. (dkp3akaltim/rdg)