IPG dan IDG Bontang Masih Rendah, DKP3A Kaltim Lakukan Pendampingan

Bontang — Indeks Pemberdayaan Manusia (IPM) merupakan penjelasan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

“Untuk capaian IPM Kaltim, dua tahun terakhir ada pada urutan ke 3 dari 34 Provinsi, sedangkan capaian IPM perempuan pada tahun terakhir berada di urutan 10 sebelumnya di urutan ke 7,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim paa kegiatan Sosialisasi  Kebijakan dan Pendampingan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) Termasuk Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) Kewenangan Provinsi , berlangsung di Hotel Bintang Sintuk Kota Bontang, Rabu (8/6/2022).

Soraya menambahkan, kesenjangan tersebut dapat dilihat melalui capaian IPM secara terpilah laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2020, capaian IPM laki-laki 81,32 dan perempuan 69,69, terdapat kesenjangan 11,63. Sementara pada tahun 2021 capaian  IPM laki-laki 81,86 dan perempuan 70,36, terdapat kesenjangan 11,5. Ini menunjukkan telah terjadi penurunan kesenjangan sebesar 0,13, namun belum merubah urutan kesenjangan pembangunan Kaltim pada tingkat nasional.

“Juga tergambar pada capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dimana Kaltim berada di bawah rata-rata nasional. IPG menempati urutan ke 32 dari 34 provinsi sementara IDG menempati urutan ke 27 dari 34 provinsi se indonesia,” terang Soraya.

Sementara untuk capaian IPG Kota Bontang berada di atas rata-rata capaian Provinsi Kaltim yaitu sebesar 87,12, nilai IPG Provinsi sendiri adalah sebesar 85,95.

“Namun nilai IPG tersebut tidak di ikuti dengan baik oleh nilai IDG, capaian IDG Kota Bontang masih terendah dari 10 kabupaten/kota yaitu 45,67. Sehingga menjadi tugas kewenangan Provinsi untuk melakukan peningkatan kapasitan, penguatan pemahaman sekaligus  pendampingan pelaksanaan PUG termasuk PPRG,” imbuhnya.

Soraya juga menjelaskan, Kota Bontang menjadi prioritas dalam kegiatan ini mengingat hasil evaluasi dan monitoring Kementerian PPPA tahun 2020 belum masuk dalam katagori kota penerima Anugerah Parahyta Ekpraya (APE), yang mengimplemantasikan 7 prasyarat PUG.

Pemenuhan syarat Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan hal utama dan penting untuk memperkecil kesenjangan gender dalam pembangunan. Kelembagaan PUG merupakan wadah promosi, koordinasi, dan konsultasi bagi perangkat daerah, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, media massa, dan badan usaha agar pelaksanaan PUG memberi manfaat optimal. Kelembagaan tersebut meliputi Pokja PUG, Tim Driver, Focal Point, dan Tim Teknis. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Lakukan Pendampingan Pelaksanaan PUG di Bontang

Bontang — Pembangunan dewasa ini mempunyai tujuan, diantaranya adalah menuju kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dengan meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender pada setiap sektor pembangunan. Namun, masalah ketidakadilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan.

Meskipun berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mempercepat implementasi PUG oleh pemerintah, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal. Salah satunya disebabkan karena adanya keterbatasan pengertian dan pemahaman Pengarusutamaan Gender (PUG).

Sekretaris Daerah Kota Bontang, Aji Erlinawati mengatakan, salah satu syarat untuk mencapai hasil pembangunan yang adil gender dan membawa manfaat bagi laki-laki dan perempuan dengan adanya analisis gender terhadap masing-masing program pembangunan yang dilaksanakan di semua sektor pembangunan.

“Analisis ini hanya dapat dilaksanakan apabila para perancang program dan pengambil keputusan memahami tentang keadilan gender dan penerapannya dalam program-program pembagunan,” ujarnya pada acara Sosialisasi Kebijakan dan Pendampingan Pelaksanaan PUG Termasuk PPRG Kewenangan Provinsi, berlangsung di Hotel Bintang Sintuk, Rabu (8/6/2022).

Ia menambahkan, perlu juga mengikuti isu-isu gender terbaru dalam masyarakat yang terus berkembang pada tataran masyarakat dan menyediakan ketersediaan data menurut jenis kelamin dan kelompok umur, termasuk data dan statistik anak dengan analisis berdasarkan konteks perkembangan masing-masing wilayah.

“Para pemangku kepentingan, OPD dan masyrakat perlu tahu tentang konsep gender, isu gender, data terpilah dan aplikasinya. Oleh karena itu diperlukan dukungan dan political will dari pemangku kepentingan memalu pengetahuan dasar dan analisis gender untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada,” imbuhnya.

Aji Erlinawati berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman aparatur / OPD tentang strategi PUG dan PPRG serta memetakan dan mengevaluasi peran strategi masing-masing OPD penggerak dalam pelaksanaan percepatan PUG di daerah.

“Dengan demikian diharapkan melalui sosialisasi ini akan menghasilkan komitmen yang kuat sebagai kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaan PUG di daerah,” tutunya. (dkp3akaltim/rdg)

Pemerintah Susun Peraturan Pelaksana UU TPKS

Jakarta (7/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama 13 Kementerian/Lembaga terkait, tengah menyusun peraturan pelaksana pasca disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ditargetkan selesai tahun ini.

“Ini adalah kerja seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia.  TPKS Tugas pemerintah untuk memastikan dan menjawab kebutuhan operasionalisasi UU TPKS yang harus segera kita selesaikan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS, Senin (6/6/2022).

Ratna menerangkan, semula UU TPKS mengamanatkan adanya 5 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 5 Rancangan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksananya.

“Sebagai upaya memastikan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan, kami menargetkan 5 Peraturan Pemetintah dan 5 Peraturan Presiden. Namun, bisa kita lakukan simplifikasi atau penyederhanaan tanpa menghilangkan semangat dan esensi dari masing-masing peraturan pelaksana. Sejauh ini, kita terus bergerak dan melakukan langkah tindak lanjut pasca disahkannya UU TPKS,” tutur Ratna.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan, PP pertama akan membahas mengenai sumber, peruntukan, dan pemanfaatan Dana Bantuan Korban berdasarkan Pasal 35 Ayat 4 UU TPKS.

“Pembahasannya lekat dengan mekanisme kompensasi dan restitusi yang akan diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ratna.

Selanjutnya, PP mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan TPKS dinilai berkaitan erat dengan tata cara penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang mengatur mengenai hak-hak korban.

“Kami juga berpandangan Pasal 80 terkait penyelenggaraan pencegahan TPKS dan Pasal 83 ayat 5 terkait koordinasi serta pemantauan sangat memungkinkan untuk diatur dalam satu PP,” ujar Ratna.

Sementara itu, 5 Perpres yang diamanatkan dalam UU TPKS akan disederhanakan dalam 4 peraturan.  “Perpres terkait Tim Terpadu dan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Pusat akan diatur dalam satu peraturan,” ujarnya.

3 Perpres lainnya akan mengatur mengenai Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum, dan kebijakan nasional tentang pemberantasan TPKS.

“Tahapan penyusunan konsepsi, penyusunan draft, uji publik, penyempurnaan, finalisasi, pengajuan program akan kita mulai di Juni 2022. Hari ini menjadi momentum untuk mengawal kembali UU TPKS setelah disahkan pada 9 Mei 2022. PP dan Perpres ini menjadi jawaban operasionalisasi dari UU TPKS,” ungkap Ratna.

Plt. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah progresif dalam penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS selama enam bulan ke depan. “Salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah diskusi terbatas untuk menggali substansi,” kata Dhahana.

Lebih lanjut Dhahana menjelaskan, Program Penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS akan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Kami akan mengirimkan surat kepada K/L untuk menanyakan kebutuhan atau usulan regulasinya. Usulan ini kembali kepada pemrakarsa, misalnya Kementerian Hukum dan HAM memprakarsai Perpres terkait penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum. Kemudian akan ada pertemuan untuk mendalami usulan masing-masing K/L,” tutup Dhahana.

Dalam diskusi tersebut, K/L yang hadir turut menyatakan komitmennya dalam mengawal penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS, diantaranya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Hukum dan HAM; Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Kepolisian; Kejaksaan Agung; dan lain sebagainya.

Percepatan Implementasi PUG Perlu Segera Dilakukan

Jakarta — Berdasarkan hasil evaluasi  Pengarusutamaan Gender (PUG) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)  tahun 2021,  masih terdapat lima kabupaten/kota di Kaltim yang belum memenuhi  7 prasyarat implementasi  PUG.

Sementara lima kabupaten/kota yang telah meraih Anugerah Parahita Ekapraya yaitu Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten Paser, Kabupaten PPU  dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Kukar merupakan kabupaten yang meraih APE tingkat Utama mempunyai tantangan tersendiri untuk mempetahankan sekaligus meningkatkan pemenuhan prasyarat. Kemudian adanya informasi  dari Deputi KG Kemen PPPA, bahwa evaluasi tahun ini  akan dilaksanakan berdasarkan capaian IPG dan IDG sehingga menambah tantangan tersendiri,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, pada kegiatan Koordinasi Dan Sinkronisasi Pelaksanaan PUG Kewenangan Provinsi, berlangsung di Blue Sky Pandurata Jakarta, Selasa (30/5/2022).

Soraya menyebutkan, komitmen implementasi PUG di Kaltim telah dituangkan dalam berbagai dokumen perencanaan penganggaran meliputi RPJMD, RENSTRA dan RENJA.

“Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah  dijadikan pedoman  oleh seluruh  OPD untuk mencapai indikator  pembangunan dalam  hal ini Indeks Pemberdayaan Gender,” imbuhnya.

Namun, masih terjadi kesenjangan gender sehingga perlu dilakukan percepatan sesegera mungkin dengan mengoptimalkan implementasi PUG melalui peran, tugas dan kewenangan kelembagaan PUG meliput POKJA PUG, Tim Driver, Tim teknis dan focal point kabupaten/kota dan provinsi

Soraya berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia yang memiliki  sensitifitas  terkait isu gender dalam kehidupan. Hal ini sebagai energi positif bagi ASN dalam menjalankan tugas dan kewenangannya  terutama terkait integrasi gender  dalam pembangunan.

Hadir menjadi narasumber pada kegiatan ini, Tim Gubernur Untuk Percepatan Pelaksanaan Pembangunan (TGUP3) Kaltim Abdullah Karim dan Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta Tuty Kusumawati. (dkp3akaltim/rdg)

Kaltim Tingkatkan Penerapan Buku Pokok Pemakaman

Baikpapan — Perpres 96 tahun 2018 telah memangkas prosedur dan persyaratan pengurusan dokumen adminduk dengan berbasis customer base. Pengurusan dokumen kependudukan yang memerlukan pengantar Ketua RT/RW dan Kepala Desa/Kelurahan hanya dalam pelayanan pencatatan biodata penduduk. Sedangkan pelayanan Adminduk sama sekali tidak memerlukan pengantar RT/RW/Desa/Kelurahan.

Pengantar RT/RW tidak dibutuhkan karena database pemerintah telah sangat baik merekap identitas seluruh penduduk. Sementara RT/RW sendiri tidak memiliki data yang sebaik itu.

“Pengantar itu (RT/RW) masih dibutuhkan kalau ada orang lahir di rumah, meninggal di rumah, orang yang mau masuk ke KK untuk pertama kali, tapi ketika data dan dokumennya sudah lengkap di Dukcapil tidak perlu pengantar itu,” ujar Soraya pada kegiatan Bimbingan Teknis Pencatatan Sipil Provinsi dan Kabupaten/Kota Se Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung di Hotel Swiss-belhotel Balikpapan, Rabu (25/5/2022).

Sebahai informasi, terkait Kepemilikan Akta Kelahiran Anak di Kaltim, berdasarkan laporan daerah per tanggal 15 Mei 2022 mencapai 98,17 % atau telah mencapai target untuk Tahun 2022 sebesar 97 %.

“Kabupaten Mahakam Ulu mencatat persentase tertinggi sebesar 104,09 % sedangkan terendah di Kabupaten Berau sebesar 95,53 %,” terang Soraya.

Ia menambahkan, dari beberapa persitiwa penting dalam pencatatan sipil, yang perlu menjadi perhatian lebih adalah peningkatan cakupan kepemilikan akta kematian. Akta kematian merupakan bukti sah mengenai status kematian seseorang yang diperlukan sebagai dasar pembagian hak waris, penetapan status janda atau duda pasangan yang ditinggalkan, pengurusan asuransi, pensiun, dan perbankan. Pada saat ini penduduk yang melaporkan peristiwa kematian masih sangat rendah sehingga perlu upaya yang lebih sistematis dan terfokus agar data kependudukan bisa ditingkatkan akurasinya.

Bahkan untuk perjanjian kinerja Tahun 2022 antara Dirjen Dukcapil Kemendagri dengan Kepala Dinas Dukcapil se Kaltim menambahkan satu target kinerja yaitu penerapan Buku Pokok Pemakaman dengan target masing-masing kabupaten/kota minimal sebanyak sepuluh buku.

Di Kaltim semua telah menerapkan Buku Pokok Kematian. Peristiwa kematian wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana selambatnya 30 hari sejak tanggal kematian. Namun berdasarkan laporan terakhir dari kabupaten/kota per tanggal 28 April 2022 bahwa Akta Kematian yang diterbitkan baru berjumlah 248.482 lembar.

Hal ini, lanjut Soraya, menunjukkan kesadaran warga masyarakat untuk mengurus akta kematian bagi anggota keluarganya yang meninggal dunia relatif masih rendah. Sehingga jumlah pemohon akta kematian setiap bulannya belum meliputi seluruh peristiwa kematian yang terjadi di Kaltim. Hal tersebut tentu saja berdampak pada tidak maksimalnya tingkat akurasi data penduduk, yakni jumlah penduduk dalam database tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Soraya berharap, agar pentingnya kepemilikan akta kematian ini terus disosialisasikan kepada masyarakat dan dilakukan terobosan atau inovasi agar kepemilikan akta kematian di daerah bisa meningkat sehingga keakuratan dan kualitas database kependudukan menjadi lebih baik. (dkp3akaltim/rdg)

 

Cakupan Kepemilikan KTP-el dan KIA di Kaltim Lampaui Target Nasional

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, tingkat Perekaman KTP-el untuk Provinsi Kaltim per tanggal 15 Mei 2022 mencapai 100,89%. Sementara target nasional tahun 2022 adalah 99,30%. Tingkat perekaman KTP-el tertinggi adalah Kota Bontang dengan cakupan perekaman sebesar 102,44% dan yang terendah adalah Kabupaten Kutai Timur sebesar 95,97%.

Selanjutnya cakupan kepemilikan Kartu Identitas Anak (KIA) untuk Provinsi Kaltim sebesar 67,69% sedangkan target nasional tahun 2021 adalah 40,00%.

“Secara umum telah tercapai dengan tingkat kepemilikan KIA tertinggi adalah Kota Samarinda dengan cakupan kepemilikan sebesar 101,29% dan yang terendah adalah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 41,31%,” ujar Soraya pada kegiatan  Bimbingan Teknis Pendaftaran Penduduk Bagi Aparatur Penyelenggara Pendaftaran Penduduk Pada Dinas Kependudukan Provinsi dan Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota Se Kaltim Tahun 2022, berlangsung di Hotel Swiss-belhotel Balikpapan, Selasa (24/5/2022).

Soraya menambahkan, bagi kabupaten/kota yang telah mencapai target kinerja jangan berpuas diri mengingat penduduk bersifat dinamis yang setiap saat mengalami perubahan. Ia meminta tetap tingkatkan cakupan perekaman identitas penduduk khususnya untuk anak sekolah menjelang usia 17 tahun. Untuk yang belum mencapai target agar mengoptimalkan perekamannya dengan bekerja-sama dengan Ketua RT, Lurah dan Camat serta melakukan layanan jemput bola ke sekolah-sekolah dan pusat keramaian.

“Hal yang menurut saya perlu ditingkatkan adalah pemberian nilai manfaat lebih dari KIA,” imbuh Soraya.

Selain sebagai bukti identitas anak 0-17 tahun kurang 1 hari, tetapi juga dapat digunakan untuk mendapat potongan harga melalui kerjasama dengan pihak ketiga di daerah seperti tempat bermain anak, toko pakaian anak, toko buku dan rumah makan, sehingga melalui kerjasama tersebut maka secara otomatis masyarakat semakin banyak dan dengan kesadaran sendiri mengurus KIA untuk anak-anaknya.

Kemudian selain perekaman KTP-el dan KIA, yang saat ini menjadi perhatian pemerintah adalah pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan. Penduduk rentan terdiri dari penduduk korban bencana alam/bencana sosial, orang terlantar, komunitas terpencil, penduduk yang menempati kawasan hutan, tanah Negara atau tanah dalam kasus pertanahan.

“Subjek dari penduduk terlantar itu adalah orang jalanan atau kaum marjinal, miskin kronis, ODGJ, narapidana, disabiltas dan transgender,” ujarnya.

Soraya berharap Dinas Dukcapil kabupaten/kota harus terus berinovasi dalam layanan adminduk dan pencatatan sipil. Semua itu dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan Adminduk.

“Setiap hari kita mendapatkan tantangan baru untuk bagaimana berinovasi agar layanan Dukcapil bisa lebih baik lagi dari waktu ke waktu,” tutup Soraya. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Bahas Draft Pergub Pembentukan KPAD

Balikpapan — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Biro Hukum Setda Provinsi Kaltim, Komisi IV DPRD Kaltim dan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pelaksanaan Pembangunan (TGUP3) Kaltim menggelar rapat pembahasan draft Peraturan Gubernur Tentang Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), berlangsung di Hotel Swiss-belhotel Balikpapan, Jumat (20/5/2022).

Kepala Dinas KP3A Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, KPAD merupakan lembaga independen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

Inisiasi pembentukan KPAD berdasarkan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak. Pemerintah daerah dapat membentuk komisi perlindungan anak daerah atau Lembaga lainya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak di daerah;

Dalam menjalankan tugasnya, terang Soraya, KPAD mempunyai fungsi memfasilitasi pengaduan masyarakat untuk dikoordinasikan kepada OPD, lembaga/institusi terkait berkenaan dengan penyelenggaraan perlindungan anak.

“Jadi jika UPTD PPA sebagai instansi yang menangani kasus kekerasan, maka KPAD membantu OPD jika terjadi masalah dalam proses penanganan kasus,” ujarnya.

Sementara untuk pemilihan anggota KPAD akan dilaksanakan setelah Pergub KPAD telah terbit.

Hadir pada rapat tersebut, Kasubbag Penyusunan Prouk Hukum Pengaturan Setda Provinsi Kaltim Rahmadiana, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yaqub, dan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pelaksanaan Pembangunan (TGUP3) Abdullah Karim. (dkp3akaltim/rdg)

SLBN Balikpapan Raih Penghargaan Sekolah Ramah Anak

Balikpapan — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mengapresiasi Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kota Balikpapan atas keberhasilan dan prestasinya memperoleh penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, sesuai surat nomor B.86/D.PHA.5/TK.04.06/3/2022, yang menetapkan SLB Negeri Kota Balikpapan sebagai Sekolah Penerima Penghargaan Sekolah Ramah Anak (SRA) Tingkat Nasional Tahun 2021.

Kepala Dinas KP3A Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, ini sebagai bukti komitmen Pemerintah Kota Balikpapan dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Seperti diketahui, SRA merupakan salah satu indikator evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak.

“Juga merupakan bentuk penghargaan atas komitmen satuan pendidikan yang telah mengimplementasikan SRA secara menyeluruh, berkelanjutan dan menjadi contoh bagi satuan pendidikan lainnya,” ujar Soraya pada Penyerahan Sertifikat Penghargaan Sekolah Ramah Anak (SRA), berlangsung di, Kamis (19/5/2022).

Soraya menambahkan, evaluasi dilakukan secara periodik oleh Tim Standarisasi dari Kementerian PPPA. SRA adalah sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab.

“Prinsip utamanya adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak,” imbuhnya.

SRA merupakan sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, dan  mendorong tumbuh kembang dan serta kesejahteraan anak.

Selain itu, SRA adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi (proses memperoleh pengetahuan) dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus. 

SRA juga harus memenuhi unsur keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungannya. “Dalam hal ini keluarga, sekolah dan masyarakat berperan aktif sebagai unsur pendukung terciptanya Sekolah Ramah Anak,” terang Soraya.

Sebagai informasi, sebagai upaya untuk menjamin pemenuhan hak-hak anak, Pemerintah Provinsi Kaltim telah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak di Provinsi Kalimantan Timur.

Soraya berharap, kedepan sekolah-sekolah lainnya dapat menjadi Sekolah Ramah Anak, sehingga dapat mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama 8 jam anak berada di sekolah melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat dan nyaman. (dkp3kaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Lakukan Advokasi KIE Kesehatan Reproduksi Remaja

Samarinda — Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari beberapa faktor kesehatan bagi remaja. Kesehatan reproduksi bukan hanya sehat fisik saja namun sehat secara utuh baik fisik, psisikologis mental, spritual dan sosial serta khususnya pada Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, selain masalah reproduksi masalah stunting juga perlu diperhatikan dan diketahui oleh para remaja.

Sebagai informasi, kasus stunting di Kaltim tahun 2019 sebesar 28,09% dan tahun 2021 sebesar 22,8% atau terjadi penurunan sebesar 5,29%.

“Yang tertinggi adalah Kutai Timur 27,5 persen, PPU sebanyak 27,3 persen dan Kutai Kertanegara sebanyak 26,4 persen,” ujar Soraya pada acara Advokasi Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan tema “Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah dalam Upaya Pencegahan Stunting Untuk Menuju Generasi Emas 2045”, berlangsung di Hotel Grand Victoria Samarinda, Selasa (17/5/2022).

Melihat data tersebut penting agar remaja mendapatkan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi. Remaja khususnya remaja perempuan yang tidak mendapatkan gizi seimbang dapat menyebabkan anemia. Program penanggulangan anemia pada remaja perempuan sangat penting karena anemia pada remaja perempuan tinggi, kasus perkawinan usia anak (remaja) tinggi, konsumsi zat gizi mikro (zat besi) masih rendah dan remaja perempuan merupakan calon ibu hamil.

Soraya berharap, kegiatan ini akan dapat menjadi wadah sosialisasi dan penyampaian informasi terkait dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan sekaligus sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan Instruksi Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Kemudian sekarang telah terbentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting melalui Surat keputusan Gubernur Nomor 463/K.159/2022 untuk melaksanakan Program Penurunan Stunting tersebut,” imbuh Soraya.

Soraya juga menjelaskan, Kaltim telah melakukan sosialisasi masalah penurunan stunting melalui jalur pendidikan melalui Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) sebagai pintu masuk dalam upaya pencegahan penurunan stunting.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta, terdiri dari SMAN 1 Samarinda, SMAN 5 Samarinda, SMAN 6 Samarinda, SMAN 8 Samarinda, SMK 2 Samarinda, MAN 1 Samarinda, MAN 2 Samarinda, Forum Anak Kaltim, Forum Anak Samarinda dan Forum Genre Samarinda. (dkp3akaltim/rdg)

Focal Point Dapat Pelatihan PPRG

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bekerjasama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) menggelar Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG), di Aula BPSDM, berlangsung mulai 10-12 Mei 2022.

Pelatihan ini diikuti 41 Focal Point Pengarusutamaan Gender atau Focal Point PUG yang sebagian besar adalah Kasubag yang membidangi perencanaan pada perangkat daerah Provinsi Kaltim.

Kepala BPSDM Provinsi Kaltim, Nina Dewi berharap setelah pelatihan ini, para Focal  Point mempunyai kemampuan lebih untuk melakukan pengarusutamaan gender di unit kerja masing- masing.

“Selama tiga hari ini dilatih agar mampu memahami PPRG secara dini,” tambah Nina Dewi.

Selain itu, mampu memahami integrasi gender pada proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan pembangunan adalah salah satu tujuan dari diselenggarakannya Pelatihan PPRG ini.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Leny N Rosalin sangat mengapreasi komitmen Kaltim dalam menyelenggarakan Pelatihan PPRG.

“Tinggal dilanjutkan dengan langkah nyata guna mewujudkan anggaran responsif gender, fokus pada output dan outcome,” ujarnya.

Leny mengingatkan kembali ketimpangan/ketidaksetaraan gender pada partisipasi perempuan dalam pembangunan di Provinsi Kaltim yang terlihat pada Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kaltim yang masih berada pada peringkat tiga terbawah secara nasional.

Sementara Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, saat ini Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kaltim berada pada urutan ke 25 dari 34 provinsi.

Implementasi PUG di Kaltim sudah memenuhi 7 prasyarat PUG yaitu Kelembagaan berupa Pokja PUG, tim driver, tim teknis, focal point, dan fasilitator. Data Pilah berupa E-Infoduk DKP3A Kaltim, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), dan Kaltim Dalam Angka. Kebijakan berupa Perda PUG Nomor 2 tahun 2016. Dan Pergub berupa RAD PUG. Komitmen berupa Misi Gubernur dan Indikator  Pembangunan Daerah. Partisipasi Masyarakat berupa JCI Kaltim, Rumah Bekesah, Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK-P2D), dan Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW), GTZ Capacity Building for Local Government in East Kalimantan (GTZ Kaltim), USAID Sustainable Environmental Governance Across Regions (SEGAR), Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI).

“Untuk Alat Analisis beruapa GAP (Gender Analysis Pathway) dan GBS (Gender Budget Statement). Kemudian Sumber Daya berupa Gender Champion, Pakar Gender, Gender Auditor, dan Focal Point,” uja Soraya.

Hadir pada kegiatan ini Tim Driver Pokja PUG Kaltim, Kepala Bappeda Provinsi Kaltim HM Aswin, Kepala DKP3A Noryani Sorayalita dan Kepala BPKAD diwakili oleh Kepala Bidang Kabid Anggaran Iwan Dharmawan. (dkp3akaltim/rdg)