Perlu Komitmen Dan Penguatan Semua Pihak Dalam Pemenuhan Prasyarat Implementasi PUG

Penajam — Untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia ada beberapa tolok ukur yang digunakan oleh pemerintah diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan capaian Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) Kalimantan Timur pada tahun 2020 terjadi kenaikan, dari 86,22 pada tahun 2019 menjadi 86,39 pada tahun 2020.

“Kenaikan yang terjadi pada Komposit Pendidikan dan Kesehatan, sedangkan pada komposit Pengeluaran Perkapita mengalami penurunan. Penurunan terjadi dipengaruhi oleh Pandemi Covid 19,” ujarnya pada kegiatan Advokasi Pendampingan dan Kebijakan Peningkatan Partisipasi Perempuan di Bidang Politik, Hukum, Sosial, Budaya dan Ekonomi Kewenangan Provinsi, berlangsung di Balai Penyuluhan KB Penajam, Selasa, (31/8/2021).

Sementara Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) digunakan untuk mengukur tiga komponen, yaitu keterwakilan perempuan dalam parlemen; perempuan sebagai tenaga profesional, manajer, administrasi, dan teknisi; dan sumbangan pendapatan perempuan.

Soraya menyebutkan, IDG Kalimantan Timur tahun 2019 adalah 65,65 dan berada di urutan 32 dari 34 Provinsi. Nilai ini merupakan komposit dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kaltim. Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian khusus serta komitmen yang kuat dari stakeholder.

“Untuk Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai Calon Ibukota Negara dengan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) laki-laki 76,1 dan Perempuan 65,74. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan yang cukup tajam pada kemudahan Akses, Partisipasi, Manfaat dan Kontrol dalam pembangunan sebesar 10,36,” kata Soraya.

Sehingga perlu komitmen semua pihak sekaligus penguatan dalam pemenuhan prasyarat implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) untuk mencapai kesetaraan dalam pembangunan.

Soraya menambahkan, capaian IDG pada Kabupaten Penajam Paser Utara untuk masing-masing indikator yaitu peranan aktif perempuan dalam ekonomi dan politik, untuk tahun 2020 capaiannya 49,75 mengalami penurunan dari 50,36 di tahun 2019, atau turun 0,61.

“Sedangkan komposit perempuan sebagai tenaga profesonal ada kenaikan 1,44 dari 57,06 pada tahun 2019 menjadi 58,5 pada tahun 2020. Demikian juga sumbangan pendapatan perempuan mengalami kenaikan dari 25,45 pada tahun 2019 menjadi 25,53 pada tahun 2020 atau kenaikan sebesar 0,08,” imbuh Soraya.

Selanjutnya komposit keterwakilan perempuan di parlemen/politik tidak mengalami perubahan yaitu baru mencapai 4%. Untuk itu perlu upaya perangkat daerah terkait sesuai kewenangan yaitu Bappeda, DPPPA, Kesbangpol, dan Dinas Pendidikan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik.

Diharapkan dari partisipasi seluruh masyarakat terutama calon legislatif perempuan akan dapat mendorong terwujudnya Misi Satu Gubernur Kalimantan Timur yaitu Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas. (dkp3akaltim/dell)

Keakuratan Data Kekerasan Perempuan dan Anak Bergantung Pada Keaktifan Oparator Simfoni PPPA

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melakukan Rapat Penyusunan dan Pembahasan Rencana Peraturan Gubernur Kaltim Tentang Rapat Sinkronisasi dan Verifikasi Data Kekerasan Perempuan dan Anak di Kaltim tahun 2021, berlangsung secara virtual, Selasa (24/8/2021).

Kasi Data Informasi dan Gender, Ernawati, mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan data kekerasan yang akurat dan dapat di pertanggungjawabkan.

“Dalam mewujudkan data kekerasan perempuan dan anak di Kaltim, sangat bergantung pada keaktifan operator Simfoni PPA itu sendiri. Untuk itu diperlukan kerjasama kita semua untuk mewujudkan ini semua,” ujarnya.

Untuk memperkuat komitmen dan menyamakan persepsi, dalam waktu dekat DKP3A Kaltim akan melakukan Pelatihan Simfoni PPPA tahun 2021. “Dijadwalkan pada September ini,” imbuh Erna.

Dinas PPPA Kabupaten/kota dapat memanfaatkan data simfoni PPPA untuk dapat dijadikan media KIE seperti leaflet, infografis, buku dan lain-lain. (dkp3akaltim/dell)

Kemendagri Pantau Persyaratan Pelayanan Disdukcapil Daerah

Jakarta — Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatn Sipil (Ditjen Dukcapil) memantau persyaratan pelayanan Dinas Dukcapil di daerah.

Pemantauan dilakukan secara daring melalui metode wawancara terhadap 25 Kepala Disdukcapil yang ditetapkan dengan sampling, Senin (23/8/2021).

Disampaikan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, pemantauan tersebut dilakukan karena sampai saat ini dirinya masih sering menerima keluhan dari masyarakat.

Selain itu, pemantauan juga dilakukan untuk menunaikan fungsi pemerintah pusat dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan Disdukcapil di daerah.

“Saya tekankan jangan sampai ada penambahan persyaratan dalam layanan administrasi kependudukan di luar peraturan perundangan-undangan yang belaku,” tegas Zudan.

Selain melanggar ketentuan perundang-undangan, lanjut Zudan, penambahan persyaratan juga dapat menghambat masyarakt dalam memenuhi kebutuhan dokumen kependudukannya.

“Semua persyaratan sudah tertuang dalam Perpres (Peraturan Presiden) 96/2019 dan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) 108/2019. Tolong jadikan itu pedoman dan jangan sampai menambah-nambah,” ungkap Zudan.

Sebagai tambahan informasi, 25 Kepala Dinas Dukcapil yang diwawancara Zudan pada pemantauan persyaratan pelayanan administrasi kependudukan, yaitu Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pesawaran, Kota Pekanbaru, Kota Palembang, Kota Yogjakarta, Kota Bandung, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Magelang, Kota Pontianak , Kota Tarakan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Bulukumba, Kota Palu, Kota Manado, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Nagekeo, Kota Denpasar, Kota Jayapura, Kota Bekasi, Kabupaten Lebak, Kabupaten  Kutai Kartanegara, Kota Ambon, dan Kota Jakarta Timur. (dukcapilkemendagri)

Penyerahan Santunan Untuk Anak Yatim Piatu Korban Covid-19 di Balikpapan

Balikpapan — Gubernur Kaltim H Isran Noor menyerahkan Bantuan Bagi Anak Yatim, Piatu, dan Yatim Piatu Yang Orang Tuanya Meninggal Akibat Covid-19 di Aula Balaikota Balikpapan, Jumat (27/8/2021).

Penyerahan dilakukan secara simbolis kepada tiga anak yang didampingi Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Prov Kaltim HM Jauhar Efendi.

Gubernur menegaskan santunan yang diberikan Pemprov Kaltim semata-mata atas dasar kemanusiaan, juga amanat undang-undang serta agama.

“Perlu saya ingatkan dan tegaskan, bahwa ini bukan untuk popularitas. Ini sekali lagi, wartawan supaya jangan salah-salah. Ini sebuah kebijakan diambil Pemprov Kaltim, jadi bukan untuk mencari-cari popularitas,” ujar Isran.

Kebijakan pemberian santunan bagi anak-anak yang tertimpa musibah akibat Covid-19, lanjut Gubernur, sudah mempertimbangkan dari berbagai hal kemanusiaan.

“Jadi, tidak mengejar popularitas, apalagi ingin minta dipuji atau disanjung masyarakat. Insyaa Allah tidak, dan kita semua ikhlas demi membantu anak-anak dalam kesusahan dimasa pandemi ini,” tegas Isran.

Sementara Walikota Balikpapan H Rahmad Mas’ud mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah serta masyarakat Balikpapan atas perhatian dan kepedulian Pemprov Kaltim membantu anak-anak yatim piatu.

“Kita bersyukur Bapak Gubernur telah membantu anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya. Ini ikhtiar kita semua dalam menanggulangi wabah Covid yang luar biasa dampaknya,” ujarnya.

Turut hadir dalam acara ini, Kepala Dinas Sosial Kaltim HM Agus Hari Kesuma, Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, Kepala Dinas Sosial Kota Balikpapan Purnomo M, dan pimpinan Ponpes Arsyad Albanjari Balikpapan KH Jaelani Mawardi.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 serta pembatasan kehadiran peserta. (dkp3akaltim/dell)

Pemerintah Daerah Berkewajiban Berikan Perlindungan Anak Berkonflik Hukum

Samarinda — Memberikan perlindungan yang maksimal kepada anak merupakan investasi bagi masa depan kemajuan bangsa.

Sesuai dengan pasal 59 ayat 1, Undang -Undang Nomor 35 tahun 2014 Pemerintah Daerah berkewajiban bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak termasuk anak yang berkonflik dengan hukum.

Anak yang berkonflik dengan hukum adalah bagian dari anak yang memerlukan perlindungan khusus yang wajib diberikan perlidungan berdasarkan amanat Undang-Undang.

Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak Dari Kekerasan Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwianti, saat memberikan arahan pada Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak di Daerah (SPPA), digelar secara daring, Kamis (26/8/2021).

Pelaksanaan sistem peradilan pidana anak tidak hanya dimaknai sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, namun harus dimaknai secara luas akar permasalahan mengapa anak melakukan tindak pidana.

Ciput mengatakan data dari Ditjenpas Kementerian Hukum dan HAM RI pada 30 Juni 2021, jumlah anak yang berkonflik dengan hukum sebanyak 1.898 anak.

Anak yang berada di LPKA sebagian besar adalah anak pidana yang mayoritas anak laki-laki dan sedikit anak perempuan.

Dalam melaksanakan kebijakan SPPA di daerah Gubernur dan Bupati/Walikota harus segera berkoordinasi dengan lembaga terkait.

“Jika belum melakukan SPPA, segera di mulai,” tuturnya.

Perjuangan Penyintas KBGO, Cerita Di Balik Angka

   Jakarta — Dalam kasus kekerasan berbasis gender (KBG), sudah menjadi rahasia umum bahwa angka yang tercatatkan masih lebih kecil dibandingkan jumlah kasus sebenarnya. Mirisnya, akan selalu ada cerita sedih dari para korban di balik angka-angka yang terhitung maupun tak terhitung temasuk dalam kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO)

“Perlu kita ingat bahwa tidak ada satu orang pun yang berhak mendapatkan kekerasan, bagaimanapun situasinya. Mereka (penyintas kekerasan) bukan hanya sekedar angka. Mereka adalah ibu, anak, saudara, teman, yang dikasihi oleh orang-orang di sekitar mereka, yang berhak mendapatkan keadilan,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam Peluncuran Buku Cedera Dunia Maya: Cerita Para Penyintas (khususnya KBGO) yang dilaksanakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta melalui virtual.

Kondisi ini dipengaruhi berbagai faktor sehingga kebanyakan korban enggan melaporkan kekerasan yang dialami. Tak terkecuali kini di tengah kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), KBGO muncul menjadi teror baru yang dapat mengancam siapa saja.

“Permasalahan pelaporan tidak hanya terjadi dalam kekerasan berbasis gender yang sifatnya fisik, namun juga yang sifatnya online. Banyak sekali penyintas yang tidak berani melaporkan kejadian karena takut diperkarakan kembali oleh pelaku. KBGO masih menjadi isu yang baru bagi banyak pihak,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengungkapkan ketimpangan gender akibat adanya relasi gender yang tidak setara menjadi basis Kekerasan Berbasis Gender (KBG), baik di ruang fisik maupun online. Perempuan ataupun laki-laki berpotensi menjadi korban ataupun pelaku. Meski kenyataannya, perempuan masih menjadi kelompok paling rentan.

“Hingga saat ini perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan karena budaya patriarki yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat kita yang telah menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Ketimpangan gender ini kemudian membuat perempuan menjadi sangat rentan terhadap kekerasan diskriminasi dan berbagai perlakuan salah lainnya,” jelas Menteri Bintang.

Di tengah situasi pandemi Covid-19, praktis kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan teknologi yang tinggi memicu potensi KBGO meningkat. Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2021 misalnya mencatat peningkatan tajam kekerasan berbasis gender online di masa pandemi. Yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan naik dari 241 kasus pada 2019 menjadi 940 kasus pada 2020. Sementara dari laporan lembaga layanan terjadi peningkatan KBGO dari 126 kasus pada 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020.

Menteri Bintang menambahkan tidak hanya terjadi di Indonesia, masalah pelaporan KBGO juga terjadi secara global. UN Women dalam beberapa laporannya menyatakan adanya peningkatan tajam dalam KBGO di masa pandemi. Bagi mereka yang mengalami KBGO, kurang dari 40% yang melaporkannya, kebanyakan hanya melapor atau mencari pertolongan kepada keluarga.

Oleh karena itu, Menteri Bintang mengaku sangat mendukung Buku Cedera Dunia Maya berisi cerita para penyintas KBGO yang diluncurkan oleh LBH APIK Jakarta dapat dibaca oleh masyarakat luas.

“Apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Yayasan LBH APIK yang telah menginisiasi peluncuran buku yang sangat penting ini. Melalui cerita para penyintas KBGO, kita akan semakin memahami perspektif mereka, berempati, menemukenali masalah-masalah dalam sistem, mencari solusi dan membangun sistem yang dapat berpihak kepada mereka. Saya mendorong seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas untuk membaca buku ini,” pungkas Menteri Bintang.

“Berbagai upaya harus ditekankan pada pencegahan, di samping penanganan juga perlu diperkuat secara terus menerus. Upaya ini harus kerja bersama antar sektor, baik dari pemerintah, sektor swasta, dan penyedia layanan teknologi dan telekomunikasi, media, penegak hukum, akademisi, dan seluruh masyarakat. Kita harus selalu beradaptasi dan mengupayakan berbagai inovasi dalam melindungi perempuan dimanapun mereka berada, baik itu di ruang fisik maupun digital,” jelas Menteri Bintang.

Bagi masyarakat yang ingin membaca buku dapat mengakses melalui website resmi publikasi LBH APIK https://awaskbgo.id/publikasi/ yang dijadwalkan akan terbit dalam dua minggu ke depan. (birohukum&humaskpppa)

Pemprov Kaltim Komitmen Perhatikan Anak Yatim Piatu Akibat Covid-19

Samarinda — Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Prov Kaltim, HM Jauhar Effendi, mengatakan pada tanggal 19 Agustus 2021, Pemprov Kaltim melakukan Rapat Terbatas Pembahasan Bantuan Bagi Yatim Piatu Akibat Covid-19. Dari rapat tersebut menghasilkan tiga kebijakan yaitu kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang.

Kebijakan jangka pendek, Pemprov Kaltim menyiapkan anggaran untuk kisaran 150 sampai 500 anak yatim piatu akibat Covid-19.

Untuk jangka menengah, akan dilakukan pembinaan kepada anak-anak dalam penampungan di panti-panti sosial dengan fasilitas yang cukup dan nyaman, seperti tempat tinggal, makan dan minum, serta biaya pendidikannya ditanggung Pemprov Kaltim sampai dengan jenjang pendidikan dasar 12 tahun, yaitu SD, SMP dan SMA.

Untuk jangka panjang penanganan anak-anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19, pihak provinsi akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti BUMN/BUMD, swasta, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga sebagai sponsor dalam pemanfaatan beasiswa untuk pendidikan lanjutan mereka, setelah menyelesaikan pendidikan dasar. Yang jelas kita akan perhatikan mereka sampai mereka mampu mendapatkan penghasilan sendiri.

“Dari Pemprov Kaltim sendiri ada program Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) yang bisa dimanfaatkan untuk pendidikan kuliah anak yatim piatu akibat Covid-19,” ujarnya pada Talkshow Ruang Tengah ‘Kehilangan Akibat Covid-19’ yang disiarkan oleh Radio KPFM, Rabu (25/8/2021).

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, menuturkan dalam rangka upaya perlindungan khusus anak dalam situasi darurat korban bencana non alam atau karena pendemi Covid-19, maka DKP3A Kaltim menjembatani permintaan data korban anak terpapar dan terdampak.

“Sementara jumlah anak yang yatim, piatu dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19 pada di Kaltim adalah sebanyak 221 orang dan telah mendapatkan bantuan dari Pemprov Kaltim. Data ini mungkin bertambah karena belum terdata secara detail,” terangnya.

Sementara untuk pendampingan anak yang berada di Kubar dan Kukar, telah dilakukan pendampingan psikologis pasca trauma oleh (Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) kabupaten/kota.

Sedangkan untuk pengasuhan anak yatim piatu yag orag tuanya meninggal karena Cocid-19, tetap diutamakan keluarga inti jika masih memungkinkan maupun keluarga besarnya dengan tetap mengedepankan kepentingam terbaik anak. (dkp3akaltim/dell)

Dirjen Zudan Bentuk 5 Satgas untuk Supervisi Daerah

Jakarta — Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri berkomitmen serius mengangkat lebih tinggi kualitas layanan administrasi kependudukan di semua lini pelayanan. Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh bahkan sudah mencanangkan 2021 sebagai ‘Tahun Kualitas Layanan Dukcapil’.

“Cermin peningkatan kualitas layanan adminduk itu ditandai dengan kecepatan dan kemudahan layanan dengan adanya layanan online. Ditambah mendekatkan layanan untuk membantu layanan offline sampai ke desa-desa. Kalau menambah persyaratan itu bukan mempermudah tapi malah mempersulit masyarakat,” kata Dirjen pada rapat virtual “Pembahasan Persyaratan dan Tatacara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil” dengan 25 kepala dinas Dukcapil kabupaten/kota perwakilan dari Sabang sampai Merauke, Senin (23/8/2021).

Menurut Zudan, masih banyak daerah yang menambah persyaratan baru. Mungkin, menurutnya, karena keliru memahami Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, dan aturan pelaksananya Permendagri No. 108 Tahun 2019.

Zudan menyatakan dengan aturan itu tadi, pemerintah mereformasi dan menderegulasi pelayanan adminduk dengan memberikan kemudahan pelayanan. “Dokumen yang tidak diperlukan, tidak perlu dipersyaratkan karena itu merepotkan masyarakat. Hanya bikin ribet, jadi jangan menambah persyaratan di luar dari yang seharusnya,” kata Dirjen Zudan.

Rapat virtual ini merupakan kelanjutan untuk mendalami hasil sidak Dirjen Zudan ke Disdukcapil Kota Yogyakarta, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang dan ditemukan adanya penambahan persyaratan pelayanan adminduk.

Dalam rapat, Dirjen Dukcapil mengecek dan mengupas satu per satu dari kepala dinas berbagai syarat membuat dokumen kependudukan, yakni akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan, akta perceraian, surat keterangan pindah, dan syarat membuat KK baru atau pisah KK.

Ternyata sebanyak 10 Disdukcapil Kabupaten/Kota yang disampling terbukti semuanya menambah syarat pengurusan dokumen kependudukan, sehingga Dirjen Dukcapil langsung menegur dan memerintahkan kadis agar memangkas ketentuan tambahan itu.

Selain itu, untuk memastikan semua Dinas Dukcapil daerah tidak menambah persyaratan baru atau menghapus persyaratan tambahan yang terlanjur diberlakukan, Dirjen Zudan langsung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Supervisi, dipimpin langsung oleh para pejabat Eselon II.

Adapun Satgas Supervisi Wilayah I Sumatera dipimpin oleh Direktur Pendaftaran Penduduk David Yama, Satgas Supervisi  untuk Wilayah II Jawa Bali dipimpin Direktur PIAK Erikson Manihuruk, Satgas Supervisi Wilayah III Kalimantan dipimpin oleh Direktur Pencatatan Sipil Handayani Ningrum, Satgas Supervisi Wilayah IV Sulawesi dipimpin oleh Direktur Pemanfaatan Data Akhmad Sudirman Tavipiyono, dan Satgas Supervisi  Wilayah V NTB, NTT Maluku dan Papua diketuai Direktur Bina Aparatur Andi Kriarmoni.

Satgas ini dibentuk juga dalam rangka menindaklanjuti arahan Mendagri Profesor Tito Karnavian dalam rangka membantu supervisi pendataan penduduk yang belum divaksin demi penuntasan pandemi Covid-19, dan pendataan penduduk dalam rangka mendapatkan bantuan sosial. (dukcapilkemedagri)

Bangun Perempuan Berkualitas, Harus Adaptif dan Berani Hadapi Tantangan

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengisyaratkan arah pembangunan PPPA ke depan berkonsentrasi pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.Terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19, Menteri Bintang mengajak perempuan memiliki sikap adaptif dan berani sebagai kunci menghadapi berbagai tantangan.

“Situasi pandemi ini mendorong kita semua untuk dapat segera beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk mewujudkan SDM berkualitas, perempuan dituntut untuk berani berubah, berani bersuara dan berani berinovasi terhadap hal-hal baru untuk dapat keluar dari permasalahan yang dihadapi,” tutur Menteri Bintang dalam webinar bertajuk ‘Menguatkan Arah Kebijakan dan Strategi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan 2022’ yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan secara virtual.

Di sisi lain, pemerintah terus berupaya untuk menghilangkan tembok-tembok penghalang bagi perempuan untuk berdaya yaitu kekerasan. Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk menyelesaikan 5 isu prioritas, yang salah satunya adalah menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Dilakukan berbagai upaya dan gerakan massif untuk pencegahan kekerasan, penanganan serta pengembangan model pemberdayaan bagi perempuan korban kekerasan. Advokasi, sosialisasi, edukasi serta literalisasi kepada perempuan agar melek teknologi, informasi dan sadar hukum menjadi upaya yang terus kami lakukan,” ujar Menteri Bintang.

Langkah-langkah tersebut dipandang cukup efektif oleh Menteri Bintang dalam rangka memutus mata rantai terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Di samping itu, dikuatkan pula dengan penanganan yang terintegrasi di hilir.

“Kemen PPPA telah menerima tambahan tugas dan fungsi penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi dan internasional. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020. Fungsi tersebut sudah berjalan melalui layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA),” jelas Menteri Bintang.

Sebagai isu yang kompleks dan multisektoral, Menteri Bintang tidak hentinya meminta dukungan kepada seluruh pihak untuk dapat bekerja sama, sinergi dan kolaborasi demi keberhasilan pembangunan PP dan PA.

“Mari kita bersama-sama bergandeng tangan demi dunia yang aman bagi perempuan dan anak. Bersama-sama juga, kita buka akses yang seluas-luasnya bagi perempuan dan anak untuk dapat meraih kesempatan yang lebih baik di masa depan,” tambah Menteri Bintang. (birohukum&humaskpppa)

Bangun Sistem Perlindungan Kokoh Bagi Anak dengan Disabilitas

Jakarta — Anak dengan disabilitas rentan mengalami kekerasan, eksploitasi dan penelantaran. Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Elvi Hendrani menyebut di tengah pandemi Covid-19, kerentanan tersebut bahkan berkali lipat berpotensi dialami anak dengan disabilitas.

“Anak-anak termasuk anak penyandang disabilitas merupakan kelompok yang rentan terkena dampak pada pandemi Covid-19. Namun, dalam situasi darurat bencana termasuk pandemi anak-anak disabilitas mempunyai kerentanan tiga (3) kali lipat mengalami kekerasan, eksploitasi, termasuk kehilangan pengasuhan atau penelantaran dibandingkan anak-anak pada umumnya,” ujar Elvi Hendrani dalam kegiatan Serial Live Consultation Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas, dengan tema “Perlindungan Anak Disabilitas Dari Kekerasan di Masa Pandemi Covid-19”.

Berdasarkan data pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 30 Maret 2021, ada sebanyak 110 anak penyandang disabilitas dari total 1.355 anak mengalami kekerasan.

Elvi menegaskan orang tua atau pengasuh sebagai bagian terdekat dari anak penyandang disabilitas memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak. Diharapkan mereka memiliki pengetahuan dan informasi yang luas mengenai langkah tepat dalam mencegah kekerasan bagi anak penyandang disabilitas terutama dalam masa pandemi Covid-19.

Kemen PPPA memastikan setiap anak mendapat perlindungan tanpa terkecuali, termasuk pada kelompok anak dengan disabilitas. Elvi menerangkan Serial Live Consultation yang digelar Kemen PPPA guna memberi kesempatan bagi para orang tua untuk berkonsultasi terkait tantangan yang dihadapi serta solusi terbaik dan tepat dalam upaya melindungi anak penyadang disabilitas dari resiko mengalami segala bentuk kekerasan.

“Ini juga menjadi salah satu tantangan kita semua, minimnya kemampuan anak disabilitas untuk mengenali ancaman dan cara melindungi dirinya juga tidak dibangun dengan baik oleh para orang tua atau pengasuh. Anak perlu mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk hidup mereka supaya mereka mandiri, tarena tujuan kita mendampingi anak-anak disabilitas agar mereka bisa mandiri,” jelas Elvi. (birohukum&humaskpppa)