Penghargaan KLA Dorong Daerah Lindungi dan Penuhi Hak-Hak Anak

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada 29 Juli 2021 lalu memberikan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) kepada sejumlah daerah yang dinilai telah melakukan upaya dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dari keseluruhan klaster. Penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi Pemerintah Pusat kepada daerah (kabupaten/kota) dengan berbagai kategori peringkat, mulai dari pratama, madya, nindya, utama, dan KLA.

Lima klaster yang menjadi fokus penilaian, mulai dari pemenuhan kepemilikan akta kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA) bagi seluruh anak, hak partisipasi anak, pemenuhan hak pengasuhan anak, hak kesehatan, hak pendidikan, hingga memastikan pemberian layanan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus (ada 15 kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus).

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni menyatakan kebijakan KLA bertujuan untuk mendorong terwujudnya sistem pembangunan berbasis hak anak di tingkat kabupaten/kota. Sistem tersebut dikembangkan dengan merujuk pada konsep pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Tahapan pengukuran KLA dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi KLA oleh Kemen PPPA dengan melibatkan beberapa pihak terkait secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan.

Di samping itu, KLA diharapkan dapat mendorong tersedianya peraturan daerah/kebijakan yang dapat mendukung upaya pencegahan, penyediaan layanan, penguatan dan pengembangan lembaga termasuk anggarannya. Hal ini bertujuan untuk memastikan perlindungan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK), termasuk kasus kekerasan, eksploitasi, penelantaran, perdagangan orang (trafficking) dan perlakuan salah lainnya. Selain itu, sesuai mandat Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak diharapkan ada sinergitas antara pemerintah, masyarakat, media, dan dunia usaha serta partisipasi anak dalam upaya tersebut.

Mengingat masih banyaknya berbagai permasalahan anak di setiap kabupaten/kota yang tidak dapat dihindari, Agustina Erni mengatakan pemberian penghargaan KLA bertujuan agar suatu daerah dapat terus meningkatkan sinergitas dan komitmen dalam upaya melindungi anak-anak secara sungguh-sungguh, tentunya dengan bantuan dari seluruh elemen masyarakat dan pihak terkait lainnya.

Adapun dalam memberikan penghargaan KLA, tim penilai yang terdiri dari tim independen, tim K/L dan tim Kemen PPPA memberikan penilaian dengan melihat pada 24 indikator yang dikelompokkan berdasarkan lima klaster hak anak dalam KHA, dan setiap indikatornya memiliki bobot berbeda, yaitu kelembagaan (3 indikator), klaster hak sipil dan kebebasan (3 indikator), klaster lingkungan dan pengasuhan alternatif (5 indikator), klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan (6 indikator), klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya (3 indikator) serta klaster perlindungan khusus (4 indikator). 24 indikator ini menjadi bagian penting dalam penerapan KLA di daerah.
Proses penilaiannya pun telah melalui beberapa tahapan, dilengkapi dengan penilaian mandiri, serta proses verifikasi administratif maupun kualitatif secara ketat, selektif dan objektif dengan berbasis dokumen, baik terkait kebijakan dan berfungsinya layanan perlindungan anak.

“Hal tersebut menggambarkan adanya respon pemerintah daerah dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak pada periode tertentu dan tentunya perlu dievaluasi. Penghargaan KLA ini tidak hanya sekedar penghargaan, tetapi lebih penting adalah memastikan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan semua pihak agar secara terus menerus dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak. Tentu tantangannya pun tidak mudah dan harus dibuktikan dengan hasil koordinasi maupun bukti pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak dari berbagai sektor. Hasil evaluasi tersebut ditindaklanjuti dengan pemberian penghargaan sebagai bentuk apresiasi daerah yang telah mewujudkan KLA di tiap-tiap daerahnya,” tutup Agustina Erni. (birohukum&humaskpppa)

Ibu Hamil dan Ibu Menyusui Jangan Ragu Divaksin Covid-19

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga sangat menghargai upaya Kementerian Kesehatan untuk memastikan pemberian vaksinasi Covid-19 bagi ibu hamil lewat Surat Edaran (SE) HK.02.01/I/2007/2021.

Surat Edaran tersebut tentang Vaksinasi Covid-19 Bagi Ibu Hamil dan Penyesuaian Skrining Dalam Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu pada 2 Agustus 2021.

“Terbitnya Surat Edaran ini memberi kepastian pelaksanaan perlindungan bagi ibu hamil dari ancaman Covid-19, khususnya di daerah-daerah dengan kasus penularan yang tinggi,” ujar Menteri Bintang, Rabu (11/8/2021).

Ibu hamil menjadi salah satu kelompok yang sangat berisiko apabila terpapar Covid-19. Dalam beberapa waktu terakhir, dilaporkan sejumlah ibu hamil yang terkonfirmasi positif Covid-19 mengalami gejala berat bahkan meninggal dunia.

Di samping vaksin ibu hamil yang juga telah sesuai rekomendasi Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Kementerian Kesehatan juga menyatakan vaksinasi Covid-19 aman bagi ibu menyusui.

Menteri Bintang pun menegaskan pentingnya untuk proses skrining terhadap dua target sasaran itu yang memang harus dilakukan secara rinci dan teliti. Bagi ibu hamil, proses skrining atau penafisan harus dilakukan secara detail dibandingkan sasaran lain. Dan vaksin Covid-19 hanya bisa diberikan kepada ibu hamil yang usia kandungannya sudah 13 minggu dan berada di trimester kedua kehamilan.

Di Indonesia, laporan kependudukan menyebutkan ada sedikitnya 4,5 juta kehamilan setiap tahunnya. Jumlah itu mengikuti angka kesuburan atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia yang masih berada di angka 2.45.

Upaya pemberian vaksinasi COVID-19 dengan sasaran ibu hamil juga telah direkomendasikan oleh Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI). Hal itu, lanjut Menteri Bintang menambah keyakinan ibu hamil untuk mau divaksinasi.

Disebutkan kalau vaksinasi bagi ibu hamil akan menggunakan jenis vaksin Covid-19 platform mRNA yakni Pfizer dan Moderna, serta vaksin platform inactivated Sinovac. Tentunya akan disesuaikan dengan jenis vaksin yang tersedia di Indonesia.

Dosis pertama vaksin Covid-19 akan mulai diberikan pada trimester kedua kehamilan, dan untuk pemberian dosis kedua dilakukan sesuai dengan interval dari jenis vaksin.

“Semoga ibu hamil tetap terjaga kesehatannya, supaya kelak mampu melahirkan dengan selamat dan bayinya lahir dalam kondisi sehat dan terlindungi,” pungkas Menteri Bintang. (birohumas&hukumkpppa)

DKP3A Kaltim Lakukan Koordinasi Perlindungan Khusus Anak Terdampak Covid-19 di Kukar dan Kubar

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim telah melakukan upaya dalam menangani anak-anak yang orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Hal ini diungkapkan Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita saat melakukan koordinasi perlindungan khusus anak terdampak bencana non alam di Kanupaten Kutai Kertanegara dan Kutai Barat, beberapa waktu lalu.

Sorayalita menyebutkan, hal ini penting untuk dilakukan agar dapat melindungi hak anak yang ditinggalkan orangtuanya akibat pandemi Covid-19.

“Sebagai wujud nyata bahwa pemerintah tidak abai terhadap kebutuhan anak, kami juga berkoordinasi dengan Dinas PPPA kabupaten/kota dan telah memberikan bantuan terkait kebutuhan spesifik perempuan dan anak,” ujar Soraya.

Salah satu upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan kembali gerakan #BERJARAK yang bertujuan memastikan perempuan dan anak aman serta terlindungi dari bahaya Covid-19. Tak hanya itu, mereka juga harus terpenuhi hak-haknya di keluarga, rumah, dan lingkungannya.

Selain itu, lanjut Soraya, mengoptimalkan peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). PATBM dapat memberikan peran dalam upaya perlindungan anak serta membantu keluarga melakukan adaptasi kebiasaan baru pada masa pandemi Covid-19.

“Karena PATBM yang paling mengetahui kebutuhan sekaligus paling mengenal anak-anak yang berada dalam lingkungannya. Termasuk mengawal fungsi pengasuhan anak jika menemukan anak yang terpisah dengan orangtuanya karena orangtuanya terpapar Covid-19. PATBM bisa mengupayakan pengasuhan berbasis masyarakat atau mencari pengasuh pengganti untuk anak,” terangnya. (dkp3akaltim/rdg)

Peringati HAN 2021 Dengan KIE Penurunan Kekerasan Terhadap Anak

Tana Paser — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Penurunan Kekerasan Terhadap Anak dalam rangkaian Hari Anak Nasional (HAN) Tahun 2021, dimaknai sebagai kepedulian terhadap perlindungan anak di Kalimantan Timur agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.

“Upaya ini diharapkan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan cinta tanah air dimasa pandemi Covid-19,” ujar Soraya pada kegiatan KIE Penurunan Kekerasan Terhadap Anak, berlangsung di Hotel Bumi Paser Tanah Grogot, Senin (2/8/2021).

Selain itu, diharapkan pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat dapat bersama -sama berpartisipasi secara aktif untuk meningkatkan kepedulian dalam menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi, serta memastikan segala hal yang terbaik untuk anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

“HAN 2021 harus menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian semua warga bangsa Indonesia, baik orang tua, keluarga, masyarakata, dunia usaha, media massa dan pemerintah terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak, agar anak Indonesia yang berjumlah 79,6 juta dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, sehingga menjadi generasi penerus yang berkualitas tinggi,” imbuh Soraya.

Soraya menambahkan, meski menghadapi beberapa tantangan. Apalagi penetapan bencana non alam penyebaran Covid19 sebagai bencana nasional berimplikasi pada pelaksanaan berbagai kebijakan, program dan kegiatan dalam penanganan dan pencegahan Covid-19. Sehingga masih belum sepenuhnya dapat dilakukan berbagai upaya penanganan dan pencegahan Covid-19 secara optimal yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.

“Tetapi kami yakin, pemerintah terus bersinergi dengan berbagai pihak agar dapar menjangkau dan memberikan perlindungan kepada anak,” tutup Soraya. (dkp3akaltim/dell)

Pemprov Kaltim – Wartawan Sepakat Wujudkan Media Ramah Anak

Samarinda — Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2021 Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur menggelar Bimbingan Teknis Konvensi Hak Anak (KHA)  Bagi Media Massa se Kaltim berlangsung di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Rabu (4/8/2021).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, beberapa tahun terakhir anak – anak di Indonesia belum dapat terlindungi secara maksimal. Data Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF tahun 2018 menunjukkan, sebanyak 1 dari 2 anak laki-laki berusia 13 hingga 17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 3 anak mengalami kekerasan fisik, dan 1 dari 17 anak mengalami kekerasan seksual.

Selanjutnya, anak perempuan berusia 13 hingga 17 tahun, 3 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual.

“Yang mengkhawatirkan, 76 hingga 88 persen anak-anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan untuk mengantisipasi kekerasan,” kata Soraya.

Soraya berharap, dengan pelatihan melibatkan media massa, semakin memperkuat upaya daerah ini dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

“Pemerintah dan masyarakat harus berperan memastikan terpenuhinya hak anak. Ini akan diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan ketrampilan tentang konvensi hak anak,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, Soraya sempat menyebutkan Kota Layak Anak di Kaltim. Untuk kategori tertinggi, Utama, belum ada yang memenuhi syarat. Untuk kategori Nindya, ada dua kota yaitu Bontang dan Balikpapan. Sementara yang masuk kategori Madya yaitu, Samarinda dan Kutai Kartanegara. Terakhir, kategori Pratama ada 4 daerah yaitu Paser, Kutai Timur, PPU, Berau, dan Kutai Barat.

Sementara itu, dari data Kekerasan di Kalimantan Timur hingga Juli 2021 tercatat 184 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, terbanyak terdapat di Samarinda sebanyak 93 kasus. Urutan kedua Kota Bontang dengan 34 kasus dan Balikpapan sebanyak 25 kasus. Sebanyak 35 persen, korban kekerasan itu berpendidikan SLTA.

Selanjutnya, total korban kekerasan itu terdiri atas 119 korban anak, sisanya 77 korban sudah dewasa. Sedangkan dilihat dari sisi pekerjaan, 36 persen korban kekerasan menimpa pada para pelajar.

“Khusus kekerasan anak, paling banyak terjadi dalam kasus kekerasan seksual sebanyak 58 kasus. Sementara pada dewasa mengalami kekerasan fisik 58 kasus,” beber Soraya.

Selain itu, para wartawan yang selama ini memegang peranan penting dalam penyebarluasan informasi, diharapkan juga memiliki komitmen dan kepedulian dalam menjalankan ratifikasi KHA. Komitmen para wartawan itu kemudian dituangkan dalam penandatanganan komitmen media massa.

Mewakili para wartawan yang hadir, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S. Efendi, membacakan tiga butir komitmen, yang diharapkan bisa terwujud dalam mendukung hak anak.

Ketiga komitmen itu, pertama, ikut menyosialisasikan program perlindungan dan pemenuhan hak anak. Kedua, menyampaikan berita tentang anak dengan memperhatikan prinsip konvensi hak anak. “Ketiga, menjadikan media massa sebagai media ramah anak,” ucap Endro, diikuti secara serempak para wartawan yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Dalam kegiatan itu, dihadirkan narasumber. Fasilitator Pusat Konvensi Hak Anak Hamid Pattilima. (dkp3akaltim/dell)