Peran Keluarga dalam Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam proses tumbuh kembang anak, yaitu perkembangan dan pertumbuhan.
perwakilan Ikatan Psikologi Klinis Anak, Laksmi Gamayanti mengatakan, kemampuan adaptasi yang baik pada anak, diantaranya kemampuan dalam mengatasi masalah, regulasi diri, menata pikiran, dan berperilaku dengan baik.

“Stimulasi yang orangtua berikan juga harus mengacu pada tahap perkembangan anak, tentunya dengan memerhatikan perbedaan individu dan berbasis interaksi pada lingkungan sekitar anak,” ujar Gamayanti dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi para Psikolog dan Konselor PUSPAGA yang dilaksanakan secara daring dengan tema ‘Pendalaman Tumbuh Kembang Anak’, Jumat ((18/9/2020).

Gamayanti menambahkan rumah sebagai tempat berlindung dan belajar diharapkan bisa memberikan rasa aman, nyaman, penuh penerimaan, dan penghargaan bagi seluruh anggota keluarga, terutama bagi anak. Selain itu, pentingnya memanfaatkan lingkungan rumah menjadi tempat belajar dan bermain bagi anak, khususnya di masa pandemi ini. “Mari ciptakan lingkungan yang aman agar anak bisa berinteraksi,” ajak Gamayanti.

Peran orangtua dalam pengasuhan sangatlah penting. Beberapa prinsip pokok pengasuhan dalam proses perkembangan anak yang perlu orangtua lakukan, yaitu membangun komunikasi yang baik dengan anak. Berilah kesempatan pada anak untuk mengekspresikan harapannya agar merasa dihargai dan diterima. Perhatikan perbedaan kondisi dan potensi tiap-tiap anak, deteksi dini kemampuan anak, lakukan evaluasi perkembangan anak, tekankan pentingnya proses dengan meminimalkan pengalaman dan perasaan gagal pada anak, mendorong pengalaman dan perasaan berhasil pada anak.

Hasil dari proses perkembangan anak juga bersifat sangat individual, tidak semua karakter anak sama dan masing-masing memerlukan pendampingan khusus. Salah satu pesan dalam pengasuhan anak adalah jangan membandingkan anak dengan anak lain. Ini akan sangat menyakitkan bagi seorang anak.

“Pengalaman buruk di masa kecil yang terjadi berulangkali, bisa berdampak pada masa depan anak. Hal ini bisa terjadi karena anak merasa diabaikan, adanya kekerasan di lingkungan rumah, penyalahgunaan obat dan alkohol di rumah. Inilah pentingnya orangtua untuk terus belajar terkait proses pengasuhan dan pematangan diri. Menjadi orangtua adalah sebuah proses sepanjang hayat, kita harus terus belajar dan introspeksi diri, dalam setiap tahapan perkembangan anak,” ujar Gamayanti.

Lebih lanjut Gamayanti menjelaskan bahwa orangtua dapat memberikan stimulasi pada anak dengan berbagai cara, seperti melalui lingkungan di sekitar anak dengan bermain. Hal ini sangat penting, mengingat anak dapat lebih mudah menerima stimulasi menyenangkan melalui bermain karena dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak, menjadi bahagia, lebih terampil, bisa mengekspresikan dirinya, lebih percaya diri, mengatasi perasaan negatif, dan mengembangkan peran anak.

“Sayangnya, di situasi pandemi ini, ruang anak untuk bermain menjadi terbatas. Saya juga menyayangkan adanya metode belajar anak yang begitu kaku, menggunakan kekerasan, dan melupakan kebahagiaan anak. Bentuk pengajaran seperti itu sangat tidak disarankan. Mari hadirkan metode belajar yang menyenangkan dan melatih kemandirian anak dengan bermain, tentunya tetap dibutuhkan pendampingan dari orangtua atau orang dewasa lainnya. Ini menjadi tantangan bagi teman-teman PUSPAGA sebagai garda depan yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan dan pemahaman terkait hal ini kepada para keluarga dan masyarakat luas,” tegas Gamayanti.

Kawal Pilkada Ramah Anak

Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 akan segera digelar. Beberapa peraturan terkait Pilkada telah direvisi menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19. Namun menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar tidak menutup kemungkinan pada proses kampanye politik nanti terdapat kerentanan penyalahgunaan pelibatan anak. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen bersama untuk menyelenggarakan Pilkada yang ramah anak.
“Pemerintah mengajak dan mengingatkan agar seluruh peserta pemilu mengawal proses politik tetap ramah terhadap anak. Memastikan anak mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan politik dan menempatkan kepentingan terbaik anak dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020,” ujar Nahar dalam kegiatan Sosialisasi Surat Edaran Bersama (SEB) Pilkada Ramah Anak Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 melalui daring (17/9/2020).
Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 15 Huruf A, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
“Ada dua hal yang menjadi titik berat dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Pertama adalah memastikan proses Pilkada tidak menjadi kluster baru tak terkendali dari penyebaran Covid-19. Kedua, komitmen bersama untuk selalu menjaga setiap tahapan pemilu benar-benar dirancang agar ramah anak dan yang paling kita hindari adalah kejadian-kejadian yang dapat mengancam jiwa, bahkan mempengaruhi tumbuh kembang anak,” jelas Nahar.
Terkait SEB tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Valentina Gintings menjelaskan ada tiga hal utama yang diatur. Pertama, upaya pencegahan pelibatan anak dalam kegiatan politik dan kampanye. Kedua, penyediaan layanan yang cepat dan terintegrasi. Ketiga, pengawasan terhadap bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik.
“Harapan kami, mudah-mudahan bisa dilakukan tindakan atau upaya pencegahan pelibatan anak dalam kampanye melalui SEB ini. Memastikan perlindungan anak agar benar-benar tidak ada anak yang tereksploitasi, mengalami kekerasan, atau disalahgunakan dalam penyelenggaraan Pilkada nantinya,” tutur Valentina.
Sementara itu, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, isu perlindungan anak dalam politik kerap kali dipandang sebelah mata dan diabaikan, baik oleh penyelenggara maupun peserta pemilu sehingga melahirkan berbagai problematika dan pelanggaran terhadap hak-hak anak.
“Perlu dorongan kuat semua stakeholder agar memperhatikan isu perlindungan anak dalam setiap tahapan kegiatan politik karena isu perlindungan anak ini tidak kalah penting dibanding isu-isu lainnya. Berkaca pada pengalaman Pilkada dan Pilpres beberapa tahun sebelumnya, catatan Posko Pengaduan KPAI menemukan banyak pelanggaran pelibatan anak dalam kegiatan politik. Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran kita bersama untuk mencegah hal serupa dalam Pilkada 2020,” ujar Jasra Putra.
Elemen kunci suksesnya Pilkada 2020 tidak hanya ada pada penyelenggara tetapi juga pada peserta dan masyarakat. Menurut Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan untuk mewujudkan Pilkada yang jujur, adil, demokratis dan sehat maka butuh kepatuhan peserta dan masyarakat atas ketentuan regulasi yang ada.
Saat ini media kampanye banyak dialihkan menjadi online. Abhan juga mengingatkan, dalam melakukan kampanye di dunia maya tetap memperhatikan konten agar ramah terhadap anak. Konten tidak memberikan efek buruk pada anak ataupun bertentangan dengan isu anak, sebab anak dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut.

Rakornas PPPA Soroti Masalah Percepatan Pembangunan Perempuan dan Anak pada 2021

Bali — Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakornas Pembangunan PPPA) Tahap III Tahun 2020 yang dilaksanakan di Bali membahas sejumlah isu, diantaranya upaya yang dilakukan bagi perempuan dan anak dalam masa pandemi Covid-19 hingga upaya percepatan pembangunan perempuan dan anak pada 2021 mendatang.

Provinsi Bali sebagai tuan rumah acara Rakornas PPPA Tahap III, dalam beberapa hari ini menjadi daerah dengan angka kasus Covid-19 yang tinggi. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) terus berupaya memberikan perlindungan maksimal khususnya bagi perempuan dan anak dalam menghadapi ancaman Covid-19.

Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, dalam upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang saat ini marak terjadi, sekaligus untuk memperkuat layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, Kemen PPPA akan menjalankan kebijakan penyaluran Dana Alokasi Khusus Non Fisik perlindungan perempuan dan anak (DAK NF PPPA) Tahun 2021.

“Diberikan kepada daerah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan perlindungan perempuan dan anak, melaksanakan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Urusan Pemerintahan Bidang PPPA dalam memudahkan daerah melaksanakan kewenangan terkait PPPA. Selain itu, mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA), serta meningkatkan kapasitas pelayanan penanganan korban kekerasan, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui penguatan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan,” ungkap Pribudiarta Nur Sitepu.

Terkait perlindungan dan pemenuhan hak perempuan, yaitu dengan merumuskan kebijakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Penanggulangan Bencana, menyusun NSPK bidang perlindungan hak perempuan sebagai pedoman di daerah, penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban KDRT, kekerasan di ruang publik, tempat kerja, situasi darurat dan kondisi khusus (SDKK), dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH), penguatan Forum Koordinasi dan Gugus Tugas, pendataan (Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional), dan dalam hal pemberdayaan ekonomi perempuan yaitu dengan meningkatkan kewirausahaan perempuan.

Untuk kebijakan yang mengatur pemenuhan hak anak, yaitu dengan meningkatkan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak, pencegahan kekerasan terhadap anak, pencegahan perkawinan anak. Sedangkan terkait perlindungan khusus anak, yaitu melalui penurunan angka kekerasan terhadap anak, penurunan angka pekerja anak, meningkatkan implementasi pencegahan, penyediaan sekaligus melakukan penguatan dan pengembangan lembaga layanan bagi anak korban kekerasan, seperti sistem pelaporan dan pengaduan, serta mereformasi manajemen kasus.

Adapun hal-hal yang disepakati para peserta dan bersifat mengikat dalam Rakornas Pembangunan PPPA Tahap III untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan PPPA, yaitu seluruh peserta berkomitmen mendukung percepatan capaian lima tema prioritas pembangunan PPPA Tahun 2020-2024 Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, Meningkatkan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan/pendidikan anak, Menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Menurunkan pekerja anak, dan Menurunkan perkawinan anak.

Upaya untuk mncapai itu semua, dilakukan dengan menguatkan edukasi, literasi, dan afirmasi dalam pemahaman individu baik perempuan maupun laki-laki), keluarga, komunitas, aparatur pemerintah, dan lembaga masyarakat, termasuk media massa dan dunia usaha tentang kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, serta perlindungan perempuan dan anak.

Menguatkan regulasi, lembaga dan anggaran untuk mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan pemenuhan hak anak, serta perlindungan perempuan dan anak.

Memastikan ketersediaan pedoman yang memudahkan daerah untuk menjalankan kewenangan urusan PPPA sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang PEMDA.

Menguatkan kebijakan dan program sebagai inisiatif model pemberdayaan ekonomi dan sosial bagi perempuan, termasuk perempuan korban kekerasan dan TPPO, perempuan penyintas bencana, serta perempuan keluarga miskin yang mempunyai anak korban kekerasan dan eksploitasi ekonomi / seksual.

Meningkatkan akses dan mutu layanan perlindungan perempuan dan anak melalui rancangan program dan kegiatan untuk optimalisasi pemanfataan Dana Alokasi Khusus Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK PPA) Tahun 2021, termasuk kegiatan pembentukan/penguatan UPTD PPA.

Memastikan standar mutu layanan perlindungan perempuan dan anak yang efektif dan sejalan dengan perubahan kebiasaan baru sebagai dampak Covid-19.

Memastikan perempuan dan anak tercakup dalam program-program perlindungan sosial sebagai respon pemerintah dalam mengurangi dampak Covid-19 terhadap kelompok rentan.

Memperkuat koordinasi, sinergi dan jejaring dengan seluruh pemangku kepentingan di pusat dan daerah serta mobilisasi potensi masyarakat untuk akselerasi capaian 5 (lima) prioritas.

Memastikan sistem data gender dan anak terintegrasi dalam Sistem Satu Data Indonesia, dan memastikan indikator kinerja RPJMN 2020-2024 terintegrasi dan terjabarkan ke dalam dokumen perencanaan pusat dan daerah, khususnya Sembilan Provinsi dan 261 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah tahun 2020.

PUSPAGA Berikan Layanan Konseling Pengasuhan Berbasis Hak Anak

Jakarta — “Konseling merupakan salah satu layanan prioritas yang diberikan PUSPAGA kepada masyarakat, utamanya untuk meningkatkan para orangtua agar mampu memberikan pengasuhan sesuai dengan hak anak. Selama ini, masih ada orangtua yang membutuhkan bantuan para psikolog atau konselor untuk mengatasi persoalan keluarga atau pengasuhan anak. Bimbingan Teknis (Bimtek) terkait teknik konseling menjadi penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas para psikolog dan konselor PUSPAGA dalam meningkatkan layanan konseling yang diberikan,” tutur Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Psikolog/Konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Sesi 5 (lima) dengan tema “Teknik Konseling” secara virtual yang diikuti oleh perwakilan dari 146 PUSPAGA di seluruh Indonesia (15/09/2020).

Psikolog Klinis, Gisella Tani Pratiwi mengatakan, layanan konseling yang diberikan oleh PUSPAGA berbeda dengan sesi “curhat”, dan konselor bukanlah motivator atau pemberi nasihat.

“Ingat, konseling berbeda dengan “curhat”. Layanan konseling merupakan pemberian bantuan atau fasilitasi yang membutuhkan keahlian dan prinsip tertentu dari seorang konselor. Hasil dari konseling adalah perkembangan kemampuan dan potensi klien yang akan terlihat dari fungsi sehari-hari dan kemampuan klien dalam memecahkan masalahnya. Hal lain yang juga harus kita ingat konselor bukanlah motivator atau pemberi nasihat. Fungsi konselor adalah sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan dan bantuan dengan keahlian tertentu dengan memperhatikan prinsip-prinsip, diantaranya menghargai nilai-nilai, aspirasi, karakteristik klien, dan mengembangkan relasi yang mendukung perkembangan klien,” jelas Gisella.

Gisella menambahkan kriteria konselor PUSPAGA sebaiknya berlatar belakang profesi seperti psikolog, pekerja sosial, atau bimbingan konseling profesi. Walaupun tidak memiliki latar belakang profesi, konselor PUSPAGA dapat berasal dari lulusan strata 1 (S1) di bidang yang berkaitan dengan pengasuhan atau pendidikan keluarga, serta mendapatkan pembekalan dan pelatihan terkait Konvensi Hak Anak dan mengikuti pelatihan layanan konseling PUSPAGA.

Dijelaskan juga langkah-langkah yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan konseling PUSPAGA. Pertama, proses menerima klien. Sebelum menerima klien sebaiknya konselor juga mempelajari dahulu berkas atau informasi terkait klien.

Kedua, proses konseling. Sebelum memulai proses konseling, konselor meminta persetujuan klien (informed consent) dan selanjutnya konselor akan menggali dan menyimpulkan masalah yang dialami klien. Dalam tahap ini konselor dapat menggunakan kemampuannya untuk menganalisis masalah. Lalu, konselor dan klien mendiskusikan rencana intervensi masalah karena proses konseling bersifat dua arah.

Ketiga, konselor memberikan arahan sesuai kebutuhan, seperti pertemuan konseling selanjutnya, dan layanan di dalam lembaga atau di luar lembaga. Keempat, konselor melengkapi catatan proses konseling.

Selain itu, penting untuk menerapkan teknik konseling dalam memberikan layanan,  yaitu menjalin rapport (hubungan baik/rasa percaya), mendengar aktif, serta teknik bertanya dengan pertanyaan terbuka dan melakukan observasi. Selama proses konseling, konselor juga  harus berempati untuk membangun kepercayaan klien dan membuat klien lebih nyaman dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya.

Selama masa pandemi PUSPAGA di beberapa daerah, khususnya yang berada dalam zona merah Covid-19 juga dianjurkan untuk melakukan konseling secara online.

“Jika konseling dilakukan secara online, para konselor harus memastikan beberapa hal, diantaranya pemilihan platform atau aplikasi yang sesuai dengan konselor dan klien, kuota dan sinyal yang stabil, gawai yang mendukung, situasi ruang konselor yang tenang (baik bagi konselor dan klien), menjaga kerahasiaan klien, tetap berpegang pada kode etik profesi, dan tetap menjalankan alur layanan,” tutup Gisella.

Sinergi Kunci Wujudkan Pembangunan PPPA

Bali — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahap III  (Pendalaman Rapat Koordinasi Tingkat Provinsi) Tahun 2020, Selasa (15/09/2020)

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga menekankan pentingnya peran dan sinergi seluruh pihak lintas sektor dalam mewujudkan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia.

“Pembangunan pemberdayaan perempuan bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan, dan melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan. Sementara itu, pembangunan perlindungan anak bertujuan untuk memenuhi hak anak dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, kuncinya adalah sinergi seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, media massa, dunia usaha, akademisi, dan lainnya,” ungkap Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan, beberapa fokus prioritas pembangunan PPPA lima tahun ke depan (2020-2024) mengacu pada lima arahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yaitu untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, meningkatkan peran ibu/keluarga dalam pengasuhan/pendidikan anak,  menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurunkan pekerja anak, dan mencegah perkawinan anak.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang berkomitmen dalam mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), yakni hampir seluruh tujuan (Goals) SDGs terkait dengan pembangunan perempuan dan anak. Indonesia juga merupakan salah satu negara pathfinding countries yang berkomitmen mengakhiri kekerasan dalam skema Global Partnership to End Violence.

“Hal ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana kita dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup perempuan, dibarengi meningkatkan nilai tambah perempuan, sekaligus melindunginya dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya. Selain itu, bagaimana kita melindungi anak-anak yaitu dengan memenuhi hak-hak anak, serta melindunginya dari berbagi bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya,” tegas Menteri Bintang.

Adapun isu strategis yang dibahas dalam Rakornas PPPA ini yaitu terkait fungsi baru Kemen PPPA, Rencana Strategis (Renstra) Kemen PPPA 2020 – 2024, Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak, Tata Kerja PPPA dalam adaptasi kebiasaan baru (New Normal), dan terkait kesetaraan gender, partisipasi masyarakat, pemenuhan hak anak, perlindungan hak perempuan, dan perlindungan khusus anak.

“Berbicara tentang fungsi baru Kemen PPPA yaitu penyediaan layanan rujukan akhir komprehensif bagi perempuan korban kekerasan dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK), seluruhnya memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional. Layanan penanganan perempuan korban kekerasan dan setiap anak yang tergolong AMPK harus berjalan secara komprehensif dan tuntas dari hulu ke hilir. Peran berbagai pemangku kepentingan untuk berjejaring dalam penyediaan layanan ini juga sangat dibutuhkan,” ujar Menteri Bintang.

Menindaklanjuti tambahan fungsi layanan tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut mendukung dan mendorong agar semua provinsi dan kabupaten/kota membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA). Namun hingga saat ini, baru ada 28 provinsi dan 93 kabupaten/kota yang sudah membentuk UPTD-PPA.

Pada tahun 2021, Pemerintah akan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak, sebesar Rp. 101,7 Miliar bagi 34 Provinsi dan 216 Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan tindak lanjut atas  Rapat Kabinet terbatas pada 9 Januari 2020 tentang Perlindungan Anak yang bertujuan untuk membantu pelaksanaan kewenangan daerah dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta meningkatkan cakupan kualitas layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan sebagai prioritas pembangunan nasional.

Beberapa tahapan rangkaian acara Rakornas Penguatan PPPA Tahun 2020 dimulai dari Pra Rakornas yang dilakukan secara virtual pada akhir Juni 2020, dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Tingkat Provinsi yang dilaksanakan masing-masing provinsi pada Juli – Agustus 2020. Selanjutnya pendalaman Rakor tingkat provinsi yang digelar secara offline dan online di Bali hari ini dan dihadiri sekitar 70 peserta dari perwakilan Dinas PPPA Wilayah Timur, yaitu Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan Papua Barat. Sedangkan untuk Rakornas PPPA wilayah Sumatera dan Jawa akan dilaksanakan pada Oktober 2020 di Sumatera Utara.

 

Kukar Launching Puspaga Odah Bekesah

Tenggarong — Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Asisten I Pemkab Kukar Akhmad Taufik Hidayat meresmikan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) “Odah Bekesah” di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar, Selasa (15/9/2020).

Kepala Dinas P3A Kukar, Aji Lina Rodiah mengungkapkan, Puspaga merupakan tempat pembelajaran untuk peningkatkan kualitas dan kemampuan keluarga dalam mengasuh anak.

“Khususnya mendukung tumbuh kembang anak, menjadi pasangan yang harmonis,” ujarnya.

Puspaga merupakan tempat pembelajaran untuk peningkatkan kualitas dan kemampuan keluarga dalam mengasuh anak. Khususnya mendukung tumbuh kembang anak, menjadi pasangan yang harmonis, mencegah terjadinya permasalahan dalam keluarga yang dapat diwujudkan secara mudah dan cepat dijangkau oleh anak, keluarga dan masyarakat dengan aman, menyenangkan dan gratis.

Ia juga menerangkan, pelayanan yang diberikan berupa psikoedukasi ke komunitas keluarga, dan jemput bola untuk kelompok keluarga rentan.

“Masyarakat juga dapat datang langsung ke Puspaga di DP3A Kukar yang pelayanannya bersifat satu pintu, holistik, dan integratif berbasis hak anak,” ungkapnya.

Ia menambahkan, pelayanan tersebut dilakukan oleh psikolog klinis dan konselor dengan sistem membuat perjanjian terlebih dahulu untuk layanan dengan layanan utamanya melayani curhatan anak, keluarga, ataupun calon keluarga.

Program Puspaga tersebut lebih mengutamakan layanan pencegahan risiko dan layanan penanganan kasus atau rujukan dari UPTD PPA.

“Kemudian juga melayani sekolah-sekolah maupun lembaga penyedia layanan anak dan keluarga,” tuturnya.

PUSPAGA Hadir Berikan Layanan Rujukan Dengan Pengasuhan Bagi Anak Korban Kekerasan

Jakarta — Kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga kini masih terus terjadi. Ironinya, pelaku kekerasan berasal dari keluarga anak itu sendiri. Di sinilah peran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) sebagai layanan preventif, promotif, dan rujukan bagi para korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan cepat dan optimal.

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Rohika Kuniadi Sari menjelaskan kehadiran PUSPAGA tidak hanya sebagai layanan preventif dan promotif, memberikan pendampingan dalam pengasuhan, tetapi juga diharapkan memberikan layanan rujukan bagi para korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan dengan cepat dan optimal.

“Para psikolog dan konselor harus bisa memberikan pelayanan optimal dan menyiapkan hal-hal yang harus dilakukan saat memberikan layanan terjadap korban kekerasan yang melapor. Saat ada korban maupun pelaku kekerasan yang masih berusia anak, mereka adalah korban dari kualitas pengasuhan keluarga yang tidak berjalan optimal. Saat korban ini datang melapor, PUSPAGA harus menindaklanjutinya dengan merujuk dan memindahkan penanganan kasus kepada pihak yang berwenang, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai pemberi layanan pendampingan bagi para korban kekerasan,” ungkap Rohika dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) PUSPAGA dengan tema Perlindungan Saksi dan Korban bagi para psikolog dan konselor secara daring, Sabtu (12/9/2020).

Menurut Rohika, layanan PUSPAGA, P2TP2A, UPTD PPA, dan LPSK memiliki tugas dan fungsi yang saling beririsan, namun PUSPAGA tetap memprioritaskan kewenangan pengasuhan sesuai amanat peraturan yang ada. Para psikolog dan konselor juga harus terus mengembangkan kompetensi dalam koridor pengasuhan agar keluarga mampu mengasuh, memelihara, mendidik, dan membangun karakter anak sebagai generasi emas bangsa di masa depan.

“Meskipun PUSPAGA hanya memberikan layanan rujukan, namun para psikolog dan konselor diharapkan mendapat pengetahuan terkait prosedur dalam memberikan perlindungan bagi saksi dan korban dengan baik, terutama untuk meningkatkan kualitas pengasuhan bagi anak.” ujar Rohika.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania mengungkapkan berdasarkan hasil laporan kasus yang diterima LPSK, kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual dan KDRT menjadi kasus yang mendominasi.

“Mirisnya, banyak pelaku kekerasan seksual yang merupakan anggota keluarga anak itu sendiri, seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek, kakak, dan lain-lain. Bahkan guru dan teman sebaya di sekolah juga ikut menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Hal ini menunjukkan banyak orangtua dan guru yang masih belum mengasuh anak dengan baik, bahkan tega melakukan kekerasan di lingkungan keluarga dan sekolah,” terang Livia.

Livia menegaskan pentingnya peran para psikolog dan konselor PUSPAGA untuk menjangkau dan melakukan psikoedukasi di lingkungan keluarga dan sekolah, serta memperkuat koordinasi dengan P2TP2A atau UPTD PPA dalam memberikan pelayanan.

“Saat ini, sudah ada 143 PUSPAGA yang memberikan pelayanan dengan 58 tenaga psikolog dan 276 sarjana psikolog juga sarjana lainnya. Hal ini merupakan langkah luar biasa untuk meningkatkan kualitas keluarga di seluruh Indonesia. Saya mengajak seluruh masyarakat untuk tidak ragu melaporkan saat melihat kekerasan terjadi terhadap anak. Jangan takut untuk memberikan kesaksian. Kami siap memberikan perlindungan bagi saksi dan korban dalam proses peradilan pidana. Jika PUSPAGA ingin merujuk proses perlindungan saksi dan korban ke LPSK, permohonan perlindungan dapat diakses pada hotline 148, dengan pelayanan gratis,” ungkap Livia.

Lebih lanjut Livia menyampaikan pentingnya peran psikolog untuk memberikan rehabilitasi atau pemulihan psikologis bagi para korban kekerasan seksual, mengingat peluang korban akan menjadi pelaku kekerasan seksual nantinya cukup tinggi. Untuk hal-hal terkait hukum, sangat dibutuhkan psikolog yang memiliki surat izin praktik dan persyaratan lainnya. Hal ini berdampak luar biasa karena jika psikolog yang memberi assesment belum berkompetensi, maka penyidikan bisa dihentikan.

“Saat ini kita memerlukan kebijakan publik terkait pemulihan yang ramah korban. Kami fokus pada pemulihan hak korban serta terus memastikan perlindungan korban dapat dilakukan setelah proses hukum berjalan. Untuk menjalankan hal ini diperlukan dukungan, sinergitas dan peran serta dari para stakeholder, masyarakat, komunitas termasuk psikolog dan konselor di seluruh wilayah sampai di tingkat daerah terpencil terkait penanganan awal sampai dengan proses pemulihan yang dapat dilakukan terhadap anak dan/atau perempuan yang menjadi korban tindak pidana, salah satunya bekerjasama dengan PUSPAGA,” jelas Livia.

Livia menambahkan pada prinsipnya ada beberapa hal yang perlu dikuasai psikolog pemeriksa dan pendamping, yaitu mampu meminimalisasi bias gender dan bias pandangan lain terhadap kasus yang diperiksa, memahami berbagai dampak kekerasan berbasis gender, memiliki kompetensi dan keterampilan yang baik untuk menggali data dengan cara terapetis dan melakukan intervensi psikologis pada saksi korban, menjadi pendengar yang baik, menggali fakta-fakta hukum dengan menunjukkan kepercayaan pada korban, berupaya memperoleh pemahaman yang komprehensif terkait inkonsistensi atau ketidakjelasan cerita korban.

Menteri Bintang: Mari Wujudkan Pilkada 2020 yang Ramah Anak

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) melaksanakan Penandatanganan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 yang Ramah Anak. Menteri PPPA, Bintang Puspayoga menegaskan tidak boleh lagi ada pelibatan anak yang menyimpang dalam pelaksanaan politik praktis khususnya pada pemilihan kepala daerah tahun 2020. Jumat (11/09/2020)

Menteri Bintang mentakan, dalam rangkaian kampanye yang merupakan bagian dari momentum pemilu, masih terdapat penyimpangan yang melibatkan anak dalam berbagai kegiatan atau aktivitas untuk menggalang dukungan, baik secara offline maupun online.

“Dengan demikian, sudah sepantasnya berbagai upaya dilaksanakan untuk memastikan tidak ada lagi pelibatan yang menyimpang bagi anak dalam kegiatan politik. Untuk itu, kegiatan hari dilaksanakan sebagai komitmen bersama dalam upaya mencegah pelibatan anak dalam kampanye pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tahun 2020 yang akan dilaksanakan pada 26 September sampai dengan 5 Desember 2020,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan untuk mencapai pemilihan kepala daerah yang ramah anak, tentunya membutuhkan kerja sama dan sinergi dari semua pihak. Besar harapan agar SEB tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang ramah anak tidak hanya dipandang sebagai dokumen saja, tetapi harus dipandang sebagai komitmen dan tanggung jawab bersama serta dapat diimplementasikan dalam berbagai program dan kegiatan yang dapat melindungi anak dari segala bentuk penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

“Mari bersama kita wujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak demi mewujudkan pemilu 2020 yang ramah anak,” tambah Menteri Bintang.

Pada awal tahun 2019, Kemen PPPA bersama KPU dan Bawaslu telah menyelenggarakan deklarasi pemilu ramah anak dengan harapan pemilu 2019 bisa berlangsung dengan aman tanpa adanya praktik eksploitasi anak dalam bentuk pelibatan anak dalam kegiatan politik.
Pada kenyataannya, masih banyak ditemukan berbagai kasus pelanggaran yaitu sejumlah 55 kasus pelibatan anak dalam kampanye politik selama pemilu 2019, termasuk kampanye terbuka. KPAI juga mencatat terdapat 52 anak yang terlibat dalam unjuk rasa yang dilakukan untuk menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional dan berujung rusuh pada 22 Mei 2019. Bawaslu sendiri juga menemukan 56 kasus pelibatan anak dalam kampanye Pemilu 2019 di 21 provinsi sehingga perlu langkah strategis sehingga hal tersebut tidak lagi terjadi pada Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tahun 2020.

Sebagai informasi, KPU memiliki fasilitas Rumah Pintar Pemilu yang ada di 34 provinsi dan 514 kab/kota selain itu sebagai program nasional kami juga menyasar tempat wisata salah satunya melalui taman pintar di Yogyakarta. Rumah Pintar Politik dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelatihan dan pendidikan politik pada anak agar paham tentang pemilu. Kalau kita berhasil memberikan pendidikan politik pada anak-anak, maka saat mereka sudah menjadi pemilih wajib, mereka akan menggunakan hak pilihnya dengan baik. KPU percaya, memberikan pendidikan politik pada pemilih pemula atau anak akan memberikan dampak yang baik kepada anak.

Perkuat Peran Ayah Untuk Meningkatkan Kualitas Pengasuhan Anak

Peran ayah sangat berdampak luar biasa dalam pengasuhan anak. Saat pengasuhan anak berada pada usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, kehadiran sosok ayah di tahap perkembangan ini sangatlah dibutuhkan.

Pakar Pengasuhan Keayahan, Irwan Rinaldi mengungkapkan jika anak tidak mendapatkan peran ayah di usia tersebut, maka akan terjadi ketimpangan antara pertumbuhan dan perkembangan anak karena orangtua hanya fokus pada masalah pertumbuhan anak. Hal ini berdampak pada mundurnya usia perkembangan anak karena kurangnya stimulan dari kedua orangtua.

“Untuk menghadirkan pengasuhan yang ideal dibutuhkan peran utama ayah dan ibu (dual parenting) yang memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anak secara menyeluruh,” ungkap Irwan dalam Bimbingan Teknis Pusat Pembelajaran Keluarga dengan Tema Peran Ayah dalam Pengasuhan yang dilaksanakan secara daring (9/9/2020).

Irwan menambahkan Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara dengan fatherless atau father hunger dalam pengasuhan anak, yaitu tidak adanya peran ayah karena hanya hadir secara fisik, tetapi tidak terlibat dalam urusan perkembangan anak.

Pada dasarnya, ada tiga kategori peran ideal seorang ayah, yaitu menyambung keturunan, mencari nafkah, dan peran seorang ayah yang terdiri dari loving, coaching, dan modelling (mencintai, melatih, dan menjadi model). Ketiga unsur dalam peran seorang ayah ini sangat penting dan saling berhubungan, namun semakin ke sini peran ini mulai tergantikan dengan peran pengasuhan pengganti di luar keluarga inti. Jika seluruh peran ayah ini hilang, maka akan menyebabkan munculnya kondisi father hunger atau fatherless.

“Adapun ciri-ciri dari father hunger atau fatherless yaitu ketika usia biologis anak, khususnya anak laki-laki lebih maju dibandingkan usia psikologisnya. Hal ini seringkali menjadi penyebab utama terjadinya perceraian di masa depan anak, dimana 80% istri meminta bercerai karena suaminya lebih mengalami kemajuan di usia biologis dibandingkan kematangan psikologisnya. Father hunger juga mengakibatkan anak mudah mengalami depresi, menjadi antisosial, rentan melakukan tindak kriminal dan kekerasan, terjerumus seks bebas, narkoba, dan LGBT,” jelas Irwan.

Menurut Irwan, hal tersebut umumnya terjadi karena anak kehilangan sosok ayah, adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan, terutama saat anak berada dalam periode emas, di usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun.

“Biarpun anak memiliki ayah, namun mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengajaran dari sosok ayah. Father hunger ini dapat menjadi penjara baru bagi anak di rumah. Di sinilah pentingnya memperkuat peran seorang ayah, yaitu loving, coaching, dan modelling,” tegas Irwan.

Loving merupakan bentuk peran ayah dalam mencintai dirinya sendiri sekaligus mencintai istri sebagai ibu dari anak-anak. Peran ini merupakan bentuk evaluasi diri seorang ayah untuk membayar hutang pengasuhan (deposit golden period) yang dulu tidak didapatkan dengan baik dalam pengasuhan. Coaching, seorang ayah merupakan pelatih (coach) terbaik yang dipilih Tuhan. Untuk melatih anak dengan baik, tentunya seorang ayah harus memiliki kualitas tinggi (high quality) dan bisa memberikan ilmu serta waktu bermakna bagi anak. Ketika anak bercerita terkait perkembangannya, harus ada komunikasi berkualitas agar dapat menciptakan waktu bermakna bersama anak.

Peran ketiga, yaitu modeling. Seorang ayah sebagai salah satu pendidik pertama dan utama dalam perkembangan anak harus memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan. Pentingnya seorang ayah membangun positive fathering dengan memperkuat hubungan spiritual atau hubungan dengan Tuhan. Fathering skill menjadi tidak berarti ketika ayah tidak dekat dengan Tuhan.

Irwan berharap pemerintah dapat membuat regulasi yang jelas terkait penguatan peran ayah dalam pengasuhan, mengingat tingginya kasus perceraian di tengah pandemi Covid-19  karena banyak informasi dan simulasi yang tidak jelas diberikan kepada para ayah.

“Banyak para ayah yang tidak siap dan panik menghadapi kondisi saat ini. Ayah juga wajib mengikuti pelatihan seperti cara mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Ini merupakan pekerjaan luar biasa, kita akan melahirkan generasi emas, jika ayah berperan hebat dan optimal dalam pengasuhan anak. Saya berharap Kemen PPPA dapat mendukung dan segera meluncurkan Sekolah-Sekolah Ayah di seluruh Indonesia. Hal ini sangatlah penting dan harus disampaikan ke masyarakat,” tambah Irwan.

Pengasuhan Anak Tanggung Jawab Kedua Orang Tua

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga, dan Lingkungan, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan masih banyak masyarakat yang memandang konsepsi pengasuhan sebagai tanggungjawab seorang ibu.

“Hal ini harus menjadi perhatian bersama, diperlukan penguatan peran ayah dalam pendidikan dan pengasuhan anak, mengingat masih banyak masyarakat yang menganggap hal tersebut merupakan tanggungjawab ibu saja tanpa adanya pelibatan peran ayah. Akibatnya terjadi kekosongan dalam pengasuhan anak karena kurangnya peran ayah,” ujar Rohika dalam Bimbingan Teknis Pusat Pembelajaran Keluarga dengan Tema Peran Ayah dalam Pengasuhan yang dilaksanakan secara daring (9/9/2020).

Rohika menuturkan tantangan yang dihadapi saat ini adalah mencari jalan keluar dari minimnya peran ayah dalam pengasuhan dan perkembangan anak tersebut.

“Pentingnya membangun pendidikan keayahan di dalam pengasuhan keluarga. Untuk itu diperlukan sinergi dari seluruh pihak dalam menyelesaikan tantangan ini, seperti partisipasi dari Kementerian/Lembaga lainnya, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan media massa.

“Hadirnya PUSPAGA sebagai layanan pembelajaran keluarga yang bersifat preventif, promotif untuk membantu keluarga dalam mengasuh, mendidik, dan membangun karakter anak diharapkan dapat menjembatani penguatan pengasuhan dengan penguatan peran ayah. Hal ini harus dimasukan dalam fungsi pengasuhan yang dibangun layanan ini. Negara seharusnya tidak hanya fokus menghukum keluarga yang melakukan kekerasan dan pelanggaran hukum terhadap anak, tapi juga harus diperkuat dengan upaya preventif melalui pengasuhan anak yang optimal,” ujar Rohika.

Rohika juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung upaya penguatan peran ayah dalam pengasuhan melalui pembentukan Sekolah Ayah di Bandung, Jawa Barat.

“Semoga Sekolah Ayah ini bisa diterapkan di berbagai daerah lain di seluruh Indonesia. Kami juga berharap akan ada sosok ayah-ayah lainnya seperti pak Irwan yang bisa ikut berperan dalam memperkuat pengasuhan dan pendidikan optimal bagi anak,” tutup Rohika.