Komitmen, Koordinasi dan Sinergi, Kunci Tingkatkan Replikasi IR di Daerah

Semarang — Pada 2019 ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) telah melakukan evaluasi pelaksanaan model pengembangan Industri Rumahan (IR) untuk melihat peningkatan pelaksanaan model IR yang sudah berlangsung sejak 2016. Hasil akhir pemetaan pada kluster Industri Rumahan Pemula (IR 1), Industri Rumahan Berkembang (IR 2), dan Industri Rumahan Maju (IR 3) hingga akhir tahun 2018 menunjukkan adanya peningkatan.

“Pelaku dengan kluster IR 1 ke  IR 2 meningkat sebanyak 547 orang, sedangkan kluster IR 2 ke IR 3 meningkat sebanyak 546 orang. Angka ini tentu menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan Kemen PPPA bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) setempat serta pendamping IR menunjukkan adanya perbaikan dari pengembangan skala IR,” terang Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Agustina Erni dalam sambutannya pada penutupan acara Workshop Pengembangan Industri Rumahan 2019 di Semarang, Kamis (14/11/2019).

Tahun ini, merupakan tahun terakhir Kemen PPPA setelah selama 3 tahun melaksanakan model pengembangan IR di 21 kabupaten/kota. Hal ini sesuai dengan kesepakatan bersama (MoU) yang telah dilakukan bersama 21 Bupati/Walikota yang wilayahnya menjadi model IR. Erni berharap pemerintah provinsi dan kab/kota dapat membangun komitmen untuk mengadopsi model IR ini menjadi kebijakan daerah di wilayah masing-masing.

“Pada kegiatan Workshop Pengembangan IR 2019 yang berlangsung sejak kemarin, kami menghadirkan mitra yang berpotensi untuk berkolaborasi dan bersinergi dalam mengembangkan IR, seperti PNM Mekaar, IWAPI, Bank Mandiri melalui Rumah Kreatif BUMN, APTIKOM, Go-Jek dan XL Axiata. Hal ini karena kedepan fasilitasi yang kami berikan bagi daerah model IR bukan lagi dalam bentuk pemberian pelatihan ataupun bantuan alat produksi, tapi bagaimana kita mendampingi mereka dengan membangun kolaborasi dan sinergi dengan banyak pihak,” ungkap Erni.

Erni menambahkan, bahwa dalam rangkaian penutupan acara Workshop IR , Kemen PPPA sudah berdiskusi dengan peserta dari beberapa wilayah untuk mencari wilayah mana saja yang siap menjadi model dalam bersinergi.

“Kami akan memetakan di pusat potensi mitra kerja mana saja yang bisa diajak bersinergi, baik provinsi maupun kabupaten juga harus memetakan potensi mitra yang ada. Kedepan, upaya yang bisa kita lakukan untuk mendorong pembentukan model IR di wilayah lainnya adalah dengan kolaborasi dan sinergi, karena IR ini merupakan tanggung jawab kita bersama,” tutur Erni.

Berdasarkan hasil diskusi kelompok terkait langkah-langkah strategis pengembangan IR, dan paparan dari berbagai narasumber terkait petunjuk pelaksanaan pengembangan IR, maka diperoleh rekomendasi yang telah disepakati oleh 115 peserta workshop IR, yang terdiri dari tim pelaksana, pendamping dan pelaku di 21 Kabupaten/Kota model IR, Dinas PPPA dari 34 Provinsi yaitu sebagai berikut:

  1. Seluruh provinsi dan kabupaten/kota yang hadir mencatat bahwa komitmen, koordinasi dan sinergi merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk mendorong dan mengembangkan serta mereplikasi IR di daerah;
  2. Seluruh provinsi dan kabupaten/kota sepakat untuk membangun sinergi dengan berbagai stakeholders termasuk dari lembaga masyarakat, perguruan tinggi dan dunia usaha serta media massa untuk optimalisasi pengembangan IR;
  3. Pengembangan IR di daerah akan mengacu pada hasil diskusi kelompok terkait langkah-langkah strategis pengembangan IR dan rencana prioritas yang telah disusun dan disepakati pada Workshop ini;
  4. Dalam mempercepat pengembangan IR di daerah, komitmen dan keterlibatan yang lebih besar dari stakeholder, termasuk tim pelaksana, pendamping dan pelaku IR di daerah (provinsi dan kabupaten/kota) perlu diperkuat lebih jauh lagi dan diperlukan mekanisme sinergi dan koordinasi yang lebih efektif untuk peningkatan peran dan kinerja masing-masing;
  5. Untuk mempercepat pengembangan IR di daerah perlu dikembangkan inovasi-inovasi dengan memanfaatkan pembelajaran praktek baik dan pengalaman daerah lain yang berhasil dalam pengembangan IR;
  6. Untuk memperkuat peran Dinas PPPA provinsi dan kab/kota dalam pembinaan dan pengembangan IR , diperlukan dukungan Kemen PPPA untuk:
    • penguatan tim pelaksana dan pendamping untuk melakukan sinergi;
    • penerapan mekanisme monitoring dan evaluasi IR:
    • pengembangan instrumen untuk evaluasi dampak IR;
    • insentif pendamping disesuaikan dengan standar nasional.
  7. Pengembangan model IR menjadi program nasional.

“Hasil rekomendasi ini merupakan komitmen bersama dan titik tolak untuk pengembangan dan kemajuan IR di tahun mendatang, sehingga model pengembangan IR ini bisa direplikasi di daerah-daerah lain agar semakin banyak lagi pelaku IR yang tumbuh ataupun berkembang menjadi IR yang maju dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup perempuan dan keluarga,” terang Erni. (publikasidanmediaKemenPPPA/DKP3AKaltim)

Industri Rumahan, Tingkatkan Ekonomi Perempuan dan Perkuat Ketahanan Keluarga

Semarang — Salah satu amanat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga adalah meningkatkan partisipasi perempuan di bidang kewirausahaan. Hal ini sejalan dengan salah satu inisiasi yang telah dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam memperkuat pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, salah satunya melalui Model Pengembangan Industri Rumahan (IR) di 21 kabupaten/kota yang menjadi daerah ujicoba (pilot project) pelaksanaannya.

“Sejak 2016, Kemen PPPA telah menginisiasi model pengembangan IR yang menyasar perempuan pelaku usaha level mikro atau bahkan ultra mikro. Kelompok  usaha ini sebagian besar belum tersentuh program pemerintah, mereka umumnya melakukan produksi usaha di rumah sendiri dengan peralatan sederhana, berada di wilayah kantong kemiskinan, dan wilayah tempat pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI),” ungkap Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi, M. Ihsan dalam sambutannya pada Pembukaan acara Workshop Pengembangan Industri Rumahan (IR) 2019, Rabu (13/11/2019).

Ihsan menuturkan bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan kelompok usaha mikro atau ultra mikro sangat strategis. Jika semua pihak memiliki komitmen yang sama untuk memberdayakan mereka dengan baik dan sungguh-sungguh, maka kontribusi yang dapat diberikan sangatlah besar untuk pertumbuhan dan kemajuan ekonomi bangsa. Mengingat jumlah perempuan pelaku IR sangat banyak di Indonesia.

“Selama 3 (tiga) tahun Kemen PPPA telah merintis model pengembangan IR di 21 kabupaten/kota yang menyentuh lebih dari 3.000 perempuan pelaku Industri Rumahan. Pada 2019 ini, secara administrasi kerangka model atau pilot project dalam pengembangan Industri Rumahan di daerah akan berakhir. Ini adalah tahun terakhir kami memberikan pendampingan, ke depan akan kami serahkan sepenuhnya kepada tim pelaksana dan pendamping Model Industri Rumahan di wilayah masing-masing,” jelasnya.

Ihsan menegaskan bahwa berakhirnya pendampingan ini, bukan berarti dukungan berhenti. Kemen PPPA berkomitmen akan tetap membantu namun dalam bentuk lain, salah satunya dengan menghadirkan beberapa stakeholders. “Kami harap upaya ini menjadi pintu masuk untuk bersinergi bersama Kementerian/Lembaga, lembaga masyarakat, dan dunia usaha. Sudah ada 21 kabupaten/kota yang memiliki ribuan perempuan pelaku Industri Rumahan dengan beragam capaiannya, jadi tidak perlu lagi mencari target sasaran. Tinggal bagaimana kita memberikan dukungan yang lebih nyata lagi, agar usaha mereka di bidang ekonomi semakin meningkat dan semakin berkembang usahanya,” tambah Ihsan.

Menurutnya, upaya meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pengembangan IR ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, tapi sebagai pintu masuk menuju terwujudnya ketahanan keluarga. Hal ini disebabkan karena kemajuan ekonomi berdampak pada tingginya tingkat pendidikan anak, anak mendapat asupan gizi yang baik, dan hak-hak anak lainnya dapat terpenuhi.

“Selain itu, meningkatkan ekonomi dapat membangun hubungan baik antara suami dan istri karena salah satu pemicu terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah ekonomi. Suami harus bisa mendukung pekerjaan istri memahami pentingnya pemberdayaan  ekonomi perempuan,” ujar Ihsan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi dalam sambutannya mewakili Gubernur Jawa Tengah menyampaikan bahwa sejak 2016, Jawa Tengah menjadi wilayah pertama pengembangan model IR. “Hingga saat ini, kami sudah melaksanakan pengembangan Industri Rumahan di 20 desa yang berada di 13 kabupaten, program ini sangat bermanfaat karena kita juga memberikan pendampingan hingga pelaku Industri Rumahan menjadi mandiri, tidak hanya sekedar sosialisasi. Kami memberikan pendampingan dan bantuan kebutuhan sesuai potensi wilayah masing-masing,” tutur Retno. (publikasidanmediaKemenPPPA/DKP3AKaltim).

DKP3A Kaltim Susun RAD PUG Untuk Mencapai Gender Equality Planet 50:50

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender (RAD PUG), berlangsung di Hotel Grand Victoria, Senin (11/11/2019). Kegiatan ini sebagai tindak lanjut dari rapat persiapan yang dilaksanakan 12 Juli 2019 lalu.

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah tujuan RPJPN 205-2025. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah merumuskan tiga arah kebijakan dan isu strategis sesuai Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN tahun 2015-2019, yaitu pertama, meningkatnya kualtas hidup dan peran pembangunan dalam pembangunan. Kedua, meningkatnya perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan ketiga, meningkatnya kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

Kebijakan dan isu strategis tersebut sejalan dengan tujuan yang akan dicapai dalam Sustainable Development Goals (SDGs) pada fungsi kelima yaitu kesetaraan gender.

“Salah satu harapan yanag akan dicapai pada tahun 2030 adalah tercapainya kesetaraan, yang dikenal dengan Gender Equality Planet 50:50. Gender Equality Planet 50:50 adalah sebuah kampanye yang dicetuskan oleh PBB, yang mempunyai visi dan misi untuk menyetarakan perempuan mendapatkan hak yang sama dengan lelaki dalam semua aspek kehidupan, tanpa mengurangi norma dan kodrat sebagai perempuan,” ujarnya.

Dalam rangka percepatan PUG dan PPRG di daerah Pemerintah Daerah melalui DKP3A Kaltim telah melaksanakan kegiatan sosialisasi, advokasi dan pendampingan bagi OPD dengan rincian, tahun 2011 8 OPD, tahun 2012 11 OPD, tahun 2013 18 OPD, tahun 2014 25 OPD, tahun 2015 23 OPD, tahun 2016 15 OPD,

“Sementara pada tahun 2017, telah dilaksanakan egiatan advokasi PUG dan PPRG  dalam bentuk road show OPD pemerintah daerah Kaltim. Ternyata selama ini ada beberapa OPD yang telah melaksanakan program dan kegiatan yang responsif gender,” terang Halda..

Halda berharap, kegiatan ini dapat merumuskan langkah konkret, terarah, dan aplikastif untuk menjamin agar perempuan dan laki-laki memeperoleh akses, partisipasi, mempunyai konrol dan memperoleh manfaat yang adil dari pembangunan serta berkontribusi pada terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender.

Kegiatan ini diikuti 44 peserta terdiri dari 25 OPD. Hadir menjadi narasumber pada kegiatan ini, Fasilitator Pusat Kemen PPPA Audra Jovani, Tenaga Ahli Penyusun RAD PUG Pusat Penelitian Kesetaraan Geder dan Perlindungan Anak Universitas Mulawarman (P2KGPA) Widyatmike Gede Mulawarman.  (DKP3AKaltim/rdg)

PUG Jadi Cross Cutting Issue Dalam Pembangunan

Samarinda — Untuk memperkuat dan mempercepat Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan Penganggaran Responsif Gender  (PPRG) di provinsi Kaltim, Kementerian PPPA bekerjasama dengan Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan kegiatan Pelatihan PPRG bagi SDM Perencana di Provinsi Kalimantan Timur, berlangusng di Swiss-Belhotel Borneo Samarinda, Senin (2/11/2019)

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad, mengatakan Visi Misi Gubernur Kaltim menggambarkan keberpihakan Pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan gender. Namun tidak cukup dengan  ketersediaan kebijakan atau komitmen, adanya SDM yang memahami Pengarusutamaan Gender (PUG) dan tersedianya PPRG menjadi bagian penting dalam mewujudkan pembangunan daerah khususnya pada pembangunan dan pemberdayaan gender. Ditambah PUG merupakan salah satu “cross cutting issue” dalam pembangunan, sekaligus  sebagai strategi  untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di Indonesia.

“Perlu pula disampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim telah melakukan peningkatan SDM perencana program, sejak tahun 2011-2016, sekitar 23 SKPD melakukan penyusunan Gender Analisis Pathway, Gender Budget Statement (GAP/GBS),” ujarnya.

Namun hal tersebut, lanjut Halda, baru sampai pada pencapaian output kegiatan, belum menjadi siklus dokumen perencanaan penganggaran daerah.

Halda menyampaikan, isu-isu gender harus terintegrasi dalam dokumen perencanaan sehingga percepatan implementasi PUG di daerah dapat terlaksana dengan optimal. Salain itu, telah menjadi kesepakatan bersama bahwa pelaksanaan PUG akan difokuskan pada prioritas pembangunan daerah dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (SDGs).

Untuk itu, diperlukan peningkatan  kapasitas OPD perencana untuk memahami PUG melalui PPRG dan analisis GAP/GBS sehingga kegiatan yang dilakukan OPD dapat mempercepat tercapainya tujuan SDGs.

“SDGs secara tegas menetapkan prinsip No One Left Behind, yang berarti hasil pembangunan harus dirasakan menfaatnya oleh semua kelompok masyarakat, baik laki-laki, perempuan, anak, disabiltas, lansia dan kelompok lainnya serta melibatkan semua kepentingan, karena salah satu target SDGs pada Goals kelima adalah Kesetaraan Gender,” imbuh Halda.

Dengan kegiatan ini, diharapkan Rencana Kinerja Anggaran (RKA) Pemprov Kaltim sebagai dokumen perencanaan penganggaran daerah telah mengintegrasikan isu gender dan dianalisa melalui GAP/GBS. Output yang akan dihasilkan dalam kegiatan ini adalah berupa analisa program kegiatan melalui perencanaan program responsif gender yang terintegrasi sesuai dengan dokumen perencanaan perangkat daerah tahun 2020.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 OPD lingkup Pemprov Kaltim. Tampak hadir pada kegiatan ini Kabid KG Dalam Hukum Kemen PPPA Rina Nursanti, Kabid KG DKP3A Kaltim Dwi Hartini, Perwakilan Lembaga Kajian dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat (LKPPM) Pratiti Budi Asih, dan Fasilitator PUG Pusat Widi Heriyanto (DKP3AKaltim/rdg)

PPRG Untuk Wujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Bontang — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, mengatakan pihaknya memiliki program prioritas diantaranya Program Penguatan Kelembangaan Perlindungan Perempuan dan Anak, Program Peningkatan Perlindungan Pemenuhan Hak Anak dan Program Penanggulangan Kemiskinan Bidang Pemberdayaan Perempuan.

Hal ini diungkapkan pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) bagi Perangkat Daerah Pemkot Bontang, di Auditorium Tiga Dimensi Bontang, Rabu (23/10/2019).

PPRG adalah anggaran yang respon terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Anggaran yang responsif gender bukanlah anggaran yang terpisah  bagi laki-laki  dan perempuan tetapi merupakan strategi untuk mengintegrasikan isu gender ke dalam proses perencanaan dan  penganggaran, serta menerjemahkan komitmen pemerintah untuk  mewujudkan  kesetaraan gender  ke dalam komitmen anggaran.

“IPM Kaltim tahun 2017 berada pada angka 75,12 dan Bontang sebesar 79,47. Sementara IPG Kaltim 85,62 dan Bontang 86,44, sedangkan IDG Kaltim sebesar 56,64 dan Bontang 45,44,” ujarnya.

IPM dan IPG Bontang, lanjut Halda, berada pada kuadran I yaitu angka IPM dan IPG lebih tinggi dari angka Provinsi Kaltim. Bontang memiliki capaian pembangunan gender dan pembangunan manusia yang lebih tinggi disertai dengan kesetaraan gender. Sedangkan IPG dan IDG Bontang berada pada kuadran II, yaitu IPG berada diatas Provinsi Kaltim namun IDG dibawah angka provinsi. Namun, pembangunan gender yang tinggi ini belum optimal dalam pemberdayaannya. Capaian pembangunan gender telah melampaui capaian di tingkat provinsi, tapi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan masih rendah.

Halda menyampaikan, rendahnya angka IDG Kaltim saat ini karena belum semua daerah memiliki kebijakan tentang pelaksanaan PUG dan PPRG, baik dalam bentuk peraturan daerah maupun dasar hukum lainnya serta rencana aksi daerah. Pada banyak daerah, situasi perempuan, anak dan PUG belum terintegrasi dalam RPJMD dan indikator keberhasilannya. Belum semua pengambil kebijakan di pemerintah daerah paham tentang pentingnya PUG dan PPRG dalam pembangunan daerah

“Selanjutnya, gender focal point yang ada di daerah belum berfungsi maksimal. Tim teknis dan pemerintah daerah penggiat PUG dan PPRG (Driver) di daerah belum optimal dalam mendukung pelaksanaan PPRG. Ditambah, mutasi pejabat di daerah yang dilakukan dalam kurun waktu yang pendek. Selain itu, kualitas analisis gender dan penyusunan dokumen pernyataan anggaran gender (GBS) yang disusun pemerintah daerah masih rendah karena belum menyadari maksud dari GBS,” imbuhnya.

Ditambahkannya, ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin masih terbatas sehingga analisis gender masih belum dapat dilakukan dengan tajam. Pemahaman tentang perencanaan dan penganggaran masih rendah di beberapa daerah dan desa, serta pemahaman tentang kesetaraan gender di semua kalangan masih rendah, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.

Ia mengimbau dalam melaksanakan PPRG yang dibiayai APBD, agar pemerintah daerah dapat mengutamakan program prioritas pembangunan daerah yang mendukung pencapaian prioritas nasional dan target MDGs-SDGs mengacu pada RPJMD, Renstra SKPD, RKPD dan RKA-SKPD. Diharapkan pula, memilih/menentukan program utama untuk dimasukkan pada awal penerapan PPRG dan menyerahkan GBS kepada BAKD, dan salinan kepada Bappeda dan Dinas PPPA serta menyerahkan salinan GBS bersama salinan Renja Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pembangunan Daerah. (DKP3AKaltim/rdg)

46% Industri Rumahan Pengelolannya Adalah Perempuan

Samarinda — Dinas Kependudukan Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melakukan Bimbngan Manajemen Usaha (BMU) bagi Perempuan dalam Mengelola Usaha di Kelurahan Sanga-Sanga Muara, Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar), Rabu (16/10/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad, melalui Kasi KG Bidang Ekonomi Suraidah, mengatakan jumlah Usaha Mikro Kecil di Kaltim sebanyak 16.083 Unit, Sebagian merupakan industri rumahan dan 46 % pengelolannya adalah kaum perempuan.

“Dengan jumlah yang cukup banyak itu, maka peran perempuan pengusaha sangat penting bagi ketahanan ekonomi, karena mampu menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan,” ujarnya.

Selain itu, pembangunan aspek ekonomi dalam keluarga, menjadi suatu yang sangat penting diupayakan agar keluarga dapat membangun dirinya menjadi keluarga yang mandiri secara ekonomi. Karena sebuah keluarga baru dapat melaksanakan fungsi keluarga secara utuh mulai dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih,  melindungi, fungsi ekonomi hingga pembinaan lingkungan, apabila keluarga tersebut telah di topang oleh landasan ekonomi yang kuat.

“Salah satu perwujudan dalam membangun aspek ekonomi dalam keluarga adalah membangun jiwa wirausaha secara berkelanjutan, terutama bagi kaum perempuan atau ibu rumah tangga, disamping tidak melupakan kewajibannya dalam urusan rumah tangga,” katanya.

Kegiatan BMU perempuan dalam mengelola usaha pada industri rumahan di lokasi desa prima ini, diharapkan dapat lebih meningkatkan produktivitas dari ibu-ibu dalam rangka mengembangkan diri sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan / kesejahteraan keluarga melalui para pelaku industri rumahan.

Pada kegiatan ini, masyarakat diberi praktek membuat kerajinan tangan (handy craft) berupa gantungan kunci, perekat / hiasan kulkas dan hiasan meja. (DKP3AKaltim/rdg)

 

Perempuan Milenial Harus Cerdas, Sehat dan Berakhlak Mulia

Samarinda — Perempuan milenial harus cerdas, sehat dan berakhlak mulia. Selain itu perempuan juga perlu mendapatkan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari dan dalam pembangunan.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, pada kegiatan Ruang Temu Perempuan, di Aula Gedung Dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Jumat (22/10/2019).

Beberapa permasalahan yang dihadapi perempuan diantaranya pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi, hukum, politik, kekerasan/trafficking dan lingkungan. Sementara faktor yang menyebabkan kondisi perempuan di Indonesia menuntut keprihatinan semua pihak, seperti adanya persepsi masyarakat terhadap perempuan yang belum menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar, ketentuan hukum yang ada belum secara khusus memberikan perlindungan terhadap perempuan.dan mayoritas perempuan belum mengetahui hak-haknya.

DKP3A Kaltim, lanjut Halda, terus mendorong keterlibatan perempuan dalam berpolitik, terutama bagi pemilih pemula untuk menyukseskan Pilkada pada 2018 dan Pemilu 2019. Peningkatan kualitas hidup perempuan melalui kegiatan bimbingan manajemn usaha dan advokasi pemberdayaan dan perlindungan perempuan.

“Sehingga strategi yang perlu dilakukan dengan membangun dan memperkuat hubungan jaringan organisasi perempuan, meningkatkan representasi perempuan dalam partai politik yang berpolitik, membangun komunikasi yang efektif antar pemimpin parpol, membangun akses ke media, meningkatkan diklat pemahaman politik untuk perempuan, dan meningkatkan kualitas hidup perempuan,” ujarnya.

Dorongan partisipasi bagi pemilih pemula perempuan terus dilakukan agar ke depan perempuan  tidak ragu terjun ke dunia politik, Untuk itu, berbagai langkah dilakukan dalam meningkatkan kapasitas SDM kaum perempuan di berbagai sektor, khususnya bidang politik sehingga dapat meningkatkan partisipasi perempuan secara menyeluruh dalam pembangunan.

“Sesungguhnya jumlah perempuan sangat potensial, ada beberapa bentuk partisipasi perempuan yang bisa dijalankan dengan optimal sebagai bentuk partisipasi perempuan pada negara secara umum, diantaranya pemberi suara, menjadi anggota atau pengurus Parpol, menjadi anggota Legislatif, menjadi kepala kaerah, dan menjadi anggota KPU,” imbuhnya.

Ia berharap, berapa pada era Revolusi Industri 4.0, perempuan milenial dapat bergerak ke arah progresif terlibat di berbagai lapisan masyarakat, mengingat era milenial saat ini kaum muda mudi dituntut untuk lebih kreatif dengan perkembangan era digital.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua IKA Fekon Unmul Meiliana, Duta Wisata Samarinda dan Kaltim 2015 Nirmala Sari Herwanto, Putri Muslimah Intelegensia 2019 Nurhadijah. (DKP3AKaltim/rdg)

Kesetaraan Gender Pondasi Dasar Wujudkan Ketahanan Keluarga

Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong kesetaraan gender dalam keluarga melalui kemitraan peran gender. Sekretaris KPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, kesetaraan gender dalam relasi keluarga merupakan salah satu pondasi dalam mewujudkan ketahanan keluarga.

“Saat ini terdapat 81,2 juta keluarga (SUPAS, 2015) di Indonesia, yang perlu ditingkatkan ketahanan dan kualitasnya. Peningkatan ketahanan keluarga dapat dilakukan melalui kesetaraan gender dengan pendekatan kemitraan peran gender, yaitu kerjasama antar anggota keluarga dalam menjalankan peran dalam keluarga,” ujarnya pada acara Seminar Nasional Kesetaraan Gender dan Ketahanan Keluarga sebagai Pondasi Pembentukan SDM Unggul, di Auditorium LIPI, (14/10/2019).

Pribudiarta menambahkan, sejumlah permasalahan dihadapai keluarga seperti pernikahan usia anak, meningkatkanya angka perceraian dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kekerasan dalam keluarga juga kerap terjadi dimana 1 dari 3 perempuan usia 15 – 64 tahun mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya (Sumber : SPHPN, 2016), dan 2 dari 3 anak dan remaja pernah mengalami kekerasan salah satunya oleh keluarga (SNPHAR, 2018).

“Kemitraan peran gender antara suami istri dalam pembagian peran dan pengambilan keputusan mempermudah jalannya fungsi dan membentuk keharmonisan keluarga sehingga tujuan keluarga dapat tercapai. Keluarga yang berfungsi dengan baik dan memiliki ketahanan diharapkan mampu mengatasi pemasalahan yang menghambat pembangunan nasional dan mewujudkan ketahanan nasional,” jelasnya.

Intervensi pembangunan keluarga juga dilakukan KPPPA melalui Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga yang mengamanatkan bahwa dalam pelaksanaan Pembangunan Keluarga, diharapkan kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menyusun dan mengembangkan kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis yang berpedoman pada konsep Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga. (publikasidanmediaKPPPA/DKP3AKaltim/rdg)

Pelatihan Anggota Legislatif Perempuan Untuk Pembangunan Keadilan Gender

Samarinda — Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Pelatihan Bagi Anggota Legislatif Perempuan Se Kaltim, berlangusng di Ruang Pandurata Kantor Gubernur Kaltim, Senin (30/9/2019). Hal ini sebagai upaya penguatan perempuan dalam menjalankan fungis dan tugas anggota legislatif terutama tugas dalam perspektif gender.

Gubernur Kaltim H Isran Noor melalui Staf Ahli Gubernur Kaltim bidang Reformasi, Birokrasi dan Keuangan Daerah HM Yadi Robyan Noor, membuka pelatihan bagi mengucapkan selamat atas dilaksanakannya pelatihan bagi anggota legislatif perempuan terpilih provinsi dan kabupaten kota se Kaltim periode 2019-2024.

“Diharapkan acara pelatihan ini, wawasan para anggota legislatif perempuan dapat terus meningkat sehingga manfaatnya sangat besar untuk pembangunan Provinsi Kaltim dan kabupaten/kota ,” katanya.

Roby juga berharap makin banyak perempuan yang dapat membentuk keseimbangan gender dalam pengambilan keputusan politik di parlemen. Yang diharapkan juga bisa mengorganisir, memobilisasi, memotivasi dan melakukan advokasi agar semakin banyak perempuan yang menjadi anggota parlemen.

Sementara itu, Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan angka keterwakilan bahkan kiprah perempuan di Kaltim dalam dunia politik masih minim. Ini ditandai dengan jumlah perempuan yang duduk di kursi DPRD Kaltim saat ini hanya 11 perempuan dari total anggota dewan sebanyak 55 orang.

“Sementara anggota DPRD menurut kabupaten/kota se Kaltim dan jenis kelaminnya, maka terdapat 63 perempuan dan 322 orang laki-laki,” ujarnya.

UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, mensyaratkan partai politik peserta pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dalam mengajukan calon anggota. Artinya, kesempatan perempuan untuk maju juga besar.

Dari hasil Pemilu 2019, lanjut Halda, hanya mampu menghasilkan keterwakilan perempuan 16,82  persen di DPRD se Kaltim, dan didominasi oleh anggota yang baru. Maka untuk memastikan kepentingan suara perempuan terwakili di parlemen bahkan menjadi prioritas kebijakan, keterlibatan perempuan di parlemen sangatlah penting. Keterlibatan tersebut merupakan salah satu perwujudan membangun keadilan gender di parlemen, tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.

Halda juga menyebutkan, satu-satunya kabupaten yang memenuhi kuota 30 persen hanya Kabupaten Mahulu yang hasil Pemilu lalu mencapai keterwakilannya 40 Persen.

“Untuk itu pemerintah berkomitmen meningkatkan peranan dan keterwakilan perempuan dalam politik dan dalam pembangunan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan peran perempuan dalam kebijakan publik adalah dengan memberikan kesempatan yang sama kepada profesional perempuan, untuk lebih banyak berkiprah di bidang kebijakan publik khususnya di Dunia Politik.” Harapnya

Kegiatan ini menghadirkan narasumber Asdep Kesetaraan Gender Bidang Politik, Hukum dan Hamkam KPPPA Endah Sri Rejeki, Lembaga  Kajian  dan  Pengembangan  Partisipasi  Masyarakat  (LKPPM) pusat Darsono Sudibyo, Akademisi Unmul Unis Sajena, dan Anggota DPR RI Dapil Kaltim 2019-2024 Hetifah Sjaifudian. (DKP3AKaltim/rdg)

Penyusunan PPRG Cegah HIV dan TB Paru

Samarinda — Dua permasalahan kesehatan yang harus segera diatasi adalah kasus AIDS dan TB. Kedua penyakit tersebut menjadi komitmen global dalam Sustainability Development Goals (SDGs) untuk pengendaliannya. Baik HIV-AIDS maupun TB merupakan penyakit menular yang jumlah kasusnya cenderung semakin bertambah.
Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, pada Bimtek PPRG Dalam Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan TB Paru, mengatakan berdasarkan data dari WHO penyakit TBC sebagai kedaruratan global. Pada saat ini menyebabkan 3 juta kematian dan 9 juta penderita baru setiap tahunnya.

“Data Kementerian Kesehatan RI, Indonesia termasuk nomor 2 terbanyak di dunia setelah India dan China. Mengacu pada angka estimasi insidens oleh Kementerian Kesehatan yaitu 0,6 % dari jumlah penduduk di Kaltim saat ini kurang lebih 3,5 juta jiwa, diperkirakan terdapat 7800 penderita TB dengan BTA (+) pemeriksaan bakteri tahan asam,” ujarnya.


Selanjutnya, pertambahan penderita setiap tahunnya sebesar 0,15% atau 3.850 penderita TB, sedangkan penemuan penderita setiap tahunnya hanya sebanyak 2.200 orang atau 42,5%. Artinya masih banyak lagi penderita TBC di masyarakat yang belum diketahui.

Dari kondisi seperti ini diperkirakan jumlah penderita TB di Kaltim akan meningkat 2 kali lipat dari tahun 21, padahal lebih dari 75% penderita TB menyerang usia produktif sehingga akan menjadi ancaman terhadap pembangunan bangsa khususnya di Kaltim.

“Ancaman ini nampaknya akan lebih besar lagi apabila kita memasukkan faktor epidemik HIV/AIDS, yang kini mulai meningkat di Kaltim,” katanya.

Salah satu upaya Kementerian PPPA dalam pencegahan dan pengendalian penyakit TBC dan HIV/AIDS adalah menyusun pedoman pengarusutamaan gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran Rresponsif Gender (PPRG) ke dalam program dan pelaksanaan yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penganggaran, monitoring dan evaluasi harus merefleksikan perspektif gender.

Lanjutnya, perbandingan proporsi penderita laki-laki dan perempuan dua banding satu. Selain itu didukung salah satu faktor resiko tinggi mayoritas terjadi pada laki-laki melalui lelaki sex lelaki (LSL) 21%, serta heteroseksual 13%. Meskipun secara keseluruhan dalam rentang 2005-2019 perempuan cenderung lebih kecil proporsi kasusnya, terlihat peningkatan yang cukup signifikan. Penderita HIV dari kasus ibu rumah tangga pada tahun 2019 sebesar 16.618 orang, angka tersebut menduduki kasus terbesar setelah karyawan.

Selain IRT, ibu hamil melalui 88 buah layanan pencegahan penularan ibu ke anak Kemenkes terdata 10.235 orang positif HIV pada rentan 2017-2019, hanya 488 diantaranya menjalani pengobatan anti retrovirat treatment (ART) dan 3.971 baru akan memulai ART.

“ini memperlihatkan bahwa perempuan banyak terpapar resiko meskipun berprilaku aman dan sehat,” imbh Halda.
Dari data diatas, ada isu gender yang perlu mendapat perhatian dalam upaya penanggulangan TBC dan HIV/AIDS. Dari aspek epidemiologi TBC dan HIV/AIDS perempuan lebih rentan untuk terkena TBC dan HIV/AIDS dibanding laki-laki.

Untuk mengatasi permasalahan HIV/AIDS dan TB paru perlu dilakukan secara komprehensif, kebersamaan, keterpaduan antara satu institusi dengan yang lainnya guna mencapi hasil yang optimal menuju Indonesia bebas TBC pada tahun 2050 dan menurunkan angka penderita HIV/AIDS. (DKP3AKaltim/rdg)