DKP3A Kaltim Gelar FGD KLA di Kabupaten Paser

Tana Paser — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Junainah, mengatakan Kabupaten Paser memperoleh penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) Kategori Pratama.

Ana sapaan akrabnya menjelaskan, untuk Klaster Hak Sipil dan Kebebasan, berdasarkan evaluasi KLA tahun 2021, jumlah anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran yaitu pada tahun 2020 sebanyak 100%. Sedangkan tahun 2021 yaitu 95%. Selain itu Informasi pelaksanaan Informasi Layak Anak (ILA) dan Ruang Partisipasi Anak (RPA) sudah berjalan dengan baik.

Untuk Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif di Kabupaten Paser bisa di gambarkan melalui angka perkawinan usia anak dengan kondisi tahun 2021 masih cukup tinggi yaitu 10.72%.

“Sementara lembaga konsultasi bagi keluarga seperti BKB, BKR dan PPKS. Program Pengasuhan Berkelanjutan dilaksanakan oleh 16 LKSA di Kabupaten Paser,” ujarnya pada kegiatan FGD Pendampingan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) ke Kabupaten/Kota, berlangsung di Kyriad Hotel Sadurengas Paser, Rabu (9/11/2022).

Pada Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, kondisi Kabupaten Paser pada tahun 2021 yaitu Angka Kematian Bayi (AKB) usia 0 -11 bulan sebesar 60  anak terdiri dari 34 laki-laki dan 26 perempuan, dengan kelahiran hidup sebesar 4000 lebih dan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 20 orang.

Ana menambahkan, Status Gizi Anak dengan prevalensi gizi buruk sebesar 6,29% atau dibawah angka standar nasional. Persentase ASI ekslusif sebesar 71,9%. Persentase Puskesmas/RS Ramah Anak sebesar 100% dan Persentase Imunisasi Dasar Lengkap sebesar 100%

Lembaga Layanan Kesehatan Khusus bagi Anak dilakukan melalui layanan untuk kesehatan reproduksi remaja, layanan bagi anak korban penyalahgunaan alkohol dan NAPZA, layanan terhadap anak dengan HIV/AIDS, layanan         terhadap anak dengan gangguan kesehatan jiwa; dan layanan kesehatan terhadap anak penyandang disabilitas.

“Untuk Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih dalam hal ini air minum sebesar 80%. Sedangkan tersedia Kawasan Tanpa Rokok hampir di seluruh lingkungan perkantoran, pelayanan kesehatan dan sekolah sudah bebas asap rokok,” imbuhnya.

Pada Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya. Sekolah Ramah Anak (SRA) di Kabupaten Paser sebanyak 31 sekolah. Pada tahun 2021 SRA di Kabupaten Paser yaitu SD 20 dan SMP 10 dan SMA 1.

Pemkab Kabupaten Paser juga memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan  anak  usia dini yang tersebar di 10 Kecamatan dengan program 1 Desa 1 PAUD. Melakukan pendataan terhadap anak tidak sekolah yang selanjutnya memasukkan anak putus sekolah ke dalam penyelenggaraan ujian persamaan untuk pendidikan setara SD, SMP dan SMA serta memberikan pendidikan keterampilan melalui Pendidikan Kecakapan Hidup.

Sementara Klaster Perlindungan Khusus salah satu indikatornya adalah jumlah kekerasan.  Jumlah atau angka kekerasan yang dialami oleh anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. Setiap kejadian kekerasan yang d

Pemprov Kaltim Dorong Semua Dearah Jadi Kabupaten/Kota Layak Anak

Jakarta — Saat ini sudah ada Sembilan kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Timur yang telah berhasil memperoleh penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemen PPPA RI) dengan kategori Pratama, Madya dan Nindya.

Gubernur Kaltim Isran Noor melalui Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam, Perekonomian Daerah dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim Christianus Benny mengatakan, mengapresiasi kegiatan ini sebagai wujud perhatian pemerintah dalam mensejahterakan dan meningkatkan kualitas hidup bagi anak-anak di Kaltim khususnya di Kabupaten Mahakam Ulu.

“Sekaligus mendorong Kabupaten Mahakam Ulu menjadi Kabupaten Layak Anak,” ujar Benny pada kegiatan Rapat Kerja Teknis Kabupaten/Kota Layak Anak yang diinisiasi Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, belangsung di Hotel Lumire Jakarta, Rabu (16/11/2022).

Ia juga mengajak semua pihak mengambil langkah-langkah untuk pemenuhan hak anak yaitu membentuk prosedur yang efektif, pelaksanaan program-program sosial yang diperlukan, melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak, identifikasi, pelaporan, rujukan, memeriksakan, perawatan dan tindak lanjut dari kejadian perlakuan salah terhadap anak-anak ke dalam kegiatan sistem aplikasi digital yang informatif.

Sementara Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, melalui Rakernis ini ia berharap dapat membangun dan meningkatkan komitmen Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam rangka mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

“Juga meningkatkan efektifitas dan harmonisasi serta sinergitas perencanaan, program, serta pelaksanaan beberapa klaster KLA di Kabupaten/ Kota dan Provinsi,” ujar Soraya.

Kegiatan ini juga dirangkai dengan studi tiru ke Kecamatan Kelapa Dua, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Diketahu Kecamatan Kelapa Dua menjadi Kecamatan yang sudah terfasilitasi Rumah ibadah ramah anak (RIRA), Tempat bermain ramah anak (TBRA), Puskemas Ramah Anak (PRA) dan Sekolah Ramah Anak (SRA).

Turut hadir mengikuti kegiatan Rakernis KLA yaitu, Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh, Ketua DPRD Mahulu Novita Bulan, Sekda Mahulu Stephanus Madang, Sekretaris Komisi II DPRD Mahulu Weny, dan Dinas PPPA se Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

Pendampingan KLA, Samarinda Raih Kategori Madya

Samarinda — Provinsi Kalimantan Timur telah meraih sembilan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) tahun 2022 di 9 kabupaten/kota, selain Kabupaten Mahakam Ulu.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan ANak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala BIdang PPPA Junainah mengatakan, Kategori Nindya diraih oleh Kota Bontang dengan nilai 767,25 dan Kota Balikpapan dengan nilai 732,00.

“Kategori Madya diraih Kota Samarinda dengan nilai 653,70 dan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai 601,80,” ujar Junainah pada kegiatan FGD Pendampingan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Swiss-belhitel Samarinda, Senin (7/11/2022).

Ana sapaan akrabnya menambahkan, sedangkan Kategori Pratama diraih oleh lima kabupaten yaitu Kabupaten Berau dengan nilai 564,40, Kabupaten Penajam Paser Utara dengan nilai 544,75, Kabupaten Kutai Timur dengan nilai 501,80, Kabupaten Paser dengan nilai 501,80 dan Kabupaten Kutai Barat dengan nilai 500,20.

Terdapat 24 indikator yang mengukur keberhasilan KLA dan dikelompokkan dalam lima klaster. Klaster satu, tentang hak sipil dan kebebasan,  Klaster dua, tentang lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, Klaster tiga, tentang kesehatan dasar dan kesejahteraan, Klaster empat, tentang pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan kebudayaan, dan  Klaster lima, tentang perlindungan khusus.

Ia berharap melalui kegiatan ini dapat melanjutkan kegiatan implementasi KLA yang sudah dilakukan sebelumnya, dan menjadi forum evaluasi untuk bersama-sama mewujudkan KLA khususnya di Kota Samarinda.

Untuk mewujudkan Samarinda menjadi Kota Layak Anak, berbagai pihak berkewajiban dan bertanggung jawab menjamin pemenuhan hak-hak anak tersebut, mulai dari institusi terkecil yaitu keluarga, masyarakat, Pemerintah desa/kelurahan, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

Kegiatan ini dirangkai dengan penyerahan piala KLA Kategori Madya oleh Sekretaris Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPPA Hendra Jamal dan diterima oleh Plt Asisten I Bidang Pemerintahan dan KesraPemkot Samarinda Eko Suprayetno. (dkp3akaltim/rdg)

 

DKP3A Kaltim – IPK Kaltim Lakukan PKS Pendampingan Psikologi Terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Kaltim melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait Pendampingan Psikologi Terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak Di UPTD PPA Provinsi  Kalimantan Timur.

Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, PKS ini bertujuan untuk memantapkan hubungan dan keterkaitan serta menjalin kerjasama yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam upaya pencegahan, pengurangan risiko, penanganan kasus terhadap pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Selain itu, menguatkan pendampingan dan perlindungan psikologis dari segala bentuk kekerasan, penyiksaan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya,” ujar Soraya.

Soraya menambahkan, lingkup PKS ini meliputi pertukaran informasi, pemberian edukasi, dan pelayanan penanganan dan pendampingan masalah. Pertukaran Informasi meliputi memberikan informasi tentang peraturan serta penelitian ilmiah terkini yang terkait dengan layanan UPTD PPA Kaltim, dan memberikan informasi tentang kasus dan penanganan yang dilakukan terhadap klien UPTD PPA Kaltim baik pribadi, kelompok, komunitas, maupun masyarakat. Pemberian Edukasi meliputi memberikan edukasi mengenai pola serta dinamika psikologis para korban kekerasan, penyiksaan, diskriminasi, dan perilaku salah lainnya.

“Sementara pelayanan penanganan dan pendampingan terkait masalah psikologis perempuan, anak, dan disabilitas yang bermasalah dengan hukum, perempuan korban kekerasan, penyiksaan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya,” imbuh Soraya.

Perjanjian Kerja Sama ini akan berlangsung selama tiga tahun dan akan dilakukan koordinasi secara berkala setiap enam bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama. (dkp3akaltim/rdg)

Soraya Imbau Masyarakat Berani Lapor Jika Alami Kekerasan

Samarinda — Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sebagai payung hukum masyarakat yang mengalami KDRT.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran rumah tangga.

Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT antara lain adanya faktor balas dendam atau pelampiasan, karena pada masa sebelumnya ia berada di posisi korban.

“Adanya suatu konflik yang tidak diselesaikan melalui metode penyelesaian dan adanya faktor biologi atau turunan emosional,” ujar Soraya baru-baru ini.

Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada tahun 2021 jumlah kasus kekerasan sebanyak 450 kasus dengan 513 korban terdiri dari 174 korban dewasa (34%) dan 339 korban anak (66%).

Sementara data per 1 juli 2022 kasus kekerasan yang terjadi sebanyak 441 kasus dengan 462 korban terdiri dari 245 korban dewasa (53%) dan 217 korban anak (47%).

“Sedangkan data per 1 September kasus kekerasan yang terjadi sebanyak 579 kasus dengan 612 korban terdiri dari 308 korban (49,6%) dan 313 korban anak (50,45),” terang Soraya.

Kasus kekerasan tertinggi terjadi di Kota Samarinda sebanyak 293 kasus. Kekerasan terhadap anak terbanyak terdapat pada kekerasan seksual sebanyak 192 korban sedangkan pada dewasa terdapat pada kekerasan fisik sebesar 211 korban. Kekerasan terhadap anak dan perempuan terbanyak terjadi pada ranah rumah tangga yaitu 124 korban anak dan 184 korban dewasa

“Sementara untuk KDRT berjumlah 203 korban. Paling tinngi di Samarinda berjumlah 99 korban. Bontang 34 korban dan Balikpapan 24 korban,” imbuh Soraya

Peran DKP3A Kaltim sendiri, lanjut Soraya, memberikan dorongan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk lebih intens dalam sosialisasi kepada masyarakat atas bahayanya kekerasan ini. Di Tahun 2022 ini juga, pihaknya telah ke lapangan guna menginvestigasi sumber masalah tingginya kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

“Tim UPTD PPA turun ke lapangan, digali apa yang menjadi masalahnya. Itu yang kami lakukan di 2022,” ujarnya.

Ia juga mengimbau, agar masyarakat yang menyaksikan atau mengalami kekerasan agar berani melaporkan ke lembaga terkait. DKP3A Kaltim saat ini telah memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Ruhui Rahayu Kaltim dan UPTD PPA.

Puspaga berfungsi sebagai One Stop Service/Layanan Satu Pintu Keluarga Holistik Integratif Berbasis Hak Anak. Jenis layanan Puspaga adalah Layanan Konseling/Konsultasi dan Layanan Informasi. Sementara UPTD PPA Kaltim berfungsi memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus, dan masalah lainnya. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Sosialisasikan Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Anak

Tanjung Redeb — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bekerja sama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Berau menggelar Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kewenangan Provinsi melaui Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Anak tahun 2022, berlangsung Hotel Palmy, Kamis (29/9/2022).

Wakil Bupati Berau Gamalis mengatakan, mendukung dan mengapresiasi kegiatan ini karena Kabupaten Berau saat ini sedang menuju kabupaten layak anak.

Kekerasan anak ini sangat berdampak secara jangka panjang. Sehingga harus dilakukan pencegahan agar tidak terjadi. Permasalahan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan adalah merupakan tanggung jawab semua pihak.

Yang perlu dilakukan dalam penanganan lintas sektor adalah penguatan fungsi koordinasi dengan jejaring sesuai kebutuhan korban, asesmen, pendampingan dan mediasi korban. Juga memberikan pelayanan secara terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan dalam rangka pemenuhan hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan perlindungan.

Sebagai upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan kerjasama dari berbagai kalangan. Perlu adanya kesadaran yang tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak.

“Selain itu diperlukan langkah-langkah yang konkrit, terkoordinasi, terencana, menyeluruh dan berkelanjutan karena isu-isu perlindungan perempuan merupakan isu lintas program,” ujar Gamalis.

Ia berharap para garda depan, termasuk lingkungan sekolah sama-sama mengawal agar anak-anak ini tercegah dari kekerasan.

Sementara Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang PPPA Junainah mengatakan, berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 1 September 2022 menunjukan persentase jumlah kekerasan yang terjadi di Kaltim yaitu 49,6% adalah dewasa dan 50,4% korban anak. Kekerasan anak terbanyak terdapat pada kekerasan seksual sebanyak 192 korban sedangkan pada dewasa terdapat pada kekerasan fisik sebesar 211 korban. Kekerasan anak dan perempuan terbanyak terjadi pada rumah tangga yaitu 124 korban anak dan 184 korban dewasa.

“Jumlah kasus sebanyak 579 kasus. Kasus terbanyak berada di Kota Samarinda sebanyak 293. Sementara untuk Kabupaten Berau terdata 18 kasus kekerasan,” ujar Junainah.

Ia juga berharap kegiatan ini dapat mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.

“Selain itu meningkatkan kepedulian semua pihak terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak di Kaltim,” tutup Junainah. (dkp3akaltim/rdg)

Komitmen Bersama Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

Tangerang — Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Namun, Pribudiarta lebih jauh menjelaskan ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1% perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2021.

Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4%) dan anak sebesar 31% sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni :

  1. Menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
  2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya
  3. Menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman
  4. Koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
  5. Manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif
  6. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)
  7. Menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke Provinsi
  8. Menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA)
  9. Menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).  

Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, yakni ego sektoral di pemerintah pusat, lemahnya koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah, terdapatnya tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum teringrasikannya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.    

“Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder,” tegasnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaaan Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama dan perlu melibatkan banyak pihak, baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah. “Diperlukan upaya konvergensi dan pembagian peran antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Masyarakat. Selain itu, penting pula memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak kita,” tuturnya.  (BiroHukum&HumasKPPPA)

Rakornas Pppa 2022, Provinsi Jawa Tengah Dan Kota Balikpapan Sharing Praktik Baik Konvergensi Program Perlindungan Perempuan Dan Anak

Tangerang — Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2022 (Rakornas PPPA), dua perwakilan dari dinas provinsi dan dinas kabupaten/kota, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan, ditunjuk untuk memaparkan praktik baik penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yang telah dilakukan di daerahnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, menyampaikan fokus DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah berakar dari 5 (lima) arahan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, yaitu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Berdasarkan data Simfoni PPA Tahun 2022, Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi keempat tertinggi dengan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Simfoni PPA pun mencatat, jenis kekerasan yang paling banyak dialami di Provinsi Jawa Tengah adalah kekerasan fisik dengan persentase 38,6% terhadap perempuan dewasa dan kekerasan seksual terhadap anak dengan persentase 52,9%.

“Hal tersebut merupakan potret yang cukup buruk bagi Provinsi Jawa Tengah. Karena itulah dalam dua tahun ke belakang ini, kami menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Perda Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Lalu kami juga menyusun beberapa Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mendukung Perda yang sudah ada di dua tahun ini,” ujar Retno.

Dalam hal upaya pencegahan, berbagai macam program yang sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah pun turut disampaikan Retno, diantaranya melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan mengadakan Ngobrol Topik Perempuan dan Anak (Ngopi Penak) serta instagram live, Gerakan Jogo Konco yang merupakan perwujudan implementasi konsep peran anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam upaya saling melindungi dan mendorong pemenuhan hak anak, dan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi, Gerakan Jo Kawin Bocah yang merupakan implementasi dari Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dengan penguatan regulasi/kebijakan perlindungan anak, pelibatan pentahelix, pendataan melalui Aplikasi Pemetaan Kelompok Rentan Perempuan dan Anak serta Pasangan Usia Subur (APEM KETAN), pelatihan keterampilan hidup bagi remaja, layanan care center Jo Kawin Bocah, serta gelar ekspo Jo Kawin Bocah, Implementasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan program desa yang memenuhi prasarana dasar dan menyejahterakan masyarakat (Destara), dan Flexi Time bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya perempuan, agar orang tua dapat memiliki waktu lebih dalam memberikan perhatian kepada anak.

“Dalam hal penanganan, di Jawa Tengah sebelumnya sudah terbentuk layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), namun pada 2018 hilang dan kini sedang kami proses pembentukannya kembali dan sudah sampai di Kementerian Dalam Negeri sehingga tahun ini diharapkan sudah terbentuk. Selain itu, kami juga memiliki sumber daya manusia (SDM) kompeten yang akan membantu di UPTD PPA nantinya,” jelas Retno.

Lebih lanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati mengemukakan layanan UPTD PPA Kota Balikpapan sudah dimanfaatkan secara luar biasa oleh masyarakat. Terdapat enam layanan yang dimiliki, yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan klien, pengelolaan kasus, penampungan sementara di rumah perlindungan, mediasi, serta pendampingan klien.

“Selain enam layanan tersebut, kami juga sudah mulai menjangkau pelayanan berbasis online melalui aplikasi Layanan Pengaduan dan Pelaporan Perempuan dan Anak yang Mendapat Kekerasan di Balikpapan (Lapor Pak! Balikpapan) yang sudah dapat diunduh melalui aplikasi playstore. Melalui aplikasi tersebut, masyarakat memiliki akses secara langsung untuk melapor hingga curhat mengenai kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilihat atau dialami,” kata Alwiati.

Alwiati menambahkan berdasarkan instruksi Walikota Balikpapan, Kota Balikpapan bergerak hingga ke ujung tombak yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam upaya perlindungan perempuan dan anak. Pada tingkat RT dilakukan sosialisasi Pola Penguatan Pengasuhan dari RT ke RT (Lautan RT) dan kegiatan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM) agar masyarakat pada tingkat RT mampu mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang bersifat mikro sebelum berakhir di UPTD PPA.

“Kami di Balikpapan juga sudah memiliki Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA), Kampung Pustaka (KAMPUS) yang merupakan kolaborasi dari semua elemen di wilayah kelurahan, serta kerjasama dengan Pengadilan Agama, Kementerian Agama Kota Balikpapan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai upaya pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak,” tambah Alwiati.

Menutup sesi panel ketiga, Staf Khusus Menteri Bidang Anak KemenPPPA, Ulfah Mawardi mengungkapkan harapan melalui sesi sharing praktik baik tersebut dapat melahirkan ide, gagasan, dan masukan untuk saling bertukar pikiran serta pengalaman yang sudah dilakukan di daerah dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, juga mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Indonesia Emas 2045.

“Konvergensi program perlindungan perempuan dan anak merupakan sebuah intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan bersama-sama dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Saya yakin setiap daerah sudah melakukan segala bentuk praktik baik dalam penyelenggaraan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak. Melalui sesi ini kita dapat belajar, khususnya dari praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan,” tutup Ulfah. (BiroHukum&Humaskpppa)

DKP3A Kaltim dan Forum Anak Kaltim Bagikan Semangat Kemerdekaan di LPKA Kelas II Samarinda

Tenggarong — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Forum Anak Kaltim menginisiasi kegiatan Pembinaan Forum Anak Kaltim dan Forum Anak Kabupaten Kutai Kartanegara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Samarinda di Tenggarong, Sabtu (27/8/2022).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kasi Tumbuh Kembang Anak  drg. Nova Paranoan mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan semangat kemerdekaan kepada Anak Didik Pemasyatakan (Andikpas).

“Kehadiran kami disini untuk memberikan semangat kemerdekaan kepada adik-adik sekalian, kiranya dalam pelaksanaan lomba nantinya agar untuk dilaksanakan dengan penuh semangat dan fairplay”, ujar Nova.

Sementara Kepala LPKA Kelas II Samarinda, Mudo Mulyanto menyambut baik dan memberikan apresiasi atas kepedulian Pemprov Kaltim dan Forum Anak Kaltim.

“Kami selaku tuan rumah, berterima kasih dan menyambut dengan senang hati atas kedatangan Forum Anak Kaltim bersama DKP3A, sebagai bentuk kepedulian terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

Mudo juga menyampaikan saat ini andikpas di LPKA Kelas II Samarinda berjumlah 48 orang.

Kegiatan diisi dengan sharing bersama duta sadar hukum dan perlombaan magic carpet, estafet karet, makan kerupuk dan cerdas cermat. (dkp3akaltim/rdg)

Kaltim Telah Inisiasi 8 UPTD PPA

Samarinda — Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada tahun 2021 di Provinsi Kalimantan Timur kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa sebanyak 66% dan pada anak sebanyak 34%. Sedangkan pada semester 1 tahun 2022 kasus kekerasan yang alami perempuan dewasa sebanyak 53% dan pada anak sebanyak 47%.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, terjadinya kekerasan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat khususnya di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data e-infoduk DKP3A Kaltim pada semester 1 tahun 2022 bahwa jumlah penduduk di Provinsi Kaltim sebanyak 3.891.849 jiwa yaitu  laki-laki sebanyak 2.017.337 jiwa dan perempuan sebanyak 1.874.512 jiwa.

Berkaca pada jumlah penduduk di Kaltim tersebut, sangatlah rentan terjadi kekerasan. Selain itu, peran perempuan sangat penting dalam membentuk generasi berkualitas karena perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga untuk memberikan pendidikan kepada anaknya. Namun, masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan dikarenakan mengalami kondisi rentan dan ketidakberdayaan baik faktor budaya dan ekonomi.

“Perlu pula diberikan pengetahuan kepada kaum perempuan penyebab mengapa perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan dan tempat layanan jika kaum perempuan mengalami kekerasan,” ujar Soraya pada kegiatan Bimbingan Teknis Standarisasi Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Kalimantan Timur, diinisiasi Kementerian PPPA, berlangsung di Hotel Mercure Samarinda, Selasa (23/8/2022).

Soraya menambahkan, Indonesia telah memiliki mekanisme penanganan perempuan dan anak korban kekerasan, salah satunya melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Kemudian pada tahun 2014 Kementerian PPPA mengeluarkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), diikuti dengan keluarnya Surat Kemendagri Nomor 061/1830/OTDA tanggal 22 Maret 2019 sebagai dasar pembentukan UPTD PPA di daerah dan diperkuat dengan Peraturan Menteri PPPA Nomor. 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak.

Sampai dengan tahun 2022, di Provinsi Kalimantan Timur telah terbentuk 8 UPTD PPA yaitu di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Paser, Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur.

“Perlu juga kami sampaikan bahwa untuk Kabupaten Penajam Paser Utara sedang dalam pelaksanaan proses penerbitan Peraturan Bupati tentang Pembentukan UPTD PPA, Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu masih dalam proses pembahasan Kajian Akademis (terkendala anggaran dan SDM),” imbuh Soraya.

Nantinya, UPTD PPA dan pemerintah akan berkoordinasi secara intens untuk memastikan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan terpenuhi. Hal ini tentunya menguatkan tugas lainnya yaitu merumuskan, menyinkronkan serta mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak..

“Dengan demikian, diharapkan pelayanan terhadap korban dapat dilakukan secara prima dan berpihak kepada kepentingan terbaik korban. Dalam rangka memastikan perempuan dan anak mendapatkan rasa aman dari segala bentuk kekerasan,” harapnya. (dkp3akaltim/rdg)