Gubernur Minta KPAD Kaltim Langsung Bekerja

Samarinda — Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Kalimantan Timur akan mengidentifikasi sedikitnya delapan isu strategis tentang anak. Selain itu, melakukan monitoring terhadap pesantren, panti asuhan dan lembaga pendidikan dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban anak.

Ketua KPAD Provinsi Kaltim, Sumadi mengatakan, isu strategis tersebut yaitu kekerasan terhadap anak atau yang melibatkan anak, Tindak Pidana Perdaganagn Orang (TPPO) pada anak, HIV/AIDS anak, eksploitasi anak, Stunting, Perkawinan Usia Anak,  dan Anak Putus sekolah.

“Juga melakukan kajian untuk Kalimantan Timur Bebas Pekerja Anak dalam rangka mengantisipasi peningkatan jumlah pekerja anak saat pembangunan dan pemindahan IKN di Kaltim,” ujar Sumadi usai melakukan audiensi dengan Gubernur Kaltim, Rabu (5/4/2023).

KPAD juga mendorong semua pihak untuk berpartisipasi dalam mweujudkan Kaltim menjadi Provinsi Layak Anak.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan, pembentukan KPAD berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 100.3.3.1/K/118/2023 Tentang Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Kalimantan Timur.

“Sesuai arahan Gubernur dan Wakil Gubernur, maka KPAD diharapkan langsung bekerja. Dan dapat menjadi pengawas terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan ahak di Kaltim,” ujar Soraya.

KPAD Provinsi Kaltim berjumlah 5 orang, Ketua oleh Sumadi, Wakil Ketua Selamat Said Sanif, anggota Sadikin, Kamsawati dan Mi’rajul Akbar.

Sebelumnya KPAD juga melakukan Audiensi ke Wakil Gubernur Kaltim pada hari Selasa, 4 April 2023. (dkp3akaltim/rdg)

Soraya : Program Perlindungan Perempuan Harus Melibatkan Semua Sektor

Sangatta — Dalam rangka menurunkan angka kekerasan, diperlukan beberapa penguatan diantaranya dari sisi agama maupun keluarga. Selain itu peran perempuan sangatlah penting dalam membentuk generasi berkualitas karena perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga untuk memberikan pendidikan kepada anaknya.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Soyalita mengatakan, tetapi masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan dikarenakan mengalami kondisi rentan dan ketidakberdayaan baik faktor budaya dan ekonomi.

“Sehingga perempuan perlu pula diberikan pengetahuan penyebab mengapa perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan dan tempat layanan jika kaum perempuan mengalami kekerasan,” ujarnya pada kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan, berlangsung di Hotel Royal Victoria Sangatta, Jumat (10/3/2023).

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada tahun 2020 ke 2021 telah terjadi penurunan angka kekerasan sebanyak 105 kasus. Namun pada tahun 2021 ke 2022 terjadi lonjakan kasus yang cukup signifikan yaitu sebanyak 394 kasus kekerasan dengan jumlah korban kekerasan pada tahun 2022 yaitu sebanyak 1.012 orang.

“Yang cukup memprihatinkan bahwa masih didominasinya kekerasan yang korbannya adalah anak yaitu sebesar 53,2% dibandingkan kekerasan yang korbannya dewasa yaitu 53,2% pada tahun 2022. Kita semua berharap bahwa fenomena gunung es tidak terjadi di tengah masyarakat,” imbuhnya.

Sementara jumlah penanganan kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Kutai Timur periode 2020 – 2023 yaitu tahun 2020 KDRT sebanyak 4 kasus dan pelecahan seksual non KDRT 1 kasus. Tahun 2021 KDRT sebanyak 2 kasus dan pelecehan seksual non KDRT 2 kasus. Tahun 2022 KDRT sebanyak 7 kasus dan pelecehan seksual non KDRT 4 kasus. Sedangkan awal tahun 2023 KDRT sebanyak 1 kasus.

Soraya menambahkan, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam pelaksanaan program perlindungan perempuan. Peran masyarakat sangatlah diperlukan dalam rangka pencegahan dan pelayanan korban kekerasan. Perlu partisipasi lembaga masyarakat, dunia usaha dan media untuk mensukseskan program perlindungan perempuan. Hal ini dapat dilakukan melalui strategi implementasi yaitu pelibatan seluruh sektor, penguatan koordinasi dan keterpaduan antar OPD/institusi, membentuk forum koordinasi, pelibatan peran serta masyarakat serta peningkatan kerjasama antar stakeholder dalam rangka pencegahan dan penanganan korban kekerasan.

Kemudian perlu pula dikembangkan berbagai inovasi-inovasi di daerah dalam rangka percepatan penurunan kekerasan terhadap perempuan. Dengan melakukan sinergi yang terstruktur, holistik dan integratif diharapkan kedepannya dapat menurunkan angka kekerasan di Provinsi Kalimantan Timur sebagai pelaksanaan arahan presiden, dan implementasi dari Visi dan Misi Gubernur Kalimantan Timur. (dkp3akaltim/rdg)

Kaltim Miliki 1.176 PATBM Tingkat Desa dan Kelurahan

Balikpapan — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  menggagas sebuah startegi gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis  Masyarakat  (PATBM). PATBM merupakan gerakan perlindungan anak yang dikelola oleh  sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah (desa / kelurahan) dengan tujuan agar setiap anak mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan komitmen kuat sebagai upaya perlindungan terhadap anak dituangkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 2016 Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak – Hak Anak.

“Berdasarkan data yang telah kami himpun, pada tahun 2022 terdapat 29 fasilitator daerah di Kaltim, 870 PATBM kelurahan dan 306 PATBM desa,” ujar Soraya pada kegiatan Pengembangan Kapasitas Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Rabu (15/3/2023).

Soraya melanjutkan, PATBM memiliki tugas melakukan upaya-upaya pencegahan dan respon cepat terjadinya kekerasan terhadap anak serta membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap dan prilaku yang memberikan perlindungan kepada anak

“Kegiatan yang dilakukan PATBM berupa mengedukasi orang tua dalam mengasuh anak sesuai dengan perkembangan usia dan hak-hak anak, membangun dan memperkuat norma anti kekerasan kepada anak yang ada di dalam masyarakat tersebut, dan mengedukasi anak melindungi hak-haknya termasuk melindungi dari kekerasan yang terjadi.

Ia berharap, pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat dapat bersama-sama berpartisipasi secara aktif untuk meningkatkan kepedulian dalam menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi, dan memastikan segala hal yang terbaik untuk anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. (dkp3akaltim/rdg)

 

DKP3A Kaltim Gelar Advokasi dan Evaluasi KLA, Perkuat Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur Noryani Sorayalita mengatakan, saat ini tahapan evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sedang berjalan yaitu pada tahap Evaluasi Mandiri (EM) yang dilakukan oleh kabupaten/kota mulai tanggal 2 Februari hingga 23 Maret 2023, dengan melakukan pengisian capaian indikator KLA melalui aplikasi KLA berbasis web sesuai dengan petunjuk teknis Kabupaten/Kota Layak Anak Tahun 2023.

Provinsi Kalimantan Timur sudah memiliki 9 penghargaan peringkat KLA di 9 kabupaten/kota. Adapun Kategori KLA yang diperoleh di tahun 2022 yaitu Kategori Nindya diraih oleh Kota Bontang dengan total nilai 767,25 dan Kota Balikpapan dengan total nilai 732,00. Kategori Madya diraih Kota Samarinda dengan total nilai 653,70 dan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan total nilai 601,80. Kategori Pratama diraih oleh lima kabupaten yakni Kabupaten Berau dengan total nilai 564,40, Kabupaten PPU dengan total nilai 544,75, Kabupaten Kutai Timur dengan total nilai 501,80, kabupaten Paser dengan total nilai 501,80 dan Kabupaten Kutai Barat dengan total nilai 500,20.

“Sedangkan Kabupaten Mahakam Ulu belum bisa meraih kategori dikarenakan masih dengan posisi total nilai 146,15,” ujar Soraya pada kegiatan Advokasi dan Evaluasi Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Se-Kalimantan Timur, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Selasa (14/3/2023).

Selain itu, di beberapa kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2022 – 2023 telah mendapatkan beberapa penghargaan yang diraih pada sejumlah fasilitas ataupun layanan publik yang telah distandardisasi layak anak seperti Sekolah Ramah Anak (SRA), Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP), Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA), dan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA).

Soraya berharap, melalui pendampingan ini, dapat menjadi bahan evaluasi untuk mendorong dan memperkuat perlindungan anak di Kaltim. “Jadi untuk memperkuat sisi mana yang kurang dan sisi mana yang harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak,” imbuhnya.

Selain itu, upaya perlindungan anak melalui peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) secara masif yang dilakukan terus menerus dan penanganan kasus melaui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) diharapkan dapat mendukung perwujudan perlindungan anak terutama bagi anak yang membutukan perlindungan khusus (AMPK).

Sebagai informasi, berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per tanggal 1 Februari 2023 kasus kekekrasan terhadap anak sebanyak 29 kasus. Kasus terbanyak berada di  Kota Samarinda sebanyak  10 kasus. Total korban kekerasan  anak sebanyak 30 korban dan 100 persen terlayani.

“Diketahui bahwa  korban anak  terbanyak  berpendidikan SD sebanyak 43%. Korban KDRT terbanyak  berasal dari Kota Samarinda dan Kota  Balikpapan sebanyak 2 korban. Kekerasan anak  terbanyak terdapat  pada jenis kekerasan seksual  sebanyak 15 korban

Kekerasan anak dan perempuan terbanyak  terjadi pada Rumah Tangga yaitu 21 kasus  anak dan 20 kasus  dewasa,” terang Soraya. (dkp3akaltim/rdg)

 

Rapat Kerja Program Perempuan Penyandang Disabilitas Kalimantan Timur

Balikpapan — Sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan  miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas. Kelompok penyandang disabilitas di tengah masyarakat cenderung mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari karena lingkungan fisik dan sosial yang tidak inklusif. Artinya, lingkungan di mana para penyandang disabilitas berada cenderung tidak mendukung aktualisasi dari potensi yang mereka miliki.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berkomitmen kuat agar penyandang disabilitas memiliki hak yang sama di seluruh aspek kehidupan dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

“Saat ini telah berdiri Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIKPPD) Provinsi Kalimantan Timur melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 463/K.596/2022,” ujar Soraya pada kegiatan Rapat Kerja Program Perempuan Penyandang Disabilitas, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Selasa (14/2/2023).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan proporsi disabilitas  pada umur 18-59  tahun di Indonesia  sebesar 22,0% Tertinggi di: Provinsi Sulawesi Tengah 40,6%,  Sulawesi Selatan 33,6%, DI Yogyakarta (33,2%), sedangkan Provinsi Kalimantan Timur  (25,4%).

Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 19 Desember 2022 terdapat 987 laporan kekerasan yang dialami penyandang disabilitas. 84 kasus kekerasan terhadap laki-laki disabilitas (8,5%) dan 786 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas (91,5%).

“Sementara di Kalimantan Timur korban terbanyak berasal dari Kota Bontang sebesar 7 korban, terdiri dari 1 laki-laki disabilitas dan 6 perempuan disabilitas,” imbuh Soraya.

Soraya menambahkan, meskipun penyandang disabilitas rentan mengalami hambatan dan tantangan, tetapi juga memiliki peluang yang sama dalam menyambut Provinsi Kalimantan Timur sebagai IKN. Seperti, mempromosikan kewirausahaan perempuan lokal penyandang disabilitas dan meningkatkan kesejahteraan perempuan penyandang disabiltas dengan membuka akses pendidikan digital inklusif dan akses perawatan kesehatan.

Ia berharap, dengan komitmen kuat dari Pemprov Kaltim, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya perempuan penyandang disabilitas. Selain itu, Pemprov Kaltim juga terus memebrikan dukungan dengan menggandeng Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Kaltim untuk meningkatkan ekonomi perempuan penyandang disabilitas melalui Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM). (dkp3akaltim/rg)

Rakorda PPPA, Pemprov Kaltim Komitmen Kuat Turunkan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Balikappan — Perempuan dan anak merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan baik fisik maupun psikis. Pemerintah Provinsi kalimantan Timur terus berupaya melakukan langkah-langkah komprehensif malalui keterlibatan seluruh unsur baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media dan pemangku kepentingan lainnya.

Gubernur Kalimantan Timur H Isran Noor melalui Staf Ahli Bidang Sumber Daya, dan Kesejahteraan Rakyat, Christianus Benny mengatakan Pemerintah Provinsi Kalimnatan Timur memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan.

Namun, perempuan dan anak korban kekerasan sering merasa ragu atau takut dalam melaporkan kekerasan yang dialaminya atau ada kendala lainnya seperti sulitnya akses dalam mencapai layanan dan kurangnya informasi tentang hak-hak yang dimiliki sehingga perlu dilakukan pendampingan.

“Perempuan dan anak korban kekerasan harus mendapatkan akses yang mudah untuk menjangkau pusat layanan pengaduan sehingga dapat tertangani dengan cepat,” ujar Benny pada acara Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se Kalimantan Timur Tahun 2023 berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu malam, (15/2/2023).

Ia melanjutkan, lembaga yang menangani perlindungan perempuan dan anak masih kurang terutama di daerah yang jauh dari pusat kota. Disinilah pentingnya kehadiran Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai pusat layanan khusus dan rujukan, yang bermitra dengan pelayanan lainnya baik yang tersedia pada Instansi pemerintah maupun masyarakat.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan, menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2021 kasus kekerasan di Kalimantan Timur sebanyak 551 kasus. Sedangkan pada tahun 2022 kasus kekerasan di Kalimantan Timur meningkat sebanyak 945 kasus. Melihat data-data tersebut perlu suatu upaya yaitu percepatan penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui pencegahan dan penangganan korban kekerasan secara terpadu.

“Soraya menjelaskan, saat ini total korban kekerasan adalah 1012 korban terdiri dari 538 Korban Anak (53,2%) dan 474 Korban Dewasa (46,8%). Kasus terbanyak berada di Kota Samarinda sebanyak 458 kasus.

Ia menambahkan, dengan kegiatan ini akan memperoleh langkah pencegahan dan penanganan serta memberikan rekomendasi kebijakan bagi para pemangku kebijakan .

“Dengan kegiatan ini, diharapkan kabupaten/kota yang hadir dapat memperoleh strategi percepatan penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk diterapkan di daerah masing-masing,” terang Soraya.

Hadir pada kegiatan ini, Tim Gubernur untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan (TGUP3), Kepala Dinas PPPA se Kaltim, Organisasi Perangkat Daerah terkait, UPTD PPA, Forum Anak Balikpapan, Perguruan Tinggi, BKOW Kaltim, dan media massa.

Hadir menjadi narasumber Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekekrasan Kementerian PPPA Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Valentina Ginting, Kepala Diinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta, dan Staf Legal dan Konselor Hukum Pusat Pengembangan Sumber Daya untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Rifka Annisa WCC, DI Yogyakarta Nurul Kurniati. (dkp3akaltim/rdg)

Pemerintah Berkomitmen Dorong Pengesahan RUU PPRT

Jakarta — Presiden Joko Widodo mendukung adanya payung hukum terhadap perlindungan pekerja rumah tangga yang selama ini masih rentan kehilangan hak-haknya sebagai tenaga kerja di sektor domestik. Oleh karenanya, pemerintah berkomitmen untuk mendorong Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang masuk dalam RUU Prioritas 2023 untuk dapat segera disahkan.

“Saya dan pemerintah berkomitmen dan berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga. Jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta jiwa dan rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja. Namun, sudah lebih dari 19 tahun Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga belum disahkan,” tegas Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo menyampaikan hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Oleh karenanya, RUU PPRT yang saat ini masuk dalam daftar RUU Prioritas Tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR, diharapkan bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja rumah tangga, pemberi kerja, dan penyalur kerja.

Untuk mempercepat penetapan UU PPRT, Presiden Joko Widodo memerintahkan pada Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dengan DPR dan seluruh stakeholder yang terlibat.

Merespon hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menegaskan komitmen terhadap perlindungan pekerja rumah tangga yang sebagian besar adalah perempuan.

“Bicara tentang RUU PPRT, yang pertama adalah pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, dan kedua adalah perlindungan. Perlindungan ini komprehensif  tidak hanya terkait diskriminasi, kekerasan, tapi juga menyangkut upah dan sebagainya. Oleh karenanya, menjadi sangat penting rancangan UU PPRT ini. Tidak hanya kita berfokus memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga saja, bagaimana juga pengaturan terkait pemberi kerja, majikan, demikian juga dengan penyalur kerja,” ungkap Menteri PPPA.

Menteri PPPA menegaskan, untuk mengawal pengesahan RUU PPRT, pemerintah akan mendorong komitmen bersama dan kerja-kerja politik dengan DPR dan masyarakat sipil.

“Semoga praktik baik yang selama ini sudah kita lakukan bisa mendorong pengesahan RUU PPRT yang sudah hampir 19 tahun. Mudah-mudahan di tahun ini kita bisa memberikan yang terbaik tidak hanya kepada para pekerja rumah tangga, tapi juga mengawal kolaborasi dan kesepakatan antara pemberi kerja dan para penyalur,” ungkap Menteri PPPA,” jelas Menteri PPPA.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menyampaikan bahwa saat ini regulasi yang mengatur tentang perlindungan pekerja rumah tangga baru diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015, oleh karenanya peraturan hukum yang lebih tinggi sangat dibutuhkan. “Kami memandang bahwa peraturan yang lebih tinggi diatas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu diperlukan dan sudah saatnya memang Peraturan Menteri ini diangkat lebih tinggi menjadi Undang-undang.”

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan pemerintah telah membentuk Gugus Tugas yang diketuai oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Ketenagakerjaan sebagai leading sector. Dalam mendorong pengesahan tersebut konsultasi dan dialog sudah dilaksanakan dengan seluruh stakeholder yang ada, baik itu masyarakat sipil, media, dan DPR. (birohukum&humaskemenpppa)

KemenPPPA Luncurkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kla Di Desa/Kelurahan

Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dan Wahana Visi Indonesia (WVI) meluncurkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di desa/kelurahan pada Senin (16/1/2023). KemenPPPA menilai pentingnya implementasi KLA di wilayah terkecil pemerintahan, yaitu desa/kelurahan.

“Dalam melaksanakan kebijakan perlindungan anak, Pemerintah mendorong semua kabupaten/kota untuk menyelenggarakan perlindungan anak melalui KLA sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 21 ayat 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. KLA merupakan sebuah sistem, maka dalam penyelenggaraannya melibatkan banyak pihak, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha, media, perguruan tinggi, termasuk anak,” ujar Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Rini Handayani, secara virtual.

Rini menjelaskan, indikator penyelenggaraan KLA melalui Desa/ Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) lebih menjabarkan upaya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di desa/kelurahan sebagai berikut:

  1. Adanya pengorganisasian anak
  2. Adanya Profil Anak terpilah
  3. Adanya Peraturan Desa terkait DRPPA yang berisi indikator KLA sesuai kewenangan desa/kelurahan
  4. Tersedianya pembiayaan dari keuangan desa/kelurahan dan pendayagunaan aset desa/kelurahan untuk perlindungan anak;
  5. Keterwakilan anak (keterlibatan anak dalam perencanaan pembangunan desa/kelurahan; adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) anak);
  6. Semua anak mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak (ada yang mengasuh; mendapatkan akta kelahiran, kartu identitas anak, dan informasi layak anak; tidak ada anak gizi buruk dan stunting; semua anak mendapatkan hak atas pendidikan; semua anak mendapatkan hak bermain);
  7. Tidak ada kekerasan terhadap anak dan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang;
  8. Tidak ada pekerja anak; dan
  9. Tidak ada anak yang menikah di bawah usia 18 tahun (perkawinan usia anak).

Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kemendesa PDTT, Sugito sepakat bahwa penyelenggaraan kebijakan perlindungan anak di tingkat desa tidak bisa dipisahkan dengan DRPPA. Lebih lanjut, menurut Sugito diperlukan petunjuk teknis yang aplikatif dan mudah dipahami serta disesuaikan dengan keragaman desa di Indonesia dalam rangka implementasi penyelenggaraan KLA di tingkat desa/kelurahan.

“Kami mengapresiasi KemenPPPA dan WVI yang telah menginisiasi penyusunan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan KLA di Tingkat Desa/Kelurahan. Kami harapkan juknis ini menjadi panduan bagi Pemerintah Desa, kelurahan, kecamatan, Pemerintah Kota/Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Kementerian/Lembaga, NGO, perguruan tinggi, swasta, serta stakeholder lainnya dalam pelaksanaan fasilitasi program perlindungan anak di desa, utamanya untuk mendorong terwujudkan KLA,” tutur Sugito.

Dalam kesempatan yang sama, National Director Wahana Visi Indonesia, Angelina Theodora menerangkan, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Layak Anak di Desa/Kelurahan yang telah diluncurkan merupakan alat untuk melengkapi kemampuan perangkat desa/kelurahan, kader, pendamping, dan fasilitator KLA dalam perwujudan Desa/Kelurahan Layak Anak.

“KLA merupakan wujud kontribusi Indonesia bagi komunitas global dalam mendukung gerakan Dunia Layak Anak. KLA juga berkontribusi langsung kepada pencapaian pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Keberhasilan desa/kelurahan menjadi Desa/Kelurahan Layak Anak merupakan dasar suksesnya KLA,” pungkas Angel. (birohukum&humaskemenpppa)

Kaltim Bersiap Bentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah

Denpasar — Berdasarkan hasil evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat ke Gubernur Kalimantan Timur dengan nomor 315/KPAI/III/2021 berisi tentang perlindungan anak dan sistem perlindungan anak, dan merekomendasikan pembentukan KPAD Provinsi Kaltim.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, proses pembentukan KPAD Kaltim sudah dilaksanakan dengan pembuatan draft Pergub pada bulan Maret 2022.

Provinsi Kaltim saat ini tengah menyiapkan tahapan seleksi untuk fit and proper test agar lebih akuntabel bagi komisioner KPAD Kaltim.

Saat ini penanganan kasus kekerasan ditangani oleh UPTD PPA Kaltim yang telah terbentuk pada tahun 2020 lalu.

“Tupoksi UPTD PPA dan KPAD saling beririsan, arahan dari Biro Bangda Kemendagri memberikan saran agar lebih baik optimalisasi UPTD PPA, namun mengingat arahan Kepala Daerah berapapun kasus anak tetap perlu pengawasan sehingga akan terselesaikan dengan baik,” ujarnya pada FGD Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Kalimantan Timur Kaltim, berlangsung di Ruang Romando Hotel Mercure Kuta, Bali, Rabu (14/12/2022).

Data kekerasan Kaltim per tanggal 1 November 2021 yaitu 707 kasus dan 761 korban kekerasan. 385 korban anak (50,6%) dan 376 korban dewasa (46,4%).

“Saat ini data kekerasan tertinggi di Kota Samarinda yaitu 364 kasus,” imbuh Soraya.

Sebagai informasi, di Indonesia telah terbentuk di tiga provinsi yaitu KPAD Aceh, Kalimantan Barat dan Bali.

Sementara Ketua KPPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, pembentukan KPPAD  Bali berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Pergub Bali Nomor  48 tahun 2015 Tentang KPPAD.

KPPAD Bali dibentuk untuk mendukung dan meningkatkan efektifitas pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak di Provinsi Bali. Kegiatan ini juga dirangkai dengan studi tiru ke KPPAD Bali. (dkp3akaltim/rdg)

PPU Yakin Penilaian Evaluasi KLA Naik Tingkat

Penajam — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pendampingan Kabupaten/Kota          Layak Anak (KLA) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), berlangsung di Hotel Ika Petung, Jumat (11/11/2022).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Seksi Tumbuh Kembang Anak NovAa Paranoan mengatakan, FGD ini sebagai bentuk komitmen Pemprov Kaltim dalam pendampingan gugus tugas KLA di daerah. Melalui kegiatan ini, gugus tugas KLA di PPU diberikan arahan dalam pemenuhan hak-hak anak.

“Upaya pemenuhan itu, yang dilakukan secara berkesinambungan, dan berkelanjutan. Melalui peningkatan peran, tugas pokok dan fungsi masing-masing gugus tugas KLA,” ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Chairur Rozikin mengungkapkan, PPU sudah beberapa kali meraih penilaian dalam evaluasi KLA. Hingga kini, PPU berhasil meraih predikat pratama dengan raihan nilai 500-600.

Prestasi itu bahkan berhasil dipertahankan hingga empat tahun berturut-turut sejak 2017. Sementara untuk dapat meraih predikat di atasnya yakni madya, diperlukan nilai 601-700. Kemudian nindya dengan nilai 701-800 serta predikat utama membutuhkan nilai 801-900.

“Kami berkeyakinan dalam penilaian yang akan datang, naik 1 tingkat dari pratama, menjadi madya, bahkan bisa naik menjadi nindya. Namun hal itu membutuhkan dukungan berbagai sektor. Tentu komitmen kita bersama, dari berbagai koordinator klaster di PPU,” tutupnya.

Sebagai informasi, saat ini Pemkab PPU tengah menyusun rencana kegiatan membentuk Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dengan Lokus Desa Api-Api, Kecamatan Waru. (dkp3akaltim/rdg)