RUU TPKS Diharapkan Beri Efek Jera bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Jakarta — Pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menyelesaikan pembahasan substansi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS pada Senin (4/4/2022) fokus membahas penambahan jenis kekerasan seksual, yaitu kekerasan seksual berbasis elektronik dan eksploitasi seksual, sehingga saat ini terdapat 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam RUU tersebut. Selain itu pada jenis kekerasan seksual lainnya yang telah diatur dalam peraturan existing lainnya, ditetapkan hukum acaranya akan mengikuti hukum acara di dalam RUU TPKS.

Melalui Rapat Panja RUU TPKS, Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI telah bermufakat memberikan hukuman maksimal bagi pelaku TPKS untuk memberikan efek jera dan mencegah adanya kasus lain. Pelaku kekerasan seksual berbasis elektronik dapat terancam pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal 200 juta rupiah, serta pemberatan apabila dilakukan dengan tujuan memeras, memaksa, bahkan memperdaya, yaitu terancam hukuman pidana maksimal 6 tahun dan denda maksimal 300 juta.

“Namun apabila misalnya seseorang mentransmisikan informasi elektronik yang bermuatan seksual kepada seseorang, tetapi dengan maksud untuk membela diri, maka tidak boleh dipidana. Hal ini berdasarkan kasus yang pernah ada, jangan sampai dia adalah korban, tetapi seakan-akan menjadi pelaku,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab di sapa Eddy.

Perhatian pada eksploitasi seksual dan perbudakan seksual mendapat porsi cukup besar. KemenPPPA memandang perlindungan kepada perempuan dan anak harus memeriksa hubungan-hubungan kuasa yang memang ada yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan kekerasan seksual, seperti hubunga guru murid, atasan bawahan dan dosen mahasiswa. Inilah eksploitasi seksual.

“Saat ini KemenPPPA kerap harus menangani eksploitasi seksual, tanpa korban menyadari mereka telah dieksploitasi hingga mengalami kehamilan. Perbuatan semacam ini harus diberi hukuman serius untuk memberi efek jera,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar.

Oleh karenanya Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI sepakat bagi pelaku eksploitasi seksual diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal 1 miliar rupiah. Lebih lagi bila terdapat modus operandi berupa penjeratan hutang atau memberikan bayaran untuk mendapatkan keuntungan, memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual.

Lebih lanjut dari Bareskrim Kepolisian RI, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, pihaknya kerap menangani kasus yang mana korban mengharapkan konten kekerasan seksual dapat segera dihapus.

“Banyak korban kekerasan seksual enggan melanjutkan proses hukum, tetapi karena transmisi konten yang sangat cepat, korban mengharapkan konten tersebut segera dihapus. Hal ini dapat disampaikan melalui portal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika secara perorangan atau melalui instansi,” ungkap Calvijn.

Rapat Panja hari ini dilanjutkan dengan Rapat Tim Perumus (Timus)/Tim Sinkronsasi (Timsin) untuk finalisasi naskah RUU TPKS, terutama pembahasan redaksional yang masih akan dilanjutkan pada Selasa (5/4/2022). Kemudian, direncanakan akan dilanjutkan dengan Rapat Pleno RUU TPKS dengan agenda pembacaan laporan Ketua Panja, pembacaan naskah, pendapat akhir Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah, pengambilan keputusan, dan penandatanganan naskah RUU TPKS. (birohukumdanhumas)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *