Perkawinan Usia Anak di Kaltim Tinggi, DKP3A Kaltim Lakukan Sosialisasi

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan berdasarkan data Kanwil Kementerian Agama Kaltim, kasus perkawinan usia anak yang terjadi di Kaltim tahun 2020 sebanyak 1159 anak dan tahun 2021 sebanyak 1089 anak. Hal ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak.

“Untuk Kota Samarinda 234 anak, Balikpapan 161 anak, Kutai Kartanegara 183 anak, Paser 195 anak, Berau 81 anak, Bontang 36 anak, Kutai Timur 106 anak, Kutai Barat 29 anak, Penajam Paser Utara 63 anak, dan Mahakam Ulu 1 anak,” ujar Soraya pada kegiatan Sosialisasi Penurunan Angka Perkawinan Usia Anak di Kota Balikpapan, berlangsung di Swiss Belhotel Balikpapan, Selasa (15/3/2022).

Soraya menambahkan, dampak buruk dari perkawinan usia anak seperti rentan mengalami KDRT. risiko kesehatan reproduksi anak perempuan, terputusnya akses pendidikan, aspek pengembangan diri menjadi terhambat dan meningkatkan risiko terjadinya penelantaran. Perkawinan usia anak juga dapat menjadi penghambat agenda-agenda pemerintah.

“Hal ini dikarenakan perkawinan usia anak bisa menyebabkan ledakan penduduk karena tingginya angka kesuburan remaja Indonesia sehingga jika angka kelahiran remaja tidak dikendalikan, program pengentasan kemiskinan dan wajib belajar 12 tahun akan terbebani,” imbuh Soraya.

Mengingat tingginya angka perkawinan usia anak dan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukan tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terus meningkat, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah memberikan lima arahan yaitu Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan, Peningkatan Peran Ibu dalam Pendidikan Anak, Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Penurunan Pekerja Anak dan Pencegahan Perkawinan Anak

Sementara Pemerintah Provinsi Kaltim melaksanakan upaya pencegahan perkawinan usia anak melaui Instruksi Gubernur nomor. 463/5665/III/DKP3A/2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Anak.
Soraya berharap dapat membangun pemahaman bersama tentang perkawinan usia anak dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu, meningkatkan peran serta lembaga terkait dan masyarakat dalam upaya pemenuhan hak serta perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan. (dkp3akaltim/rdg)

Rakorda PPPA Jadi Langkah Konkrit Untuk Pencegahan dan Penanganan TPPO

Balikpapan — Bagi masyarakat awam istilah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)  identik dengan prostitusi, padahal cakupan dari TPPO jauh lebih berbahaya dengan beragam modus operasi yang semakin berkembang.

TPPO merupakan bentuk modern dari perbudakan dan salah satunya perlakuan buruk dari pelanggaran harkat dan maratabat manusia. Selain perempuan, anak-anak juga menjadi kelompok yang rentaan terhadap TPPO.

“Mereka diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan eksploitasi seksual, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain seperti kerja paksa atau praktik perbudakan serupa,” ujar Sekretaris Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Eka Wahyuni dalam laporanya pada kegiatan Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se-Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu (16/3/2022).

Eka menyebut, perlu langkah konkrit, komprehensif dan keterlbatan seluruh pihak untuk melakukan pencegahan dan penanganan TPPO.

“Sehingga dengan terselenggaranya Rakorda ini, diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan bagi para pemangku kepentingan dan menurunnya angka TPPO di Kaltim,” tutup Eka. (dkp3akaltim/rdg)

Kuatkan Pencegahan TPPO Menyongsong IKN

Balikpapan — Dalam menyongsong pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur, perlu menyiapkan infrastruktur, lingkungan dan sumber daya manusia (SDM). Sementara Provinsi Kalimantan Timur saat ini merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terutama perempuan dan anak.

Gubernur Kaltim Isran Noor melalui Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi fluktuasi kasus TPPO di Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga perlu penguatan gugus tugas TPPO, baik di provinsi dan kabupaten/kota.

“Hal ini agar lebih bersinergi dan berkoordinasi, antar OPD dan aparat penegak hukum dalam mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan TPPO tersebut,” ujar Soraya pada kegiatan Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se-Kalimantan Timur Tahun 2022 dengan tema “Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang / Trafficking Menyongsong IKN”, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu (16/3/2022).

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Sinfoni PPPA) dari tahun 2018-2020, kasus TPPO semakin meningkat. Jika dirincikan pada tahun 2018 telah terjadi 5 kasus TPPO yaitu di Kabupaten Kutai Kertanegara 1 kasus, Kutai Timur 2 kasus dan Paser 1 kasus.

“Sementara Pada tahun 2019 telah terjadi 6 kasus yaitu Balikpapan 1 kasus, Bontang 4 kasus dan Samarinda 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2020 telah terjadi 8 kasus, percatatan sampai 1 oktober 2020 yaitu Berau 4 Kasus, Balikpapan 1 kasus dan Bontang 3 kasus,” katanya.

Soraya menambahkan, upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pemetaan TPPO di Indonesia, baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak perempuan. Peningkatan pengetahuan masyarakat, melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang TPPO beserta seluruh aspek yang terkait dengannya.

“Perlu juga diupayakan adanya jaminan aksesbilitas bagi keluarga, khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial,” imbuh Soraya.

Disamping itu, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang memerlukan adanya penegakan hukum yang tegas. Tanpa penegakan hukum, upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO akan sia-sia.

“Upaya tersebut tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi juga keterlibatan swasta, LSM, organisasi masyarakat, perseorangan dan media massa,” terangnya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 peserta baik online maupun offline. Hadir menjadi narasumber Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati, Kanit 1 Subdit 4 Renakta Dit Reskrimum Polda Kaltim Kompol Achadianto, Kanwil Kemenkumham Kaltim Mia Kusuma Fitriana dan Redaktur Utama Kaltim Post Thomas D Priyandoko. (dkp3akaltim/rdg)

Selaraskan Program Kegiatan DKP3A Kaltim Melalui Forum Perangkat Daerah

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, mengatakan isu-isu penting dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi DKP3A meliputi Pengarusutamaan Gender (PUG) belum sepenuhnya diimplementasikan menjadi  strategi pembangunan seluruh sektor, penyediaan data terpilah belum maksimal, meningkatnya jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPPO) dan pemanfaatan data base kependudukan yang belum optimal.

Isu-isu strategis DKP3A Kaltim yang menjadi fokus Pemerintah Provinsi Kaltim termasuk dalam Misi 1 Gubernur Kaltim yaitu ”Berdaulat Dalam Pembangunan Sumberdaya Manusia Yang Berahlak Mulia Dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda Dan Penyandang Disabilitas”.

Sementara tiga mandat urusan DKP3A meliputi urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Fasilitasi Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil.

“Hal ini menjadikan DKP3A  memilki target capaian indikator yang beragam.  Sehingga menuntut proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelaporan  dilaksanakan secara cemat, tepat dan bertanggung jawab,” ujar Soraya dalam laporannya pada acara Forum Perangkat Daerah Tahun 2022, di Hotel Astara Balikpapan, Kamis (10/3/2022).

Forum Perangkat Daerah DKP3A, lanjut Soraya, dilaksanakan sebagai sarana  koordinasi kerjasama dan perangkat daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan percepatan capaian indikator kinerja dalam Renja 2022, Renstra dan RPJMD 2019-2023 terutama  pada capaian Program Prioritas RPJMD.

“Forum Perangkat Daerah yang dilaksanakan hari ini, diharapkan dapat menghasilkan Rencana Kerja Perangkat Daerah yang memuat regulasi dan kerangka anggaran Perangkat Daerah serta hasil kesepakatannya dituangkan dalam berita acara hasil forum perangkat daerah,” imbuhnya.

Kegiatan ini diikuti oleh Dinas PPPA se Kaltim dan Dinas Dukcapil se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Kasubdit Kesejahteraan Sosial Bappeda Kaltim Andre Asdi dan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pelaksanaan Pembangunan (TGUP3) Abdullah Karim. (dkp3akaltim/rdg)

Riza : DKP3A Kaltim Memilki Target Capaian Indikator Yang Beragam

Balikpapan — Pj Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Riza Indra Riadi menyambut baik atas terselenggaranya Forum Perangkat Daerah Tahun 2022 yang diinisiasi Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, berlangsung di Hotel Astara Balikpapan, Kamis (10/3/2022).

Forum perangkat daerah merupakan forum sinkronisasi pelaksanaan urusan pemerintahan daerah untuk merumuskan program dan kegiatan  sesuai dengan  tugas dan fungsi perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai ketentuan  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi  Pembangunan Daerah.

DKP3A Kaltim memiliki tiga mandat urusan meliputi urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Fasilitasi Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil. Hal ini menjadikan DKP3A memilki target capaian indikator yang beragam. sehingga menuntut proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pelaporan  harus dilaksanakan secara cemat, tepat dan bertanggung jawab.

Riza menyebutkan, dalam hal kependudukan, perekaman KTP-el tahun 2021 mencapai 99,85% atau sebanyak 2.665 232 dari jumlah penduduk 3.803.972 jiwa.

“Diharapkan pada tahun ini hingga tahun depan dapat mencapai 100%,” harap Riza.

Sementara urusan perhatian anak-anak di Kaltim merupakan tanggung jawab semua pihak. “Pemerintah berkomitmen untuk terus membangun generasi yang unggul sehat jasmani dan rohani,” imbuh Riza.

Perlindungan anak, lanjut Riza, adalah upaya untuk mencegah dan menangani kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak dan haknya agar dapat hidup tumbuh dan berpartisipasi optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Riza juga mengajak semua pihak untuk mengambil langkah-langkah perlindungan seperti membentuk yang efektif, pelaksanaan program sosial, melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak. Selain itu, melakukan identifikasi, pelaporan, rujukan, pemeriksaan, perawatan dan tindak lanjut dari kejadian perlakuan salah terhadap anak ke dalam sistem aplikasi digital yang informatif yang semuanya dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran.

Sedangkan, dalam hal pemberdayaan perempuan, perempuan seharusnya dapat menjadi alas kemajuan pembangunan daerah yang selaras dengan strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan gender di Kaltim.

“Terlebih dengan adanya pemindahan IKN baru ke Kaltim, maka perempuan Kaltim hendaknya dapat memberikan kontribusi yang positif dalam mendukung dalam berbagai bidang pembangunan yang berkaitan dengan IKN di Kaltim,” ujarnya. (dkp3akaltim/rdg)

Telah Terbentuk 322 Sekolah Siaga Kependudukan di Kaltim

Penajam — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, mengatakan hingga 6 Desember 2021 telah terbentuk 322 Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). 154 SSK tingkat SD/sederajat, 144 SSK tingkat SMP/sederajat dan 24 SSK tingkat SMA/sederajat.

SSK Paripurna tahun 2020 yaitu SMAN 5 Samarinda, SMAN 8 Samarinda, MAN 1 Samarinda, SMAN 5 Balikpapan, SMAN 1 PPU, SMPN 10 Samarinda, SMPN 35 Samarinda, SMPN 35 Samarinda, SMPN 2 PPU, dan SMPN 5 PPU.

“Sementara SSK Paripurna tahun 2021 yaitu SMAN 2 Balikpapan, SMAN 1 Berau, SMAN 1 Sangatta Utara, SMPN 9 Samarinda, dan SMP Nasional KPS Balikpapan,” ujar Soraya pada kegiatan Monitoring dan Pembinaan Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) di Kabupaten PPU, berlangsung di SMA Negeri 1 Penajam Paser Utara, Rabu (9/3/2022).

Sementara untuk PPU, hasil monitoring Sekolah Siaga Kependudukan tahun 2021 terdapat 35 Sekolah yang ditetapkan sebagai SSK. 20 Sekolah yang dibentuk pada 2019 dan 15 Sekolah pada tahun 2021 terdiri dari 10 sekolah jenjang SMP dan 5 di jenjang SD.

“Dari 35 Sekolah tersebut terdapat 3 sekolah yang sudah ditetapkan sebagai SSK Paripurna pada tahun 2020 yaitu SMA Negeri I PPU, SMPN 5 PPU dan SMPN 2 PPU,” terang Soraya

Ia menjelaskan, Pendidikan Kependudukan merupakan upaya terencana dan sistematis untuk membantu masyarakat agar memiliki pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang kondisi kependudukan dan keterkaitan timbal balik dengan sektor lingkungan, kesehatan, pendidikan, budaya, sosial dan lain sebagainya.

Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dilakukan melalui jalur formal, nonformal dan informal. Pada jalur formal implementasinya dilakukan melalui pembentukan Sekolah Siaga Kependudukan di jenjang SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Gerakan Literasi Kependudukan pada jenjang SD/sederajat.

SSK, lanjut Soraya, memegang peranan penting dalam melakukan edukasi dan pembentukan perilaku hidup sehat serta agar terhindar dari perilaku beresiko termasuk pencegahan perkawinan usia anak sehingga dapat mencegah resiko melahirkan generasi stunting di masa depan.

Penanaman perilaku hidup sehat dan terencana bisa dilakukan melalui integrasi materi Bangga Kencana pada kegiatan SSK baik di kelas maupun di lingkungan. Serta meningkatkan wawasan dan kesadaran remaja dalam menyiapkan hidup yang berkualitas. Sehingga peran SSK sangat penting dalam menanamkan karakter Generasi Berencana (GENRE) bagi anak didik. (dkp3akaltim/rdg)

Wagub Minta TPPS Perlu Kolaborasi Lintas Sektor Tangani Stunting

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi menegaskan kasus stunting di Kaltim tahun 2021 turun dari tahun 2019, yakni sebesar 28,09 persen. Dan tahun 2021, kembali turun sebesar 22,8 persen.

Artinya penurunan kasus stunting di Kaltim menurut Wagub, sudah lebih bagus secara nasional, karena sudah berada dibawah nasional.

“Untuk empat daerah yang memiliki rerata lebih rendah dari rata-rata provinsi yakni Kabupaten Kutai Barat, Balikpapan, Mahakam Ulu dan Samarinda. Sementara enam kabupaten dan kota menjadi lokus sampai 2021 lalu. Dimana, 50 persennya belum memberikan kontribusi positif atas persentase stunting di Kaltim, yakni Kabupaten Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Bontang, Berau dan Paser masih di atas rata-rata provinsi,” kata Hadi Mulyadi usai menerima audiensi Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita didampingi Plt Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim Hj Karlina K, di Rumah Jabatan Wagub Kaltim Jalan Milono Samarinda, Senin (7/3/2022).

Terkait penanganan stunting di Kaltim, apalagi sudah terbentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Provinsi Kaltim, Wagub berharap perlu kolaborasi, kerjasama dan koordinasi lintas sektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

“Perlu kerja keras dengan berkolaborasi, bekerjasama dan berkoordinasi antar sektor serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi dan seluruh elemen masyarakat dalam menangani masalah stunting,” imbuh Hadi.

Hadi Mulyadi yang juga Ketua TPPS Kaltim meminta penanganan stunting hingga tingkat desa dengan melakukan gerakan bersama yang melibatkan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), tokoh agama, juga Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan elemen masyarakat lainnya.

“Penanganan stunting harus menjadi tugas kita bersama. Tidak cukup hanya Pemprov Kaltim saja, namun perlu dukungan Pemkab/Pemkot maupun TP-PKK bahkan seluruh elemen masyarakat,” pesan Hadi Mulyadi.

Sebelumnya Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita melaporkan latar belakang terbentuknya TPPS Tingkat Provinsi Kaltim, berawal dari rapat terbatas dengan Presiden tahun 2021 lalu, dan mengamanatkan kasus stunting agar diturunkan minimal 3 persen pertahun, karena Indonesia saat ini berada di urutan ke 4 se Asia untuk kasus stunting tertinggi.

“Untuk Indonesia, kasus stunting pada 2019 adalah 27,7 persen dan terjadi penurunan pada 2021 menjadi 24.4 persen. Amanat Presiden untuk menurunkan kasus minimal 3 persen pertahun. Dan TPPS bisa menjangkau sampai pada tingkat bawah (desa) dengan melibatkan PKK dan Posyandu, sehingga penanganan stunting bisa lebih optimal dan efektif,” ujar Soraya. (adpimprovkaltim/dkp3akaltim/rdg)

.

Angka Prevalensi Stunting Di Kaltim Berada Dibawah Rata-Rata Nasional Yakni 22,8%

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Perwakilan BKKBN Kaltim menginisiasi Rapat Pembahasan Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting melalui Promosi Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Ruang Rapat Tepian I, Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (2/3/2022).

Plt. Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim, Hj. Karlina K mengatakan permasalahan stunting adalah salah satu bagian dari double burden malnutrition (DBM) mempunyai dampak yang sangat merugikan baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi produktivitas ekonomi dan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

“Dalam jangka pendek, Stunting terkait dengan perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal. Hal ini berarti bahwa kemampuan kognitif anak dalam jangka panjang akan lebih rendah dan akhirnya menurunkan produktivitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Lebih lanjut disampaikan Karlina, berdasarkan hasil SSGBI Tahun 2019, Prevalensi Stunting di Kaltim berada pada angka 28,09% lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 27,67%. Namun pada SSGI Tahun 2021 lalu, angka prevalensi stunting di Kaltim telah berada dibawah rata-rata nasional yakni 22,8% (nasional 24,4%).

“Hasil ini tentu patut kita syukuri bersama, atas kerja keras Tim RAD-PG Kalimantan Timur yang telah mampu menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 2,64% per tahun dan semoga akan mencapai angka 14% pada tahun 2024. Sebuah capaian yang menggembirakan di tengah wabah Pandemi Covid-19 yang sampai sekarang masih melanda negara kita tercinta ini,” ungkapnya.

Dari hasil SSGI Tahun 2021 juga hanya ada 4 daerah di Kaltim yang memiliki rerata lebih rendah dari rata-rata provinsi yakni Kabupaten Kutai Barat, Kota Balikpapan, Kabupaten Mahakam Ulu, dan Kota Samarinda.

“Ini berarti dari 6 daerah yang menjadi lokus sampai dengan 2021 lalu, 50%nya belum memberikan kontribusi positif atas persentase penurunan prevalansi stunting di Provinsi Kalimantan Timur, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur,” terang Karlina.

Dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, salah satu mandat yang harus segera dilaksanakan adalah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Tingkat Provinsi, TP2S Tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan TP2S Tingkat Desa/Kelurahan.

Sementara itu, Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita, mengatakan bahwa pertemuan ini sebagai upaya bersama dalam mensinergikan dan menindaklanjuti tugas daerah.

“Agenda pertemuan kita hari ini adalah mendengarkan paparan dari Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Timur dan pembahasan draft Surat Keputusan TPPS Provinsi Kalimantan Timur. Saya harap persamaan persepsi dalam penurunan stunting di Kalimantan Timur dapat terbentuk melalui pertemuan ini”, katanya.

Turut hadir dalam kegiatan ini antara lain beberapa orang jajaran dari Perwakilan BKKBN dan DKP3A, perwakilan dari Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Kominfo, dan OPD terkait. Hadir pula dari unsur akademisi hingga organisasi profesi dan mitra kerja terkait. (bkkbnkaltim/dkp3akaltim/rdg)

Pemprov Kaltim Bentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting

Samarinda — Pelaksanaan percepatan pencegahan stunting terintegrasi memerlukan sumber daya manusia yang memadai. Untuk itu dibutuhkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kalimantan Timur.

Pembentukan Tim TPPS sendiri sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Tim ini tidak hanya sekedar melibatkan, tapi harus tau apa yang harus dikerjakan,” ungkap Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi Kaltim Andi Muhammad Ishak dalam arahannya pada Rapat Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), di Ruang Tepian 1, Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (2/3/2022).

Seperti yang diketahui bahwa stunting merupakan isu strategis dan merupakan masalah yang harus dientaskan.

“Alhamdullilah stunting di Kaltim trendnya dalam posisi yang cukup baik ada penurunan,” terangnya.

Karena itu, dirinya berpesan tim ini tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban daerah untuk dibentuk, tapi benar-benar bisa fungsional dan operasional.

“Tidak sekedar masuk saja, tapi nanti sulit dalam pelaksanaannya,” tuturnya.

Andi menambahkan, jangan sampai tim ini terbentuk bagus tapi tidak fungsional. Oleh karena itu harus jelas pembagian struktur bidang-bidangnya.

Penurunan stunting tidak bisa dilakukan satu atau dua perangkat daerah saja, tetapi semua pihak harus bergerak sesuai dengan tugas bidang masing-masing.

“Mudah-mudahan susunan tidak terlalu gemuk, namun bisa fungsional secara efisien dan efektif,” pinta Andi diakhir arahannya.

Tampak hadir pada acara tersebut Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, Plt Kepala Kantor Perwakilan BKKBN Kaltim Karlina K, serta unsur Perangkat Daerah. (diskominfokaltim/dkp3akaltim/rdg).

Perkawinan Usia Anak Di Kaltim Tahun 2021 Tercatat Sebanyak 1089 Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, mengatakan berdasarkan data perkawinan anak yang dihimpun Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Badilag), di tahun 2019, ada sebanyak 23.126 permohonan dispensasi kawin dan semakin meningkat di Tahun 2020. Dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2020, permohonan dispensasi yang masuk sebanyak 34.413 perkara, sebanyak 33.664 diantaranya dikabulkan oleh pengadilan.

Sementara Data Perkawinan Anak di Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan angka yang fluktuatif, yakni di Tahun 2018 sebanyak 953 anak, Tahun 2019 sebanyak 845 anak dan Tahun 2020 meningkat kembali sebanyak 1159 anak.

“Namun ditahun 2021, angka perkawinan ada sedikit mengalami penurunan yakni 70 anak, sehingga totalnya menjadi 1089 anak.  Meski demikian, jauh sebelum pandemi, perkawinan anak memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia,” ujar Soraya pada kegiatan Sosialisasi Peran Pengasuhan Anak dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung di Hotel Ibis Samarinda, Selasa (1/3/2022).

Maraknya perkawinan anak, lanjut Soraya, menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke 2 di ASEAN dan ke 8 dunia untuk kasus perkawinan anak di Tahun 2018.

Perkawinan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat sejak lama yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak, seperti perspektif agama yang berpandangan bahwa menikah adalah cara untuk mencegah terjadinya perbuatan zina. Selain itu, perspektif keluarga yang berpandangan bahwa perkawinan anak sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun sehingga tidak menjadi masalah jika hal serupa tetap dilakukan dan perspektif komunitas yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi. Pandangan-pandangan ini menjadikan perkawinan anak direstui dan difasilitasi oleh orangtua, keluarga dan masyarakat.

Pemerintah telah banyak berupaya untuk mencegah perkawinan anak terjadi, diantaranya mengubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan anak telah menjadi prioritas kebijakan pembangunan nasional di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020 – 2024);

Selanjutnya dalam Sustainable Development Goals (SDGs), pencegahan perkawinan anak masuk ke dalam tujuan ke 5 mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

“Kemudian, dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), pemerintah secara spesifik menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024 dan 6,9% pada tahun 2030,” imbuh Soraya.

Soraya melanjutkan, dalam upaya perlindungan anak, selain upaya kuratif juga diperlukan upaya preventif dan promotif agar meminimalisir terjadinya kasus perkawinan anak.  Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan yang  berperan dalam mengasuh, mendidik dan membentuk karakter anak. Pengasuhan anak oleh orangtua merupakan salah satu kunci penting dalam sebuah keluarga yang akan menentukan baik buruknya karakter seorang anak kelak.

“Sementara DKP3A Kaltim menfasilitasi layanan informasi, konseling dan layanan rujukan terkait pengasuhan berbasis hak anak yang mudah diakses dan dikenal masyarakat melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Kaltim Ruhui Rahayu,” terang Soraya.

Ia berharap melalui kelembagaan Puspaga meningkatkan peran pengasuhan keluarga, meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga sejahtera dan pemenuhan hak anak. (dkp3akaltim/rdg)