Komitmen Bersama Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

Tangerang — Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Namun, Pribudiarta lebih jauh menjelaskan ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1% perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2021.

Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4%) dan anak sebesar 31% sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni :

  1. Menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
  2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya
  3. Menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman
  4. Koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
  5. Manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif
  6. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)
  7. Menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke Provinsi
  8. Menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA)
  9. Menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).  

Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, yakni ego sektoral di pemerintah pusat, lemahnya koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah, terdapatnya tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum teringrasikannya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.    

“Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder,” tegasnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaaan Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama dan perlu melibatkan banyak pihak, baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah. “Diperlukan upaya konvergensi dan pembagian peran antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Masyarakat. Selain itu, penting pula memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak kita,” tuturnya.  (BiroHukum&HumasKPPPA)

Rakornas Pppa 2022, Provinsi Jawa Tengah Dan Kota Balikpapan Sharing Praktik Baik Konvergensi Program Perlindungan Perempuan Dan Anak

Tangerang — Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2022 (Rakornas PPPA), dua perwakilan dari dinas provinsi dan dinas kabupaten/kota, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan, ditunjuk untuk memaparkan praktik baik penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yang telah dilakukan di daerahnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, menyampaikan fokus DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah berakar dari 5 (lima) arahan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, yaitu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Berdasarkan data Simfoni PPA Tahun 2022, Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi keempat tertinggi dengan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Simfoni PPA pun mencatat, jenis kekerasan yang paling banyak dialami di Provinsi Jawa Tengah adalah kekerasan fisik dengan persentase 38,6% terhadap perempuan dewasa dan kekerasan seksual terhadap anak dengan persentase 52,9%.

“Hal tersebut merupakan potret yang cukup buruk bagi Provinsi Jawa Tengah. Karena itulah dalam dua tahun ke belakang ini, kami menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Perda Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Lalu kami juga menyusun beberapa Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mendukung Perda yang sudah ada di dua tahun ini,” ujar Retno.

Dalam hal upaya pencegahan, berbagai macam program yang sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah pun turut disampaikan Retno, diantaranya melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan mengadakan Ngobrol Topik Perempuan dan Anak (Ngopi Penak) serta instagram live, Gerakan Jogo Konco yang merupakan perwujudan implementasi konsep peran anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam upaya saling melindungi dan mendorong pemenuhan hak anak, dan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi, Gerakan Jo Kawin Bocah yang merupakan implementasi dari Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dengan penguatan regulasi/kebijakan perlindungan anak, pelibatan pentahelix, pendataan melalui Aplikasi Pemetaan Kelompok Rentan Perempuan dan Anak serta Pasangan Usia Subur (APEM KETAN), pelatihan keterampilan hidup bagi remaja, layanan care center Jo Kawin Bocah, serta gelar ekspo Jo Kawin Bocah, Implementasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan program desa yang memenuhi prasarana dasar dan menyejahterakan masyarakat (Destara), dan Flexi Time bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya perempuan, agar orang tua dapat memiliki waktu lebih dalam memberikan perhatian kepada anak.

“Dalam hal penanganan, di Jawa Tengah sebelumnya sudah terbentuk layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), namun pada 2018 hilang dan kini sedang kami proses pembentukannya kembali dan sudah sampai di Kementerian Dalam Negeri sehingga tahun ini diharapkan sudah terbentuk. Selain itu, kami juga memiliki sumber daya manusia (SDM) kompeten yang akan membantu di UPTD PPA nantinya,” jelas Retno.

Lebih lanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati mengemukakan layanan UPTD PPA Kota Balikpapan sudah dimanfaatkan secara luar biasa oleh masyarakat. Terdapat enam layanan yang dimiliki, yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan klien, pengelolaan kasus, penampungan sementara di rumah perlindungan, mediasi, serta pendampingan klien.

“Selain enam layanan tersebut, kami juga sudah mulai menjangkau pelayanan berbasis online melalui aplikasi Layanan Pengaduan dan Pelaporan Perempuan dan Anak yang Mendapat Kekerasan di Balikpapan (Lapor Pak! Balikpapan) yang sudah dapat diunduh melalui aplikasi playstore. Melalui aplikasi tersebut, masyarakat memiliki akses secara langsung untuk melapor hingga curhat mengenai kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilihat atau dialami,” kata Alwiati.

Alwiati menambahkan berdasarkan instruksi Walikota Balikpapan, Kota Balikpapan bergerak hingga ke ujung tombak yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam upaya perlindungan perempuan dan anak. Pada tingkat RT dilakukan sosialisasi Pola Penguatan Pengasuhan dari RT ke RT (Lautan RT) dan kegiatan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM) agar masyarakat pada tingkat RT mampu mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang bersifat mikro sebelum berakhir di UPTD PPA.

“Kami di Balikpapan juga sudah memiliki Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA), Kampung Pustaka (KAMPUS) yang merupakan kolaborasi dari semua elemen di wilayah kelurahan, serta kerjasama dengan Pengadilan Agama, Kementerian Agama Kota Balikpapan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai upaya pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak,” tambah Alwiati.

Menutup sesi panel ketiga, Staf Khusus Menteri Bidang Anak KemenPPPA, Ulfah Mawardi mengungkapkan harapan melalui sesi sharing praktik baik tersebut dapat melahirkan ide, gagasan, dan masukan untuk saling bertukar pikiran serta pengalaman yang sudah dilakukan di daerah dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, juga mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Indonesia Emas 2045.

“Konvergensi program perlindungan perempuan dan anak merupakan sebuah intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan bersama-sama dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Saya yakin setiap daerah sudah melakukan segala bentuk praktik baik dalam penyelenggaraan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak. Melalui sesi ini kita dapat belajar, khususnya dari praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan,” tutup Ulfah. (BiroHukum&Humaskpppa)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Informasi dan Data Gender

Samarinda — Untuk mencapai suatu tujuan pembangunan diperlukan informasi sebagai data pendukung. Data tersebut dapat diperoleh melalui kerjasama antar perangkat daerah di provinsi, kabupaten dan kota. Selain itu gabungan beberapa unsur perangkat daerah akan menghasilkan satu produk yang lebih baik.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Sekretaris DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan, perlu adanya kelembagaan data terpilah atau Forum Data Provinsi Kaltim.

Ketersediaan data gender bermanfaat untuk penyusunan perencanaan program, kegiatan dan anggaran yang berbasis gender dan untuk mengetahui kondisi dan posisi baik perempuan maupun laki-laki di berbagai bidang.

“Selain itu sebagai alat untuk melakukan analisis gender, untuk mengetahui berbagai permasalahan serta ada tidaknya kesenjangan gender dan bahan evaluasi untuk mengetahui dampak dari kebijakan dan program pembangunan baik untuk laki-laki maupun perempuan,” terang Eka pada kegiatan Pelatihan Informasi dan Data Gender dengan tema “Sinegritas Pelaksanaan Pengumpulan dan Pengayaan Data Gender” Tahun 2022, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Selasa (13/9/2022).

Eka menambahkan, jenis data terdiri dari data terpilah menurut jenis kelamin, data terpilah menurut kelompok umur dan data kelembagaan.

“Untuk data kelembagaan terbagi menjadi dua yaitu kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan kelembagaan pengarusutamaan hak anak (PUHA),” imbuh Eka.

Ia berharap, terlaksananya kegiatan ini dapat membangun sinergi antar lembaga dalam penanganan dan pendampingan kasus kekerasan baik pada perempuan dan anak. serta mampu mendokumentasikan data kasus yang masuk dengan baik.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 37 orang terdiri dari OPD lingkup Pemprov Kaltim. Hadir menjadi narasumber dosen pengajar FKIP Universitas Mulawarman Samarinda Widyatmike Gede Mulawarman. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Bentuk Tim Penyusun GDPK Kaltim

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidnungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Sekretaris DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan, secara garis besar pembangunan kependudukan meliputi 5 aspek penting yaitu kuantitas penduduk, kualitas penduduk, mobilitas penduduk, data dan informasi penduduk, dan penyerasian kebijakan kependudukan.

Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) merupakan rumusan perencanaan pembangunan kependudukan daerah, nasional, provinsi, kabupaten/kota untuk jangka waktu 25 tahun ke depan dan dijabarkan setiap 5 tahunan yang berisi tentang kecenderungan parameter pembangunan kependudukan, isu-isu penting pembangunan kependudukan dan program-program pembangunan kependudukan.

“Tujuan utama pelaksanaan GDPK yaitu tercapainya kualitas penduduk yang tinggi sehingga mampu menjadi faktor penting dalam mencapai kemajuan bangsa,” ujar Eka pada kegiatan Rapat Teknis Penyusunan Rancangan Awal Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) Provinsi Kaltim Tahun 2022, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Rabu (7/9/2022).

Sedangkan tujuan khusunya, lanjut Eka, Penduduk tumbuh seimbang, Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja yang tinggi, Keluarga Indonesia yang berketahanan, sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan harmoni, Keseimbangan persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan Administrasi Kependudukan yang tertib, akurat, dan dapat dipercaya.

Sebagai informasi, secara nasional penyusunan GDPK Kaltim yang disusun pada tahun 2012 sudah termasuk dalam 32 Provinsi yang telah melaporkan penyusunannya,  terkecuali Kaltara dan Papua Barat, namun GDPK Kaltim masih dalam satu Pilar/Aspek yaitu Kuantitas.

“Sedangkan untuk GDPK 10 Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur sudah di susun namun masih dalam 1 Aspek/Pilar terkecuali GDPK Kota Balikpapan yang sudah menyusun GDPK dan 5 Pilar,” imbuh Eka.

Ia berharap, kegiatan ini memdorong upaya percepatan penyusunan GDPK 5 Pilar Provinsi Kaltim dan tersusunnya GDPK Provinsi Kaltim dalam 5 Pilar Tahun 2020-2035. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Rapat Teknis Penyusunan Rancangan Awal GDPK

Samarinda — Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dengan variabel pembangunan. Sehingga penyusunan Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) dalam rangka menyediakan kerangka pikir dan panduan untuk mengintegrasikan berbagai variabel kependudukan ke dalam berbagai proses pembangunan menjadi sangat penting.

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Prov Kaltim HM Sirajuddin mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 tentang Grand Desain Pembangunan Kependudukan memberi amanat agar setiap tingkatan wilayah dapat menyusun suatu Rancangan Induk/Grand Desain Pembangunan Kependudukan (RIPK/GDPK) untuk merekayasa dinamika kependudukan di daerah.

Kunci keberhasilan dengan memanfaatkan peluang dengan terbukanya Jendela 2020-2045 memberikan kesempatan untuk membangun manusia dengan segala matranya dan tidak dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, seperti membangun manusia unggul seutuhnya menjadi SDM Unggul pada tahu 2045.

“Diperlukan kerjasama saling terkait antara satu sektor dengan yang lain dan komitmen semua pemangku kepentingan pusat dan daerah,” ujar Sirajuddin pada kegiatan Rapat Teknis Penyusunan Rancangan Awal Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) Provinsi Kaltim Tahun 2022, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Rabu (7/9/2022).

Ia berharap peserta yang masuk dalam tim penyusunan GDPK bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan rekomendasi dalam memenuhi 5 pilar GDPK. Seperti kualitas penduduk, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari OPD lingkup Pemprov Kaltim dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Hadir menjadi narasumber Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim Sunarto dan Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Kaltim Eny Rochaida. (dkp3akaltim/rdg)

Soraya : Pentingnya Data Terpilah Anak Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Pemanfaatan Data Yang Responsif Gender dan Peduli Anak.

Samarinda — Dalam upaya memudahkan pengumpulan / pengolahan data terpilah anak khususnya pada OPD provinsi Kaltim maka diperlukan informasi sebagai data-data pendukung sehingga menghasilkan data yang sama dengan tujuan satu data Indonesia.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, data terpilah terutama data terpilah anak diharapkan dapat menjadi media bagi seluruh perangkat daerah dan instansi vertikal untuk bersinergi terkait data-data terpilah yang berkaitan.

“Data ini selanjutnya menjadi bahan bagi perangkat daerah dalam merencanakan program dan kegiatan,” ujar Soraya pada kegiatan Pengumpulan / Pengolahan Data Terpilah Anak Provinsi Kaltim Tahun 2022, berlangsung di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Jumat (2/9/2022).

Soraya menjelaskan, jenis data pemenuhan hak anak mengacu pada Konvensi Hak Anak (KHA) terdiri dari lima kluster kebutuhan hak anak, meliputi pertama Hak Sipil dan Kebebasan, kedua Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, ketiga Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, keempat Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya, dan kelima Perlindungan Khusus.

Pentingnya Data Terpilah Anak bertujuan untuk mendorong unit perangkat daerah untuk mengumpulkan data terpilah anak agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal sesuai dengan tupoksi masing-masing.

“Sehingga dalam menyusun perencanaan pembangunan ada data dasar / database yang digunakan sebagai acuan,” imbuhnya.

Selain itu, pentingnya data terpilah anak untuk membangun mekanisme koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan pengumpulan/pengolahan data terpilah anak dan meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan data yang responsif gender dan peduli anak.

Dalam kesempatan tersebut, Soraya mencontohkan salah satu data terpilah anak yaitu data jumlah penduduk usia 0-18 tahun berkebutuhan khusus berdasarkan jenis kelamin laki-laki tahun 2021 untuk cacat fisik paling banyak berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 23 orang, untuk cacat netra paling banyak di Kota Samarinda sebanyak 5 orang, cacat rungu paling di Kabupaten Mahakam Ulu sebanyak 4 orang, cacat mental jiwa paling banyak di Kabupaten Kutai Katranegara sebanyak 5 anak, cacat fisik mental paling banyak berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 4 orang dan cacat lainnya paling banyak di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 6 orang.

Sementara data jumlah penduduk usia 0-18 tahun berkebutuhan khusus berdasarkan jenis kelamin perempuan tahun 2021 untuk cacat fisik paling banyak berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 13 orang, untuk cacat netra paling banyak di Kabupaten Kutai Timur dan Berau sebanyak 1 orang, cacat rungu paling di Kota Samarinda sebanyak 5 orang, cacat mental jiwa paling banyak di Kabupaten Kutai Katranegara sebanyak 2 anak, cacat fisik mental paling banyak berada di Kabupaten Kutai Timur sebanyak 2 orang dan cacat lainnya paling banyak di Kabupaten Kutai Timur sebanyak 10 orang.

Ia berharap, melalui kegiatan ini dapat meningkatnya komitmen para pengambil keputusan terhadap pelembagaan data terpilah menurut jenis kelamin dan usia serta para penggunaannya untuk analisa gender dalam keseluruhan proses pembangunan.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta terdiri dari OPD lingkup Pemprov Kaltim. Hadir menjadi narasumber Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Kaltim Hj. Nani Arbie dan Statisisi Ahli Muda Subkoordinator Fungsii Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Kaltim Joko Affandy Alhuda. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Sinergitas Pelaksanaan Pengumpulan dan Pengayaan Data Terpilah Anak

Samarinda — Untuk memperkuat dan mendorong kelembagaan sistem data perlu melakukan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan usia khususnya data anak. Untuk mendukung pemenuhan hak anak perlu tersedia data dan informasi anak.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidnungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Sekretaris DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan, diharapkan para penentu kebijakan dapat mendorong pelaksanaan, perencanaan, evaluasi dalam pembangunan yaitu dengan meningkatkan sinergitas koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota.

“Diperlukan pula indikator komposit untuk mendapatkan hasil untuk mengukur keberhasilan pembangunan lintas sektor yang dapat mencerminkan perlindungan terhadap anak,” ujarnya pada kegiatan Sinergitas Pelaksanaan Pengumpulan Dan Pengayaan Data Terpilah Anak tahun 2022, berlangsung di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Kamis (1/9/2022).

Lebih lanjut, data anak merupakan data kondisi tentang anak perempuan dan laki-laki dibawah usia 18 tahun, yang terpilah menurut kategori umur.

Data anak dapat berisi persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta kelahiran, persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak, persentase anak usia 7-17 tahun yang tidak bersekolah, proporsi penduduk usia 5-17 Tahun yang merokok, persentase pekerja anak, persentase balita stunting dan lainnya.

Sementara indek anak terdiri dari Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA), Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA). Indeks tersebut merupakan ukuran yang menggambarkan capaian pembangunan perlindungan anak di Indonesia 

Indikator pembentuk  IPA ,IPHA, IPKA terdiri dari 27 indikator mencakup klaster I-V hak anak pada Konvensi Hak Anak (KHA).

Sebagai informasi, berdasarkan Indeks Perlindungan Anak (IPA) tahun 2020, Provinsi Kaltim berada pada peringkat ke 4 dari 34 provinsi di Indonesia. Artinya kondisi perlindungan anak di Provinsi Kaltim tahun 2020 sudah berada di atas rata-rata nasional.

Meskipun demikian, capaian nilai IPA belum mencapai angka maksimal, sehingga masih diperlukan upaya optimal perlindungan anak di Provinsi Kaltim.

Baik Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) maupun Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA), capaian Provinsi Kaltim berada di atas rata-rata nasional, bahkan nilai IPKA Kaltim menduduki posisi kedua setelah DKI Jakarta.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 20 peserta dari Dinas PPPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber pada kegiatan ini Statistisi Ahli Madya Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Anita Putri Bungsu dan  Statistisi Ahli Pertama Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Dian Surida. (dkp3akaltim/rdg)

Wagub : Penanggulangan Kemiskinan Kewajiban Kita Bersama

Jakarta — Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2022 yang dilaksanakan Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Sekretariat Wakil Presiden, Kementerian Sekretariat Negara RI, di Magnolia Ballroom Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, Rabu (31/8/2022) malam.

Rakor bertema Memastikan Konvergensi dan Penajaman Sasaran Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem oleh Pemerintah Daerah ini digelar selama tiga hari, 31 Agustus-2 September 2022, dengan peserta Wakil Gubernur dari 34 provinsi selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi didampingi Kepala Bappeda, Kepala Dinas Sosial, Kepala DKP3A dan Kepala DPMPD selaku anggota dari TKPK Provinsi.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Suprayoga Hadi selaku Sekretaris Eksekutif TNP2K mengatakan sesuai tema rakor, ada dua kata kunci dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, yaitu konvergensi dan lebih tepat sasaran.

“Jadi kita berupaya memperbaiki konvergensi dan lebih tepat sasaran untuk program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah, seperti program pengurangan beban diterima keluarga secara stimulan sesuai kebutuhan atau program pemberdayaan ekonomi. Upaya pemerintah yang terintegrasi ini harus turut didukung oleh kerja bersama sektor non pemerintah. Kerja bersama, kita hapus kemiskinan ekstrem,” jelas Suprayoga Hadi saat membuka rakor.

Melalui rakor ini juga diharapkan pemerintah daerah agar secara bersama-sama mengambil langkah nyata dalam penanggulangan kemiskinan di daerah mulai provinsi hingga kabupaten/kota melalui gerakan bersama lintas sektor dan seluruh stakeholder terkait.

“Disini juga kita berupaya melakukan penguatan peran TKPK yang bertujuan untuk sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan gubernur dan bupati/wali kota, sehingga target penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2022-2024 bisa terwujud,” pungkasnya.

Wagub Hadi Mulyadi mengakui beberapa daerah di Benua Etam masih memiliki angka kemiskinan ekstrem yang cukup tinggi, salah satunya Kabupaten Kutai Timur. Untuk itu dirinya mengimbau agar pemerintah daerah dapat melakukan percepatan penanggulangan dan penghapusan angka kemiskinan ekstrem didaerahnya.

“Kalimantan Timur berdasarkan data dari pusat, angka kemiskinan ekstrem yang tinggi adalah Kutai Timur. Untuk itu Pemkab Kutai Timur harus bekerja keras melakukan penghapusan kemiskinan ekstrem. Demikian halnya untuk kabupaten dan kota lainnya. Jadi semua harus bergerak, karena apapun namanya, penanggulangan kemiskinan itu adalah kewajiban kita bersama untuk diturunkan persentasenya bahkan dihapuskan,” tegas Hadi selaku Ketua TKPK Provinsi Kaltim.

Tampak hadir mendampingi Wagub Hadi Mulyadi, diantaranya Kepala Bappeda Kaltim Prof HM Aswin selaku Sekretaris TKPK Provinsi Kaltim, Kabid Penanganan Fakir Miskin Dinsos Kaltim Saprudin Saida Panda, Kabid Kependudukan DKP3A Syahrul dan Kabid Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan DPMPD. (adpimprovkaltim)

Yuk, Kenali Identitas Kependudukan Digital

Jakarta — Digital ID atau Identitas Kependudukan Digital menjadi salah satu inovasi Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri yang sedang hangat dibicarakan dan ditunggu-tunggu kehadirannya oleh masyarakat.

Saat ini Identitas Kependudukan Digital tengah diujicobakan pada pegawai di lingkungan Dinas Dukcapil kabupaten/kota se-Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kekurangan dan kelebihan Digital ID yang tengah dikembangkan.

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh dalam pengarahannya di berbagai kesempatan selalu meminta penerapan identitas digital dilakukan dalam beberapa tahap sebelum diterapkan pada masyarakat umum.

“Untuk tahap awal akan diterapkan pada pegawai di lingkungan Disdukcapil kabupaten/kota, selanjutnya pegawai ASN seluruh Indonesia, kemudian mahasiswa dan pelajar,” ungkap Zudan.

Nah, sebelum benar-benar diterapkan, mari kita kenali fitur-fitur apa saja yang ada di dalam aplikasi Digital ID.

Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Erikson P. Manihuruk menjelaskan, pada tampilan awal di bagian atas terdapat foto, nama dan NIK pemilik akun aplikasi Digital ID. Apabila diklik akan muncul data pemilik akun, mulai dari tempat tanggal lahir, golongan darah, jenis kelamin, hingga alamat.

“Di bagian tengah terdapat 6 menu yaitu Data Keluarga, Dokumen, Tanda Tangan Elektronik, Pelayanan, Pemantauan Pelayanan, Histori Aktivitas, Ubah PIN/Kata Kunci, Lepas Perangkat, dan Keterangan,” lanjut Erikson.

Dalam menu Data Keluarga, akan muncul biodata anggota keluarga yang terdaftar pada Kartu Keluarga (KK).

Pada menu Dokumen dibagi menjadi dua menu, yaitu Kependudukan dan Lainnya, dalam menu Kependudukan terdapat file KTP-el dan Kartu Keluarga secara digital. Sedangkan pada menu lainnya terdapat informasi history vaksin Covid-19, NPWP, informasi Kepemilikan Kendaraan, Informasi BKN (Badan Kepegawaian Nasional, serta Daftar Pemilih Tetap tahun 2024.

Pada bagian bawah terdapat menu KTP Digital, Biodata, Pindai, dan Kunci. Dalam menu KTP Digital, akan muncul kode QR apabila ingin memberikan informasi diri kepada orang lain.

Sedangkan pada menu pindai untuk melakukan pemindaian kode QR untuk melihat data diri orang lain yang dibagikan.

Dalam segi keamanan, aplikasi Identitas Kependudukan Digital dilengkapi dengan fitur pencegahan tanggap layar, sehingga meminimalkan penyalahgunaan informasi. Selain itu, kode QR yang dibagikan pun selalu berubah-ubah sehingga lebih aman.

“Kode QR yang digunakan untuk membagikan informasi kepada orang lain hanya berlaku 90 detik saja. Setelah itu tidak bisa digunakan kembali, sehingga lebih aman tidak disalahgunakan,” papar Direktur Erikson. (dukcapilkemendagri)

Dukcapil Imbau Masyarakat Digitalkan Dokumen Kependudukan Keluarga Sejak Dini

Jakarta – Pembaharuan dokumen kependudukan dengan penggunaan kertas HVS putih dan ber-barcode atau dengan tanda tangan elektronik sebagai media pencetakan, selaras dengan penerapan dokumen kependudukan digital. Hal ini diatur dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2019 tentang Layanan Adminduk Berbasis Daring, dan Permendagri Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Administrasi Kependudukan sejak tahun 2020 lalu.

Digitalisasi dokumen kependudukan menggunakan kertas HVS putih dan menggunakan kode batang atau barcode memiliki kekuatan hukum sama seperti dokumen kependudukan yang dicetak pada kertas sekuriti sebelumnya.

“Seluruh dokumen kependudukan seperti biodata, akta kelahiran, kartu keluarga (KK), akta kematian dan surat keterangan pindah bisa dicetak dengan kertas putih HVS. Dan, masyarakat harus memenuhi langkah-langkah terlebih dahulu agar bisa melakukan pencetakan dokumen kependudukan secara mandiri,” kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Senin (8/8/2022).

Dirjen Zudan menyebutkan ada banyak keuntungan digitalisasi dokumen kependudukan. Salah satunya karena pencetakan dokumen kependudukan bisa dilakukan masyarakat dengan mudah secara mandiri di rumah atau di kantor tempatnya bekerja melalui layanan online atau melalui ADM (Anjungan Dukcapil Mandiri).

“Karena tidak bertemu fisik, maka otomatis bakal meminimalkan praktik pungli dan percaloan,” tegas Dirjen Zudan.

Zudan pun mengimbau masyarakat untuk menjaga kerahasiaan data pribadinya. Pasalnya, data pribadi merupakan data penting yang bisa disalahgunakan pihak lain. 

Masyarakat diharapkan mulai memahami urgensi serta dapat mengaplikasikan digitalisasi sejak dini, dimulai dengan mendigitalkan dokumen keluarga seperti KK. (dukcapilkemendagri)