Balikpapan ---- Munculnya Tindakan kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu ancaman pada perempuan dan anak. Hal ini dapat mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan ekonomi.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur Noryani Sorayalita mengatakan tindakan kekerasan yang dialami perempuan dapat pula berdampak pada tumbuh kembang anak-anaknya.
"Perempuan yang memiliki peran sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya seharusnya mendapatkan perhatian yang besar, mengingat perempuan bukan hanya berperan sebagai istri namun juga ibu yang berperan dalam mendidik anak-anaknya," ujar Soraya pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Kampung/Desa Tanpa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), berlangsung di Hotel Golden Tulip Balikpapan, Rabu (8/5/2024).
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 31 Maret 2024 diketahui bahwa kasus kekerasan paling banyak terjadi di rumah tangga yaitu 164 kasus. Kasus dan korban KDRT paling banyak dari Kota Samarinda sebanyak 27 Kasus dan 37 korban.
"Sementara jumlah kasus kekerasan terjadi kenaikan secara signifikan. Tahun 2021 sebanyak 551 kasus, tahun 2022 sebanyak 945 kasus dan tahun 2023 sebanyak 1108 kasus," imbuh Soraya.
Soraya berharap, pemangku kebijakan mampu bersama-sama menekan jumlah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan melakukan upaya peningkatan dan pemerataan perlindungan hukum secara maksimal.
"Kami berharap peran semua lapisan masyarakat membangun kepekaan terhadap sekitar tanpa penghakiman untuk melihat kondisi rekan, teman, atau keluarga yang boleh jadi membutuhkan pertolongan, mengingat kini KDRT sudah bukan lagi ranah domestik, melainkan ranah publik yang mana korban berhak mendapatkan perlindungan dari negara," ungkapnya. (dkp3akaltim/rdg)