Samarinda --- Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak (PHA) atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian PPPA, Rohika Kurniadi Sari mengatakan percepatan Kabupaten/Kota (KLA) di tahun depan akan membahas terkait Klaster II yang terdiri dari 5 indikator. Kalster II yaitu Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif terdiri dari perkawinan usia anak, lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga, lembaga pengasuhan alternatif, PAUD-HI dan infrastruktur ramah anak. Menyinggung pencegahan Perkawinan Anak, menjadi upaya yang dilakukan dalam mengurangi tingginya perkawinan anak yang dapat mempengaruhi capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan menyelamatkan anak- anak Indonesia yang harusnya tumbuh kembang secara optimal sesuai hak anak. Walaupun capaian angka perkawinan anak menunjukkan penurunan yang signifikan, dan sudah diatas target RPJMN 2024 sebesar 8,74 namun masih diperlukan upaya kolaboratif untuk percepatan penurunan angka perkawinan anak. Sementara berdasarkan data BPS tahun 2022, capaian angka perkawinana anak di Kaltim yaitu 7,22. Perkawinan usia anak di Kaltim tahun 2022 yaitu sebanyak 780 anak. Dan hampir 85% anak perempuan yaitu sebanyak 633 anak dan anak laki-laki sebanyak 147 anak. “Anak yang menikah di usia muda rawan terkena kanker serviks. Membuat peraturan bisa menurunkan angka perkawinan usia anak. Bisa dimulai dengan peraturan desa, dengan memuat sanksi administratif (denda) atau pencopotan jabatan kepala desa dan sanksi sosial. Hal tersebut dilakukan untuk menekan angka perkawinan anak, yang berhubungan dengan angka tindak kekerasan seksual, serta Mekanisme penanganan,” ujar Rohika pada kegiatan Rapat Koordinasi Pengembangan Layanan Kualitas Hidup Anak Di Provinsi Kalimantan Timur, berlangsung di Hotel Swiss Belhotel Borneo Samarinda, Selasa (13/6/2023). Sedangkan pengasuhan layak anak harus memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi anak. Orang tua dan keluarga wajib memastikan anak terpenuhi hak-haknya dan mencegah anak dari keterpisahan. Pengembangn Taman Asuh Ceria (TARA) merupakan tempat/wadah yang memberikan layanan pengasuhan anak sementara untuk anak-anak usia 0-6 tahun dari perempuan pekerja yang memberikan kualitas pengasuhan dan tumbuh kembang bagi anak berdasarkan hak-hak dasar anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Rohika manyebutkan tujuan pengembangan TARA yaitu tersedianya layanan TPA/Daycare dengan pengasuhan berbasis pemenuhan hak anak, untuk anak-anak dari perempuan pekerja di tingkat bawah dalam perusahaan. Menguatnya kemampuan keluarga dengan ayah dan ibu sebagai pekerja di perusahaan dalam mengasuh dan melindungi anak untuk mewujudkan keluarga yang sesuai hak anak. Tersedianya TPA/Daycare dengan layanan informasi, konsultasi dan konseling bagi anak, orang tua atau orang yang bertanggung jawab terhadap anak. Menguatnya sinergitas kerjasama antara pemerintah, dunia usaha dan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak pengasuhan anak. Terakhir, Rohika mengimbau Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) merupakan hal yang penting. “Dan koordinasikan dengan DLH harus ada tempat bermain yang ramah anak,” terangnya. Kegiatan ini diikuti Dinas PPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Fungsional Perencana Ahli Madya Asdep PHAPL, Suhaeni Analis Pemberdayaan Perempuan dan Anak –PHAPL Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Perpetua Kuayo, Spesialis Senior Program Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini, Tantoto Foundation Asesor Taman Asuh Ceria (TARA), Fitriana Herarti, dan Meilia Rachmawati, serta Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur Noryani Sorayalita. (dkp3akaltim/rdg)