Denpasar --- Berdasarkan hasil evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat ke Gubernur Kalimantan Timur dengan nomor 315/KPAI/III/2021 berisi tentang perlindungan anak dan sistem perlindungan anak, dan merekomendasikan pembentukan KPAD Provinsi Kaltim. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, proses pembentukan KPAD Kaltim sudah dilaksanakan dengan pembuatan draft Pergub pada bulan Maret 2022. Provinsi Kaltim saat ini tengah menyiapkan tahapan seleksi untuk fit and proper test agar lebih akuntabel bagi komisioner KPAD Kaltim. Saat ini penanganan kasus kekerasan ditangani oleh UPTD PPA Kaltim yang telah terbentuk pada tahun 2020 lalu. “Tupoksi UPTD PPA dan KPAD saling beririsan, arahan dari Biro Bangda Kemendagri memberikan saran agar lebih baik optimalisasi UPTD PPA, namun mengingat arahan Kepala Daerah berapapun kasus anak tetap perlu pengawasan sehingga akan terselesaikan dengan baik,” ujarnya pada FGD Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Kalimantan Timur Kaltim, berlangsung di Ruang Romando Hotel Mercure Kuta, Bali, Rabu (14/12/2022). Data kekerasan Kaltim per tanggal 1 November 2021 yaitu 707 kasus dan 761 korban kekerasan. 385 korban anak (50,6%) dan 376 korban dewasa (46,4%). “Saat ini data kekerasan tertinggi di Kota Samarinda yaitu 364 kasus,” imbuh Soraya. Sebagai informasi, di Indonesia telah terbentuk di tiga provinsi yaitu KPAD Aceh, Kalimantan Barat dan Bali. Sementara Ketua KPPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, pembentukan KPPAD Bali berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Pergub Bali Nomor 48 tahun 2015 Tentang KPPAD. KPPAD Bali dibentuk untuk mendukung dan meningkatkan efektifitas pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak di Provinsi Bali. Kegiatan ini juga dirangkai dengan studi tiru ke KPPAD Bali. (dkp3akaltim/rdg)