Balikpapan --- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) telah mensosialisasikan Standardisasi Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan (LPLPP), kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak provinsi dan kabupaten/kota, Januari lalu. Standardisasi tersebut antara lain untuk merespon Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan peningkatan kualitas hidup, khususnya bagi perempuan agar lebih berdaya. Selain itu, untuk memberikan kepastian dan meningkatkan kualitas dan kinerja LPLPP sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kepala Dinas Kependudukan, pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang Kesetaraan Gender Dwi Hartini mengatakan, pentingnya Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan (LPLPP) di daerah, karena masih banyak terjadi kesenjangan gender. Jika melihat 13 indikator, menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal dari laki-laki.. Indikator tersebut diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Perempuan dan Ketenagakerjaan. Kemudian, perempuan dalam pendidikan, perempuan dalam akses teknologi, keterlibatan perempuan, kekerasan terhadap perempuan, perempuan dalam kemiskinan, perkawinan anak, perempuan kepala keluarga, kesehatan perempuan dan kepemimpinan perempuan. Standardisasi ini juga untuk mengidentifikasi layanan dan program LPLPP, utamanya bidang politik, hukum, sosial, dan ekonomi, menyamakan persepsi di antara para pengampu urusan pemerintahan, dan PPPA. “Lembaga layanan ini akan melihat siapa penerima manfaat dari layanan ini,” ujar Dwui pada Kegiatan Advokasi/Sosialisasi Peningkatan Partisipasi Perempuan berupa Transfer Knowledge Standarisasi Lembaga Layanan bagi Organisasi Politik Perempuan dan Ekonomi, berlangsung di Hotel Zurich Balikpapan, Selasa (1/11/2022). Ia melanjutkan, standar lembaga disini berbicara masalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/pemerintah dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh manfaat sebesar – besarnya. Tahapan standarisasi dimulai dengan proses penyusunan rencana kerja, perumusan standarisasi, pembentukan tim LPLPP di lembaga, pelatihan, penerapan standar LPLPP, pemberian penghargaan hingga pemantauan dan evaluasi. Komponen persyaratan meliputi kelembagaan, sumber daya dibidang pemberdayaan perempuan, layanan dan program, pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang terdiri dari 13 kriteria. “Kebijakan mengenai layanan pemberdayaan perempuan yang berisi komitmen untuk menjalankan prinsip-prinsip layanan harus bisa dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), transparansi, tidak diskriminatif, adil, kesetaraan dan terjangkau,” terangnya. Kegiatan ini diikuti oleh anggota KPPI Se – Kaltim, anggota PIK-P2D Kaltim, dan pelaku ekonomi perempuan (AKU & PUSPA). Hadir menjadi narasumber Ketua KPPI Kaltim SB. Yaumid dan anggota KPPI Kaltim Danuk Nugrahani. (dkp3akaltim/rdg)