Tangerang --- Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2022 (Rakornas PPPA), dua perwakilan dari dinas provinsi dan dinas kabupaten/kota, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan, ditunjuk untuk memaparkan praktik baik penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yang telah dilakukan di daerahnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, menyampaikan fokus DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah berakar dari 5 (lima) arahan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, yaitu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Berdasarkan data Simfoni PPA Tahun 2022, Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi keempat tertinggi dengan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Simfoni PPA pun mencatat, jenis kekerasan yang paling banyak dialami di Provinsi Jawa Tengah adalah kekerasan fisik dengan persentase 38,6% terhadap perempuan dewasa dan kekerasan seksual terhadap anak dengan persentase 52,9%.
“Hal tersebut merupakan potret yang cukup buruk bagi Provinsi Jawa Tengah. Karena itulah dalam dua tahun ke belakang ini, kami menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Perda Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Lalu kami juga menyusun beberapa Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mendukung Perda yang sudah ada di dua tahun ini,” ujar Retno.
Dalam hal upaya pencegahan, berbagai macam program yang sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah pun turut disampaikan Retno, diantaranya melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan mengadakan Ngobrol Topik Perempuan dan Anak (Ngopi Penak) serta instagram live, Gerakan Jogo Konco yang merupakan perwujudan implementasi konsep peran anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam upaya saling melindungi dan mendorong pemenuhan hak anak, dan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi, Gerakan Jo Kawin Bocah yang merupakan implementasi dari Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dengan penguatan regulasi/kebijakan perlindungan anak, pelibatan pentahelix, pendataan melalui Aplikasi Pemetaan Kelompok Rentan Perempuan dan Anak serta Pasangan Usia Subur (APEM KETAN), pelatihan keterampilan hidup bagi remaja, layanan care center Jo Kawin Bocah, serta gelar ekspo Jo Kawin Bocah, Implementasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan program desa yang memenuhi prasarana dasar dan menyejahterakan masyarakat (Destara), dan Flexi Time bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya perempuan, agar orang tua dapat memiliki waktu lebih dalam memberikan perhatian kepada anak.
“Dalam hal penanganan, di Jawa Tengah sebelumnya sudah terbentuk layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), namun pada 2018 hilang dan kini sedang kami proses pembentukannya kembali dan sudah sampai di Kementerian Dalam Negeri sehingga tahun ini diharapkan sudah terbentuk. Selain itu, kami juga memiliki sumber daya manusia (SDM) kompeten yang akan membantu di UPTD PPA nantinya,” jelas Retno.
Lebih lanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati mengemukakan layanan UPTD PPA Kota Balikpapan sudah dimanfaatkan secara luar biasa oleh masyarakat. Terdapat enam layanan yang dimiliki, yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan klien, pengelolaan kasus, penampungan sementara di rumah perlindungan, mediasi, serta pendampingan klien.
“Selain enam layanan tersebut, kami juga sudah mulai menjangkau pelayanan berbasis online melalui aplikasi Layanan Pengaduan dan Pelaporan Perempuan dan Anak yang Mendapat Kekerasan di Balikpapan (Lapor Pak! Balikpapan) yang sudah dapat diunduh melalui aplikasi playstore. Melalui aplikasi tersebut, masyarakat memiliki akses secara langsung untuk melapor hingga curhat mengenai kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilihat atau dialami,” kata Alwiati.
Alwiati menambahkan berdasarkan instruksi Walikota Balikpapan, Kota Balikpapan bergerak hingga ke ujung tombak yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam upaya perlindungan perempuan dan anak. Pada tingkat RT dilakukan sosialisasi Pola Penguatan Pengasuhan dari RT ke RT (Lautan RT) dan kegiatan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM) agar masyarakat pada tingkat RT mampu mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang bersifat mikro sebelum berakhir di UPTD PPA.
“Kami di Balikpapan juga sudah memiliki Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA), Kampung Pustaka (KAMPUS) yang merupakan kolaborasi dari semua elemen di wilayah kelurahan, serta kerjasama dengan Pengadilan Agama, Kementerian Agama Kota Balikpapan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai upaya pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak,” tambah Alwiati.
Menutup sesi panel ketiga, Staf Khusus Menteri Bidang Anak KemenPPPA, Ulfah Mawardi mengungkapkan harapan melalui sesi sharing praktik baik tersebut dapat melahirkan ide, gagasan, dan masukan untuk saling bertukar pikiran serta pengalaman yang sudah dilakukan di daerah dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, juga mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Indonesia Emas 2045.
“Konvergensi program perlindungan perempuan dan anak merupakan sebuah intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan bersama-sama dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Saya yakin setiap daerah sudah melakukan segala bentuk praktik baik dalam penyelenggaraan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak. Melalui sesi ini kita dapat belajar, khususnya dari praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan,” tutup Ulfah. (BiroHukum&Humaskpppa)