Balikpapan --- Dalam menyongsong pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur, perlu menyiapkan infrastruktur, lingkungan dan sumber daya manusia (SDM). Sementara Provinsi Kalimantan Timur saat ini merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terutama perempuan dan anak. Gubernur Kaltim Isran Noor melalui Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi fluktuasi kasus TPPO di Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga perlu penguatan gugus tugas TPPO, baik di provinsi dan kabupaten/kota. “Hal ini agar lebih bersinergi dan berkoordinasi, antar OPD dan aparat penegak hukum dalam mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan TPPO tersebut,” ujar Soraya pada kegiatan Rapat Koordinasi Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Rakorda PPPA) se-Kalimantan Timur Tahun 2022 dengan tema “Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang / Trafficking Menyongsong IKN”, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu (16/3/2022). Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Sinfoni PPPA) dari tahun 2018-2020, kasus TPPO semakin meningkat. Jika dirincikan pada tahun 2018 telah terjadi 5 kasus TPPO yaitu di Kabupaten Kutai Kertanegara 1 kasus, Kutai Timur 2 kasus dan Paser 1 kasus. “Sementara Pada tahun 2019 telah terjadi 6 kasus yaitu Balikpapan 1 kasus, Bontang 4 kasus dan Samarinda 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2020 telah terjadi 8 kasus, percatatan sampai 1 oktober 2020 yaitu Berau 4 Kasus, Balikpapan 1 kasus dan Bontang 3 kasus,” katanya. Soraya menambahkan, upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pemetaan TPPO di Indonesia, baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak perempuan. Peningkatan pengetahuan masyarakat, melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang TPPO beserta seluruh aspek yang terkait dengannya. “Perlu juga diupayakan adanya jaminan aksesbilitas bagi keluarga, khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial,” imbuh Soraya. Disamping itu, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang memerlukan adanya penegakan hukum yang tegas. Tanpa penegakan hukum, upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO akan sia-sia. “Upaya tersebut tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi juga keterlibatan swasta, LSM, organisasi masyarakat, perseorangan dan media massa,” terangnya. Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 peserta baik online maupun offline. Hadir menjadi narasumber Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati, Kanit 1 Subdit 4 Renakta Dit Reskrimum Polda Kaltim Kompol Achadianto, Kanwil Kemenkumham Kaltim Mia Kusuma Fitriana dan Redaktur Utama Kaltim Post Thomas D Priyandoko. (dkp3akaltim/rdg)