Samarinda --- Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak akan menimbulkan dampak terhadap korban, baik jangka pendek maupun panjang. “Dampak jangka pendek dapat langsung terlihat seperti luka fisik, cacat pada anggota tubuh, dan kehamilan. Sementara dampak jangka panjang terlihat di kemudian hari seperti hilangnya rasa percaya diri, trauma, depresi dan gangguan psikologis lainnya,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Trauma Healing Bagi SDM/UPTD/PPA/Satgas PPA Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Selasa (12/10/2021). Kejadian traumatis yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan trauma. Ketika trauma dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan dari profesional, dapat mengarahkan pada gangguan psikologis, yakni Post-traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD, lanjut Soraya, adalah gangguan mental setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. PTSD perlu diatasi dengan segera dan tepat, agar kondisi ini tidak semakin parah hingga mengganggu kelangsungan kehidupan korban. Salah satu cara untuk menanganinya adalah dengan trauma healing. “Trauma healing merupakan proses penyembuhan pasca-trauma yang dilakukan agar seseorang dapat terus melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang kejadian kekerasan,” kata Soraya. Harapannya implementasi trauma healing pada perempuan dan anak korban kekerasan dapat meminimalisir dampak berkepanjangan yang ditimbulkan akibat peristiwa traumatis yang dialami sehingga korban dapat melanjutkan kehidupan sehari-hari. Sebagai informasi, kasus kekerasan di Kaltim tahun 2019 sebanyak 631 kasus dan tahun 2020 sebanyak 623 kasus, atau terjadi penurunan sebanyak 8 kasus. “Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Oktober 2021 sebanyak 262 kasus. Total korban kekerasan adalah 285 korban yang terdiri dari 171 korban anak atau 60 persen dan 114 korban dewasa atau 40 persen. korban terbanyak berasal dari Kota Samarinda yaitu sebesar 116 korban.” imbuh Soraya. Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari Dinas PPPA, UPTD PPA, Satgas PPA, lembaga pemerhati perempuan dan anak se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Founder Biro Psikologi Matavhati Samarinda Yulia Wahyu Ningrum, dan Psikolog RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Elda Trialisa Putri. (dkp3akaltim/dell)