Jakarta --- Adanya konstruksi sosial yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki menyebabkan perempuan dan kelompok rentan lainnya mengalami dampak negatif terbesar dari pandemi Covid-19. Berdasarkan Laporan Studi Situasi Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Selama Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dan The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (JPAL) sebanyak 42 persen, baik perempuan dan laki-laki mengalami peningkatan kekerasan selama pandemi Covid-19. Hal ini menyadarkan kita semua bahwa nilai-nilai kesetaraan gender dan pembagian peran dalam rumah tangga menjadi penting diterapkan, utamanya selama pandemi Covid-19. Covid-19 memang membawa dampak yang luar biasa bagi seluruh masyarakat dunia. Walaupun demikian, dengan konstruksi sosial yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, tidak mengherankan jika perempuan dan kelompok rentan lainnya mengalami dampak negatif terbesar dari pandemi ini. “Adapun dampak spesifik yang sangat dirasakan oleh perempuan antara lain adalah meningkatnya pekerjaan tidak berbayar (unpaid-care work) dan meningkatnya risiko Kekerasan Berbasis Gender (KBG),” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga pada Peluncuran Laporan Studi Situasi Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Selama Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh UNDP, JPAL, dan Katadata (10/03/2021). Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura mengatakan, berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh sekitar seribu responden dari delapan kota di Indonesia, sebanyak 42 persen, baik perempuan dan laki-laki mengalami peningkatan kekerasan selama pandemi Covid-19. “Hal ini terjadi secara konsisten di seluruh wilayah tempat kami melakukan survei tersebut di seluruh kelompok sosial,” terang Norimasa. Norimasa melanjutkan diantara responden yang mengalami kekerasan, mereka mengaku bahwa pasangan hidup merupakan pelaku utama kekerasan selama pandemi. Kekerasan yang paling sering dilakukan oleh pasangan diantaranya dipaksa melakukan hubungan seksual, kekerasan verbal, serta kekerasan secara fisik. Hal yang mendorong kekerasan ini terjadi diantaranya tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga, tidak bekerja, pasangan atau anggota keluarga yang tidak bekerja, tugas sekolah dari anak, dan kewalahan menghadapi tugas rumah tangga. Pembagian pekerjaan rumah tangga tidak berbayar juga tidak merata selama pandemi. Sebanyak 50 persen perempuan menghabiskan waktu 3-5 jam untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, sementara mayoritas laki-laki hanya menghabiskan waktu 0-2 jam untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebagian besar keluarga juga masih melakukan pembagian tugas rumah tangga secara tradisional. Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru (ALB), Wawan Suwandi mengatakan bawah mempromosikan nilai-nilai kesetaraan gender dan pendekatan reflektif terkait definisi ulang maskulinitas kepada kaum laki-laki merupakan hal yang penting untuk dilakukan, terutama di masa pandemi Covid-19. “Kita dapat mengaplikasikan nilai-nilai kesetaraan gender di dalam rumah, salah satunya dalam pola pengasuhan. Laki-laki juga bisa berbagi peran dalam hal ini. Namun selama ini, laki-laki sering menjauh dari pekerjaan domestik, karena ketika mereka memulainya mereka di bully oleh tetangga, orangtua, saudara, atau orang-orang terdekat. Saya berharap masyarakat tidak menganggap sesuatu yang aneh atau menyimpang ketika ada laki-laki yang melakukan pekerjaan domestik. Selain itu, kaum laki-laki bisa memulai dari dirinya sendiri untuk mengerjakan pekerjaan domestik, sehingga ia juga bisa menjadi contoh bagi masyarakat sekitarnya,” tutur Wawan.