Penanggulangan bencana bagi perempuan dan anak sebagai kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi membutuhkan upaya yang terintegrasi sejak tahap mitigasi bencana hingga rehabilitasi. Oleh karenanya, sangat diperlukan koordinasi dan sinergi berbagai pihak, mulai dari Kementerian/Lembaga hingga Lembaga Masyarakat dalam mewujudkan penanganan bencana yang strategis, inklusif, serta ramah bagi perempuan dan anak. “Dalam situasi bencana, implikasi dan dampak kerentanan yang dialami berbeda antara laki-laki dan perempuan. Hal ini kemudian memengaruhi perbedaan dalam mendapatkan akses terhadap sumber daya, kemampuan bertahan hidup, dan kemampuan memulihkan kehidupan, terlebih pada perempuan sebagai kepala keluarga, perempuan miskin, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia apalagi saat ini dihadapkan pada kondisi sulit pandemi Covid-19,” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga pada Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana bagi Perempuan dan Anak bersama sejumlah Kementerian/Lembaga dan Lembaga Masyarakat yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (5/1/2021). Lebih jauh Menteri Bintang menambahkan dampak lain dari bencana yang sering luput dari perhatian dan pendataan adalah terjadinya Kekerasan Berbasis Gender (KGB). Di lokasi bencana kerap muncul kekerasan berbasis gender dalam bentuk pelecehan dan kekerasan seksual karena beberapa faktor, diantaranya sarana dan prasarana yang tidak responsif gender, misalnya MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang belum terpisah antara laki-laki dan perempuan, lokasi yang terlalu jauh, minim penerangan, tenda pengungsian yang belum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, dan penyatuan beberapa keluarga dalam satu tenda. Menteri Bintang memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas koordinasi dan kerjasama yang sudah dibangun dengan Kementerian/Lembaga dan Lembaga Masyarakat dalam penanggulangan bencana, terutama untuk pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak. Sementara itu, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial (Kemensos), Safii Nasution menyatakan pihaknya telah melakukan upaya-upaya dalam memprioritaskan kebutuhan perempuan dan anak dalam penanggulangan bencana. “Upaya pencatatan data kelompok berkebutuhan khusus yang dilakukan satgas di lapangan, pemberian makanan bayi hingga baju anak. Tenda pengungsian khusus juga disediakan untuk mengurangi penularan Covid-19 dan hampir semuanya diisi oleh anak-anak dan perempuan. Ke depan, Taruna Satgas Bencana (Tagana) akan mengundang Kemen PPPA sebagai narasumber untuk berbagi pengetahuan mengenai penanganan bencana berperspektif perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya,” ujar Safii. Sekertaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Hermansyah juga sependapat mengenai prioritas terhadap kelompok rentan. Dalam PERKA BNPB perlindungan kelompok rentan menjadi hal yang utama, seperti kebutuhan spesifik ibu hamil, balita, lansia, dan disabilitas selalu menjadi prioritas, namun implementasinya memang masih dibutuhkan perbaikan-perbaikan. Sementara Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Kemenko PMK, Dody Usodo Hargo menyampaikan pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan Kemen PPPA sebagai leading sektor dalam penanganan kelompok rentan, terutama perempuan dan anak di lokasi bencana untuk memastikan kebutuhan mereka dapat terpenuhi dengan baik. “Data terpilah yang cepat dan tepat merupakan faktor yang sangat penting dalam pengambilan keputusan yang responsif gender. Selain itu, peran gabungan masyarakat sipil di lapangan sangat esensial, baik itu relawan, tokoh masyarakat, akademisi, dan media dalam mendistribusikan bantuan yang optimal dan tepat sasaran,” tutur Dody.