Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 akan segera digelar. Beberapa peraturan terkait Pilkada telah direvisi menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19. Namun menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar tidak menutup kemungkinan pada proses kampanye politik nanti terdapat kerentanan penyalahgunaan pelibatan anak. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen bersama untuk menyelenggarakan Pilkada yang ramah anak. “Pemerintah mengajak dan mengingatkan agar seluruh peserta pemilu mengawal proses politik tetap ramah terhadap anak. Memastikan anak mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan politik dan menempatkan kepentingan terbaik anak dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020,” ujar Nahar dalam kegiatan Sosialisasi Surat Edaran Bersama (SEB) Pilkada Ramah Anak Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 melalui daring (17/9/2020). Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 15 Huruf A, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. “Ada dua hal yang menjadi titik berat dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Pertama adalah memastikan proses Pilkada tidak menjadi kluster baru tak terkendali dari penyebaran Covid-19. Kedua, komitmen bersama untuk selalu menjaga setiap tahapan pemilu benar-benar dirancang agar ramah anak dan yang paling kita hindari adalah kejadian-kejadian yang dapat mengancam jiwa, bahkan mempengaruhi tumbuh kembang anak,” jelas Nahar. Terkait SEB tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Valentina Gintings menjelaskan ada tiga hal utama yang diatur. Pertama, upaya pencegahan pelibatan anak dalam kegiatan politik dan kampanye. Kedua, penyediaan layanan yang cepat dan terintegrasi. Ketiga, pengawasan terhadap bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. “Harapan kami, mudah-mudahan bisa dilakukan tindakan atau upaya pencegahan pelibatan anak dalam kampanye melalui SEB ini. Memastikan perlindungan anak agar benar-benar tidak ada anak yang tereksploitasi, mengalami kekerasan, atau disalahgunakan dalam penyelenggaraan Pilkada nantinya,” tutur Valentina. Sementara itu, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, isu perlindungan anak dalam politik kerap kali dipandang sebelah mata dan diabaikan, baik oleh penyelenggara maupun peserta pemilu sehingga melahirkan berbagai problematika dan pelanggaran terhadap hak-hak anak. “Perlu dorongan kuat semua stakeholder agar memperhatikan isu perlindungan anak dalam setiap tahapan kegiatan politik karena isu perlindungan anak ini tidak kalah penting dibanding isu-isu lainnya. Berkaca pada pengalaman Pilkada dan Pilpres beberapa tahun sebelumnya, catatan Posko Pengaduan KPAI menemukan banyak pelanggaran pelibatan anak dalam kegiatan politik. Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran kita bersama untuk mencegah hal serupa dalam Pilkada 2020,” ujar Jasra Putra. Elemen kunci suksesnya Pilkada 2020 tidak hanya ada pada penyelenggara tetapi juga pada peserta dan masyarakat. Menurut Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan untuk mewujudkan Pilkada yang jujur, adil, demokratis dan sehat maka butuh kepatuhan peserta dan masyarakat atas ketentuan regulasi yang ada. Saat ini media kampanye banyak dialihkan menjadi online. Abhan juga mengingatkan, dalam melakukan kampanye di dunia maya tetap memperhatikan konten agar ramah terhadap anak. Konten tidak memberikan efek buruk pada anak ataupun bertentangan dengan isu anak, sebab anak dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut.