Loading...
PPPA

Penuhi Hak-Hak Anak, PUSPAGA Harus Terapkan Amanat Konvensi Hak Anak

09 September 2020
Detail Berita

Jakarta --- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kembali melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi para psikolog dan konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Para psikolog dan konselor PUSPAGA diberikan materi penting terkait Konvensi Hak Anak. Tim Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), Hamid Patilima mengungkapkan PUSPAGA merupakan benteng utama bagi para orangtua dalam memberikan pengasuhan optimal bagi anak. Sebesar 80% perkembangan kecerdasan anak terbentuk di rumah. Saat berusia 0-4 tahun, anak mengalami perkembangan kecerdasan sebesar 50%, dan ketika menginjak usia 5-8 tahun mengalami perkembangan 30%. Keluarga sebagai pendidik utama dan pertama berperan sangat penting dalam mendukung perkembangan kecerdasan anak agar dapat berjalan optimal. Para calon ayah dan ibu harus diberikan pengetahuan terkait perkembangan anak agar ketika menjadi orangtua nanti, mereka tidak memiliki kekosongan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. “PUSPAGA sebagai benteng terdepan, memiliki peran utama dalam mewujudkan hal tersebut. Untuk itu, para tenaga pendukung PUSPAGA harus memahami dengan baik tentang apa itu Konvensi Hak Anak (KHA),” jelas Hamid dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) PUSPAGA dengan tema Konvensi Hak Anak yang dilaksanakan secara daring (8/9/2020). KHA menjelaskan seperti siapa anak, semua hak anak yang saling terhubung, sama pentingnya, dan tidak dapat direnggut dari anak itu sendiri, serta menjadi tanggungjawab pemerintah. Sejak 25 Agustus 1990, KHA berlaku di Indonesia sebagai instrumen internasional untuk kemudian diharmonisasi. “Berbicara KHA bukan hanya terkait kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, tapi semua kluster penting, semua hak sama penting dan tidak dapat diambil dari anak,” tambah Hamid. Adapun prinsip-prinsip umum yang ada di KHA, di antaranya yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, serta menghormati pandangan anak. “Prinsip pertama adalah non diskriminasi, ini menjadi hal penting yang perlu dipahami bersama, dan contohnya seperti di PUSPAGA, harus ada tempat parkir khusus bagi penyandang disabilitas, ada simbol yang mengarahkan tangga agar bisa dilewati kursi roda, ada toilet khusus bagi penyandang disabilitas. Ini merupakan bukti bahwa PUSPAGA sudah melaksanakan prinsip non diskriminasi,” tutur Hamid. Lebih lanjut Hamid menjelaskan, kepentingan terbaik bagi anak juga menjadi prinsip penting yang harus diterapkan, misalnya di tengah pandemi ini banyak orangtua yang ingin bercerai, dalam hal ini pihak pengadilan perlu meminta pandangan anak terkait perasaannya, apakah sudah dipertimbangkan. “Jika tidak dilaksanakan, hal ini merupakan bentuk pengabaian kepentingan terbaik bagi anak. Begitu juga saat anak melakukan kesalahan, orangtua seharusnya bertanya apa alasannya agar menjadi pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Jika kita selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, maka anak akan merasa terlindungi dan dihargai,” ungkap Hamid. Prinsip lainnya yaitu menghormati pandangan anak, ini sangat penting karena anak memiliki hak untuk memberikan pendapat terkait hal yang memengaruhi mereka. Misalnya Dinas Pendidikan dapat membuka ruang diskusi secara daring bersama anak untuk membahas harapan mereka dalam penyusunan keputusan terkait masalah pendidikan di tengah pandemi ini. “Melalui forum ini, menjadi kewajiban kita semua sebagai orang dewasa untuk memastikan anak merasa dihormati, dihargai dan terpenuhi semua hak-haknya. Anak pun dapat ikut menghormati dan tidak menyakiti orang-orang di sekitarnya.,” terang Hamid. Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Bidang Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan KHA merupakan materi yang sangat penting untuk menjadi dasar bagi para psikolog dan konselor PUSPAGA dalam melakukan pendampingan konseling dan konsultasi sebagai penyedia edukasi dan informasi bagi seluruh keluarga Indonesia di dalam pengasuhan berbasis hak anak.