Samarinda --- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar webinar “Orang Tuaku Sahabat Terbaikku” dengan tema Pengasuhan dan Penguatan Psikologis di Masa Pandemi Covid-19, sebagai rangkaian acara menyambut peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2020. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengatakan rencana penerapan kebijakan tatanan normal baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19, mengharuskan para orangtua dan keluarga di Indonesia untuk memberi pengasuhan bagi anak yang disesuaikan dengan perubahan kondisi saat ini. Mengingat anak adalah makhluk paling rentan, maka anak harus di lindungi dan peran pengasuhan sangatlah penting. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi 79,5 juta anak Indonesia (Profil Anak Indonesia, 2019) yang harus dilakukan orangtua, keluarga atau pengasuh pengganti. “Melindungi anak merupakan tugas kita bersama, tidak hanya orangtua dan keluarga, seluruh orang dewasa juga berkewajiban untuk memenuhi hak-hak anak,” jelasnya. Berdasarkan data Covid.go.id, pada 2 Juni 2020 diketahui ada sebanyak 7,9% anak yang positif Covid-19. “Jika dibandingkan dengan angka pada 27 Mei lalu, dalam tempo 4 hari telah terjadi peningkatan jumlah anak yang terpapar Covid-19. Media hari ini, mengulas data provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai daerah dengan angka tertinggi kasus Covid-19 pada anak,” tutur Lenny. Terkait kondisi pengasuhan anak di Indonesia saat ini, terdapat 95,3% anak yang diasuh oleh orangtua baik ibu kandung, ayah kandung ataupun keduanya. Sebanyak 4,7% anak lainnya, diasuh keluarga lain atau orangtua pengganti (Profil Anak Indonesia, 2018). Selain itu, sebanyak 3,73% balita diketahui mendapat pengasuhan yang tidak layak (Susenas MSBP, 2018). “Angka tersebut tergolong cukup besar. Atas dasar inilah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo memberikan 5 (lima) arahan kepada Kemen PPPA, salah satu arahannya yaitu meningkatan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak. Hal ini menekankan pentingnya aspek keluarga terutama ibu dalam pengasuhan anak,” terang Lenny. Sedangkan untuk pola pengasuhan anak di era tatanan normal baru harus disesuaikan kembali dengan kondisi yang ada. Orangtua yang sebelumnya menjadi pengasuh sekaligus guru pendamping, dan teman bicara anak selama 24 jam, harus kembali menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Untuk itu, Kemen PPPA sedang menyiapkan panduan pengasuhan berbasis hak anak, baik di keluarga maupun di lembaga pengasuhan pengganti untuk dapat diterapkan di era new normal. Panduan tersebut tentunya harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan protokol kesehatan dan poin-poin penting pengasuhan itu sendiri. “Orangtua harus mengingatkan anaknya terkait protokol kesehatan tersebut, harus ada substansi pengasuhan yang ditanamkan pada anak. Orangtua juga harus bisa menuntun anaknya jika mengalami gangguan psikologis,” tambah Lenny. Kemen PPPA telah berupaya meningkatkan pengasuhan berbasis hak anak, yaitu dengan mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang melibatkan psikolog dan konselor untuk memberikan bantuan konseling, edukasi dan informasi kepada keluarga secara gratis. Layanan PUSPAGA ini beroperasi di bawah koordinasi Dinas PPPA di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di tengah pandemi ini, peran PUSPAGA sangatlah dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, setiap daerah harus meningkatkan pelayanan PUSPAGA sebagai garda penyedia layanan konseling, edukasi dan informasi bagi para keluarga di seluruh Indonesia. Pada rangkaian webinar tersebut, hadir pula Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto. Kak Seto mengungkapkan pengasuhan anak di era new normal ini menjadi kesempatan bagi orangtua untuk mengenal segala potensi anak. Orangtua juga harus kreatif dalam mengasuh dengan mencarikan permainan menarik bagi anak. “Dalam mengasuh anak di era new normal, orangtua harus tetap fokus pada pemenuhan hak anak dan membentuk karakter positif pada anak. Hal tersebut harus diterapkan dengan segala cara dan metode seperti menciptakan pengasuhan dengan penuh cinta melalui senyum, tanpa kekerasan sehingga anak tumbuh penuh dengan rasa cinta, kasih sayang kepada orang di lingkungannya,” ujar Kak Seto. Di samping itu, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Seger Handoyo menuturkan dalam pengasuhan di era new normal saat ini, fokus orangtua sebaiknya lebih kepada membantu penguatan mental psikologis anak agar anak mampu menghadapi masalah dan bangkit ketika terjatuh, termotivasi untuk menggapai cita cita, lebih optimis, santai, dan tidak mudah cemas. “Beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk memperkuat sisi psikologis anak, yaitu dengan mempraktikkan agar anak mencontoh dalam hal mengendalikan diri dan emosi, meningkatkan rasa percaya diri saat berhadapan dengan orang lain, memperkuat komitmen, terus belajar dan mengembangkan kemampuan diri, dan pentingnya memperkuat regulasi diri,” tutup Seger. Sementara Koordinator Divisi Pencegahan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Ruhui Rahayu Kaltim Siti Mahmudah I K, menyampaikan permasalahan keluarga selama masa pandemi Covid-19 meliputi konflik rumah tangga, pekerjaan, kekerasan pada anak, lansia, depresi akibat pengasuhan, stigmatisasi akibat Covid-19 dan pra nikah. “Selama Maret 2020 terdapat 3 kasus, April terdapat 10 kasusu dan Mei terdapat 8 kasus yang telah kami tangani. Sedangkan berdasarkan Data Simfoni PPA per 27 Mei 2020 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim sebnayak 202 kasus. Sementara Psikoedukasi Layanan Puspaga Ruhui Rahayu bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kertanegara, Universita Mulawarman, Himpsi Wilayah Kaltim, IPK Kaltim, dan Forum Anak Kaltim,” ujarnya. (dkp3akaltim/rdg)