Loading...
PPPA

Optimalisasi Peran Keluarga Guna Peningkatan Pembangunan Revolusi Mental

15 Mei 2020
Detail Berita

Jakarta --- Salah satu isu strategis dalam Prioritas Nasional Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan ialah belum optimalnya peran keluarga. Padahal keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian individu dari usia dini sampai dewasa yang nantinya dapat berpengaruh terhadap masa depan anak tersebut. “Dalam Prioritas Nasional ke-4 (PN.4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memiliki peran dalam Program Prioritas pertama yaitu Revolusi Mental dan Ideologi Pancasila,  Kegiatan Prioritas ketiga yaitu Revolusi Mental dalam Sistem Sosial, dan Proyek Prioritas ketiga yaitu Perwujudan Lingkungan yang Kondusif. sistem sosial proyek prioritas ke -3. Peran tersebut beririsan dengan salah satu isu prioritas Kemen PPPA sesuai arahan Presiden Jokowi yakni, peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan berbasis hak anak,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam Diskusi Pelaksanaan Kegiatan Prioritas (RPJMN 2020-2024) Revolusi Mental dalam Sistem Sosial untuk Memperkuat Ketahanan, Kualitas, dan Peran Keluarga serta Masyarakat dalam Pembentukan Karakter Anak Melalui Pengasuhan Berbasis Hak Anak melalui video conference, di Jakarta. Menteri Bintang menuturkan kami tentunya sangat mendukung agenda pembangunan revolusi mental khususnya dalam sistem sosial untuk memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. “Kemen PPPA telah melakukan sinergi dan kolaborasi dengan 17 K/L dan 40 Lembaga Masyarakat untuk membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Saat ini terdapat 135 PUSPAGA yang tersebar di 12 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Harapannya, PUSPAGA mampu memberikan layanan preventif dan promotif sebagai tempat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga,” tutur Menteri Bintang. Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 angka perkawinan anak masih tingginya yakni sebesar 11,2%. Selain itu, hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukan masih tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, yaitu sebesar 7,1% berupa kehamilan tidak direncanakan dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat (SUPAS, 2015) serta meningkatnya angka perceraian rata-rata 3% pertahun. Data tersebut menunjukan saat ini pembangunan keluarga masih dihadapkan dengan sejumlah permasalah yang kompleks. Sementara itu, Deputi V Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Nyoman Shuida mengatakan permasalahan keluarga yang terjadi sekarang ini berawal dari kurangnya kesiapan untuk berkeluarga, ditambah lagi dengan kasus perkawinan anak, angka kehamilan yang tidak dinginkan yang kemudian berujung pada perceraian. “Tentunya Kemen PPPA memiliki peran penting dalam keberhasilan memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. Keluarga merupakan pengasuh utama dan pertama bagi anak sehingga keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Jika hal tersebut berjalan dengan baik, maka angka perkawinan anak dan peceraian pasti akan berkurang. Sejauh ini Kemen PPPA telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan gerakan nasional revolusi mental, namun akan lebih baik jika ada gugus tugas pembangunan revolusi yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam pembangunan revolusi mental. Gugus tugas ini berperan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan revolusi mental,” tambah Nyoman. Menteri Bintang menambahkan Kemen PPPA telah melakukan beberapa implementasi gerakan nasional revolusi mental diantaranya dengan menerapkan nilai-nilai esensial revolusi mental melalui Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) yang mencakup nilai, Profesional, Equal, Dedikasi, Unggul, Loyalitas, Intergritas yang di singkat dengan sebutan PEDULI,  Penyusunan Rentsra Kemen PPPA 2020-2024. Implementasi lainnya adalah, pengintegrasian isu gender dan isu anak dalam kebijakan, program, dan anggaran Kemen PPPA, serta pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Di era pandemic COVID-19, implementasi GNRM meliputi, berkolaborasi dengan K/L, Pemda dan  Masayarakat dalam menjalankan 10 Aksi #BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), mengintegrasikan isu gender dan hak anak ke dalam protokol dan strategi penanganan Covid -19 sehingga menjadi lebih responsif gender dan ramah terhadap anak serta mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, penyediaan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) untuk Perempuan dan Anak, yang meliputi layanan Edukasi, Konsultasi dan Pendampingan. Menghadirkan negara melalui pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak. “Kami sangat mengapresiasi dan siap untuk mendukung terwujudnya gerakan nasional revolusi mental ini. Namun dibutuhkan sinergi dari seluruh K/L terkait agar dapat mencapai target pembangunan revolusi mental sesuai dengan waktu yang ditentukan,” tutup Menteri Bintang.