Jakarta --- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar pertemuan virtual Forum Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan anak di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Pertemuan ini digelar mengingat pemenuhan hak anak harus dilaksanakan dengan prinsip non diskriminatif yang diberikan kepada semua anak tanpa pengecualian, termasuk bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus maupun anak yang tinggal di wilayah 3T. “Anak merupakan makhluk yang paling rentan, untuk itu hak-haknya harus dipenuhi. Salah satunya adalah hak kepemilikan akta kelahiran. Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat cakupan kepemilikan akta kelahiran anak, baik melalui sosialisasi, advokasi, maupun penandatanganan nota kesepahaman bersama 8 (delapan) kementerian tentang percepatan peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran dalam rangka perlindungan anak, serta forum koordinasi percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi anak,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin pada Pertemuan Forum Koordinasi tersebut yang dilakukan melalui video conference (14/05). Lebih lanjut, Lenny menambahkan perlu adanya kerjasama lintas sektor untuk pemenuhan hak identitas bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). “Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per Desember 2019, dari total 646 anak berhadapan dengan hukum di LPKA, terdapat 349 anak yang sudah memiliki KIA. Pada tahun 2020, target pemenuhan hak kepemilikan KIA di LPKA adalah sebesar 60 persen,” tutur Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Kementerian Hukum dan HAM, Slamet Prihantara. Pada forum pertemuan tersebut, Kasubdit Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Mas Kahono Agung Suhartoyo mengungkapkan setiap anak berhak atas identitas diri yang tertuang dalam akta kelahiran. Terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dalam pemenuhan hak kepemilikan akta kelahiran bagi anak, yaitu beberapa lokasi LKSA jauh dari lokasi pelayanan akta kelahiran, kurangnya pemahaman petugas LKSA mengenai pembuatan akta kelahiran, serta implementasi kerjasama lintas sektor yang terhambat oleh birokrasi yang terlalu panjang. “Menurut data Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) Kementerian Sosial per 7 April 2020, terdapat 183.108 anak yang tinggal di LKSA. Dari jumlah tersebut, terdapat 178.890 anak yang sudah memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK),” tambah Mas Kahono. Di samping itu, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Samsul Widodo mengatakan bahwa salah satu hambatan dalam percepatan akta kelahiran di daerah 3T adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya akta kelahiran dan hak-hak lainnya. “Untuk itu, harus ada cara-cara yang tidak biasa terkait kondisi daerah 3T. Perlu koordinasi dan berbagai upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, salah satunya dengan membuat Pedoman Bersama untuk Percepatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran yang ditandatangani oleh stakeholder terkait dan didistribusikan hingga ke tingkat desa. Selain itu, perlu adanya kerjasama antar lembaga dan pemanfaatan sumber daya yang ada secara maksimal. Relawan desa merupakan salah satu sumber daya yang dapat dilibatkan dalam mempercepat kepemilikan akta kelahiran,” ungkap Samsul. Asdep Infrastruktur, Ekonomi, dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Heru Tjahyono menuturkan perlu pendekatan khusus untuk mempercepat pemenuhan hak sipil anak di wilayah perbatasan. “Ada beberapa hal yang menjadi kendala pemenuhan kepemilikan akta kelahiran bagi anak di wilayah perbatasan, yaitu masih banyak masyarakat yang belum peduli akan pentingnya akta kelahiran, kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi SPTJM, adanya pernikahan adat yang tidak tercatat secara sah menurut hukum negara, sulitnya akses transportasi menuju lokasi pelayanan, serta pelayanan daring yang belum dapat dijangkau karena jaringan internet masih minim,” terang Heru. Sedangkan Direktur Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Andi Kriarmoni meyampaikan bahwa saat ini sudah ada regulasi yang sangat baik terkait pemenuhan hak kepemilikan akta kelahiran. Hanya saja, secara implementasi masih memerlukan penyempurnaan dan membutuhkan kerjasama lintas sektor. “Kementerian Dalam Negeri terus berupaya melakukan inovasi untuk mepermudah masyarakat dalam membuat akta kelahiran anak, di antaranya melalui layanan jemput bola, pembuatan SPTJM, pelayanan daring, dan cetak dokumen administrasi kependudukan secara mandiri,” ujar Andi. Pertemuan yang dihadiri 75 peserta dari perwakilan Kementerian/Lembaga, lembaga masyarakat, Forum Anak, dan stakeholder ini, memiliki tindak lanjut yaitu menyusun nota kesepahaman percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan anak-anak di daerah 3T yang melibatkan kementerian/lembaga dan lembaga masyarakat terkait.