Jakarta --- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, serta United Nations Development Program (UNDP) telah menyelenggarakan acara diskusi publik sekaligus peluncuran buku Penganggaran Perubahan Iklim Responsif Gender yang dilaksanakan secara virtual dan dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian, pemerintah daerah, perguruan tinggi, NGOs/CSOs dan mitra pembangunan. "Pengarusutamaan gender harus terefleksikan dalam proses penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran untuk menjamin agar perencanaan dan penganggaran yang dibuat seluruh kementerian/lembaga sudah adil bagi seluruh kelompok masyarakat,“ ungkap Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Agustina Erni dalam sambutannya pada kegiatan tersebut (20/05). Erni mengungkapkan, hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa sistem perencanaan dan penganggaran Indonesia telah cukup memadai untuk mengimplementasikan tema gabungan anggaran perubahan iklim yang responsif gender. Hal tersebut didukung dengan adanya regulasi tentang sinkronisasi perencanaan dan penganggaran; mekanisme dan institusi yang memfasilitasi proses penandaan anggaran perubahan iklim maupun gender; serta sistem penghargaan untuk lembaga yang berhasil melaksanakan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender, yaitu Anugerah Parahita Ekapraya (APE). “Kedepannya diharapkan pengembangan tema gabungan anggaran perubahan iklim yang responsif gender ini, dapat memberikan co-benefit dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca nasional serta mencapai keadilan dan kesetaraan gender yang tercermin dari peningkatan indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG),“ jelas Erni. Di samping itu, Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa kajian tersebut ditujukan untuk menggambarkan regulasi terkait perencanaan dan penganggaran serta kondisi terkini dalam penyusunan anggaran perubahan iklim responsif gender yang telah dilakukan kementerian terkait dan dapat dikembangkan untuk penelitian lanjutan bagi pemangku kepentingan kebijakan. “Buku Penganggaran Perubahan Iklim yang Responsif Gender menyajikan analisis hasil dari tema gabungan pembiayaan gender dan perubahan iklim melalui sistem penandaan anggaran (budget tagging) yang telah lama dikembangkan Kementerian Keuangan,“ jelas Febrio. Febrio menuturkan penandaan anggaran tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan memantau alokasi pembiayaan program kementerian/lembaga terkait perubahan iklim dan gender. Berdasarkan hasil kajian, terdapat tiga kementerian yang memiliki output dengan tema gabungan perubahan iklim dan gender, yaitu Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di tahun anggaran 2017-2018. Pada rangkaian kegiatan tersebut, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Adi Budiarso, menyampaikan bahwa penganggaran perubahan iklim yang responsif gender merupakan kesempatan besar untuk mengembangkan pemberdayaan perempuan Indonesia dengan mengarusutamakan gender untuk berbagai program kementerian/lembaga tentunya dengan sinergi dan kolaborasi antar lembaga untuk Indonesia yang maju, adil dan bermartabat. “Aksi perubahan iklim dan kesetaraan gender merupakan 2 (dua) dari 17 tujuan dalam SDGs dan pemerintah telah memiliki komitmen tinggi memastikan pembiayaan bagi keduanya melalui penandaan anggaran. Pengembangan anggaran perubahan iklim yang responsif gender dapat menjadi terobosan baik dalam rangka pencapaian SDGs,” terang Kepala Unit Innovative Financing Lab UNDP Indonesia, Muhammad Didi Hardiana. Kajian pengembangan anggaran perubahan iklim yang responsif gender tersebut, disusun dengan dukungan pemerintah Swedia dan Uni Eropa melalui program Climate Finance Network dan Poverty Environment Action for SDGs.