Samarinda --- Dalam rangka Peringatan Hari (PHI) ke 91, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menggelar Edu-Aksi Untuk Siswa, bertajuk Pencegahan Perkawinan Anak, berlangsung di Aula DKP3A Kaltim, Rabu (18/12/2019). Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi melalui Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, perkawinan anak memiliki dampak negatif, tidak hanya bagi individu yang melakukan perkawinan tersebut melainkan juga bagi Negara. “Menurut data BPS bahwa 1 dari 4 anak perempuan di Samarinda telah menikah pada usia dibawah 18 tahun. Dimana pada tahun 2017 Provinsi Kaltim menunjukan data perkawinan anak sebesar 542 yang terdiri dari perempuan 470 dan laki-laki 72 orang. Sementara di tahun 2018 tercatat 589 perkawinan anak terdiri dari perempuan 491 dan laki-laki 98 orang,” ujarnya. Perkawinan anak dapat terjadi karena beberapa hal seperti kemiskinan, pendidikan yang terbatas, budaya yang mengikat dan perubahan tata nilai dalam masyakat. Selain itu, jelas Halda, ada 5 alasan perkawinan anak dilarang, pertama perkawinan anak penyebab tingginya angka perceraian, berdampak buruk pada kualitas SDM Indonesia, kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka kematian ibu dan perkawinan anak menghambat agenda-agenda pemerintah seperti program KB dan Genre. Perkawinan merupakan hal yang lumrah terjadi bahkan suatu hal yang sangat penting dilakukan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan merupakan cara yang legal untuk memperoleh keturunan. Namun, terkait masalah perkawinan ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan karena hakekatnya tidak direncanakan untuk waktu jangka pendek, tapi perkawinan bersifat jangka panjang bahkan seumur hidup, maka perkawinan harus dilakukan dengan kesiapan mental maupun fisik yang cukup matang. "Kesiapan secara mental maupun fisik disini erat kaitannya dengan usia seseorang ketika menikah," tuturnnya. Menurut revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap sah bila perempuan dan laki-laki telah berumur 19 tahun. Dalam hal tersebut Pemerintah dalam mengatur batas usia seseorang untuk menikah didasari oleh pertimbangan tertentu misalnya kesehatan reproduksi yang sudah matang, akan tetapi fenomena masih terjadi tidak hanya di Indonesia melainkan di dunia yairu terkait perkawinan anak. Untuk mengurangi dan mencegah perkawinan anak juga dapat dilakukan dengan memberdayakan anak-anak dengan informasi keterampilan dan jaringan pendukung lainnya seperti pelatihan membangun keterampilan dan berbagai informasi. Mengajak mendidik dan menggerakkan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang baik. Memberikan pendidikan seks secara komprehensif yang menekannkan pada aspek kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial. Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 pelajar SMP dan SMA di Samarinda. Hadir menjadi narasumber Divisi Pencegahan Puspaga Kaltim Ruhui Rahayu Machnun Uzni dan Divisi Rujukan Wahyu Nhira Utami. (DKP3AKaltim/rdg)