Bontang --- Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, mengatakan pihaknya memiliki program prioritas diantaranya Program Penguatan Kelembangaan Perlindungan Perempuan dan Anak, Program Peningkatan Perlindungan Pemenuhan Hak Anak dan Program Penanggulangan Kemiskinan Bidang Pemberdayaan Perempuan. Hal ini diungkapkan pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) bagi Perangkat Daerah Pemkot Bontang, di Auditorium Tiga Dimensi Bontang, Rabu (23/10/2019). PPRG adalah anggaran yang respon terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Anggaran yang responsif gender bukanlah anggaran yang terpisah bagi laki-laki dan perempuan tetapi merupakan strategi untuk mengintegrasikan isu gender ke dalam proses perencanaan dan penganggaran, serta menerjemahkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender ke dalam komitmen anggaran. “IPM Kaltim tahun 2017 berada pada angka 75,12 dan Bontang sebesar 79,47. Sementara IPG Kaltim 85,62 dan Bontang 86,44, sedangkan IDG Kaltim sebesar 56,64 dan Bontang 45,44,” ujarnya. IPM dan IPG Bontang, lanjut Halda, berada pada kuadran I yaitu angka IPM dan IPG lebih tinggi dari angka Provinsi Kaltim. Bontang memiliki capaian pembangunan gender dan pembangunan manusia yang lebih tinggi disertai dengan kesetaraan gender. Sedangkan IPG dan IDG Bontang berada pada kuadran II, yaitu IPG berada diatas Provinsi Kaltim namun IDG dibawah angka provinsi. Namun, pembangunan gender yang tinggi ini belum optimal dalam pemberdayaannya. Capaian pembangunan gender telah melampaui capaian di tingkat provinsi, tapi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan masih rendah. Halda menyampaikan, rendahnya angka IDG Kaltim saat ini karena belum semua daerah memiliki kebijakan tentang pelaksanaan PUG dan PPRG, baik dalam bentuk peraturan daerah maupun dasar hukum lainnya serta rencana aksi daerah. Pada banyak daerah, situasi perempuan, anak dan PUG belum terintegrasi dalam RPJMD dan indikator keberhasilannya. Belum semua pengambil kebijakan di pemerintah daerah paham tentang pentingnya PUG dan PPRG dalam pembangunan daerah “Selanjutnya, gender focal point yang ada di daerah belum berfungsi maksimal. Tim teknis dan pemerintah daerah penggiat PUG dan PPRG (Driver) di daerah belum optimal dalam mendukung pelaksanaan PPRG. Ditambah, mutasi pejabat di daerah yang dilakukan dalam kurun waktu yang pendek. Selain itu, kualitas analisis gender dan penyusunan dokumen pernyataan anggaran gender (GBS) yang disusun pemerintah daerah masih rendah karena belum menyadari maksud dari GBS,” imbuhnya. Ditambahkannya, ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin masih terbatas sehingga analisis gender masih belum dapat dilakukan dengan tajam. Pemahaman tentang perencanaan dan penganggaran masih rendah di beberapa daerah dan desa, serta pemahaman tentang kesetaraan gender di semua kalangan masih rendah, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat. Ia mengimbau dalam melaksanakan PPRG yang dibiayai APBD, agar pemerintah daerah dapat mengutamakan program prioritas pembangunan daerah yang mendukung pencapaian prioritas nasional dan target MDGs-SDGs mengacu pada RPJMD, Renstra SKPD, RKPD dan RKA-SKPD. Diharapkan pula, memilih/menentukan program utama untuk dimasukkan pada awal penerapan PPRG dan menyerahkan GBS kepada BAKD, dan salinan kepada Bappeda dan Dinas PPPA serta menyerahkan salinan GBS bersama salinan Renja Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pembangunan Daerah. (DKP3AKaltim/rdg)