Ojol Berlian Segera Miliki Pusat Informasi dan Edukasi

Samarinda — Setelah dilaunching  pada Bulan Mei 2019 lalu, Ojek Online  Bersama Lindungi Anak (Ojol Berlian) akan segera memiliki  Pusat Informasi dan Edukasi (Pusidu).

Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DKP3A)  Kaltim Halda Arsyad mengatakan, Pusidu Ojol Berlian akan dipusatkan  di Kantor DKP3A Kaltim Jalan Dewi Sartika, Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota.

“Pembentukan Pusidu Ojol Berlian sengaja kita pusatkan di kantor DKP3A  untuk memudahkan koordimasi dan komunikasi dengan melibatkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Forum Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kaltim. Kedua forum tersebut nantinya bisa membantu kita untuk mengatasi persoalan perempuan dan anak,” kata Halda Arsyad, Minggu (27/6/2020).

Pusidu Ojol Berlian akan berfungsi sebagai pusat informasi dan edukasi bagi rider dan driver Ojol  Berlian  terkait berbagai hal seperti hak-hak perempuan, anak dan penyandang disabilitas, tentang kekerasan perempuan dan anak, termasuk pembinaan psikologi bagi ojol serta fungsi lainnya.

Sebelumnya, Puspaga Kaltim Ruhui Rahayu memberikan pelayanan konseling untuk calon orang tua, keluarga yang bermaslah, anak/remaja dan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK).

“Sehingga kehadiran Puspaga Kaltim Ruhui Rahayu di Pusidu Ojol Berlian diharapkan akan memberikan efek positif bagi peningkatan kualitas kehidupan keluarga dengan edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” terangya.

Halda  menambahkan, Kaltim berhasil masuk Top 99 dengan urutan ke-38 dari 99 peserta yang terpilih dan diurutan ke-14 dari 17 provinsi yang terpilih.

“Dengan masuknya Ojol Berlian, kita harapkan dapat memberikan motivasi kepada seluruh ojek online untuk peduli terhadap pentingnya perlindungan terhadap perempuan  dan  pencegahan kekerasan  terhadap anak di Samarinda khususnya dan  Kaltim umumnya,” sambungnya.

Ojol Berlian merupakan mekanisme yang dibangun untuk membantu menanggulangi permasalahan kekerasan terhadap perempuan, anak dan penyandang disabilitas.

Para rider dan driver ojek online diharapkan mampu menjadi agen pelopor dan pelapor terhadap segala tindak kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekitarnya.

“Kita merasa bersyukur karena inovasi Pemprov Kaltim melalui DKP3A telah masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020, yang diselenggarakan oleh Kementerian PANRB,” katanya.

Dukungan seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan agar Ojol Berlian masuk dalam Top 45  Inovasi pelayanan publik Tahun 2020.

“Dukungan masyarakat sangat mudah caranya dengan vote Ojol Berlian, kemudian isi dukungan dan dapat dikirim ke email info.sinovik@menpan.go.id,” ajak Halda. (dkp3akaltim/rdg

Hari Anti Narkotika Internasional: Peran Keluarga Penting Jauhkan Anak dari Lingkaran Hitam Narkotika

Jakarta — 26 Juni 2020 diperingati sebagai Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Narkotika dan obat-obat terlarang lain tidak hanya mengancam orang dewasa, tapi juga anak-anak. Sudah banyak pula modus yang digunakan untuk menjerat anak pada lingkaran hitam narkotika. Faktanya, prevalensi penggunaan narkoba di kalangan pelajar atau mahasiswa sebesar 3,2 persen atau setara dengan 2,3 juta dari populasi kelompok tersebut (Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, 2018). Oleh sebab itu, kewaspadaan orangtua harus ditingkatkan dalam mengawasi anak-anak agar terhindar dari bahaya narkotika.

“Anak seringkali dinilai sebagai target pasar yang sangat menjanjikan dalam penyalahgunaan narkoba. Hal ini karena pada usianya, anak masih mencari identitas diri dan rentan terpengaruh bujuk rayu, baik dari teman sebaya atau lingkungan sekitar. Anak yang telah terpapar narkoba lebih rentan sebagai pengguna jangka panjang, sebab anak memiliki rentang waktu atau usia yang cukup panjang dibandingkan orang dewasa. Hal ini menjadi ancaman serius bagi anak sebagai generasi penerus bangsa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” ujar Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin, Jumat (26/06/2020).

Kemen PPPA telah bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam melakukan pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba pada anak. Upaya ini diwujudkan melalui Kesepakatan Bersama dan penyampaian bahan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Hal ini terus dilakukan dengan menyasar anak dan keluarga untuk meningkatkan pemahaman tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kepada anak dilakukan melalui edukasi kepada anak-anak seluruh Indonesia melalui wadah partisipasi anak yaitu Forum Anak yang tersebar dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Sementara itu, edukasi kepada keluarga dilakukan melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang berada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasarkan World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) sebanyak 275 juta penduduk di dunia atau 5,6 persen dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia, berdasarkan data BNN selaku focal point di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), penyalahgunaan narkoba pada 2017 sebanyak 3,4 juta pada rentang usia 10-59 tahun.

BNN menyatakan pada 2019 penyalahgunaan narkotika pada anak dan remaja meningkat sebesar 24-28 persen. Hubungan pertemanan menjadi sumber utama perolehan narkoba. Sebesar 92,6 persen pengguna memperoleh narkoba pertama kali dari teman, dan hampir 80 persen diberikan secara gratis. Selain itu, alasan penyalahgunaan narkoba pertama kali antara lain sebesar 40,5 persen karena ingin coba-coba dan 35,2 persen karena bujukan teman (Survei Penyalahgunaan Narkoba, 2019).

Meningkatnya kasus anak-anak dan remaja yang menggunakan narkotika seharusnya menjadi alarm bagi para orangtua. Selain merusak kesehatan, seperti menurunnya imun tubuh, narkoba juga menyerang sisi emosional, dan akan membawa anak di lingkungan pergaulan tidak sehat. Peran keluarga, terutama orangtua menjadi penting dalam mengedukasi bahaya narkotika kepada anak sebelum mereka mengetahui informasi melalui teman yang bisa jadi tidak akurat.

“Kewaspadaan orangtua dan keluarga harus ditingkatkan dalam mengawasi anak-anak agar terhindar dari bahaya narkotika. Hal ini perlu dilakukan mengingat korban narkotika banyak yang dipengaruhi karena kurang dibangunnya pengasuhan sesuai hak anak di keluarga, sehingga anak mempunyai resiliensi rendah dan mudah terpengaruh lingkungan yang tidak kondusif dalam tumbuh kembangnya. Keluarga adalah pengasuh pertama dan utama untuk mewujudkan pengembangan baik fisik, psikis, moral, mental dan sosial bagi anak. Untuk itulah keluarga yang kuat tanpa narkoba akan menjadi dasar dari ketahanan bangsa menuju Indonesia Layak Anak 2030,” tutup Lenny.

Ojol Berlian Hadir Ciptakan Transportasi Ramah Anak

Samarinda — Menciptakan sistem transportasi yang ramah bagi masyarakat khususnya perempuan, anak dan disabilitas memang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah. Namun, bukan berarti masyarakat tidak dapat berperan dalam upaya ini. Sebaliknya, peran masyarakat justru sangat diperlukan.

Faktor utama dari keberhasilan pembangunan sistem transportasi ramah anak adalah sinergi dari beberapa penerapan strategi yang dilakukan untuk membangun jaringan jalan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, Kebutuhan terhadap keberadaan sistem transportasi yang ramah bagi anak-anak merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu kebutuhan akan ruang terbuka untuk melakukan berbagai aktifitas.

“Pemprov Kaltim melalui DKP3A Kaltim telah menginisiasi pembentukan Ojek Online Bersama Lindungi Anak (OJOL BERLIAN) pada bulan Mei 2019, menggandeng 8 komunitas. Hal ini sebagai upaya menciptakan layanan jasa transportasi yang ramah terhadap anak, perempuan dan disabilitas,” ujarnya saat ditemui, Jumat (26/6/2020).

Selain untuk menciptakan transportasi kota ramah anak, inisiasi ini berdasarkan adanya korban kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami perempuan dan anak dari beberapa kejadian yang melibatkan rider dan driver angkutan jalan.

“Menciptakan ruang terbuka yang cukup aman dan nyaman bagi anak-anak saat ini lebih mirip seperti kebutuhan akan barang mewah. Sangat mahal dan sulit diperoleh, terlebih di kota-kota besar,” ujarnya.

Namun, Halda optimis dengan dukungan semua pihak dapat menciptakan transportasi ramah anak.

Selain itu, DKP3A Katim terus melakukan pembekalan untuk meningkatkan kapasitas SDM bagi rider dan driver ojol. Bahkan kedepan, dijadwalkan akan membentuk Pusat Informasi dan Edukasi (Pusidu) Ojol Berlian. (dkp3akaltim/rdg).

Menteri PPPA : Berdayakan Lansia di Era New Normal melalui Gerakan Sayang Lansia

Pandemi Covid-19 ini menjadi ‘blessing’ bagi para lanjut usia (lansia). Jika selama ini isu lansia tidak pernah muncul ke permukaan dan kurang mendapatkan perhatian, baik dari lingkungan sekitarnya, masyarakat maupun negara, maka momentum pandemi ini bisa dijadikan sebagai momen yang tepat untuk mengangkat isu lansia. Dengan begitu, isu lansia akan mendapatkan perhatian dari banyak pihak.

“Saat ini, Indonesia tengah bersiap menuju era tatanan kehidupan normal baru (new normal) yang juga akan dihadapi oleh para lansia. Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus agar tetap sehat menghadapi era new normal yang akan dijalani. Lansia merupakan aset berharga bagi kemajuan bangsa jika kita terus mengasah potensi dan menempatkan mereka pada posisi yang mulia. Kami akan mengkaji lebih dalam lagi terkait implementasi program/kebijakan seperti apa yang harus dilakukan demi kepentingan terbaik dan kesejahteraan lansia,” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam Webinar Hari Lanjut Usia Nasional ke-24 dengan Tema “Sayangi Lansia Menuju Lansia Bermartabat di Era New Normal”, Senin (22/06/2020).

Saat masa pandemi Covid-19, Kemen PPPA bekerjasama dengan lebih dari 20 perusahaan, asosiasi profesi, organisasi kewanitaan, jaringan relawan maupun donatur lainnya telah memberikan paket-paket pemenuhan kebutuhan spesifik kepada lansia, perempuan, anak, dan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan terdampak Covid-19 untuk membantu kebutuhan mereka. 

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pada website https://covid19.go.id/peta-sebaran, sampai dengan 20 Juni 2020 persentase lansia yang terdampak Covid-19 yakni sebesar 13,8 persen lansia positif, 11,7 persen dirawat/diisolasi, 12,5 persen sembuh, dan sebesar 43,7 persen meninggal. Meskipun dari jumlah pasien positif dan dirawat/diisolasi persentasenya tidak terlalu tinggi untuk kelompok lansia, namun jumlah kematiannya merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, yaitu mencapai 43,7%. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk menjaga lansia tetap sehat dalam tatanan new normal yang akan dijalani. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, terutama keluarga, untuk memastikan perlindungan terhadap lansia, apalagi dalam masa pandemi dan tatanan new normal.

Menteri PPPA periode 2009-2014, Linda Amalia Sari Gumelar  mengatakan selain dari sisi kesehatan, dalam menghadapi era new normal, hal-hal yang perlu diperhatikan atau diantisipasi adalah masalah sosial ekonomi. “Lansia harus mendapatkan akses dalam hal edukasi dan pendampingan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan new normal ini. Saat masa pandemi begitupun di era new normal, mereka harus tetap berada di rumah karena termasuk kelompok yang sangat rentan terpapar Covid-19. Oleh karena itu, Kemen PPPA dapat menjadikan ini sebagai momentum untuk menyosialisasikan Gerakan Sayangi Lansia (GSL) secara lebih masif,” ujar Linda Amalia Sari Gumelar.

Linda menambahkan hal yang tidak kalah penting adalah mengubah cara pandang masyarakat bahwa lansia bukanlah beban keluarga, tetapi potensi pembangunan bila mereka dipenuhi hak-haknya dan mengoptimalisasi potensi yang dimiliki lansia. Untuk mewujudkannya dibutuhkan peran dari lansia itu sendiri, keluarga, dan lingkungannya. “Saya berpesan kepada seluruh lansia di Indonesia agar tetap optimis dengan perubahan pola hidup di era new normal ini dengan tetap melakukan aktivitas positif yang sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA periode 2004-2009, Meutia Hatta Swasono mengatakan lansia termasuk dalam kelompok rentan di masa pandemi Covid-19 dan era new normal. Untuk itu, penerapan peraturan mengenai new normal yang berlaku di Indonesia, khususnya bagi lansia harus diimbangi dengan pengetahuan budaya yang bermanfaat. “Khusus untuk era new normal ini, hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana mengutamakan pandangan budaya tradisional dalam penerapannya kepada lansia. Kemudian bagaimana menjalankan prinsip umum dan prinsip budaya masyarakat yang positif untuk melindungi lansia di era new normal,” ujar Meutia Hatta.

Perubahan pola hidup memang sudah dirasakan oleh masyarakat, khususnya lansia sejak masa awal pandemi. Meskipun begitu, tetap perlu ada penyesuaian kembali cara hidup di era new normal yang akan membawa corak baru pada kehidupan lansia. “Ada tiga faktor yang dapat menjaga keseimbangan lansia dalam keluarga di era new normal ini, yakni faktor biologi dengan memenuhi kebutuhan fisik lansia dengan meningkatkan daya tahan tubuh, faktor psikologis dengan memenuhi kebutuhan mental lansia untuk disayangi dan dilindungi, serta faktor sosial budaya dengan memberikan sikap dan perilaku yang membuat lansia dihormati dalam keluarga,” tambah Meutia Hatta. 

Lebih lanjut, Menteri PPPA Periode 2014-2019, Yohana Susana Yembise menuturkan pencanangan Gerakan Sayangi Lansia (GSL) pada 2018 menjadi sebuah momentum komitmen bersama untuk melindungi dan memenuhi hak lansia. “Ini harus terus dilanjutkan dengan memperkuat komitmen untuk memberikan edukasi dan pemahaman pada seluruh keluarga Indonesia bahwa lansia harus dilindungi, dimuliakan, dan ditempatkan pada posisi yang sesuai. Optimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh lansia dan memandang mereka aset yang berharga bagi kemajuan bangsa. Janganlah kita memandang lansia sebagai objek, melainkan sebagai subjek pembangunan. Lansia juga harus bisa bangkit menghadapi era new normal ini dan tidak boleh menyerah dengan keadaan yang ada. Dalam hal ini peran pendamping terutama keluarga menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik,” tutur Yohana Yembise. 

Berdasarkan Proyeksi Penduduk hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015 (Badan Pusat Statistik) pada 2020, jumlah lansia di Indonesia sebesar 10,65 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 28 juta orang. Adapun persentase lansia perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, yaitu perempuan sebesar 52,34 persen dan laki-laki sebesar 47,66 persen. Proyeksi BPS ini juga menggambarkan persentase penduduk lansia terus meningkat sampai dengan tahun 2045, yaitu dari 9% pada tahun 2015 menjadi hampir 20% pada tahun 2045. Berdasarkan data-data tersebut, sudah sepantasnya kita memberikan perhatian khusus terhadap lansia dalam program pembangunan kita, apalagi melihat data lansia yang akan terus bertambah secara signifikan dari tahun ke tahun. 

DKP3A Kaltim – KIP Siap Kolaborasi

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menerima kunjungan audiensi Komunitas Insan Peduli- Sedekah Seribu Sehari (KIP-S3) Kota Samarinda, didampingi oleh Sekretaris DKP3A Kaltim Zaina Yurda, Kabid KG Dwi Hartini. Senin (22/6/2020).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, pihaknya siap mendukung program kegiatan yang dilakukan KIP yang menyasar perempuan dan anak.

Komunitas inilah yang menggalakkan Sedekah Seribu Sehari (S3). Dari uang seribu yang terkumpul kemudian diberikan pada warga yang membutuhkan.

“Untuk kegiatan seperti itu kami sangat mendukung sekali karena bisa membantu masyarakat yang kurang mampu dalam perekonomiannya. Kegiatan ini sangat  menginspirasikan semua kalangan masyarakat dengan mengumpulkan uang koin,” ujarnya.

Halda menambahkan, perempuan juga harus dibekali dengan pengetahuan untuk meningkatkan perekonomian dan kualitas keluarga. Kedepan, ia siap berkolaborasi dengan KIP Samarinda.

“Perempuan harus diberi peluang dan kesempatan, maka mereka akan mampu meningkatkan kualitas hidupnya secara mandiri. Perempuan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara juga mampu menjadi motor penggerak dan motor perubahan,” imbuhnya.

Audiensi ini dihadiri oleh anggota KIP yaitu Mahdalena, Sabinah, Wiwi Widaningsih, dan Siti Nurul Chotimah. (dkp3akaltim/rdg)

Wagub Angkat Semangat Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi

Samarinda  — Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi didaulat menjadi keynote speaker dalam webinar bertema “Membangun jiwa wirausaha masyarakat penyandang disabilitas di lingkungan Provinsi Kalimantan Timur dalam situasi pandemi Covid-19 (Corona)”, diinisiasi media online www.warnakaltim.com melalui aplikasi zoom meeting, Minggu (21/6/2020), pukul 08.30-12.00 Wita.

Pada kesempatan ini, Wagub Hadi Mulyadi mengungkapkan penyandang disabilitas menjadi salah satu program prioritas pembangunan sumber daya manusia Kaltim yang tertuang dalam misi pertama Kalimantan Timur Berdaulat, yakni berdaulat dalam pembangunan SDM yang berakhlak mulia dan berdaya saing terutama perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas.

“Ini merupakan tekad dan komitmen Pemprov Kaltim untuk tidak membeda-bedakan, tetapi semuanya sama,” ungkap Hadi.

Mantan legislator Senayan dan Karang Paci ini menyebut di tengah masa pandemi Covid-19 ini, seluruh masyarakat yang terdampak mendapatkan perhatian dari pemerintah, tidak terkecuali penyandang disabilitas.

Menurutnya, untuk mengembangkan jiwa wirausaha masyarakat penyandang disabilitas, sangat penting diberikan pemahaman kewirausahaan kepada mereka  terutama dari sisi peningkatan capacity building dan networking untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonominya.

“Untuk mendukung kelancaran proses tersebut, tidak hanya melalui program pemerintah, tetapi harus dibantu dorongan positif dari seluruh masyarakat, termasuk dunia usaha,” jelas Hadi.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, yakni tokoh masyarakat Kota Samarinda Sarwono dan Ketua Yayasan Bina Cita Ardiansyah dipandu moderator, Zainal Abidin, dosen ekonomi dari salah satu perguruan tinggi di Samarinda.

Kemen PPPA : Didik Anak Peduli Lingkungan Sejak Dini

Dalam situasi pandemi Covid-19, isu kesehatan dan ekonomi menjadi fokus utama perhatian masyarakat padahal saat ini muncul isu yang tidak kalah pentingnya yang memberi dampak pada kelanjutan ekologi yaitu isu lingkungan hidup. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lenny N Rosalin menuturkan jika Kemen PPPA menerima laporan dari anak-anak di daerah terkait sampah berlebih saat pandemi Covid-19.

“Saat pandemi Covid-19 ini misalnya, kami memperoleh informasi dari anak-anak di berbagai daerah kalau banyak sekali konsumsi penggunaan plastik, sementara sampah plastik sangat membahayakan lingkungan. Hal inilah yang perlu dibahas setidaknya agar anak di rumah masing-masing tidak melakukan hal tersebut,” ujar Lenny dalam Webinar Suara Anak Indonesia Sesi II yang digelar Kemen PPPA melalui daring Minggu (19/06/2020).

Dalam beberapa tahun belakang, isu lingkungan global mulai mencuat dan ramai digerakkan oleh kelompok anak tak terkecuali di Indonesia. Meski demikian, tindakan ini bukan berarti tanpa hambatan.

Salah seorang Fasilitator Forum Anak, Alris menceritakan jika dalam upaya untuk melestarikan lingkungan ia mendapat hambatan yang berasal dari masyarakat di sekitar. Alris mengaku ada persepsi negatif masyarakat yang meremehkan keterlibatannya karena dinilai masih usia anak dan hanya untuk memenuhi tugas sekolah semata. Di sisi lain, salah seorang anggota Forum Anak, Nebiel juga mengeluhkan jika sering kali masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya, padahal edukasi telah dilakukan.

“Melestarikan lingkungan merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk anak tanpa terkecuali harus ikut berperan dalam melestarikan lingkungan. Kontribusi positif anak sebagai pelopor dan pelapor dapat memicu anak menjadi penggerak dalam melestarikan lingkungan setidaknya bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya,” ujar Lenny.

Ketua Umum Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju Erni Guntarti Tjahjo Kumolo yang menjadi narasumber webinar mengingatkan, agar anak tetap semangat dan tidak berputus asa dalam menyuarakan pandangannya terutama untuk melestarikan lingkungan sebab dampaknya bermanfaat bagi masa depan mereka.

“Mengubah kebiasaan itu tidak mudah, susah memang. Kalau kami (OASE) membina sebuah desa, justru dari anak kecil kita ajak mereka membuang sampah pada tempatnya dan mengambil sampah-sampah yang ada dijalan. Jangan bosan-bosan, ajak temannya terus-menerus. Mulai dari diri sendiri dan lingkungan tedekat dulu, tapi jangan patah semangat karena sesuatu yang baik pasti akan ada hasilnya. Anak juga bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah atau perangkat desa di daerahnya,” jelas Erni.

Erni juga menambahkan jika anak sebaiknya dilibatkan untuk dapat berkontribusi sejak dini dalam upaya pelestarian lingkungan.

“Anak perlu dididik sejak dini untuk lebih peduli pada pelestarian lingkungan. Sebetulnya mungkin banyak anak yang sudah berbuat tapi belum merata, belum seluruh anak-anak menyadari pentingnya pelestarian lingkungan itu. Saya harapkan melalui webinar ini, anak-anak terutama yang tergabung dalam Forum Anak dapat mengajak teman-temannya untuk ikut bergerak,” ujar Ketua Umum OASE sebagai narasumber utama dalam webinar.

Webinar Suara Anak Indonesia dilaksanakan dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN) sebagai sumber inspirasi bagi anak-anak untuk bisa menemukenali dan berperan sebagai pelopor dan pelapor isu-isu yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah isu pelestarian lingkungan yang akan dituangkan dalam Suara Anak Indonesia Tahun 2020. Setiap tahunnya Suara Anak Indonesia selalu dibacakan pada saat puncak peringatan HAN.

Inovasi Ojol Berlian, Kaltim Masuk Top 99

Samarinda  — Pemprov Kaltim melalui proyek perubahan yang digagas Pegawai Dinas Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, yaitu Ojek Online Bersama Lindungi Anak (Ojol Berlian) mampu menjadi salah satu inovasi yang terpilih menjadi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020 yang dinilai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasin (PAN-RB).

“Alhamdulillah ini berkat dukungan semua pihak tak terkecuali saudari Siti Mahmudah Indah Kurniawati yang merupakan refomer inovasi tersebut. Diharapkan ini dapat membantu dalam program perlindungan anak khususnya dengan memanfaatkan ojol,” kata Kepala KP3A Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Jumat (19/6).

Halda mengatakan, Provinsi Kaltim berhasil masuk Top 99 dengan urutan ke 38 dari 99 peserta yang terpilih dan di urutan ke 14 dari 17 provinsi yang terpilih.

Menurut Halda, dengan perolehan ini diharapkan memberikan motivasi kepada seluruh ojol untuk peduli terhadap pentingnya perlindungan anak. “Semoga ini terus terlaksana dengan baik dan lancar,” jelasnya.

Ojol Berlian, lanjut Halda, merupakan mekanisme yang dibangun untuk membantu menanggulangi permasalahan kekerasan terhadap anak, perempuan dan penyandang disabilitas yang terjadi di Kota Samarinda khususnya pada layanan jasa transportasi online yang melibatkan rider maupun driver, sehingga para rider dan driver ojek online diharapkan mampu menjadi agen pelopor dan pelapor terhadap segala tindak kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekitarnya.

Dengan dikembangkannya mekanisme ini diharapkan setiap unsur di sekolah dan masyarakat tadi memiliki 3 langkah, yaitu AKU TAHU (mengetahui informasi yang benar tentang kekerasan terhadap anak), AKU MAU (termotivasi untuk mengambil peran dalam mencegah dan merespon kekerasan terhadap anak), AKU MELAKUKAN (melakukan aksi nyata untuk mencegah dan merespon kekerasan terhadap anak).

Halda menuturkan, inovasi ini didukung oleh 24 stakeholder dan sampai dengan saat ini komunitas Ojol Berlian beranggotakan 250 rider/driver dari 8 komunitas (Grab, Gojek, Go SMT, Kirim Kanai, Pesan Bungkus, Maxim, Oke Jack dan Move). (dkp3akaltim/rdg)

Menteri PPPA: Pemberdayaan Perempuan Pondasi Kekuatan Perekonomian Nasional di Era New Normal

Dalam menangani situasi bencana nasional ini, harus memastikan agar hak-hak kelompok rentan, terutama perempuan dapat terpenuhi. Hal lain yang juga tidak kalah penting ialah melindungi perempuan yang hingga saat ini masih mengalami ketimpangan gender. Pandemi Covid-19 memang memperburuk ketimpangan gender yang ada sehingga perempuan menjadi semakin rentan.

“Berbagai masalah yang dialami oleh perempuan, khususnya yang berkaitan dengan aspek sosial-ekonomi ikut pula mempengaruhi kerentanan perempuan. Selama masa pandemi saja, berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ada sebanyak 5.970 pekerja perempuan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, sebanyak 32.401 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dipulangkan dari berbagai negara, di mana 70,4 persennya adalah  perempuan. Setelah pulang ke Indonesia, tentu tidak semua perempuan PMI memiliki mata pencaharian.” tutur Menteri Bintang dalam sambutannya saat Silaturahmi Nasional Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) dengan tema  ”Pemberdayaan Perempuan sebagai Pondasi Kekuatan Perekonomian Nasional pada Era New Normal”, Minggu (19/6/2020).

Menteri Bintang menambahkan banyak perempuan yang kini menjadi tulang punggung keluarga karena suami yang di-PHK, diisolasi, ataupun meninggal dunia karena Covid-19. “Perempuan juga mengalami kesulitan akses terhadap program finansial. Kondisi ini memang sangat memprihatinkan sehingga perempuan dituntut untuk selalu berinovasi dan meningkatkan kreativitasnya. Padahal, perempuan sangat berjasa dalam menopang ekonomi bangsa, terutama bagi perempuan pelaku usaha,” tambah Menteri Bintang.

Di awal masa pandemi Covid-19, yaitu tanggal 22 April 2020, Kemen PPPA telah melakukan survei kepada 2.073 pelaku industri rumahan dari 45 kabupaten/kota. Secara umum, didapatkan informasi bahwa terjadi penurunan penghasilan yang cukup besar. Selain itu, pelaku usaha juga mengalami penurunan penjualan, harga bahan baku naik ataupun sulit diperoleh, kesulitan mengirim produk ke sentra penjualan dan kesulitan membayar cicilan.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), Ingrid Kansil menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas kesediaan Ibu Menteri untuk bersilaturahmi dengan jajaran pengurus IPEMI di pusat dan daerah. “Kita semua sadar betul, kesediaan Ibu Menteri merupakan bentuk kepedulian terhadap perempuan Indonesia, khususnya IPEMI. Menambah kesempatan peluang usaha bagi perempuan merupakan salah satu upaya pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi. Selain itu, pemberdayaan perempuan juga sekaligus dapat meningkatkan secara tidak langsung pertumbuhan skala ekonomi negara,” ujar Ingrid.

Menteri Bintang menuturkan potensi perempuan dalam pembangunan nasional sebenarnya sangat besar jika dimanfaatkan secara maksimal. “Hal ini hanya dapat tercapai apabila kita semua bekerja bersama-sama demi menuju perempuan Indonesia yang berdaya. Kemen PPPA tentu akan terus mendorong pengusaha perempuan untuk berjejaring sehingga dapat saling membantu bisnis satu sama lain. Hal ini bertujuan agar para pengusaha perempuan dapat mengikuti tuntutan zaman dengan menciptakan pengusaha perempuan yang melek teknologi, memperkuat jejaring dan berinovasi, dan memiliki literasi keuangan yang kuat dan akses terhadap modal usaha,” tutur Menteri Bintang.

“Saya merasa sangat senang dapat menjadi bagian dalam silaturahmi nasional IPEMI ini. Dengan adanya acara ini, saya berharap bahwa kita dapat lebih mengakrabkan diri, mendapatkan inspirasi dari satu sama lain, dan memperkuat sinergi untuk bersama-sama memajukan para pengusaha perempuan Indonesia, bahkan menciptakan pengusaha perempuan baru yang akan turut serta menyelamatkan ekonomi bangsa,“ tutup Menteri Bintang.

Lebih lanjut Ingrid menjelaskan IPEMI hadir untuk memfasilitasi pelaku UMKM khususnya perempuan untuk dapat menjalankan usaha mandiri dan memasarkan produknya. “Sebagai langkah pasti, kami juga memberikan edukasi dan pelatihan untuk mendorong pemanfaatan teknologi dalam hal pemasaran produk. Kami bekerjasama dengan instansi seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Perindustrian. Sedangkan untuk mengatasi masalah perempuan pelaku usaha pada masa pandemi Covid-19, perempuan pelaku industri di IPEMI melakukan diversifikasi produk dengan mengganti produksi produknya dengan berlatih membuat masker,” tambah Ingrid.

Berdasarkan data hasil proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015, pada tahun 2018, diperkirakan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia hampir setara, yaitu sekitar 131 juta perempuan berbanding dengan 132 juta laki-laki. Berarti, 49,8 persen total populasi Indonesia adalah perempuan. Tidak hanya dari sisi populasinya saja, potensi dan peran perempuan dalam sektor ekonomi juga sangatlah besar. Sebesar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar, 2017-2018, Kemenkop dan UKM), di mana berdasarkan survei dari Bank Dunia (2016), lebih dari 50 persen usaha mikro dan kecil dilakukan oleh perempuan.

 

Pelatihan Reproduksi Sehat Bagi Perempuan Disabilitas

Samarinda — Penyandang disabilitas merupakan kelompok yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan reproduksi, misalnya kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan/tidak direncanakan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Kelompok ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena sangat rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Hal ini disebabkan sulitnya penyandang disabilitas mengakses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti infrastruktur fasilitas pelayanan kesehatan yang belum ramah terhadap penyandang disabilitas maupun tenaga kesehatan yang belum sepenuhnya memahami kebutuhan dan tata cara pemberian informasi serta pelayanan kesehatan kepada penyandang disabilitas.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, data dari International Labour Organization  (ILO) bahwa sekitar 15 persen dari jumlah penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas. Sekitar 82 persen dari penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang dan hidup di bawah garis kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses mulai kesehatan, pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang layak.

“Hampir 785 juta perempuan dan laki-laki penyandang disabilitas berada pada usia kerja, namun mayoritas dari mereka tidak bekerja. Sementara menurut WHO, hampir 10% penduduk Indonesia (24 juta) / 8,56% adalah penyandang disabilitas,” ujarnya pada Pelatihan Reproduksi Sehat Bagi Perempuan Disabilitas, di Aula DKP3A Kaltim, Jumat (19/6/2020).

Halda menambahkan, penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama untuk memenuhi hak kesehatan reproduksi. Hal ini bisa dicapai jika ada standar pelayanan kesehatan reproduksi bagi difabel seperti non disabilitas. “Metode pendekatannya harus berbeda, bagaimana cara berinteraksinya. Misalnya tuna rungu pakai bahasa isyarat, pemeriksaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi difabel, pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pelayanan KB, kesehatan seksual dan lainnya. Jadi, harus menyediakan layanan kesehatan yang komprehensif bagi setiap penyandang disabilitas,” imbuh Halda.

Ia melanjutkan, harus ada tenaga kesehatan yang terlatih memiliki pengetahuan dan keterampilan, etika, dan peka dalam melayani penyandang disabilitas. Lalu, peningkatan anggaran untuk pengembangan layanan kesehatan inklusif disabiltas.

“Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas harus dilakukan melalui upaya komprehensif dari aspek promotif, preventif hingga aspek kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan tersebut berlaku untuk semua jenis ragam penyandang disabilitas baik sensorik, fisik, intelektual maupun mental dengan cara pemberian pelayanan yang disesuaikan untuk setiap ragam disabilitas. Hal ini dimaksudkan agar para penyandang disabilitas tetap mendapatkan haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi,” terang Halda.

Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) atau disingkat UNCRPD melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 Tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Pemprov Kaltim juga sangat menaruh perhatian kepada para penyandang disabilitas dengan dimasukkannya isu penyandang disabilitas pada misi pertama Gubernur Kaltim yaitu “Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas”. Sejalan dengan hal itu, DKP3A Kaltim pada Tahun 2017 telah membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIKPPD) Kaltim melalui SK PIKPPD HWDI, Perda Nomor 8 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas, Perda Nomor 1 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dan, Pelatihan dan Keterampilan Pemahaman tentang hak disabilitas, pelatihan bahasa isyarat dan training paralegal.

“Baru 12 Provinsi di Indonesia yang mengalokasikan anggaran terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Salah satunya adalah Kaltim,” katanya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 25 peserta dengan menerapkan protokol kesehatan. Hadir menjadi narasumber Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim, Muran Gautama. (dkp3akaltim/rdg)