Pemprov Minta Kanal Pengaduan di Kaltim Melebur Ke SP4N-LAPOR!

Balikpapan — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah bersepakat menggunakan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional melalui layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!) sebagai aplikasi satu-satunya yang dapat menampung partisipasi masyarakat, baik aspirasi pengaduan dan permohonan informasi.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Katim Muhammad Faisal, meminta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masih mempunyai kanal pengaduan di masing-masing OPD untuk bisa melebur ke SP4N-LAPOR!.

“Karena kita sudah buat kesepakatan kepala OPD dengan gubernur, kemudian kesepakatan gubernur dengan kabupaten dan kota. Dimana setiap kabupaten dan kota terhubung dengan SP4N-LAPOR!,” ujarnya mewakili Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi pada kegiatan Monitoring Pelaksanaan Pengaduan dan Pelatihan SP4N-LAPOR! Di Lingkungan Pemprov Kaltim, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Kamis (15/9/2022).

Ia menambahkan, jika kanal pengaduan masing-masing OPD tidak bisa ditutup, masih bisa di akomodir salah satunya harus menginput manual ke SP4N-LAPOR!, sehingga bisa terkontrol sampai ke pusat pengaduan yang masuk dari masyarakat.

“Saya rasa sudah semua. Yang belum ini BUMD, kita harapkan juga sudah terhubung secepatnya melalui SP4N-LAPOR!,” imbuh Faisal.

Ia berharap melalui monitoring ini pelayanan dan pengelolaan pengaduan Pemerintah Provinsi Kaltim melalui SP4N-LAPOR! kedepannya dapat mencapai sasaran strategis nasional yaitu mewujudkan sistem pengelolaan pengaduan yang memiliki respon dan solusi cepat serta terpecaya.

Sementara Koordinator Sub Koordinator Pelayanan Informasi dan Penguatan Kapasitas Sumber Daya Komunikasi Publik Andi Abd Razaq dalam laporannya memgatakan tujuan dilaksanakan kegiatan ini untuk menyamakan persepsi terkait kebijakan-kebijakan Pengelolaan Pengaduan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Selain itu, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi SDM yaitu admin dari SP4N-LAPOR!.

Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yakni ditanggal 15 hingga 16 September 2022 diikuti 40 peserta dari OPD Kaltim maupun Kabupaten dan Kota. Hadir menjadi narasumber Pusat Bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB Republik Indonesia Alfian Afan Ghafar dan Kasi Pengelolaan Opini Diskominfo Kalsel.

Tampak Hadir pada kegiatan tersebut Kepala Ombudsman Perwakilan Kaltim Kusharyanto, Direktur Utama (Dirut) RSUD AW Sjahranie dr David Hariadi Masjhoer serta Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim Iwan Setiawan.

Komitmen Bersama Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

Tangerang — Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Namun, Pribudiarta lebih jauh menjelaskan ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1% perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2021.

Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4%) dan anak sebesar 31% sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni :

  1. Menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
  2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya
  3. Menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman
  4. Koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
  5. Manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif
  6. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)
  7. Menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke Provinsi
  8. Menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA)
  9. Menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).  

Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, yakni ego sektoral di pemerintah pusat, lemahnya koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah, terdapatnya tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum teringrasikannya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.    

“Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder,” tegasnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaaan Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama dan perlu melibatkan banyak pihak, baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah. “Diperlukan upaya konvergensi dan pembagian peran antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Masyarakat. Selain itu, penting pula memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak kita,” tuturnya.  (BiroHukum&HumasKPPPA)