DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Konvensi Hak Anak Bagi Tenaga Kesehatan

Balikpapan — Pengembangan Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP) di Indonesia hingga 31 September 2020 telah tercatat sebanyak 1.952 Puskesmas di 195 Kabupaten/Kota pada 34 Provinsi yang telah mengisisiasi PRAP. Adapun Indikator  Puskesmas dengan pelayanan ramah anak sesuai Juknis PRAP salah satunya tersedia pengelola Puskesmas yang terlatih Konv ensi Hak Anak (KHA). 

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, untuk kondisi di Kalimantan Timur masih belum semua Puskesmas telah melakukan inisiasi pelayanan ramah anak sesuai indikator PRAP.

“Hal ini disebabkan, salah satunya yakni sumber daya manusia yang ada belum terlatih KHA,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Konvensi Hak Anak Bagi Tenaga Kesehatan Se-Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Selasa (21/6/2022).

Sumber daya manusia yang dimaksud dalam indikator tersebut, pada dasarnya menunjuk pada orang dewasa yang memberikan pelayanan bagi anak, mendampingi anak dan bekerja dengan anak. Pemerintah dan masyarakat tentunya sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut harus diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan keterampilan tentang KHA. 

Soraya menambahkan, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan terdepan dan merupakan lembaga pertama dan utama dalam memberikan pelayanan pemenuhan hak kesehatan anak. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan,

“Puskesmas juga berperan untuk mendorong pemberdayaan keluarga dengan menjadi pusat informasi kesehatan bagi keluarga dan anak, serta memberi dukungan agar mereka dapat mempraktekkan pengetahuan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari sehingga keluarga dapat berperan aktif dalam pemenuhan hak kesehatan anak,” imbuh Soraya.

Konvensi Hak Anak melalui pengembangan Implementasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sebagai salah satu strategi pemenuhan hak anak di Indonesia, telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun 2011.

Sebagai informasi capaian pengembangan KLA tahun 2021 menunjukkan bahwa Kaltim 90% kabupaten/kota telah berkomitmen mengimplementasikan KHA dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak di kabupaten/kota.

Melalui pelatihan ini, Soraya berharap, dapat meningkatkan pemahaman dan kapasitas para tenaga kesehatan di Puskesmas sekaligus menguatkan sinergi antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di daerah, terutama Puskesmas yang belum menginisiasi PRAP dan Puskesmas yang pelaksanaan layanannya belum memenuhi indikator PRAP.

“Puskesmas yang memberikan pelayanan yang ramah anak, akan menjadi salah satu daya ungkit untuk mewujudkan KLA. Kami berharap pada 2030 semua unit Puskesmas menjadi Puskesmas Ramah Anak, sehingga upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) akan terlaksana,” harap Soraya.

Hadir menjadi narasumber pada kegiatan ini Tim Ahli KLA Hamid Patilima, Kepala Puskesmas Baru Tengah Balikpapan Rulida Osma Marisa, dr. Andi Tenri Awaru, dan DP3AKB Balikpapan. (dkp3akaltim/rdg)

Simfoni Kaltim Kaltim Catat 450 Kasus Kekerasan Sepanjang Tahun 2021

Balikpapan — Sepanjang tahun 2021, terdata sebanyak 450 kasus yang telah terlaporkan dalam aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dengan korban sebanyak 513 orang.

“Pada tahun 2022 ini berpotensi terjadi peningkatan kasus, karena sampai dengan 1 Juni 2022 telah dilaporkan sebanyak 316 kasus dengan korban sebanyak 335 kasus, dengan komposisi korban dewasa sebanyak 55% dan korban anak sebanyak 45%,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita pada kegiatan Pelatihan Sistem Pendataan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak melalui Aplikasi Simfoni PPA, berlangsung di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kamis (16/6/2022).

Soraya menyebutkan, beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan atau kenaikan kasus yang dilaporkan ke Simfoni PPA diantaranya, tergantung SDM pengelola data dan berdasarkan laporan masyarakat. Jika penyebabnya berkaitan keaktifan petugas/operator, maka perlu meningkatkan pengawasan.

“Jika berkaitan dengan kuantitas, maka sedapat mungkin tidak memutasi pengelola data atau melakukan rekruitmen pegawai. Jika berkaitan dengan kualitas, maka pengelola data perlu diberikan pelatihan keterampilan,” imbuh Soraya.

Sementara jika berdasarkan laporan masyarakat, minimnya informasi berkaitan sarana dan mekanisme pelaporan atau keengganan masyarakat untuk melaporkan karena khawatir namanya tercemar atau mendapat ancaman dari pelaku tindak kekerasan.

“Sehingga masyarakat perlu mendapatkan edukasi terkait pelaporan jika melihat atau mengalami kekerasan,” katanya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan kapasitas pengelola data, perlu dilakukan pelatihan, dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat mensosialisasikan sistem pencatatan, mengevaluasi kinerja dan menginput data korban kekerasan perempuan dan anak.

Sementara, untuk mendapatkan data yang akurat dan akuntabel, perlu membangun sinergitas antar lembaga dalam penanganan dan pendampingan kasus kekerasan baik pada perempuan dan anak serta mendokumentasikan data kasus yang diterima dengan baik.

“Ketersediaan data kekerasan perempuan dan anak dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan kebijakan baik di tingkat daerah maupun nasional,” tutup Soraya. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Bimtek Penyusunan Profil Gender dan Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, data gender dan anak bertujuan membantu para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi kondisi perkembangan laki-laki dan perempuan, mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan, mengidentifikasi masalah, membangun dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan laki-laki dan perempuan.

Contoh Data Gender antara lain, angka harapan hidup menurut jenis kelamin, rata-rata lama sekolah menurut jenis kelamin, jumlah pengeluaran per kapita menurut jenis kelamin, jumlah perempuan dalam legislatif, yudikatif, eksekutif, dan jumlah PNS, eselon, fungsional terpilah menurut jenis kelamin.

“Sementara contoh Data Anak diantaranya, persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta kelahiran, persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak, persentase anak usia 7-17 tahun yang tidak bersekolah, proporsi penduduk usia 5-17 Tahun yang merokok, persentase pekerja anak dan persentase balita stunting,” ujar Soraya pada kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Profil Gender Dan Anak Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2022, berlangsung do Hotel Gran Senyiur Balikpapan, (15/6/2022).

Soraya menyebut, berdasarkan arahan Kemen PPPA, data gender dan anak yang harus tersedia mencakup 5 sub urusan PPPA yaitu kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.

Disisi lain, tantangan dalam pengelolaan data selama ini masih belum optimal, karena masih terdapat permasalahan diantaranya dari segi aspek ketersediaan, aspek SDM dan aspek pengawasan, sehingga diperlukan komitmen bersama untuk mangatasi hal tersebut.

“Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mendapatkan informasi yang sama terkait data terpilah. Hal ini bertujuan untuk melihat pemerataan pembangunan terhadap perempuan dan anak di daerah yang menggambarkan capaian pembangunan dan upaya-upaya yang telah dan masih diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” imbuh Soraya.

Soraya berharap, penyusunan profil gender dan anak dapat menyajikan tren isu tematik daerah, sejalan dengan program PPPA dan disajikan dalam bentuk yang informatif dan mudah dipahami.

Hadir manjadi narasumber pada kegiatan ini Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Anita Putri Bungsu dan Statistisi Ahli Muda BPS Kaltim Joko Affandy Alhuda. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Rakortek SIGA Tahun 2022

Balikpapan — Kepala Dinas Kepnedudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita  mengatakan, data gender dan anak bermanfaat untuk mengidentifikasi perbedaan (kondisi/perkembangan) perempuan dan laki-laki di berbagai bidang pembangunan . selain itu mengidentifikasi masalah, membangun opsi dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan perempuan dan laki-laki yang responsif terhadap masalah, kebutuhan, perempuan dan laki-laki

“Juga mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap perempuan dan laki-laki,” ujar Soraya pada kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Sistem Informasi Gender dan Anak (Rakortek SIGA) berlangsung di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Selasa (14/6/2022).

Data Gender berisi data mengenai hubungan relasi dalam status, peran dan kondisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara Data Anak berisi data kondisi tentang anak perempuan dan laki-laki dibawah usia 18 tahun atau 0-17 tahun, yang terpilah menurut kategori umur.

“Data gender dan anak berupa data terpilah berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan ciri khusus. Data terpilah ini, lanjut Soraya, merupakan salah satu syarat dari 7 pra syarat Pengarusutamaan Gender (PUG),” imbuh Soraya.

Berdasarkan sumber data SIGA Kemen PPPA, kelompok data terdiri dari 75 data anak, 107 data perempuan, 29 data demografi, 156 data capaian program dan data Desa Ramah dan Peduli Perempuan dan Anak  (DRPPA).

Ia juga menjelaskan, pemerintah provinsi bertugas melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data di tingkat provinsi.

Pemerintah Provinsi Kaltim telah menerbitkan regulasi melalui Pergub tentang Pedoman Penyelenggaraan Data dan Sistem Informasi Gender dan Anak Nomor 6 Tahun 2022 . Pergub tersebut terdiri dari 8 Bab dan 22 Pasal yang memuat dan menjelaskan alur kewenangan dalam memberikan informasi data gender dan anak .

Selain itu, terbit pula regulasi terkait Tim Penyusunan Buku Profil Gender dan Anak Tahun 2022, dan Pembentukan Tim Operator Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2022.

Kegiatan ini diikuti Dinas PPPA se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Tim Simfoni PPA Biro Data dan Kemen PPPA Iwan Setiawan, Kepala Bidang Statistik Diskominfo  Kaltim M. Adrie Dirga Sagita dan Kepala Seksi Data dan Informasi DP3AKB Jawa Barat Andhy Purwoko. (dkp3akaltim/rdg)

IPG dan IDG Bontang Masih Rendah, DKP3A Kaltim Lakukan Pendampingan

Bontang — Indeks Pemberdayaan Manusia (IPM) merupakan penjelasan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

“Untuk capaian IPM Kaltim, dua tahun terakhir ada pada urutan ke 3 dari 34 Provinsi, sedangkan capaian IPM perempuan pada tahun terakhir berada di urutan 10 sebelumnya di urutan ke 7,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim paa kegiatan Sosialisasi  Kebijakan dan Pendampingan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) Termasuk Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) Kewenangan Provinsi , berlangsung di Hotel Bintang Sintuk Kota Bontang, Rabu (8/6/2022).

Soraya menambahkan, kesenjangan tersebut dapat dilihat melalui capaian IPM secara terpilah laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2020, capaian IPM laki-laki 81,32 dan perempuan 69,69, terdapat kesenjangan 11,63. Sementara pada tahun 2021 capaian  IPM laki-laki 81,86 dan perempuan 70,36, terdapat kesenjangan 11,5. Ini menunjukkan telah terjadi penurunan kesenjangan sebesar 0,13, namun belum merubah urutan kesenjangan pembangunan Kaltim pada tingkat nasional.

“Juga tergambar pada capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dimana Kaltim berada di bawah rata-rata nasional. IPG menempati urutan ke 32 dari 34 provinsi sementara IDG menempati urutan ke 27 dari 34 provinsi se indonesia,” terang Soraya.

Sementara untuk capaian IPG Kota Bontang berada di atas rata-rata capaian Provinsi Kaltim yaitu sebesar 87,12, nilai IPG Provinsi sendiri adalah sebesar 85,95.

“Namun nilai IPG tersebut tidak di ikuti dengan baik oleh nilai IDG, capaian IDG Kota Bontang masih terendah dari 10 kabupaten/kota yaitu 45,67. Sehingga menjadi tugas kewenangan Provinsi untuk melakukan peningkatan kapasitan, penguatan pemahaman sekaligus  pendampingan pelaksanaan PUG termasuk PPRG,” imbuhnya.

Soraya juga menjelaskan, Kota Bontang menjadi prioritas dalam kegiatan ini mengingat hasil evaluasi dan monitoring Kementerian PPPA tahun 2020 belum masuk dalam katagori kota penerima Anugerah Parahyta Ekpraya (APE), yang mengimplemantasikan 7 prasyarat PUG.

Pemenuhan syarat Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan hal utama dan penting untuk memperkecil kesenjangan gender dalam pembangunan. Kelembagaan PUG merupakan wadah promosi, koordinasi, dan konsultasi bagi perangkat daerah, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, media massa, dan badan usaha agar pelaksanaan PUG memberi manfaat optimal. Kelembagaan tersebut meliputi Pokja PUG, Tim Driver, Focal Point, dan Tim Teknis. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Lakukan Pendampingan Pelaksanaan PUG di Bontang

Bontang — Pembangunan dewasa ini mempunyai tujuan, diantaranya adalah menuju kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dengan meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender pada setiap sektor pembangunan. Namun, masalah ketidakadilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan.

Meskipun berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mempercepat implementasi PUG oleh pemerintah, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal. Salah satunya disebabkan karena adanya keterbatasan pengertian dan pemahaman Pengarusutamaan Gender (PUG).

Sekretaris Daerah Kota Bontang, Aji Erlinawati mengatakan, salah satu syarat untuk mencapai hasil pembangunan yang adil gender dan membawa manfaat bagi laki-laki dan perempuan dengan adanya analisis gender terhadap masing-masing program pembangunan yang dilaksanakan di semua sektor pembangunan.

“Analisis ini hanya dapat dilaksanakan apabila para perancang program dan pengambil keputusan memahami tentang keadilan gender dan penerapannya dalam program-program pembagunan,” ujarnya pada acara Sosialisasi Kebijakan dan Pendampingan Pelaksanaan PUG Termasuk PPRG Kewenangan Provinsi, berlangsung di Hotel Bintang Sintuk, Rabu (8/6/2022).

Ia menambahkan, perlu juga mengikuti isu-isu gender terbaru dalam masyarakat yang terus berkembang pada tataran masyarakat dan menyediakan ketersediaan data menurut jenis kelamin dan kelompok umur, termasuk data dan statistik anak dengan analisis berdasarkan konteks perkembangan masing-masing wilayah.

“Para pemangku kepentingan, OPD dan masyrakat perlu tahu tentang konsep gender, isu gender, data terpilah dan aplikasinya. Oleh karena itu diperlukan dukungan dan political will dari pemangku kepentingan memalu pengetahuan dasar dan analisis gender untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada,” imbuhnya.

Aji Erlinawati berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman aparatur / OPD tentang strategi PUG dan PPRG serta memetakan dan mengevaluasi peran strategi masing-masing OPD penggerak dalam pelaksanaan percepatan PUG di daerah.

“Dengan demikian diharapkan melalui sosialisasi ini akan menghasilkan komitmen yang kuat sebagai kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaan PUG di daerah,” tutunya. (dkp3akaltim/rdg)

Pemerintah Susun Peraturan Pelaksana UU TPKS

Jakarta (7/6) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama 13 Kementerian/Lembaga terkait, tengah menyusun peraturan pelaksana pasca disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ditargetkan selesai tahun ini.

“Ini adalah kerja seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia.  TPKS Tugas pemerintah untuk memastikan dan menjawab kebutuhan operasionalisasi UU TPKS yang harus segera kita selesaikan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS, Senin (6/6/2022).

Ratna menerangkan, semula UU TPKS mengamanatkan adanya 5 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 5 Rancangan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksananya.

“Sebagai upaya memastikan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan, kami menargetkan 5 Peraturan Pemetintah dan 5 Peraturan Presiden. Namun, bisa kita lakukan simplifikasi atau penyederhanaan tanpa menghilangkan semangat dan esensi dari masing-masing peraturan pelaksana. Sejauh ini, kita terus bergerak dan melakukan langkah tindak lanjut pasca disahkannya UU TPKS,” tutur Ratna.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan, PP pertama akan membahas mengenai sumber, peruntukan, dan pemanfaatan Dana Bantuan Korban berdasarkan Pasal 35 Ayat 4 UU TPKS.

“Pembahasannya lekat dengan mekanisme kompensasi dan restitusi yang akan diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ratna.

Selanjutnya, PP mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan TPKS dinilai berkaitan erat dengan tata cara penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang mengatur mengenai hak-hak korban.

“Kami juga berpandangan Pasal 80 terkait penyelenggaraan pencegahan TPKS dan Pasal 83 ayat 5 terkait koordinasi serta pemantauan sangat memungkinkan untuk diatur dalam satu PP,” ujar Ratna.

Sementara itu, 5 Perpres yang diamanatkan dalam UU TPKS akan disederhanakan dalam 4 peraturan.  “Perpres terkait Tim Terpadu dan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Pusat akan diatur dalam satu peraturan,” ujarnya.

3 Perpres lainnya akan mengatur mengenai Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum, dan kebijakan nasional tentang pemberantasan TPKS.

“Tahapan penyusunan konsepsi, penyusunan draft, uji publik, penyempurnaan, finalisasi, pengajuan program akan kita mulai di Juni 2022. Hari ini menjadi momentum untuk mengawal kembali UU TPKS setelah disahkan pada 9 Mei 2022. PP dan Perpres ini menjadi jawaban operasionalisasi dari UU TPKS,” ungkap Ratna.

Plt. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah progresif dalam penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS selama enam bulan ke depan. “Salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah diskusi terbatas untuk menggali substansi,” kata Dhahana.

Lebih lanjut Dhahana menjelaskan, Program Penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS akan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Kami akan mengirimkan surat kepada K/L untuk menanyakan kebutuhan atau usulan regulasinya. Usulan ini kembali kepada pemrakarsa, misalnya Kementerian Hukum dan HAM memprakarsai Perpres terkait penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Aparat Penegak Hukum. Kemudian akan ada pertemuan untuk mendalami usulan masing-masing K/L,” tutup Dhahana.

Dalam diskusi tersebut, K/L yang hadir turut menyatakan komitmennya dalam mengawal penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS, diantaranya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Hukum dan HAM; Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Kepolisian; Kejaksaan Agung; dan lain sebagainya.