UU TPKS Berpihak Dan Berperspektif Pada Korban

Samarinda — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021 – 2022 di Jakarta, pada 12 April 2022.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, hadirnya Undang-Undang ini merupakan wujud nyata upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin agat tidak berulang terjadinya kekerasan seksual.

“Kami pun berharap Undang-Undang ini nantinya akan implementatif dan memberikan manfaat, khususnya bagi korban kekerasan seksual, keluarga korban dan saksi,” ujar Soraya pada Dialog Siang Ngapeh TVRI Kaltim, Senin (18/4/2022).

Undang-Undang ini berpihak dan berperspektif pada korban dan memberikan payung hukum kepada aparat penegak hukum yang selama ini belum ada terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual.

Dikatakannya, peristiwa kekerasan seksual di Indonesia menjadi fenomena gunung es. Melihat data berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per tanggal 1 April 2022, untuk kasus kekerasan di Kaltim terbanyak berada di Kota Samarinda yaitu 110 kasus.

“Total korban kekerasan adalah 216 korban terdiri dari 84 korban anak atau 39% persen dan 132 korban dewasa atau 61 persen,” imbuh Soraya.

Ia juga mengimbau, agar masyarakat melaporkan jika mengetahui atau mengalami kejadian kekerasan. Sehingga dapat segera mendapatkan pendampingan dan penanganan.

“Masyarakat dapat melaporkan ke UPTD PPA Kaltim sebagai upaya penanganan kekerasan dan Puspaga Ruhui Rahayu Kaltim sebagai upaya pencegahan,” terangnya.

Soraya menambahkan, hadirnya UU TPKS ini harus ditindaklanjuti. Salah satunya melalui sosialisasi ke semua pihak khususnya pada masyarakat.

Sebagai informasi, beberapa terobosan dalam RUU TPKS, antara lain Pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pengaturan hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi. Pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan, sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban, dan Perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak. (dkp3akaltim/rdg)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *