Peran Forum Anak Nasional Dalam Menyuarakan Pencegahan Perkawinan Anak

Denpasar — Forum Anak merupakan salah satu pelaksanaan peran anak sebagai pelopor dan pelapor serta berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan. Kunci keberhasilan Forum Anak dalam menjalankan peran dan fungsinya adalah adanya kemauan dan kemampuan anak untuk berperan sebagai pelopor dan pelapor serta berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan Forum Anak adalah salah satu bentuk upaya pemerintah dalam melaksanakan pemenuhan hak-hak dasar anak dan pelindungan khusus anak yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Forum Anak Nasional adalah mitra pemerintah yang penting dan berharga untuk mewujudkan pembangunan nasional yang inklusif, implementatif, dan berperspektif pada pengalaman hidup anak. Kita akan libatkan FAN ini dalam kegiatan di Kementerian PPPA,” ujar Menteri Bintang disela-sela kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan tema “Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Mewujudkan Indonesia Ramah Perempuan dan Layak Anak” yang berlangsung di Hotel Hyatt Regency Sanur, 16-17 Juni 2021.

Kunci keberhasilan Forum Anak dalam menjalankan peran dan fungsinya adalah adanya kemauan dan kemampuan anak untuk berperan sebagai pelopor dan pelapor serta berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Menyoroti isu perkawinan anak, Menteri Bintang mengajak Forum Anak Nasional maupun Forum Anak Daerah untuk turut menyosialisasikan pentingnya mencegah dan menolak perkawinan anak kepada seluruh anak di Indonesia. Forum Anak merupakan kekuatan yang luar biasa dalam membantu pemerintah khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk mencari solusi terkait pemasalahan dan isu yang berkembang di masyarakat, salah satunya terkait perkawinan anak. Pada Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019, sebagai UU terbaru yang menetapkan batas usia minimal untuk menikah yaitu 19 tahun. Untuk mengimplementasikan kebijakan pencegahan perkawinan anak hingga mencapai tingkat akar rumput, diperlukan sinergi bersama, termasuk peran Forum Anak.

“Anak sebagai agen perubahan pelopor dan pelapor dapat berperan menjadi komunikator untuk menyosialisasikan program Kemen PPPA dengan bahasa yang mudah dipahami kepada anak-anak lainnya. Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019, sebagai UU terbaru yang menetapkan batas usia minimal untuk menikah yaitu 19 tahun. Untuk mengimplementasikan kebijakan pencegahan perkawinan anak hingga mencapai tingkat akar rumput, diperlukan sinergi bersama, termasuk peran Forum Anak,” jelasnya.

Perkawinan anak memiliki dampak yang sangat besar, misalnya dampaknya terhadap pendidikan, kesehatan, ekonomi dan dampak sosial. Untuk itu diperlukan sinergi dari seluruh pihak baik pemerintah pusat, daerah, keluarga, maupun keterlibatan dari anak-anak itu sendiri dalam mencegah terjadinya perkawinan anak di Indonesia. Selain itu Forum Anak Nasional juga menyuarakan aspirasi anak-anak Indonesia agar pemerintah dan juga pembuat kebijakan lainnya dapat membuat kebijakan yang dapat lebih melindungi anak-anak dari bahaya rokok yang dapat merusak kesehatan dan masa depan mereka. (birohukumdanhumaskpppa)

Kemen PPPA Terapkan Lima Strategi Pencegahan Perkawinan Anak

Bali — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerapkan lima strategi pencegahan perkawinan anak sebagai upaya menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia sekaligus mengantisipasi dampak negatif akibat perkawinan di bawah umur.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni mengatakan lima strategi untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia meliputi optimalisasi kapasitas anak, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pencegahan perkawinan anak, serta meningkatkan aksesibilitas dan perluasan layanan.

Kemudian penguatan regulasi dan kelembagaan serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
“Dengan mengoptimalisasikan kapasitas anak, kita memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi agen perubahan,” katanya dalam Rapat Koordinasi PPPA di Bali, Rabu, (16/6/2021).

Hal ini dapat dilakukan dengan penguatan ketahanan keluarga dan mengubah nilai dan norma perkawinan. Di sisi lain lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak dapat diciptakan dengan menguatkan peran orang tua, keluarga, organisasi sosial/masyarakat, sekolah, dan pesantren untuk mencegah perkawinan anak.

“Untuk aksesibilitas dan perluasan layanan, kita berfokus pada strategi pelayanan untuk mencegah perkawinan anak dan pelayanan untuk penguatan anak pasca-perkawinan,” kata Agustina Erni.

Ia juga menekankan pentingnya untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak serta meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan kapasitas kelembagaan peradilan agama, KUA, dan satuan pendidikan. Termasuk penguatan proses pembuatan dan perbaikan regulasi, hingga penegakan regulasi.

“Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak,” katanya.

Kemen PPPA telah melakukan sejumlah langkah dalam upaya mencegah perkawinan anak antara lain revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, penyusunan RPP UU Nomor 16 Tahun 2019, menyusun RAN/Stranas pencegahan perkawinan anak, aktivasi Geber PPA (Kampanye Stop Perkawinan Anak), dan memberikan apresiasi pada gubernur dalam PPA.

Selain itu juga menginisiasi penandatanganan pakta integritas 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional, integrasi kebijakan PPA dalam kebijakan KLA, koordinasi stranas PPA, penyusunan roadmap PPA bersama K/L, penyusunan peraturan desa PPA, dan pelatihan pembekalan paralegal berbasis komunitas dalam PPA.
Agustina Erni mengatakan signifikansi pencegahan perkawinan anak mengingat pada 2018, Indonesia berada dalam 10 daftar negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia, berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda (2020). Tercatat satu dari 9 anak menikah di Indonesia.
Berdasarkan data Bappenas, BPS, sebanyak 47,90 persen, perempuan berusia 20-24 tahun putus sekolah karena menikah pada usia di bawah 18 tahun.
“Di Indonesia perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun diperkirakan mencapai 1.220.900. Dan ini mencatatkan Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia,” katanya.

Agustina Erni menambahkan, perkawinan anak mendatangkan dampak yang serius dari sisi kesehatan anak termasuk meningkatnya risiko gangguan kesehatan mental, stunting, KDRT, hingga risiko perceraian yang meningkat.

Sebagaimana data PUSKAPA UI menunjukkan pada tahun 2018, 1 dari 9 anak perempuan menikah di Indonesia. Perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum berusia 18 tahun di tahun 2018 diperkirakan mencapai sekitar 1.220.900 dan angka ini menempatkan Indonesia pada 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia. Analisis data perkawinan anak dengan melihat perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum mereka berusia 15 dan 18 tahun dan juga perkawinan anak laki-laki. (birohukumdanhumaskpppa)

Rakornas Pembangunan PPPA 2021, Sinergi Kunci Keberhasilan Pembangunan Perempuan dan Anak

Bali —  Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan tema “Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Mewujudkan Indonesia Ramah Perempuan dan Layak Anak” dilaksanakan secara offline dan online, berlangsung di Bali 16-17 Juni 2021.

Rakornas diselenggarakan untuk lebih memperkuat koordinasi, integrasi dan sinergi Pusat dan Daerah dalam membangun kesetaraan gender, pemberdayaan dan perlindungan perempuan, pemenuhan dan perlindungan khusus anak serta memastikan anak dapat tumbuh berkembang secara optimal dan terlindungi dari berbagai tindak kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi.

Menteri Bintang dalam sambutannya menyatakan berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, dari total penduduk Indonesia, sekitar 49,42%-nya adalah perempuan, sementara 31,6%-nya adalah anak-anak. Sayangnya masih banyak kelompok perempuan dan anak yang masuk dalam kelompok rentan dan isu perempuan dan anak adalah isu yang kompleks. Itu sebabnya diperlukan adanya kerja bersama atau sinergi dengan melibatkan banyak pihak. Sinergi menjadi salah satu kunci dalam proses pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sinergi diperlukan agar Indikator dan target keberhasilan pembangunan PPPA yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan juga Renstra Kemen PPPA juga menjadi indikator dan target keberhasilan pembangunan PPPA di daerah.

“Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itulah, bersinergi dan bekerjasama adalah hal yang krusial. Sinergi di sini termasuk sinergi antara kementerian/lembaga di Pusat; antara organisasi perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota; antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; serta antara Pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, lembaga profesi, media, dunia usaha, akademisi, pakar, tokoh agama, dan tokoh adat. Dengan bersinergi diharapkan ada sinkronisasi dan koordinasi program pemerintah terkait urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ungkap Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengingatkan kembali bahwa pada periode 2020-2024 Presiden memberi arahan kepada Kemen PPPA untuk fokus pada penanganan 5 isu prioritas, yaitu Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berspektif gender, Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; Penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Penurunan pekerja anak; dan, Pencegahan perkawinan anak.

Dari kelima isu prioritas tersebut, Menteri Bintang menyebutkan bahwa pemberdayaan perempuan secara ekonomi melalui kewirausahaan adalah hulunya. Dari berbagai kasus yang terjadi dan evaluasi yang telah dilakukan, ketidakberdayaan perempuan secara ekonomi menjadi salah satu akar masalah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, perkawinan anak, dan pekerja anak. Selain itu, peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak juga punya peran strategis dan sangat menentukan kualitas anak sebagai generasi penerus bangsa.

“Presiden memiliki perhatian yang sangat besar pada upaya penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menyampaikan 3 hal yang harus dilakukan yaitu : prioritas aksi pencegahan kekerasan terhadap anak yang melibatkan keluarga, sekolah dan masyarakat; perbaikan sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak dan, reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilakukan secara cepat, terintegrasi dan lebih komprehensif,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan salah satu cara untuk mewujudkan arahan Presiden tersebut adalah dengan menginisiasi pembentukan model Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi yang sudah dideklarasikan bersama pada November 2020.

“Hal ini karena sebagian besar perempuan dan anak bertempat tinggal di desa sehingga aksinya akan lebih efektif jika dimulai dari tingkat desa. Hadirnya model Desa RPPA ini diharapkan dapat menjadi contoh pembangunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak secara riil dan terintegrasi di tingkat pemerintahan yang paling bawah di tingkat desa serta percontohan bagaimana pemerintah desa dapat menyelesaikan isu-isu perempuan dan anak, khususnya terkait lima isu prioritas yang menjadi arahan presiden. Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat mereplikasi model tersebut dengan menggunakan APBD dan sumber pendanaan lainnya sehingga tercipta Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) Ramah Perempuan dan Layak Anak,” ujar Menteri Bintang.

Desa RPPA adalah desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan, sesuai dengan visi pembangunan Indonesia. Pengembangan Desa RPPA menurut Menteri Bintang harus melibatkan semua pihak yang ada di desa, mulai dari para tokoh, organisasi, relawan, kader-kader, dan tentunya perempuan dan anak. Dengan melibatkan dan mendengarkan suara perempuan dan anak diharapkan dapat diketahui solusi paling tepat dari permasalahan yang mereka alami.

Sementara itu, untuk mendukung upaya penyedia layanan bagi korban kekerasan, Menteri Bintang mendorong pemerintah daerah membentuk UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) yang berpedoman kepada Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA dan Permen PPPA 11/2019 tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan UPTD PPA.

“Saat ini baru 29 provinsi dan 134 kabupaten/kota yang sudah memiliki UPTD-PPA. Ini masih menjadi pekerjaan rumah panjang bagi Kabupaten/Kota. Kami masih terus koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk pembentukan UPTD PPPA dan akan mengawal terus proses pembentukan UPTD PPA di daerah,” ujar Menteri Bintang.

Mulai tahun 2021 pemerintah juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK NF PPA) sebesar Rp. 101,7 milyar bagi 34 Provinsi dan 216 Kabupaten/Kota. Tujuannya adalah untuk membantu pelaksanaan kewenangan daerah dalam mencapai prioritas pembangunan nasional, yaitu menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatkan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. DAK-NF-PPA akan berlanjut di tahun 2022 diharapkan bisa berlanjut.

Menteri Bintang juga berharap agar para pimpinan daerah juga dapat melibatkan juga Forum Anak di yang sudah terbentuk di masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga tingkat Desa/Kelurahan dan melibatkan mereka dalam Musrenbangdes.

“Semoga pertemuan selama tiga hari ini dapat menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi yang menjadi bekal dalam menjalankan tugas dan fungsi terkait urusan PPPA dengan lebih baik lagi ke depan, untuk menjadikan perempuan dan anak Indonesia lebih berkualitas. Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju!” tegas Menteri Bintang.

Rakornas PPPA juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau biasa disebut Cok Ace, Walikota Denpasar I.G.N. Jaya Negara, perwakilan dari Bappenas dan Kemendagri. Wakil Gubernur Bali mengucapakan terimakasih atas terselenggaranya Rakornas di Bali yang diharapkan dapat ikut menumbuhkan kembali pariwisata di bali yang mengalami kontraksi ekonomi -9,8% akibat pandemi.

Remaja Sehat Mewujudkan Generasi Milenial Yang Berkualitas di Kaltim

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Sekretars DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan, remaja saat ini sebagian besar telah terpaku dengan gadget  seperti smartphone, tablet dan TV. Rata-rata semua remaja diseluruh dunia memiliki gadget yang bisa terhubung dengan internet dan media sosial yang saat ini menjadi kebutuhan pokok para remaja milenial.

Selain itu, salah satu bagian terpenting dari kehidupan remaja adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi bukan hanya sehat fisik saja namun sehat secara utuh baik fisik, fisikologis mental, spritual serta sosial dan terkhusus pada Kesehatan Reprodruksi Remaja (KRR).

Seperti diketahui menurut WHO batasan usia remaja adalah usia 10-19 tahun. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk pada usia 10-18 tahun. Sementara berdasarkan data dari e-Infoduk DKP3A Kaltim, jumlah pendududuk Kaltim pada semester II Tahun 2020 sebanyak 3,7 juta jiwa, dengan penduduk laki-laki 1,9 juta jiwa (51,8%) dan perempuan 1,8 juta jiwa (48,2%).

“Dana pada jumlah rentang kelompuk usia 10-14 dan 15-19 (remaja) sebanyak 0,6 Juta Jiwa (17% dari jumlah penduduk) dangan rincian laki-laki 344.624 jiwa dan perempuan 323.464 jiwa,” ujarnya pada kegiatan Advokasi Komunikasi Informasi Edukasi Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Bagi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) di Provinsi Kaltim, berlangsung di Ruang Rapat Kartini DKP3A Kaltim, Rabu (16/6/2021).

17% usia remaja di Kaltim  yang sehat akan menjadi harapan bangsa, tulang punggung negara yang dapat melahirkan generasi yang sehat, kuat dan tangguh untuk mempertahankan keberadaan bangsa ini selanjutnya.

“Sehingga mereka perlu di bekali pengetahuan dan wawasan tentang  kesehatan  secara umum dan kesehatan reproduksinya secara khusus, dimana jika mereka memiliki kesehatan yang baik dan terpelihara akan dapat melahirkan generasi yang sehat,  kuat dan  tangguh serta berkualitas,” imbuh Eka.

Ia berharap, advokasi ini dapat  menjadi wadah sosialisasi dan penyampaian informasi terkait dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, sekaligus sebagai tindak lanjut untuk melaksanakan Instruksi Gubernur Provinisi Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Kegiatan ini dihadiri 80 orang terdiri dari remaja dan usia sebaya yang tergabung dalam PIK-Remaja Kaltim, PIK-R Kota Samarinda, Forum Anak Kelurahan, Forum  Anak  Kaltim,  Forum Anak Kota Samarinda, Remaja PKBI, Bina Keluarga Remaja.

Hadir menjadi narasumber Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Fadilah Mante Runa, dan Motivator Lembaga Visioner  Kaltim Selamat Said Sanif. (dkp3akaltim/rdg)

Semua OPD Diminta Sinkronkan Data Akurat Menuju Kota Layak Anak

Samarinda — Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) menggelar Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Pengumpulan dan Pengolahan Data Terpilah Anak di Kota Samarinda.. Kegiatan dibuka Plh Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kota Samarinda, Yuyum Puspitaningrum di Ruang Rapat Utama Balai Kota Samarinda, Selasa (15/6/2021).

“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada OPD yang ada di Kota Samarinda terkait format pengisian data terpilah anak yang nantinya untuk penyusunan database atau data yang terpilah di Kota Samarinda,” ujar Yuyum dalam sambutannya.

Permasalahan yang dihadapi DP2PA Samarinda di antaranya kesulitan mendapatkan data-data yang harus diambil dari OPD terkait. Oleh karena itu, ia meminta semua OPD terkait bisa bersinergi menyatukan data yang ada untuk menjadikan Samarinda sebagai kota layak anak. Karena menurut dia, data terpilah ini sangat penting untuk penilaian kinerja pemerintah dalam rangka penyamaan gender dalam pembangunan.

“Jadi data yang ada di OPD terkait ini kita kumpul untuk dijadikan satu dan nantinya sangat bermanfaat bagi data Kota Samarinda secara global. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari semua OPD untuk memberikan data yang akurat,” pintanya.

Sementara Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP2PA Kota Samarinda, Wiyono mengatakan kegiatan ini untuk menyinkronkan data yang ada di OPD terkait. Diharapkan setiap OPD memberikan data yang menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, karena memang saling berkaitan. Berikut menentukan nilai-nilai data terpilah dan indikator secara efektif, akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Hadir menjadi narasumber Kepala Sistem Informasi Gender dan Anak Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Iwan Heriawan dan Kasi Data dan Informasi Anak Sahridah.

Norbaiti Dampingi Deputi Tinjau Kampung KB Semasa Bukuan

Samarinda — Ketua TP PKK Provinsi Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor mendampingi Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Republik Indonesia Dr Dwi Listyawardani, peninjauan lapangan Manggala Karya Kencana (MKK) tahun 2021.

Oleh Tim Penilai BKKBN Republik Indonesia di Kampung KB Semasa (Sehat, Mandiri dan Sejahtera) Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran.

Kunjungan Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN dan tim penilai BKKBN RI di Kampung KB Semasa Kelurahan Bukuan diterima Gubernur Kaltim diwakili Kepala Biro Kesra Setdaprov Kaltim Andi Muhammad Ishak. Sekdakot Samarinda Sugeng Chairuddin Camat Palaran H Suwarso, Lurah Bukuan H Suyoto, UPT Puskesman Bukuan Drg Rika Ratna Puspita.

Kunjungan Dwi Listyawardani, didampingi Hj Norbaiti melihat ruang pelayanan KB di UPT Puskesmas Bukuan, Ruang Dataku dan Ruang PKK, serta meninjau hasil kerajinan dan produk makanan yang dihasilkan PKK UPPKS Bukuan.

Dwi Listyawardani mengajak kader KB untuk terus bekerja keras, bekerja iklas sehingga capaian program KB di Samarinda khususnya Kecamatan Palaran bisa tercapai 100 persen.

“Saya bersyukur pelayanan KB di Samarinda dan di Palaran ini sudah berjalan bagus dengan baik, termasuk pelayanan inplan dan alat kontrasepsi KB lainnya,” ujar Dwi.

Dwi mengingatkan agar para kader KB dan tenaga kesehatan, termasuk masyarakat untuk tetap wasdapa, jangan sampai yang terjadi di Jawa, kasus positif Covid-19 terus bertambah, tidak terjadi di Kaltim.

“Walaupun Samarinda kasus Covid-19 mulai melandai, namun saya harapkan untuk tetap waspada. Terus laksanakan 5M, pada setiap aktivitas, jangan lalai, dan jangan merasa kuat, tetap terapkan protokol kesehatan,” pesan Dwi. (humasprovkaltim)

Program KB Komitmen Isran dan Noorbaiti Tak Diragukan

Samarinda — Komitmen Gubernur Kaltim H Isran Noor dan Ketua TP PKK Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor terhadap pelaksanaan Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) menjadi perhatian BKKBN RI. Keduanya diusulkan untuk menerima penghargaan Manggala Karya Kencana tahun 2021 yang akan diserahkan pada Hari Keluarga Nasional (Harganas).

Kedatangan tim BKKBN, lanjut Isran, banyak manfaat selain untuk menilai pengendalian penduduk termasuk peningkatan kesejahteraan keluarga di Kaltim, juga sebagai bahan evaluasi. Menurutnya, ini merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan bagi Kaltim sebagai salah satu provinsi yang akan mendapatkan apresiasi atas prestasi yang dapat diandalkan.

“Bagi kami penghargaan bukanlah tujuan, tetapi pengakuan dan bukti nyata bahwa pemerintah provinsi dan rakyatnya telah bekerja dengan baik untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” ungkap Isran saat memberi sambutan selamat datang kepada Tim Uji Petik BKBBN RI yang dipimpin Deputi Bidang Pengendalian Dwi Listyawardani di Pendopo Odah Etam dalam acara Gelar Promosi Program Bangga Kencana Provinsi Kalimantan Timur, Senin (14/6/2021).

Sementara Deputi Bidang Pengendalian Dwi Listyawardani yakin Gubernur Isran Noor dan Ketua TP PKK Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor telah memberikan kontribusi besar dalam Program Bangga Kencana, sehingga pantas dan sangat layak menerima penghargaan Manggala Karya Kencana Tahun 2021.

“Penilaian kami, Pak Gubernur dan Ibu Ketua PKK sejak awal dukungannya terhadap Program Bangga Kencana, besar. Penghargaan dari BKKBN sebenarnya bukan apa-apa, mungkin kecil sekali dibanding dukungan yang telah dan akan terus diberikan Bapak dan Ibu Gubernur untuk Program Bangga Kencana ini,” balas Dwi (humasprovkaltim)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan Bagi Lembaga Layanan

Samarinda — Dalam rangka memberikan pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasaan, diperlukan upaya pendampingan psikologis yang dilakukan oleh psikolog untuk membantu dalam pemulihan korban kekerasaan.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Sekretaris DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan, pendampingan merupakan proses memandirikan korban dengan cara menggali masalah serta membantu korban untuk lebih berdaya dan mampu menjalani kehidupannya setelah kasus yang dialaminya.

Selain itu, tantangan besar bagi Lembaga Layanan dalam penanganan psikologis bagi korban kekerasan di daerah yaitu jumlah psikolog yang tersebar di kabupaten/kota terbatas dan tenaga pendamping belum dibekali dengan keterampilan konseling yang mumpuni.

Berdasarkan data aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), jumlah kekerasaan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dari tahun 2019 hingga 2021 terdapat 1386 pengaduan yang masuk.

“629 pengaduan pada tahun 2019, 612 pengaduan pada tahun 2020 dan 145 pengaduan yang terhitung hingga tanggal 11 Juni 2021,” ujarnya pada kegiatan Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan Bagi Lembaga Layanan, di Hotel Grand Victoria Samarinda, Senin (14/6/2021).

Eka melanjutkan, pengaduan didominasi oleh kasus KDRT Fisik sebanyak 277 kasus pada tahun 2019, 255 kasus pada tahun 2020 dan 72 kasus yang terhitung hingga tanggal 11 Juni 2021.

Sedangkan pengaduan terbanyak kedua adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 200 kasus pada tahun 2019, 226 kasus pada tahun 2020 dan 52 kasus yang terhitung hingga tanggal 11 Juni 2021.

Mengingat banyaknya jumlah kasus yang terjadi, diperlukan tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan korban kekerasan di daerah.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta dari UPTD PPA kabupaten/kota se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Ketua Tim Percepatan Maratua, Meiliana, Kepala Bidang PPPA Junainah, Kabid SIGA Iwan Heriawan dan Psikolog Biro Psikologi Inka Alzena Samarinda Siti Mahmudah I K. (dkp3akaltim/rdg)

Perubahan RPJMD Kaltim 2019-2023 Sesuai Isu Strategis Terkini

Samarinda — DPRD Kaltim menggelar Rapat Paripurna ke-16 di Gedung D lantai 6 Kantor DPRD Kaltim, dengan tiga agenda, yaitu penyampaian laporan Bapemperda Provinsi Kaltim terhadap perubahan Propemperda 2021, penyampaian Nota Penjelasan Perubahan RPJMD 2019-2023 dan penyampaian Nota Keuangan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kaltim 2020.

Rapat Paripurna kali ini dipimpin Wakil Ketua I DPRD Kaltim Muhammad Samsun didampingi Wakil Ketua Seno Aji dan Sigit Wibowo. Sementara Gubernur Kaltim diwakili Sekda Provinsi HM Sa’bani didampingi Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Abu Helmi, Asisten Administrasi Umum Fathul Halim, serta pimpinan OPD lingkup Pemprov Kaltim.

Sa’bani mengungkapkan perubahan RPJMD Kaltim 2019-2023 perlu mempertimbangkan isu strategis ke depan sehingga dilakukan penyesuaian dan perubahan terkait program pembangunan yang dilaksanakan selama beberapa tahun dengan memperhatikan kekurangan dan kelebihan setiap program.

“Nota penjelasan ini memberikan gambaran kepada DPRD Kaltim sebagai bahan untuk pembahasan terkait perubahan RPJMD Kaltim 2019-2023 yang menjadi dasar pembangunan jangka menengah yang menggambarkan visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, dengan menyesuaikan berbagai kebijakan dan situasi terkini,” ungkap Sa’bani, Selasa (8/6).

Perubahan RPJMD Kaltim 2019-2023, lanjut Sa’bani, salah satunya menyesuaikan dengan perubahan kebijakan nasional baru di antaranya terbitnya Perpres 18/2020 dimana di dalamnya termasuk pemindahan ibu kota negara (IKN) Indonesia ke Kaltim.

“Tujuan perubahan ini salah satunya untuk menyelaraskan strategi dan arah kebijakan serta arah program pembangunan beberapa tahun ke depan di masa kepemimpinan Gubernur Isran Noor dan Wakil Gubernur Hadi Mulyadi, menyesuaikan dengan isu strategis terkini,” jelasnya.

Dalam perubahan RPJMD 2019-2023 juga ditargetkan sejumlah indikator pembangunan, di antaranya target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 77,75 dari realisasi tahun 2020 yaitu 76,24. Indikator lainnya yang ditargetkan mengalami peningkatan yaitu indeks gini (0,328), indeks kemiskinan (5,90 persen), tingkat pengangguran terbuka (6,50 persen), pertumbuhan ekonomi, indeks kualitas lingkungan hidup dan indeks reformasi birokrasi.

“Saat ini realisasi dari indikator pembangunan tersebut masih terkendala dengan pandemi Covid-19. Kita harapkan beberapa tahun ke depan capaian/realisasi tersebut bisa sesuai atau melebihi yang kita targetkan. Tentunya dengan sinergi dan kerja sama yang baik dari seluruh pihak, terutama antara eksekutif dan legislatif,” harapnya. (humasprovkaltim)

Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Bangun Indonesia dari Desa

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan membangun Indonesia dari desa untuk menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing sangat tepat dilakukan bersama agar tidak ada satu orang pun yang tertinggal (no one left behind).

Membangun desa dalam berbagai bentuk inovasi dapat berkontribusi positif bagi perempuan dan anak karena sekitar dua-pertiga penduduk desa adalah perempuan dan anak, serta menjadi strategi untuk mencapai akselerasi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di seluruh desa di Indonesia.

Jumlah penduduk Indonesia sebesar 270 juta jiwa, 43% tinggal di desa (BPS, 2020), sekitar 49,5% adalah perempuan, dan sekitar 30,1% adalah usia anak (di bawah usia 18 tahun), maka mereka, dengan total 65% akan menjadi modal besar dalam pencapaian kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, termasuk SDGs.

Oleh karena itu, atas dukungan Kementerian Dalam Negeri dan Perpustakaan Nasional, Kemen PPPA bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan Rapat Koordinasi Nasional Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) sebagai tindak lanjut Deklarasi DRPPA yang telah dilakukan pada November 2020. Rakornas diikuti seluruh Dinas PPPA, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan Dinas Perpustakaan di provinsi dan kabupaten/kota, dan seluruh Kepala Desa di Indonesia, khususnya 3.886 Kepala Desa Perempuan, dan juga pendamping desa.

DRPPA merupakan desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak ke dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan. Desa harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakatnya khususnya perempuan dan anak, memenuhi hak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, serta tersedia sarana dan prasarana publik yang ramah perempuan dan anak.

“DRPPA merupakan model desa yang dikembangkan oleh Kemen PPPA untuk dapat menjawab lima arahan Presiden RI yang dimulai dari tingkat desa. Selain untuk mewujudkan lima arahan Presiden, DRPPA juga diharapkan dapat memperkecil kesenjangan gender, serta meningkatkan peran aktif perempuan terutama dalam bidang politik, pengambilan keputusan, dan ekonomi” jelas Menteri Bintang.

Menteri Bintang juga menjelaskan terkait ukuran keberhasilan dari pembangunan dan pengembangan DRPPA, antara lain sejauh mana kebijakan di desa mengatur tentang implementasi DRPPA, meningkatnya perempuan wirausaha di desa, meningkatnya keterwakilan perempuan di struktur desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD), meningkatnya partisipasi perempuan dan anak dalam proses pembangunan desa, meningkatnya peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan dan pendidikan anak, tidak ada anak yang bekerja, tidak ada anak yang menikah di bawah usia 18 tahun, serta tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jika terjadi kekerasan, maka perempuan dan anak korban kekerasan mendapatkan layanan yang komprehensif.

Menteri Desa-PDTT, Abdul Halim Iskandar atau akrab disapa Gus Menteri mengatakan, sekitar 43% penduduk Indonesia tinggal di desa. Dengan menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak di desa, berarti kita sudah menyelesaikan 43% permasalahan perempuan dan anak di Indonesia

Menteri Abdul Halim Iskandar juga mendorong para Kepala Desa untuk melakukan Pemutakhiran Data Desa Berbasis SDGs Desa agar lebih mempermudah memetakan permasalahan dan potensi suatu desa. Menurutnya, selama ini biasanya kita hanya mencari potensi desa, tapi tidak menggali permasalahan desa.

“Dengan SDGs Desa memberikan ruang yang seimbang bagi desa untuk menggali permasalahan desa dan mengukur potensi desa. Pemanfaatan Pemetaan data berbasis SDGs Desa saat musyarawah juga dapat mempermudah warga desa dalam menyusun prioritas desa. Ke depan, diharapkan pembangunan desa berbasis masalah, bukan berbasis keinginan,” terang Menteri Abdul Halim Iskandar.

Sementara Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah yang hadir secara virtual menyampaikan apresiasinya kepada para Kepala Desa Perempuan yang memiliki peran vital sebagai agen perubahan masyarakat desa, khususnya terkait pemberdayaan perempuan di desa.

“Kepala Desa Perempuan adalah agen perubahan yang paling dekat dengan masyarakat. Peran mereka sangat vital, karena tahu persis kondisi dan kebutuhan perempuan di lingkungannya. Dengan memberikan pemberdayaan yang tepat, maka Kepala Desa Perempuan telah berkontribusi dalam pemberdayaan perempuan negara dan bangsa. Para Kepala Desa Perempuan teruslah mengasah dan mengembangkan diri agar memiliki jiwa kepemimpinan yang semakin berkualitas, profesional, dan semangat untuk membangun negeri,” pesan Menteri Ida Fauziyah.

Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando mengatakan mendukung DRPPA yang dideklarasikan oleh Kemen PPPA dan Kemendesa-PDTT, utamanya dalam mengedukasi, meningkatkan literasi, dan memberdayakan perempuan di desa. Dukungan ini telah diupayakan melalui penyediaan mobil, motor, dan kapal perpustakaan keliling yang tersebar di seluruh provinsi. Muhammad Syarif juga yakin peran ibu sangat besar dalam membangun literasi generasi bangsa.

Dalam kegiatan ini, Menteri Bintang juga mengukuhkan Pengurus Ikatan Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia. Para Pimpinan Tinggi Perempuan memiliki peran yang strategis dalam tata kelola pemerintahan dan memastikan regulasi dan kebijakan pemerintah dapat berjalan sesuai dengan visi dan misi Presiden. Forum ini memiliki visi yang mengedepankan peran strategis kaum perempuan dan terus mengupayakan percepatan untuk mewujudkan perempuan yang berdaya, mandiri, dan mampu bekerja cerdas dengan tetap mengedepankan semangat kolaboratif.

Dengan pengukuhan tersebut, Menteri Bintang berharap sinergi dan kolaborasi Ikatan Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia semakin kuat untuk mendukung upaya Negara dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, termasuk dalam pembangunan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.   (birohukumdanhumaskemenpppa)