Menteri Bintang Dorong Anak Dilibatkan dalam Musrenbang

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mendorong peningkatan partisipasi anak dalam setiap proses pembangunan diantaranya melalui pembentukan Forum Anak. Sebagai wadah bagi partisipasi anak, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga berharap Forum Anak dapat dibentuk hingga ke tingkat kecamatan dan desa.

“Hak partisipasi ini diharapkan dimanfaatkan sebaik-baiknya, anak-anak Indonesia tidak hanya sebagai penikmat pembangunan tetapi juga ikut berperan di dalam pembangunan itu sendiri. Kami berharap anak-anak di dalam Forum Anak Daerah-Kabupaten, terus menggelorakan pembentukan Forum Anak di tiap kecamatan maupun tiap desa. Selama ini partisipasi anak ditingkat kecamatan dan desa terbilang sangat kecil,” ujar Menteri Bintang dalam dialog virtual bersama Forum Anak dari wilayah Indonesia bagian tengah, Sabtu (17/42021).

Menteri Bintang menambahkan pembentukan Forum Anak hingga tingkat kecamatan maupun desa tidak lepas dari pimpinan daerah. Oleh karena itu, Ia mengimbau agar pemimpin daerah dapat membentuk Forum Anak serta melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan di daerah masing-masing.

“Mudah-mudahan Forum Anak mendapat dukungan dari pimpinan daerahnya. Tidak hanya berhenti pada pembentukannya, tetapi keterlibatan anak-anak dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) terutama Musrenbang kabupaten itu (mereka) diikut sertakan,” ujar Menteri Bintang.

Serupa dengan dialog Menteri Bintang bersama Forum Anak dari wilayah Indonesia bagian barat yang dilakukan sebelumnya, dalam dialog kali ini anak-anak juga membagikan aspirasi, inovasi, hingga kendala yang mereka temui dalam menjalankan perannya sebagai pelopor dan pelapor (2P) di daerah. Sejumlah isu penting yang juga sama disoroti yakni upaya pencegahan perkawinan anak, isu pekerja anak, rokok, bullying, dan stunting.

Menteri Bintang juga memberikan apresiasi atas partisipasi anak-anak di forum anak yang telah menjalankan peran sebagai 2P (pelopor dan pelapor). Menteri Bintang juga mengingatkan agar anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak dapat menjadi contoh bagi teman sebayanya.

Sementara Ketua Forum Anak Kaltim Diky Nugraha mengatakan harapannya agar Kementerian PPPA dapat menjadikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebagai pilot project standarisasi untuk ruang bermain ramah anak.

“Kami berharap Kementerian PPPA dapat mensosialisasikan edaran terkait kewajiban RPTRA disetiap kabupaten/kota dan merujuk pada pembangunan RPTRA yang memiliki standar yang baik,” ujarnya.

Diky juga menyapaikan Forum Anak Kaltim bekerja sama dengan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim untuk menekan pernikahan usia anak melalui upaya terbitnya Instruksi Gubernur Nomor 483/5665/III/DKP3A/2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Anak

“Selain itu, Kaltim juga telah melakukan advokasi dan sosialisasi ke kabupaten/kota yang memiliki angka perkawinan usia anak cukup tinggi,” imbuh Diky. (dkp3akaltim/rdg)

 

E-Learning Pengasuhan Positif Bagi Orang Tua dan Pengasuh

Jakarta — Mendidik anak adalah proses pembelajaran bagi para orangtua dengan harapan tumbuh kembang anak terjaga dengan baik dan hak anak terpenuhi. Dalam setiap proses pengasuhan, baik yang dilakukan oleh orang tua maupun pengasuh, perlu ada pemahaman khusus agar pola pengasuhan yang mereka terapkan pada anak tidak menjurus pada tindak kekerasan yang dapat merugikan anak, baik fisik maupun psikis.

Sebagai upaya mencegah dan menekan angka kekerasan dalam pengasuhan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan uji coba model pengasuhan positif dalam bentuk E-Learning Pengasuhan Positif dengan menargetkan orang tua dan pengasuh.

“Uji coba E-Learning Pengasuhan Positif ini merupakan upaya untuk menjawab tantangan sekaligus solusi bagi 81,2 juta keluarga agar mampu mengasuh anak dengan baik sesuai kaidah hak anak. E-Learning ini diharapkan menjadi alat bantu bagi para orang tua agar mampu mengasuh, mendidik, memelihara dan menumbuhkan pendidikan karakter pada anak tanpa kekerasan,” ujar Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari dalam acara Sosialisasi E-Learning Pengasuhan Positif secara daring, Selasa (13/4/2021).

Perwakilan Save The Children Zaldy Zulkifli menilai pengasuhan positif sangat penting diterapkan karena terkadang orang tua gagal memaknai disiplin dengan tepat sehingga pengasuhan yang dilakukan justru mengarah pada unsur kekerasan.

“Kekerasan masih dianggap efektif dalam mengasuh dan mendidik anak. Ini juga disebabkan karena adanya pemahaman yang kurang tepat terkait dengan disiplin. Selama ini disiplin dipahami sebagai sesuatu yang harus keras, harus membuat anak jera, bersifat menyakiti sehingga dalam praktiknya disiplin identik dengan hukuman,” ujar Zaldy.

Zaldy menambahkan, tantangan dalam pengasuhan akan terus dihadapi orang tua seiring anak tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, orang tua harus meningkatkan kapasitas dan pengetahuannya terkait pengasuhan.

“Menjadi orang tua itu tidak ada sekolahnya, maka kita ingin para calon orang tua, orang tua dan pengasuh juga perlu belajar secara khusus cara menjadi orang tua atau pengasuh. Selama mengasuh anak-anak, kita akan selalu berhadapan dengan tantangan-tantangan dan konflik dalam pengasuhan sejalan dengan pertambahan usia anak. Itu harus dihadapi dengan tidak saling menyakiti dan mengatasi tanpa kekerasan yaitu dengan pengasuhan positif,” jelas Zaldy.

Sebagai informasi, tahun 2020, Kemen PPPA telah mengembangkan Modul Pengasuhan Positif Bagi Orang Tua, Pengasuh dan Lembaga Penyedia Layanan Pengasuhan Berbasis Hak Anak. Guna menjangkau lebih banyak orang tua atau pengasuh dan fasilitator, Kemen PPPA di tahun 2021 bekerja sama dengan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mengembangkan modul ke dalam bentuk e-learning.

E-learning Pengasuhan Positif dapat diakses gratis melalui https://elearning.kemenpppa.go.id dengan terlebih dahulu melakukan pendaftaran akun.  Materi yang dapat dipelajari di dalam E-Learning pengasuhan positif terbagi dalam enam sesi. Sesi pertama, berisi pembelajaran terkait hak anak dalam pengasuhan. Sesi dua, terkait dasar-dasar pengasuhan yang berisi tentang definisi pengasuhan, refleksi pengasuhan dan piramida pengasuhan. Sesi tiga, terkait dengan kelekatan dan cara membangun kelekatan, serta peran ayah dan dampaknya dalam pengasuhan. Sesi empat, terkait disiplin positif. Sesi lima, terkait perkembangan anak dan sesi enam, terkait pemecahan masalah. (birohukumdanhumaskemenpppa)

DIsdukcapil se Kaltim Konsultasi dan Koordinasi ke Ditjen Dukcapil Kemendagri

Jakarta — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (DKP3A) Kaltim dan Kepala Dinas Dukcapil se Kaltim melakukan kunjungan kerja dan silaturrahim ke Ditjen Dukcapil Kemendagri, Kamis (15/4/2021).

Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan selain silaturahmi, kunjungan ini berkaitan dengan adanya pemutakhiran data berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah sesuai dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Sehingga kita perlu melakukan konsultasi dan koordinasi untuk menyamakan persepsi guna mendukung pemutakhiran data yang dilakukan KPUD,” ujarnya.

Soraya melanjutkan, bahwa KPU, KPU provinsi dan kabupaten/kota berkewajibann melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memeprhatiakn data kependudukan sesuai dengan ketentuan.

Sesuai dengan Surat Dirjen Dukcapil tentang penuntasan Suket dan PRR, Pemutakhiran Data Pemilih dan Pelayanan yang Bebas Pungli/Percaloan, maka kepala dinas Dukcapil kabupaten/kota menerbitkan dukungan dengan memberikan NIK dan Nama kepada KPUD.

“Selanjutnya, dilakukan proses pemutakhiran dengan menggunakan username dan password yang telah diberikan kepada KPUD,” imbuh Soraya.

Sementara Direktur Pencatatan Sipil Ditjen Dukcapil Kemendagri Handayani Ningrum mengapresiasi kinerja dan kekompakan Provinsi Kaltim.

“Kedepan agar terus ditingkatkan dan jangan berpuas diri untuk memberikan pelayanan yang membahagiakan masyarakat,” katanya.

Saat ini, pengelolaan pelayanan adminitrasi kependudukan di Kaltim berada pada level 4, yang merupakan level tertinggi dalam kriteria pengelolaan dukcapil.

Sebagai informasi, sampai dengan 31 Maret 2021 data perekaman KTP-el telah mencapai 96,47%. Sementara data kepemilikan akta kelahiran anak 0-18 tahun mencapai 96,40% dan data kepemilikan Kartu Identitas Anak (KIA) mencapai 38,82%. Pencapaian tersebut telah melebihi target nasional pada 31 Desember 2021. (dkp3akaltim/rdg)

 

Menteri Bintang Minta Penggunaan Anggaran DAK Tepat Sasaran

Denpasar — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga meminta pemerintah daerah untuk mengawal dan memastikan proses penggunaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK-NF-PPA) dapat dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya.

“DAK Non Fisik Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak penting untuk dikawal. DAK Non Fisik ini merupakan langkah awal kita untuk menjalankan tanggungjawab dalam menyediakan layanan rujukan akhir bagi korban kekerasan, sekaligus upaya penanganan atas banyaknya kasus terkait perempuan dan anak yang harus segera ditangani secara komprehensif oleh seluruh pihak, khususnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA),” ungkap Menteri Bintang dalam Rapat Pemantauan Pelaksanaan DAK NF Pelayanan PPA Tahun Anggaran 2021 yang dilaksanakan secara daring, Senin (12/04/2021) .

Penyaluran DAK Non Fisik Pelayanan PPA merupakan yang pertama kalinya dilaksanakan oleh Kemen PPPA dengan nilai sebesar Rp101,747 miliar.  Penyaluran DAK ini menurut Menteri Bintang merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA yang menegaskan penambahan tugas dan fungsi Kemen PPPA dalam penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Pemerintah daerah dengan Dana Alokasi Khusus diharapkan dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan perlindungan perempuan dan anak di wilayahnya.

Penyaluran DAK Non Fisik Pelayanan PPA juga bertujuan membantu daerah meningkatkan layanan bagi korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “Dengan DAK NF PPA, diharapkan cakupan dan kualitas layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO di daerah menjadi optimal,” tambah Menteri Bintang.

Menteri Bintang menegaskan penyaluran DAK NF PPA ke daerah didasarkan pada beberapa kriteria yang harus dipenuhi termasuk kesiapan  daerah tersebut untuk menyalurkannya. Untuk mendapatkan DAK tersebut tiap daerah harus melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).

“Banyak pertimbangan untuk penetapan daerah yang mendapatkan DAK NF PPA terkait kriteria yang harus dipenuhi, kesiapan, maupun kendala yang dihadapi setiap daerah. Adanya daerah yang belum mendapatkan DAK disebabkan karena daerah tersebut tidak melaporkan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya. Kami harap daerah-daerah ini dapat melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui SIMFONI PPA,” terang Menteri Bintang.

Menteri Bintang meminta kepada daerah yang telah menerima DAK untuk profesional dalam melaksanakan program dan kegiatan, agar penggunaannya sesuai target dan sasaran dan dipertanggungjawabkan dengan baik.

“Untuk seluruh 216 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi, kami harap bisa memanfaatkan DAK dengan sebaik-baiknya. Bagi daerah yang belum menerima DAK, perlu adanya perbaikan laporan terkait update kasus-kasus terkait perempuan dan anak yang terjadi di wilayahnya. Kami mohon kerja nyata dan kerja keras untuk mempertanggungjawabkan hal tersebut, dibutuhkan sinergi untuk dibangun dengan kekuatan yang ada, tidak hanya dengan OPD, tapi juga dengan lembaga masyarakat,” jelas Menteri Bintang.

Proses pelaksanaan DAK NF PPA dilaksanakan melalui bantuan operasional pelayanan pemulihan perempuan dan anak korban kekerasan, maupun TPPO, dan selama proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan; bantuan operasional pencegahan melalui pembiayaan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO, dan bantuan operasional penguatan UPTD PPA di provinsi, kabupaten dan kota yang menjadi sasaran DAK.

Pada acara ini, Menteri Bintang juga meminta para perwakilan pemerintah daerah untuk menjelaskan kesiapan serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan DAK tersebut.  Sebanyak empat provinsi yaitu NTB, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, dan 11 kabupaten/kota diketahui belum menyampaikan berita acara persetujuan DAK. Adapun berbagai kendala yang diungkapkan perwakilan dari pemerintah daerah tersebut karena berbagai hambatan dalam teknis pengelolaan maupun pemisahan anggaran DAK yang menyatu dengan APBD.

DKP3A Kaltim Advokasi Kabupaten Kutai Barat Menuju KLA

Sendawar — Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Kutai Barat melaksanakan Advokasi Kebijakan dan Pendampingan Pemenuhan Hak Anak Pada Lembaga Melalui Workshop KLA, di Gedung Aji Tullur Jejangkat Kantor Bupati Kubar, Rabu (24/3/2021)

Workshop dibuka oleh Bupati Kutai Barat FX.Yapan didamping Sekda Ayonius dan Plt Kepala DP2KBP3A Kubar  Bahtiar.

Bupati menyampaikan terima kasih atas dukungan kepada Pemerintah Provinsi Kaltim atas kepedulian untuk kemajuan dan berkembangnya Kabupaten Kutai Barat menuju Kabupaten Layak Anak.

“Semoga dengan terselenggaranya Workshop ditempat ini bisa mendorong Kabupataten Kutai Barat memenuhi atau meraih Skor Kategori Pratama sebagai Kabupaten Layak Anak”. ujarnya.

Ia berharap kegiatan ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh peserta workshop. Tim Gugus KLA ini dapat melaksanakan perannya dengan sungguh-sungguh

“Sebab urusan menuju Kabupaten/Kota Layak Anak bukan hanya menjadi tanggungjawab DP2KBP3A semata, tetapi adalah tanggungjawab kita bersama. segala sesuatu yang berkaitan dapat di rasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Ini adalah tugas yang mulia marilah kita emban dan laksanakan dengan kemampuan terbaik yang kita miliki,” terang Bupati FX Yapan..

Sebagai informasi, Kutai Barat telah terpilih dan ditetapkan melalui SK Gubernur pada Tahun 2019 sebagai salah satu Kabupaten Pengembang Menuju Kabupaten/Kota Layak Anak.

Selanjutnya, sejak tahun 2017 melalui Peraturan Bupati Nomor 33 telah disusun Rencana Aksi Daerah KLA dengan beberapa peningkatan Kapasitas SDM untuk Tenaga Kesehatan, Tenaga Pendidikan dan Forum Anak.

Sementara menurut Kepala Bidang PPPA Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Junainah mengatakan, tujuan dari kegiatan KLA adalah untu memenuhi hak anak dan perlindungan anak secara khusus. Selain itu, membangun inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang mengarah kepada upaya perubahan dalam penanganan perlindungan anak dan konvesi hak anak (KHA)

“Hal tersebut terimplementasi dalam bentuk program dan kegiatan pembangunan dalam pemenuhan hak anak serta perlindungan anak pada satu wilayah kabupaten dan kota,” terangnya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 25 peserta secara offline dan 25 peserta secara online melalui Aplikasi Zoom Meeting. (dkp3akaltim/rdg)

Kerja Bareng Untuk Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita, melakukan Rapat Koordinasi Pejabat Struktural Esselon III dan IV Lingkup DKP3A Kaltim, di Ruang Rapat Kadis, Senin (12/4/2021).

Sorayalita mengatakan perlu dukungan seluruh pihak untuk menjalankan amanah baru sebagai pimpinan di DKP3A Kaltim.

“Kita harus kerja bareng untuk mencapai program kegiatan yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, menjadi tugas bersama untuk meningkatkan capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di Kaltim. Selain itu, lima arahan presiden perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan anak.

Lima arahan presiden Joko Widodo antara lain, Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan, Peningkatan Peran Ibu dalam Pendidikan Anak, Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Penurunan Pekerja Anak dan Pencegahan Perkawinan Anak.

“Selain lima arahan presiden, kita juga mendukung penuh Misi satu Gubernur Kaltim yaitu Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas,” imbuh Soraya.

Selanjutnya, perlu terus disosialisasikan terkait perencanaan penganggaran yang responsif gender sehingga laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

Selain memberikan arahan, Soraya juga mendengarkan laporan setiap bidang terkait program kegiatan yang telah dilakukan dan saran membangun untuk kemajuan DKP3A Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

Kemen PPPA Dorong Satuan Pendidikan Semakin Ramah Anak dan Remaja

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong satuan pendidikan semakin empatik dan ramah terhadap anak dan remaja sebagai upaya menekan risiko gangguan psikososial yang marak terjadi saat ini.

Gangguan psikososial pada anak dan remaja harus segera ditangani. Berdasarkan data hasil kajian Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2020 tercatat sebanyak 4,3 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan di tingkat SMP dan SMA memiliki keinginan bunuh diri.

Namun, kondisi gangguan psikososial yang dialami anak dan remaja tidak banyak disadari dan diketahui oleh berbagai pihak, termasuk tenaga pendidik di satuan pendidikan. Akibatnya, pihak sekolah maupun guru memberikan penanganan yang kurang tepat pada anak tersebut.

“Gangguan psikososial pada anak dan remaja tidak bisa dianggap enteng. Harus segera ditangani. Jika dibiarkan dapat menyebabkan efek bola salju dan berbahaya bagi anak itu sendiri, lingkaran pertemanan, dan lingkungan sosialnya. Gangguan psikososial pada anak dan remaja merupakan suatu masalah yang kadang tidak terlihat oleh mata, tapi tanda-tandanya dapat terdeteksi. Oleh karenanya, perlu pengamatan khusus oleh orang-orang di sekitarnya, salah satunya guru. Guru merupakan pihak yang objektif dalam mengamati apakah seorang anak mengalami gangguan psikososial atau tidak,” jelas Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik secara virtual. (7-9/4/2021)

Nahar mengimbau jika salah satu peserta didik menampakkan perilaku yang tidak biasa dari sebelumnya, maka pihak satuan sekolah agar mulai menggali persoalan anak tersebut, dengan begitu dapat melakukan deteksi dini dari persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

 

Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kemen PPPA, Elvi Hendrani mengatakan bahwa saat ini masih banyak pihak yang tidak peka melihat perubahan perilaku anak-anak yang sebenarnya merupakan indikasi awal kecenderungan gangguan psikososial. Elvi mengingatkan agar hal ini jangan sampai berujung pada bunuh diri.

Oleh karenanya, salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemen PPPA untuk menurunkan risiko gangguan psikososial yang terjadi pada peserta didik adalah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 meluncurkan Buku Penanganan Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik.

Buku ini bertujuan untuk membantu seluruh tenaga pendidik agar memahami dan membangun kerja sama yang baik dalam memberikan pertolongan pertama terkait gangguan psikososial yang dialami peserta didik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Psikolog, Rahajeng Ikawahyu Indrawati yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini juga menginfokan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pihak satuan pendidikan ketika menemukan tanda-tanda gangguan psikososial pada peserta didik. Pertama adalah mewawancarai anak. Ketika wawancara diharapkan pihak sekolah lebih banyak mendengarkan anak secara aktif dan berfokus pada apa yang dirasakan anak. Ini merupakan latar belakang mengapa anak melakukan sesuatu.

Kedua, menanyakan kepada pihak lain, diantaranya guru, wali kelas, dan teman-temannya. Ketiga, berkomunikasi dengan orangtua. Keempat, konseling dan stabilisasi. Konseling yang dilakukan tidak hanya memberikan saran saja, namun juga memahami apa yang anak alami. Kelima, psikoedukasi. Keenam, merujuk ke seorang ahli.

Sementara itu, Psikiater, Shelly Iskandar mengatakan seluruh sistem satuan pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan dukungan dan harapan pada anak-anak yang mengalami gangguan psikososial, salah satunya dengan metode DEKAP.

DEKAP adalah pertolongan pertama mempertahankan kesehatan mental. DEKAP adalah Dengarkan dan nilai kegawatan, Empati (berikan informasi dan dukungan), Kerjakan (bantu solusi dan mencari pertolongan profesional), dan Pertahankan kesehatan mental.

Selanjutnya, akan dilakukan bimtek lanjutan dan supervisi oleh fasilitator nasional kepada satuan pendidikan terpilih. (hukumdanhumaskemenpppa)

DKP3A Kaltim Terima Kunker Disdukcapil Berau

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menerima Kunjungan Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Berau, di Ruang Rapat Kepala DKP3A Kaltim, Jumat (9/4/2021).

Rombongan dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Dukcapil Berau David Pamuji. Hadir pula Kasubdit Pengesahan Kelahiran dan Kematian Ditjen Dukcapil Kemendagri selaku PJ. Korwil III Wilayah Kalimantan, Sakaria.

Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, secara umum kinerja Disdukcapil Berau sangat baik dan sudah diatas rata-rata nasional. Terkait inovasi yang telah dilakukan oleh Disdukcapil Berau dalam memberikan layanan kepada masyarakat ditengah Pandemi Covid-19, Pemprov Kaltim sangat mengapresiasi dan mengharapkan hal ini bisa dijadikan contoh Kabupaten/Kota yang Iain untuk meningkatkan kualitas layanan menuju layanan yang membahagiakan masyarakat.

Soraya juga mengimbau yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pemanfaatan data. Saat ini terdapat 5 OPD yang telah menandatangai PKS tetapi belum ada implementasi pemanfaatan datanya melalui Data Ware House (DWH).

“Untuk itu agar segera dilakukan koordinasi secara intensif dengan Direktorat Pemanfaatan Data Ditjen Dukcapil sehingga pemanfaatan data bisa segera terwujud tidak hanya sebatas PKS,” ujarnya.

Pj. Korwil Wilayah Ill Sakaria, mengatakan kinerja DKP3A Kaltim secara umum sudah baik tetapi perlu terus ditingkatkan.

“Khususnya yang menjadi perhatian adalah tingkat perekaman di Kabupaten Kutai Timur yang baru mencapai 83,5 persen sedangkan Kabupaten/Kota yang Iain sudah diatas 95 persen. Untuk itu Provinsi. Kaltim harus berkoordinasi dengan kabupaten/kota lain untuk melakukan Pelayanan Terpadu Gotong Royong Penuntasan Perekaman KTP-eI,” terang Sakaria. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Lakukan Advokasi PUG di Mahulu dan Kubar

Sendawar — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melakukan Advokasi Kebijakan dan Pendampingan Pelaksanaan PUG termasuk PPRG Kewenangan Provinsi di Kabupaten Mahakam Ulu dan Kutai Barat, Selasa – Rabu (6-7/4/2021).

Kabid Kesetaraan Gender sekaligus Fasilitator PUG Dwi Hartini mengatakan, indikator pencapaian pembangunan pemberdayaan perempuan di Kalimatan Timur juga menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, capaian Indeks Pembangunan Gender Provinsi Kalimantan Timur sebesar 85.63, meningkat menjadi 85.98 pada tahun 2019 namun mengalami sedikit penurunan sebesar 85.70 pada tahun 2020 dikarenakan pandemi Covid-19.

Beragam upaya dilakukan dalam rangka mengintegrasikan isu gender dalam program kegiatan yang bersifat lintas sektor baik berupa penguatan kelembagaan, komitmen maupun kebijakan di daerah. Sebagai gambaran, pada tahun 2019 capaian IPG Kabupaten Kutai Barat sebesar 83.84 dan meningkat pada tahun 2020 sebesar 83.87, dengan capaian IPM perempuan sebesar 64,70 pada tahun 2019 namun mengalami penurunan sebesar 64,27 di tahun 2020 dikarenakan pandemi Covid-19.

“Sementara pada Kabupaten Mahakam Ulu, capaian Indeks Pembangunan Gender tahun 2019 sebesar 80,89 dan mengingkat menjadi 80,98 pada tahun 2020. Capaian IPM perempuan pada tahun 2019 sebesar 60,28 dan turun menjadi 59,81 pada tahun 2020. Penigkatan capaian indeks pembangunan gender ini meggambarkan adanya upaya pengintegrasian gender di semua bidang pembangunan dalam penyusunan kebijakan dan program di seluruh ranah politik, ekonomi, sosial dan budaya berbasis pada keadilan gender,” ujarnya.

Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh aparatur pemerintah selaku pelaku pembangunan dan sekaligus penggerak PUG itu sendiri yaitu Bappeda sebagai Ketua POKJA PUG dan anggota tim penggerak / Driver PUG meliluti BPKAD, Inspektorat dan Dinas PPPA Kabupaten/Kota.

Dwi berharap pembangunan pemberdayayan perempuan dan perlindungan anak akan menjadi program dan kegiatan yang terintegrasi oleh OPD Driver di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu

“Selain itu, diharapkan Perencanaan dan Penganggaran di Kabupaten Kubar dan Mahakam Ulu dapat responsif gender serta meningkatnya IPG dan IDG di Kubar dan Mahakam Ulu. Dengan advokasi kita berupaya membangun kapabilitas aparatur OPD Driver, sehingga kedepan dapat menyusun anggaran responsif gender,” imbuh Dwi.

Sebagai informasi Advokasi dibuka oleh Asisten Pemerintahan dan Humas  Dodit Agus Riyono berlangsung di Ruang Rapat Bappeda Mahulu, pada Selasa (6/4/2021) dan dibuka oleh Sekda Kubar Ayonius di Ruang Serbaguna Kantor Bupati Kutai Barat pada Rabu (7/4/2021). Kegiatan ini diikuti masing-masing OPD dengan menerapkan Prosedur Kesehatan Covid-19. (dkp3akaltim/rdg)

Perempuan dalam Pusaran Terorisme, Harus Dicegah Bersama

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak perempuan Indonesia untuk sama-sama mewaspadai dan mencegah semaksimal mungkin keterlibatan perempuan dalam pusaran terorisme.

Hal itu menjadi benang merah dari Media Talk tentang ‘Perlindungan Perempuan dari Paham Terorisme dan Ekstremisme’ yang diselenggarakan Kemen PPPA secara daring, Rabu (07/4/2021).

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Valentina Gintings mengatakan, isu perempuan masuk ke dalam terorisme dan ekstremisme ini sebenarnya bukan hal baru. Tapi saat ini, makin menjadi sorotan saat dua aksi terorisme di Makassar dan Mabes Polri, belum lama ini, melibatkan perempuan.

“Ada titik-titik lemah (perempuan) yang mereka (teroris) itu sudah paham, cara mempengaruhinya. Isu perempuan masuk ke dalam terorisme dan ekstremisme ini sebenarnya bukan hal baru, tapi kok sepertinya semakin banyak. Artinya diproses pencegahan dan penanggulangannya kita harus pastikan,” ujar Valentina.

Valentina menuturkan perempuan dan anak dapat berada dalam 3 posisi pada pusaran terorisme, pertama sebagai kelompok rentan terpapar, kedua sebagai korban, dan ketiga sebagai pelaku. Ia juga menambahkan ada beberapa faktor penyebab perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme, yaitu karena faktor budaya patriarki, ekonomi, dan akses informasi.

Budaya patriarki membuat perempuan harus patuh pada suami dan mengikuti apa yang dikatakan suami.

“Kemudian, ketergantungan perempuan kepada suami dari sisi ekonomi, karena tidak punya pegangan dari segi ekonomi jadi apa pun yang dikatakan suami ya mereka (terpaksa) ikut saja. Perempuan yang berada dalam ruang lingkup yang kecil juga terkadang tidak mendapat informasi yang luas terkait radikalisme sehingga mereka gampang dipengaruhi. Ini hanya sebagian faktor-faktornya,” jelas Valentina.

Di samping itu, faktor sosial, perbedaan pola pikir, dan adanya doktrin dari keluarga atau lingkungan sekitar, serta karakteristik perempuan yang memiliki perasaan lebih sensitif dan emosi yang labil juga disebut Valentina sebagai faktor penyebab lainnya.

“Kemen PPPA melihat peran perempuan sebagai ibu sangat strategis dalam mentransmisikan ideologi radikal, jadi perlu mempersiapkan keluarga-keluarga agar lebih baik lagi dan ketahanan keluarga menjadi penting. Kita juga akan melakukan strategi komunikasi kelompok perempuan melalui Perempuan Pelopor Perdamaian. Ini akan kita aktivasi lagi dan mudah-mudahan proses pencegahannya ini bisa jauh lebih kuat tentunya bekerja sama dengan BNPT,” ungkap Valentina.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan Terorisme BNPT Birgjen Pol. Akhmad Nurwakhid membenarkan kecenderungan perempuan rentan terpapar ideologi radikalisme.

“Seseorang dapat terpapar radikalisme secara cepat itu relatif, tapi perempuan lebih cepat dan kecenderungannya lebih sulit untuk di deradikalisasi,” ujar Akhmad.

Akhmad juga menuturkan setiap orang punya potensi untuk terpapar ekstremisme dan terorisme, tidak terikat pada jenis kelamin, latar belakang, suku, agama, ras bahkan latar belakang pendidikan maupun kadar tingkat intelektualitas. Menurut Akhmad, ideologi yang radikal merupakan akarnya.

“Potensi radikal yang dimiliki seseorang dapat menjadi niat atau motif radikal yang mengarah pada aksi terorisme, dan ekstremisme ketika dipicu oleh beberapa faktor dan adanya momen. Misalnya, ada anggota keluarga yang memiliki paham radikalisme apalagi oleh ibu atau orang tua. Ini menjadi musuh dan tanggung jawab kita bersama, sehingga kita harus bersatu bersama-sama di dalam pencegahan penanggulangan radikalisme dan terorisme,” tutur Akhmad.

Ketua Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia, Prof. Amany Lubis Fatwa menerangkan sesuai fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, MUI menegaskan bahwa segala tindakan teror yang menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat hukumnya haram.

“Kita harus selalu mengingatkan diri kita, lingkungan kita, masyarakat kita semua agar selalu waspada. Aksi kekerasan, apa pun bentuknya tidak ada dasarnya dalam agama. Baik itu relasi gender, maupun relasi rakyat dengan negara. Relasi apa pun kalau itu kekerasan tidak dibenarkan dalam agama. Solusinya, kita harus meningkatkan kebersamaan kita,” ujar Prof. Amany.