Pelanggaran Hak Anak, Perkawinan Anak Bukan Pilihan

Jakarta — Beberapa waktu lalu, media sosial diramaikan kontroversi seorang youtuber yang membuat video dan membagikan pengalamannya menikah dengan anak perempuan berusia 16 tahun pada tahun 2019. Saat itu revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum disahkan sehingga celah tersebut membuat youtuber itu merasa bebas untuk meromantisasi perkawinan usia anak. Hal ini menimbulkan banyak kritikan karena tindakan tersebut dianggap dapat menormalisasi praktek perkawinan usia anak.

“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan berarti juga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), karena hak anak bagian dari HAM,” tegas Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin saat membuka media briefing dengan tema “Kawin Usia Anak Bukan Pilihan” melalui video conference, Rabu (20/05).

Menurut Lenny, pembentukan konsepsi keluarga dalam perkawinan di era globalisasi mempengaruhi cara pandang anak sehingga orang dewasa di sekitar anak terutama orang tua dan keluarga perlu memberikan pemahaman yang benar kepada anak tentang konsep keluarga dan perkawinan. Usia perkawinan anak perempuan juga telah dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Kita harus secara terus menerus memberikan pemahaman kepada semua pihak, utamanya anak serta keluarga dan orang tua tentang pentingnya memahami konsepsi perkawinan yang harus dilandasi dengan nilai-nilai, dan bahwa perkawinan jangan dilihat manis-manisnya saja atau romantismenya saja, tapi banyak di balik itu yang harus dipersiapkan dan akan dialami pasca perkawinan itu sendiri. Dari data yang ada bisa dilihat dampak perkawinan anak, seperti drop-out sekolah, gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya, dan karena tingkat pendidikan rendah maka mereka (jika terpaksa harus bekerja) berpotensi bekerja di sektor informal dengan upah rendah. Ketiga faktor tersebut (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) akan mempengaruhi angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM); dan bahkan juga akan berpengaruh pada capaian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals,” jelas Lenny.

Menanggapi hal ini, Psikolog Allisa Wahid yang juga menjadi narasumber, menyebutkan masih ada cara pandang lama masyarakat tentang perkawinan yang akhirnya bisa melanggengkan perkawinan anak.

“Faktor yang utama itu adalah pandangan tentang anak perempuan. Artinya yang mendorong budaya, masyarakat bahkan keluarga hingga tokoh agama mendukung perkawinan anak karena anak perempuan itu dianggap tidak perlu sekolah tinggi atau cukup dengan menjadi istri. Ini yang perlu diubah,” jelas Allisa Wahid.

Menurut Allisa Wahid, dari posisi anak, alasan anak terdorong untuk melakukan perkawinan anak karena adanya informasi atau pengaruh eksternal.

“Dari sisi anak, ternyata faktornya adalah karena mereka terjebak romantisme perkawinan. Terlalu banyak menonton film yang melihat bahwa kawin itu modalnya cukup cinta. Mengapa demikian? Ya karena memang masih anak, jadi pemahaman mereka terhadap perkawinan masih belum cukup,” tambah Allisa.

Menanggapi persoalan ini, Ketua KPAI Susanto menyatakan bahwa viralisasi pemberitaan, akan berpotensi mendekatkan anak dengan informasi perkawinan dan rentan mempengaruhi cara berfikir serta perilaku anak.

“Pencegahan perkawinan anak berbasis komunitas perlu dikembangkan agar anak teredukasi akan pentingnya kematangan dalam melangsungkan perkawinan,” ujar Ketua KPAI, Susanto.

Pandangan tersebut juga dikuatkan oleh Ketua Forum Anak Nasional Tristania Faisa, “Kami yang menjadi peer grup berperan besar melakukan perubahan cara pandang teman-teman kami agar tidak menikah di usia anak karena dampaknya yang merugikan dan melanggar hak anak. Kami juga berperan sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) untuk mendukung pencegahan perkawinan anak,” ujar Tristania.

 

Di sisi lain, dari perspektif media, Peneliti Media Roy Thaniago menuturkan jika konten di youtube dan media massa sering membingkai perkawinan anak dalam cerita romantis dan unik sehingga seolah dianggap normal dan bukan suatu masalah.

Lenny mengingatkan agar seluruh pihak mendukung upaya untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang lebih penting adalah bagaimana di tingkat pelaksanaannya. Pelibatan seluruh agen perubahan di era global saat ini sangat diperlukan, karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Partisipasi dan peran anak, keluarga, lembaga pendidikan, lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dunia usaha, media, serta pihak-pihak lain perlu bersinergi dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

“Anak itu adalah peniru ulung. Apapun yang dilakukan oleh orang dewasa, anak itu meniru dengan mudah. Nah, bagaimana agen-agen perubahan di era global dan digital saat ini bisa kita buat lebih produktif dan kreatif dalam keikutsertaannya mencegah perkawinan anak. Menghentikan perkawinan anak adalah tanggung jawab semua pihak. Dibutuhkan sinergi bersama seluruh pemangku kepentingan hingga ke tingkat akar rumput untuk mewujudkannya,” tambah Lenny.

Dalam dialog tersebut,  jurnalis Sonya Hellen Sinombor sebagai moderator, dihadiri oleh awak media, serta Pemda dan Forum Anak dari berbagai daerah, aktivis perempuan dan anak, organisasi masyarakat, serta masyarakat umum.

Pada akhir sesi, Lenny juga menyampaikan pesan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, bahwa kita perlu menjadi manusia kreatif dan adaptif yang mampu menghadapi tantangan dalam memanfaatkan teknologi untuk membangun kepercayaan, kerja sama, serta sinergi bersama menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045. (mediadanpublikasikemenpppa)

Sharing Online Layanan Konseling Sejiwa

Samarinda — Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim melakukan sharing online Layanan Konseling Sehat Jiwa (Sejiwa) bersama Ketua Himpsi Kaltim, Ketua Satgas Sejiwa Kaltim dan Direktur RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, Senin (18/5/2020).

Kepala DKP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan Kelompok Rentan Terdampak (KRT) penyebaran Covid-19 yaitu bayi, anak-anak, ibu hamil/menyusui, penyandang disabilitas dan  lanjut usia.

“KRT ini sangat merasakan dampaknya dari sisi ekonomi, sosial dan psikologis. Ditambah lagi pada masa recovery dampak lanjutannya masih berlangsung. Oleh karena itu, dampak psikologis ini juga sangat penting karena mempengaruhi jiwa seseorang. Kemudian untuk mengantisipasi ini semua, Kemen PPPA menginisiasi Gerakan Berjarak dengan tujuan untuk memastikan kelempok rentan terdampak memperoleh akses dan perlindungan yang mengedepankan prinsip-prinsip terbaik bagi kelempok rentan,” ujarnya.

Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak) memiliki 10 aksi yang mencakup pencegahan dan penanganan.

Selain Gerakan Berjarak, Kemen PPA juga melaunching Layanan Sejiwa yang merupakan layanan bantuan konsultasi psikologi untuk sehat dan jiwa atau Sejiwa. Diluncurkan oleh Kantor Staf Presiden (KSP), pada 29 April 2020. Layanan ini ditujukan untuk membantu menangani potensi ancaman tekanan psikologi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dengan call center 119 ext 8.

Halda melanjutkan Survei AADC-19 oleh Forum Anak menunjukkan 99% bahwa Belajar di Rumah merupakan program yang sangat penting. 58% menyatakan perasaan tidak menyenangkan selama menjalani program Belajar di Rumah. 49% menyatakan bahwa program Belajar dari Rumah membebani anak melalui tugas yang banyak. 32% menyatakan didampingi oran gtua selama belajar dan berkegiatan di rumah. 15% menyatakan dibantu orang tua dalam menyelesaikan tugas dan 31% menyatakan bahwa orang tua memberikan alternatif kegiatan lain untuk mengusir kejenuhan.

Ia juga menuturkan semua anak adalah anak kita. Jika satu keluarga  terlindungi akan banyak keluarga terselamatkan. “Jadi kita harus jaga dulu keluarga kita untuk menyelamatkan keluarga lainnya,” terang Halda.

Sementara Ketua Satgas Sejiwa Kaltim Evi Kurniasari mengatakan, masyarakat dapat konsultasi dengan tenaga psikolog melalui hotline 119 ext. 8, yang juga merujuk kepada hotline unit pengaduan Kemen PPPA yaitu 0821-2575-1234 / 0811-1922-911 atau melalui web browser http://bit.ly/kamitetapada, dan surat elektronik (email) pengaduan@kemenpppa.go.id.

Hotline layanan Sejiwa juga terhubung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)/P2TP2A serta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Forum Pengada Layanan (FPL) yang ada di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, sesuai lokasi pelapor berada.

Evi menegaskan, selain menjaga kesehatan tubuh, sangat penting menjaga kesehatan metal. “Kenapa? Memang gangguan emosi itu tidak terlihat tetapi dapat menyebabkan penderitaan bahkan penderitaannya dapat bersifat jangka panjang. Kita perlu juga menyadari orang-orang yang memiliki kerentanan dalam kesehatan mental itu ternyata menurunkan imun tubuh,” katanya.

Sementara itu Ketua Himpsi Kaltim Nuraida Wahyu mengimbau, agar masyarakat selalu menjaga kesehatan dan menjaga jarak. “Sehingga lebih aman jika kita dirumah tetap jaga jarak dan jangan lupa jaga kesehatan jiwa kita. Salam Sejiwa!,” tegasnya.

Sedangkan Direktur RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Padilah Mante Runa menyampaikan, imbauan PSBB, bekerja dari rumah, larangan mudik, membuat masyarakat, PDP dan OTG dapat mengalami reaksi stres akut, stress pasca trauma, gangguan penyesuaian, depresi hingga ada yang telah melakukan bunuh diri yang memerlukan dukungan psikososial dari para ahli dibidangnya.

Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial selama pandemi Covid-19 dapat berupa peningkatan imunitas fisik, peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan masalah kesehatan jiwa, mengurangi stress, relaksasi fisik, berfikir positif dan mempertahankan serta meningkatkan hubungan interpersonal.

Padilah menambahkan, RSJD Atma Husada Mahakam membuka hotline di nomor 08115878787 untuk menerima keluhan mental masyarakat dengan dibantu tenaga psikiater dan psikolog klinis. “Mari kita berdoa Corona berlalu tanpa bekas,” Harap Padilah. (dkp3akaltim/rdg)

 

 

 

Kemen PPPA Pastikan Hak Kepemilikian Akta Kelahiran Anak Terpenuhi di Wilayah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar pertemuan virtual Forum Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan anak di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Pertemuan ini digelar mengingat pemenuhan hak anak harus dilaksanakan dengan prinsip non diskriminatif yang diberikan kepada semua anak tanpa pengecualian, termasuk bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus maupun anak yang tinggal di wilayah 3T.

“Anak merupakan makhluk yang paling rentan, untuk itu hak-haknya harus dipenuhi. Salah satunya adalah hak kepemilikan akta kelahiran. Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat cakupan kepemilikan akta kelahiran anak, baik melalui sosialisasi, advokasi, maupun penandatanganan nota kesepahaman bersama 8 (delapan) kementerian tentang percepatan peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran dalam rangka perlindungan anak, serta forum koordinasi percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi anak,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin pada Pertemuan Forum Koordinasi tersebut yang dilakukan melalui video conference (14/05).

Lebih lanjut, Lenny menambahkan perlu adanya kerjasama lintas sektor untuk pemenuhan hak identitas bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

“Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per Desember 2019, dari total 646 anak berhadapan dengan hukum di LPKA, terdapat 349 anak yang sudah memiliki KIA. Pada tahun 2020, target pemenuhan hak kepemilikan KIA di LPKA adalah sebesar 60 persen,” tutur Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Kementerian Hukum dan HAM, Slamet Prihantara.

Pada forum pertemuan tersebut, Kasubdit Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Mas Kahono Agung Suhartoyo mengungkapkan setiap anak berhak atas identitas diri yang tertuang dalam akta kelahiran. Terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dalam pemenuhan hak kepemilikan akta kelahiran bagi anak, yaitu beberapa lokasi LKSA jauh dari lokasi pelayanan akta kelahiran, kurangnya pemahaman petugas LKSA mengenai pembuatan akta kelahiran, serta implementasi kerjasama lintas sektor yang terhambat oleh birokrasi yang terlalu panjang.

“Menurut data Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) Kementerian Sosial per 7 April 2020, terdapat 183.108 anak yang tinggal di LKSA. Dari jumlah tersebut, terdapat 178.890 anak yang sudah memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK),” tambah Mas Kahono.

Di samping itu, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Samsul Widodo mengatakan bahwa salah satu hambatan dalam percepatan akta kelahiran di daerah 3T adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya akta kelahiran dan hak-hak lainnya.

“Untuk itu, harus ada cara-cara yang tidak biasa terkait kondisi daerah 3T. Perlu koordinasi dan berbagai upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, salah satunya dengan membuat Pedoman Bersama untuk Percepatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran yang ditandatangani oleh stakeholder terkait dan didistribusikan hingga ke tingkat desa. Selain itu, perlu adanya kerjasama antar lembaga dan pemanfaatan sumber daya yang ada secara maksimal. Relawan desa merupakan salah satu sumber daya yang dapat dilibatkan dalam mempercepat kepemilikan akta kelahiran,” ungkap Samsul.

Asdep Infrastruktur, Ekonomi, dan Kesejahteraan Rakyat Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Heru Tjahyono menuturkan perlu pendekatan khusus untuk mempercepat pemenuhan hak sipil anak di wilayah perbatasan.

“Ada beberapa hal yang menjadi kendala pemenuhan kepemilikan akta kelahiran bagi anak di wilayah perbatasan, yaitu  masih banyak masyarakat yang belum peduli akan pentingnya akta kelahiran, kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi SPTJM, adanya pernikahan adat yang tidak tercatat secara sah menurut hukum negara, sulitnya akses transportasi menuju lokasi pelayanan, serta pelayanan daring yang belum dapat dijangkau karena jaringan internet masih minim,” terang Heru.

Sedangkan Direktur Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Andi Kriarmoni meyampaikan bahwa saat ini sudah ada regulasi yang sangat baik terkait pemenuhan hak kepemilikan akta kelahiran. Hanya saja, secara implementasi masih memerlukan penyempurnaan dan membutuhkan kerjasama lintas sektor. “Kementerian Dalam Negeri terus berupaya melakukan inovasi untuk mepermudah masyarakat dalam membuat akta kelahiran anak, di antaranya melalui layanan jemput bola, pembuatan SPTJM, pelayanan daring, dan cetak dokumen administrasi kependudukan secara mandiri,” ujar Andi.

Pertemuan yang dihadiri 75 peserta dari perwakilan Kementerian/Lembaga, lembaga masyarakat, Forum Anak, dan stakeholder ini, memiliki tindak lanjut yaitu menyusun nota kesepahaman percepatan kepemilikan akta kelahiran bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan anak-anak di daerah 3T yang melibatkan kementerian/lembaga dan lembaga masyarakat terkait.

Evaluasi PUG secara Virtual

Samarinda — Dinas Kependudukan pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melakukan rapat virtual sebagai upaya menindaklanjuti Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pengarusutamaan Gender (Monev PUG) melalui aplikasi Anugerah Parahita Ekapraya (APE), Sabtu (16/05/2020).

Kabid KG Dwi Hartini mengatakan, evaluasi dilaksanakan terhadap Indokator A (Kelembagaan PUG) dan laporan jaring laba-laba Kabupaten/Kota yang sudah diterima pada pengisian aplikasi APE.

“Hari ini telah dilaksanakan evaluasi terhadap indikator A (Kelembagaan PUG) bersama dengan Tim Operator Aplikasi APE Provinsi Kalimantan Timur melalui Video Conference dan  juga dibahas mengenai laporan jaring laba-laba kabupaten/kota yang sudah diterima,” ujarnya.

Dwi menambahkan, hasil dari pertemuan kali ini disepakati bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi sumber pembelajaran (best practice) bagi kabupaten/kota lain yang masih dalam proses input data. Hal ini mengingat Kukar telah meraih peringkat Utama.

“Untuk itu DKP3A akan memfasilitasi video conference Monev PUG yang kedua dengan harapan dapat menjadi ajang diskusi dan pembelajaran dalam penginputan data PUG. Video conference yang selanjutnya direncanakan juga mengikutsertakan Kementerian PPPA sebagai narasumber pusat,” imbuh Dwi.

Kaltim juga sedang berupaya untuk mendapatkan peringkat Utama dengan pemenuhan 7 prasyarat PUG dalam rangka pencapaian kesejahteraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. (dkp3akaltim/rdg)

Optimalisasi Peran Keluarga Guna Peningkatan Pembangunan Revolusi Mental

Jakarta — Salah satu isu strategis dalam Prioritas Nasional Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan ialah belum optimalnya peran keluarga. Padahal keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian individu dari usia dini sampai dewasa yang nantinya dapat berpengaruh terhadap masa depan anak tersebut.

“Dalam Prioritas Nasional ke-4 (PN.4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memiliki peran dalam Program Prioritas pertama yaitu Revolusi Mental dan Ideologi Pancasila,  Kegiatan Prioritas ketiga yaitu Revolusi Mental dalam Sistem Sosial, dan Proyek Prioritas ketiga yaitu Perwujudan Lingkungan yang Kondusif. sistem sosial proyek prioritas ke -3. Peran tersebut beririsan dengan salah satu isu prioritas Kemen PPPA sesuai arahan Presiden Jokowi yakni, peningkatan peran Ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan berbasis hak anak,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam Diskusi Pelaksanaan Kegiatan Prioritas (RPJMN 2020-2024) Revolusi Mental dalam Sistem Sosial untuk Memperkuat Ketahanan, Kualitas, dan Peran Keluarga serta Masyarakat dalam Pembentukan Karakter Anak Melalui Pengasuhan Berbasis Hak Anak melalui video conference, di Jakarta.

Menteri Bintang menuturkan kami tentunya sangat mendukung agenda pembangunan revolusi mental khususnya dalam sistem sosial untuk memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. “Kemen PPPA telah melakukan sinergi dan kolaborasi dengan 17 K/L dan 40 Lembaga Masyarakat untuk membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Saat ini terdapat 135 PUSPAGA yang tersebar di 12 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Harapannya, PUSPAGA mampu memberikan layanan preventif dan promotif sebagai tempat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga,” tutur Menteri Bintang.

Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 angka perkawinan anak masih tingginya yakni sebesar 11,2%. Selain itu, hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukan masih tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, yaitu sebesar 7,1% berupa kehamilan tidak direncanakan dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat (SUPAS, 2015) serta meningkatnya angka perceraian rata-rata 3% pertahun. Data tersebut menunjukan saat ini pembangunan keluarga masih dihadapkan dengan sejumlah permasalah yang kompleks.

Sementara itu, Deputi V Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Nyoman Shuida mengatakan permasalahan keluarga yang terjadi sekarang ini berawal dari kurangnya kesiapan untuk berkeluarga, ditambah lagi dengan kasus perkawinan anak, angka kehamilan yang tidak dinginkan yang kemudian berujung pada perceraian.

“Tentunya Kemen PPPA memiliki peran penting dalam keberhasilan memperkuat kualitas dan peran keluarga melalui pengasuhan berbasis hak anak. Keluarga merupakan pengasuh utama dan pertama bagi anak sehingga keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Jika hal tersebut berjalan dengan baik, maka angka perkawinan anak dan peceraian pasti akan berkurang. Sejauh ini Kemen PPPA telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan gerakan nasional revolusi mental, namun akan lebih baik jika ada gugus tugas pembangunan revolusi yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam pembangunan revolusi mental. Gugus tugas ini berperan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan revolusi mental,” tambah Nyoman.

Menteri Bintang menambahkan Kemen PPPA telah melakukan beberapa implementasi gerakan nasional revolusi mental diantaranya dengan menerapkan nilai-nilai esensial revolusi mental melalui Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) yang mencakup nilai, Profesional, Equal, Dedikasi, Unggul, Loyalitas, Intergritas yang di singkat dengan sebutan PEDULI,  Penyusunan Rentsra Kemen PPPA 2020-2024. Implementasi lainnya adalah, pengintegrasian isu gender dan isu anak dalam kebijakan, program, dan anggaran Kemen PPPA, serta pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Di era pandemic COVID-19, implementasi GNRM meliputi, berkolaborasi dengan K/L, Pemda dan  Masayarakat dalam menjalankan 10 Aksi #BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), mengintegrasikan isu gender dan hak anak ke dalam protokol dan strategi penanganan Covid -19 sehingga menjadi lebih responsif gender dan ramah terhadap anak serta mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, penyediaan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) untuk Perempuan dan Anak, yang meliputi layanan Edukasi, Konsultasi dan Pendampingan. Menghadirkan negara melalui pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak.

“Kami sangat mengapresiasi dan siap untuk mendukung terwujudnya gerakan nasional revolusi mental ini. Namun dibutuhkan sinergi dari seluruh K/L terkait agar dapat mencapai target pembangunan revolusi mental sesuai dengan waktu yang ditentukan,” tutup Menteri Bintang.

Kaltim Optimis KTP-el Tuntas

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan Disdukcapail kabupaten/kota di Kaltim telah melakukan pelayanan online melalui pelayanan berbasis android, melalui google foam, whatsapp dan website selama pandemi Covid-19.

Halda menyampaikan, berdasarkan laporan harian kabupaten/kota per 12 Mei 2020, stok blangko KTP-el di kabupaten/kota se Kaltim sebanyak 26.855 keping dan total jumlah surat keterangan (suket) KTP-el sebanyak 103.068 serta status print ready record (PRR) sebanyak 31.

“Sampai saat ini suket paling banyak di Kabupaten Kutai Kertanegara sebanyak 50. 645, Balikpapan 21.537, Kutai Timur 15.354 dan Samarinda 8.018. Jadi total blangko yg diberikan ke Kaltim untuk penyelesaian PRR dan Suket sampai dengan akhir Mei sejumlah 87.000. Disalurkan secara bertahap,” ujarnya.

Sementara untuk target pencetakan KTP-el yang direncanakan tuntas di Bulan Mei, sedang diupayakan dengan skenario tambahan alat cetak dengan bantuan kabupaten/kota lainnya di Kaltim yang jumlah suketnya nol seperti PPU, Kutai Barat dan Mahakam Ulu.

“Jadi dengan 53 unit alat cetak KTP-el, jika 1 unit alat cetak mampu mencetak 200 keping KTP-el maka diperkirakan 10 hari akan selesai,” imbuhnya.

Ia menambahkan, dari 23 jenis layanan administrasi kependudukan hanya 1 layanan yang belum tuntas yaitu kepemilikan KTP-el. Sehingga kebijakan lockdown yang dikeluarkan pemerintah karena Covid-19, harus di manfaatkan untuk menyelesaikan dokumen kependudukan yang berstatus Print Ready Record (PRR) dan Surat Keterangan (Suket) serta melakukan pelayanan secara online.

Selanjutnya, ia juga menyampaikan target pelayanan cetak KTP-el dan Akta Kelahiran di Kaltim sudah mencapai target nasional.(dkp3akaltim/rdg)

Isran: Bantu Masyarakat Terdampak Covid-19

Samarinda — Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor memohon bantuan dan dukungan semua pihak untuk bersama meringankan beban masyarakat. Seperti berupa sembako, yang bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang terdampak Covid-19..
“Kepada semua pihak, mohon bantuannya untuk meringankan beban masyarakat, terutama mereka yang terdampak dari wabah Virus Corona ini,” kata Isran Noor di Samarinda baru-baru ini.
Isran meyakinkan kepada semua pihak, agar mempercayakan bantuan yang diberikan kepada Tim Gugus Tugas, karena, bantuan yang diberikan dipastikan tepat sasaran.
Diharapkan, apa yang diberikan dapat bermanfaat bagi masyarakat terdampak.
Diketahui selain sesuai data yang dikumpulkan tim gugus tugas. Ternyata, masih banyak masyarakat yang belum terdata, tetapi mereka terdampak.
“Karena itulah, kami mohon bantuan semua pihak agar bisa bersama meringankan beban masyarakat yang terdampak,” jelasnya.
Selain itu, Isran juga meminta agar masyarakat tetap mengikuti anjuran pemerintah agar tetap menjaga jarak dan tetap di rumah. Jika memang tidak memiliki aktivitas yang penting di luar.
Dengan melakukan physical distancing, tak berkumpul di berbagai kegiatan, masyarakat dinilai telah membantu pemerintah mencegah penularan virus corona.
“Kita berdoa selama bulan ramadhan semoga virus ini segera berakhir dan diakhir ramadhan betul-betul virus ini berakhir. Semoga masyarakat yang telah dikonfirmasi juga segera sembuh,” harapnya. (humasprovkaltim)

Pahami Masa Inkubasi Covid-19

Samarinda — Penularan Coronavirus Diseas exe 2019 (Covid-19) di Kaltim terus bertambah. Salah satu hambatan memutus mata rantai penularannya adalah masyarakat tidak memahami masa inkubasi penukaran Covid-19 ini.

“WHO mengatakan masa inkubasi itu antara 2 sampai 14 hari, bahkan  ditambah sampai 28 hari, karena kemungkinan adanya mutasi dari virus tersebut,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kaltim Andi Muhmmad Isha kketika Conference Pers via Aplikasi Zoom Cloud terkait perkembangan Penyebaran Covid-19 di Kaltim, Rabu (6/5).

Dia menjelaskan masa inkubasi adalah masa seseorang yang telah terpapar Covid-19 sampai timbulnya gejala seperti  deman, pilek, batuk sampai gangguan pernapas fenamoni.

Memang tidak langsung sakit, tergantung kondisi daya tahan tubuh dan fisik masing-masing individu yang berbeda-beda. Oleh karena itu ada orang merasa tidak sakit dan seolah-olah merasa sehat, padahal sesungguhnya yang bersangkutan sudah terpapar Covid-19, sampai masa inkubasi tidak menunjukkan gejala, karena tidak langsung sakit.

“Inilah yang sering terhadi  yang sudah ditetapkan ODP, PDP atau OTG mungkin saja dirinya terkontaminasi atau terpapar Covid-19, tapi karena merasa tidak ada gejala sehingga masih tetap melakukan aktivitas  di luar rumah, meskipun sudah dianjurkan melakukan isolasi mandiri d irumah,” tandasnya.

Andi Ishak mengharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat tetap waspda dan berhati-hati dalam melakukan aktivitas di luar rumah, dengan  menjaga jarak sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan pemerintah serta selalu memakai masker.

Dia juga mengharapkan bagi masyarakat yang sudah ditetapkan sebagai ODP, PDP atau OTG harus melakukam isolasi mandiri di rumah  sampai selesai masa  inkubasinya.  “Kesadaran dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk  memutus mata rantai penularan Covid-19,”  kata Andi. (humasprovkaltim).

Waspadai Droplet di Fasilitas Umum

Samarinda — Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Kaltim serta kabupaten dan kota terus intensif mengingatkan masyarakat untuk membatasi aktivitas di luar rumah.

“Kita selalu mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan diri ketika beraktivitas di luar rumah, terutama hati-hati jangan sampai terpapar droplet yang mengontaminasi barang atau benda-benda di fasilitas umum,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Kaltim H Andi Muhammad Ishak saat video conference Penanganan Covid 19 Kaltim via meeting zoom cloud, Selasa (5/5/2020).

Andi Ishak menyebutkan droplet atau percikan air atau cairan berisi virus hasil dari bersin dan batuk seseorang yang terpapar Covid-19  dan menempel di benda-benda yang sering disentuh tangan. Dan tanpa disadari masyarakat memegang atau menyentuh benda terkontaminasi droplet tersebut.

Karenanya, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim ini menegaskan kenapa pemerintah mengimbau selalu mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, setelah seseorang beraktivitas di luar rumah.

“Kalau memang kita menyadari bahayanya terpapar virus corona, tentu kita memilih lebih baik berada di rumah. Selama tidak ada urusan mendesak yang mengharuskan keluar rumah. Sebab, paparan droplet ini bisa dimana saja, tanpa kita ketahui secara pasti ditularkan seseorang yang mungkin saja tanpa sadar menjadi orang tanpa gejala,” ungkap Andi Ishak.

Selain itu, Andi Ishak mengakui Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid 19 Kaltim bersama kabupaten dan kota tetap intensif melakukan tracing terhadap pihak-pihak yang terindikasi dari perjalanan wilayah pandemi virus corona maupun kontak langsung dengan terkonfirmasi Covid-19.

Perkembangan terakhir Covid-19 di Kalimantan Timur per Selasa 5 Mei 2020, ODP (Orang Dalam Pemantauan) ada penambahan 74 kasus sehingga jumlahnya  8.251 kasus, selesai pemantauan bertambah  233 kasus (total 7.258 kasus) dan masih dalam proses pemantauan 993 kasus.

Untuk PDP (pasien dalam pengawasan) bertambah 13 kasus sehingga jumlahnya 593 kasus. Terdiri terkonfirmasi negatif ada penambahan dua kasus sehingga total 237 kasus, terkonfirmasi positif 168 kasus dan menunggu hasil laboratorium187 kasus . Sementara 13 orang dinyatakan sembuh dan 2 orang meninggal dunia. (humasprovkaltim)

Kaltim Target Cetak Semua Suket

Samarinda — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Ditjen Dukcapil   mengelar Rapat Koordinasi terkait Pelayanan Adminduk secara online melalui Video Conference diikuti 34 provinsi Indonesia, Selasa (5/5/2020).

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrullah mengatakan, layanan administrasi kependudukan dilaksanakan secara online hingga pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir.

“Upayakan pelayanan tetap berjalan dengan baik. Jadi, permohonan dikirim online dan dokumennya dikirim online dengan format pdf dan penduduk bisa mencetak di rumah. Layanan online ini dapat diakses melalui website atau mengunduh aplikasi di playstore, via WhatsApp dan SMS,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan Disdukcapail kabupaten/kota di Kaltim telah melakukan pelayanan online melalui pelayanan berbasis android, melalui google foam, whatsapp dan website.

Halda menyampaikan, berdasarkan laporan harian kabupaten/kota per 4 Mei 2020, stok blangko KTP-el di kabupaten/kota se Kaltim sebanyak 38.310 keping dan total jumlah surat keterangan (suket) KTP-el sebanyak 113.046 serta status print ready record (PRR) sebanyak.101.

“Suket paling banyak di Kabupaten Kutai Kertanegara sebanyak 53. 333, Balikpapan 23.224, Kutai Timur 16.464 dan Samarinda 10.499,” ujarnya.

Selanjutnya, ia juga menyampaikan target pelayanan cetak KTP-el dan Akta Kelahiran di Kaltim sudah mencapai target nasional.

“Sedangkan alat cetak yang tersedia di Disdukcapil se-kaltim sebanyak 57 unit, sehingga Kaltim menargetkan bulan ini seluruh suket dapat tercetak,” terang Halda. (dkp3akaltim/rdg)