DKP3A Kaltim Serahkan Bantuan Kebutuhan Spesifik Perempuan dan Anak Terdampak Covid-19

Tenggarong — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menyerahkan 101 paket Bantuan Kebutuhan Spesifik Perempuan dan Anak Korban/Terdampak Covid-19 di Kabupaten Kutai Kertanegara, Jumat (7/8/2020).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, pada masa pandemi ini, perempuan dan anak merupakan kelompok rentan. Dalam upaya mempercepat penanganan Covid-19, khususnya bagi perempuan dan anak, Kemen PPPA menginisiasi program Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (#Berjarak). Salah satunya dengan memberikan paket pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak dilakukan secara komperhensif dan terintegrasi melalui koordinasi dengan Kementerian terkait dan Dinas PPPA se Indonesia.

“Program Gerakan Berjarak bertujuan untuk melindungi perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas yang merupakan kelompok rentan terdampak paparan Covid-19,” ujarnya.

Halda menambahkan, Gerakan Berjarak memiliki sepuluh aksi yang mencakup aksi pencegahan dan penanganan. Selain itu, paket bantuan ini bersifat melengkapi Bansos lainnya seperti BLT, BSM dan sebagainya, yang selama ini sudah banyak dibagikan untuk masyarakat.

“Jadi bantuan ini bersifat spesifik seperti vitamin, biskuit, paket mandi lengkap, diapers, pembalut, masker, hand sanitizer dan minyak kayu putih. sasaran utama pemberian paket kebutuhan spesifik ditujukan bagi kelompok rentan yang terdapat dalam satu keluarga dan terdampak pandemi, terutama pada keluarga pra-sejahtera.” imbuh Halda.

Halda menjelaskan, ada sembilan jenis paket bantuan yang dibagikan terdiri dari, paket balita 0-2 tahun, paket balita usia 3-4 tahun, paket anak penyandang disabilitas, paket anak perempuan usia 10-17 tahun, paket anak laki-laki usia 5-17 tahun, paket perempuan hamil dan menyusui, paket perempuan dewasa, paket perempuan disabilitas, dan paket perempuan lansia.

Bantuan Kebutuhan Spesifik Perempuan dan Anak Korban/Terdampak Covid-19 di distribusikan ke 9 kabupaten/kota di Kaltim kecuali Mahakam Ulu sebanyak 770  paket. (dkp3akaltim/rdg)

Hingga 31 Agustus 2020, Gubernur Targetkan Serapan Anggaran Capai 51 Persen

Samarinda — Gubernur Kaltim Isran Noor meminta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) menghindari terjadinya Silpa pada akhir tahun anggaran. Sebab itu perlu dilakukan percepatan penyelesaian pengadaan barang dan jasa (tender/pengadaan langsung) paling lambat selesai akhir Agustus 2020.

Percepatan penyelesaian pergeseran anggaran dengan penyesuaian volume/target output kegiatan tersebut, terutama untuk paket pekerjaan kontraktual. Proses ini harus mempertimbangkan sisa waktu lima bulan demi penyelesaian pekerjaan.

“Target realisasi anggaran yang harus diserap seluruh Perangkat Daerah adalah 51 persen sampai 31 Agustus ini,” pesan Gubernur Isran Noor saat memimpin Rapat Pimpinan (Rapim) Tim Evaluasi Percepatan Penyerapan Anggaran (TEPRA) Kaltim Semester I di Ruang Heart of Borneo Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (5/8).

Gubernur juga menjelaskan kegiatan yang mengalami pengurangan anggaran (realokasi dan refocusing untuk Covid-19) tetapi tidak dilakukan perubahan volume/target output kegiatan (sesuai yang dientry pada SIMDA Keuangan), tidak diperlukan adanya pengembalian/tambahan anggaran di APBD Perubahan 2020.

Sementara bagi Perangkat Daerah yang melaksanakan program prioritas pencapaian Visi dan Misi Gubernur harus tetap mencapai target yang sudah ditetapkan dalam RPJMD dan RKPD, walaupun terjadi pemotongan anggaran.

Selaij itu juga harus dilakukan penertiban pelaporan. Setiap OPD menyampaikan progres program/kegiatan setiap bulan agar tepat waktu (paling lambat tanggal 10 setiap bulannya) dilampirkan dokumentasi progress fisik dalam aplikasi TEPRA.

Namun demikian, orang nomor satu di pemerintahan Kaltim ini mengaku sangat memahami kondisi dan kinerja OPD, terkait realisasi serapan anggaran yang terkendala bahkan masih rendah.

Menurut Isran, keterlambatan ini tidak bisa dilepaskan dari faktor refocusing dan realokasi anggaran akibat pandemi Covid-19 yang mulai merebak di Kaltim sejak pertengahan Maret lalu.

“Jadi dalam kondisi seperti ini, saya sangat memahami saudara-saudara dalam melaksanakan tugasnya akibat wabah virus corona,” ucap Isran.

Diakuinya, dampak pasti wabah ini berakibat seluruh dokumen perencanaan kegiatan OPD berubah, khususnya mengikuti kebijakan pusat untuk melakukan refocusing dan rasionalisasi anggaran APBD masing-masing daerah termasuk OPD di lingkup Pemprov Kaltim.

Gubernur meminta bagi Perangkat Daerah yang melaksanakan penanganan Covid-19, baik melalui anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) maupun Belanja Langsung, agar menyampaikan rencana aksi dan kebutuhan anggarannya.

“Langsung sampaikan kepada Gubermur yang ditembuskan ke BPKAD dan Bappeda paling lambat minggu kedua Agustus ini,” pinta Isran.

Gubernur juga berharap Tim Gubernur Untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan (TGUP3) bisa menginventarisasi dan menganalisis permasalahan pembangunan. Serta memberikan saran untuk penyelesaian masalah kepada Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat akhir Agustus.

Hadir mendampingi Gubernur Isran Noor dalam rapat ini, Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim HM Sa’bani, Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Abu Helmi, Kepala Bappeda HM Aswin, Kepala BPKAD M Sa’aduddin dan Karo Adbang Fadjar Djojoadikusomo.

Sedangkan para pejabat lain di lingkup Pemprov Kaltim, Staf/Tenaga Ahli Gubernur dan Ketua TGUP3 Adi Buhari Muslim mengikuti rapat secara virtual.

Rapim diakhiri dengan penandatanganan berita acara TEPRA Kaltim, terdiri Gubernur Isran Noor, Kepala Bappeda HM Aswin, Kepala BPKAD M Sa’aduddin, Plt Inspektur Itwilprov Kurniawan dan Karo Adbang Fadjar Djojoadikusomo.

Kaltim Miliki 21 Masjid Ramah Anak

Samarinda — Dalam rangka meningkatan pemahaman mengenai pemanfataan waktu luang bagi anak di rumah ibadah dalam bentuk Masjid Ramah Anak (MRA), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melaksanakan Sosialisasi Masjid Ramah Anak Batch 1 secara virtual, Kamis (6/8/2020).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A)  Kaltim Halda Arsyad dalam sambutannya mewakili 7 provinsi mengatakan, MRA merupakan implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam area publik yaitu tempat ibadah. MRA didesain untuk pemanfataan waktu luang anak dengan kegiatan positif, inovatif, kreatif bagi anak-anak selepas pulang sekolah sekaligus sebagai sarana edukasi terkait segala macam hal untuk melindungi anak.

“Masjid sebagai pusat pendidikan anak sebagai titik utama pembentukan karakter anak menjadi anak yang berakhlaqul karimah,” ujarnya.

Halda menambahkan, di Kaltim sendiri, Kota Bontang sebagai percontohan yang telah mengembangkan 21 masjid ramah anak. “Nanti akan disampaikan bagaimana praktik baik MRA oleh Takmir Masjid Asyuhada Kota Bontang. Kedepan tentunya kami berharap semoga bisa diikuti oleh 9 kabupaten/kota lainnya se Kaltim bahkan kabupaten/kota di Indonesia untuk mengembangkan MRA,” imbuh Halda.

Membangun MRA, lanjut Halda, membutuhkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, perlu SDM dan infrastruktur yang memadai dan harus dibekali dengan KHA tentang hak-hak anak yang harus menjadi komitmen bersama.

Infrastruktur harus didesain secara terintegrasi untuk menjadi ruang yang terbaik bagi anak seperti fasilitas toilet yang tidak digabung dengan orang dewasa, ada ruang baca, ruang bermain baik indoor maupun outdoor.

“Dengan harapan anak-anak tertarik dan memberikan kesan yang baik sehingga anak dapat memanfaatkan waktu luang yang ada. Sehingga nantinya akan bermunculan generasi penerus bangsa yang sholeh dan sholehah,” terang Halda.

Kegiatan ini diikuti bersama 7 provinsi terdiri dari Dinas PPPA, Dewan Masjid Indonesia, Kanwil Kementerian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota dari Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kaltim. (dkp3akaltim/rdg)

Pengarsipan Harus Ditunjang Dengan Sistem Penyimpanan Yang Baik dan Benar

Samarinda — Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim di kabupaten/kota se Kaltim, bahwa pengelolaan arsip administrasi kependudukan secara umum masih kurang baik. Contohnya belum memiliki ruang arsip tersendiri yang memenuhi standar sehingga arsip-arsip seperti buku register masih terlihat berserakan dibeberapa tempat. Disamping mengganggu pemandangan juga bisa mengganggu kesehatan pegawai, petugas akan kesulitan mencari arsip dokumen kependudukan apabila dibutuhkan dalam waktu yang cepat.

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, data dan informasi dari registrasi kejadian penting merupakan salah satu sumber informasi yang diandalkan, sehingga harus dikelola dengan tepat, karena pada hakekatnya merupakan aset berharga, dapat dipakai sebagai bahan perumusan kebijakan.

“Oleh karenanya membutuhkan suatu sistem pengarsipan yang ditunjang sarana dan prasarana penyimpanan yang baik dan benar,” ujar Halda pada Bimbingan Teknis Pendokumentasian dan Penatausahaan Dokumen Administrasi Kependudukan Provinsi Dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur yang berlangsung secara virtual, Kamis (6/8/2020).

Halda melanjutkan Bimtek ini sangat penting dan strategis mengingat permasalahan pengelolaan arsip yang sering ditemui adalah sulitnya menemukan kembali dokumen lama yang telah diterbitkan sehingga hal ini akan menimbulkan permasalahan dan dapat berdampak hukum apabila menyangkut status keperdataan seseorang.

Hal yang tak kalah penting dalam pendokumentasian dan penatausahaan dokumen administrasi kependudukan adalah tatacara pemusnahan dokumen kependudukan invalid seperti KTP-el, KK, KIA dan Akta Pencatatan Sipil karena gagal encode,  rusak, gagal cetak dan perubahan elemen data.

Ia mengimbau Kepala Dinas Dukcapil agar bisa melakukan pemusnahan dokumen kependudukan invalid tersebut dengan cara dibakar setiap hari, tidak perlu menunggu banyak dengan dilengkapi berita acara pemusnahan.

“Sebagaimana tertuang dalam Permendagri 104 tahun 2019 untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi tahun 2020 adalah tahun-tahun politik, pelaksanan pilkada serentak yang bisa saja dokumen invalid tersebut disalahgunakan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk merusak citra dan nama baik Dinas Dukcapil,” imbuh Halda.

Halda menuturkan, bimtek ini sebagai upaya mewujudkan Good Governance, Clean Governance dan pelayanan publik yang lebih baik serta sebagai upaya meningkatkan keterampilan dan pemahaman aparatur penyelenggara di bidang kearsipan di Provinsi dan Kabupaten/Kota

Tampak hadir menjadi narasumber Direktur Pendaftaran Pendudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri David Yama dan Kadis Dukcapil Kota Balikpapan Hasbulllah Helmi. (dkp3akaltim/rdg)

 

Gubernur: Tetap Disiplin dan Laksanakan Prokes

Samarinda — Perkembangan kasus Covid-19 di Kaltim per 3 Agustus 2020, konfirmasi positif sebanyak 22 berasal dari Balikpapan 21 kasus dan Samarinda 1 kasus sehingga total 1.538 kasus. Kasus sembuh 25, sebanyak18 dari Samarinda dan 7 dari Kutai Timur, maka total sembuh 938 kasus. Sementara itu kasus meninggal dunia 4, yakni berasal dari Balikpapan 3 dan Samarinda 1 kasus, sehingga total 40 kasus.

Dengan demikian penyebaran Covid-19 di Kaltim masih cenderung tinggi. Untuk itu, Gubernur Kaltim Isran Noor mengharapkan masyarakat selalu taat melaksanakan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 dalam berbagai aktivitas. “Ini sangat penting dalam upaya memutus rantai penularan Covid-19 di seluruh wilayah Kaltim,” pesan Isran Noor, belum lama ini.

Isran Noor mengingatkan masyarakat menjadi faktor penentu dalam penyebaran dan penularan virus corona di masa pandemi saat ini, terutama dalam penanggulangan dan pencegahan.

“Kontribusi dan peranan masyarakat sangat menentukan untuk kita bisa menekan kasus Covid-19 yang semakin masif. Bahkan, masyarakat lah terdepan dalam upaya ini,” imbuh Isran.

Mantan Bupati Kutim itu menambahkan, upaya apa pun yang dilakukan saat ini, semakin efektif dan memberi efek jika melibatkan seluruh pihak, tidak mengandalkan pemerintah semata.

Surveilans berbasis masyarakat lanjutnya, memang harus dibangun. Tanpa diminta, tapi kepedulian dan saling menjaga. Inilah bagian penting dalam melawan dan menghadapi pandemi ini, agar semua tetap aman dari penularan virus.

“Tidak terkecuali lembaga dan organisasi kemasyarakatan, organisasi dan tokoh pemuda serta agama, bersama unsur desa dan kelurahan hingga lingkup RW dan RT, semua harus bersinergi melakukan edukasi dan pemahaman serta memberikan informasi seintensif mungkin bagaimana upaya bersama menghadapi pandemi Covid ini,” terang Isran.

Isran mengimbau masyarakat harus benar-benar memahami pentingnya melaksanakan protokol kesehatan secara konsisten. Menjaga jarak aman, menggunakan masker, prilaku hidup bersih dengan cuci tangan pakai sabun minimal 20 detik pada air yang mengalir.

“Kita berharap masyarakat tetap menegakkan disiplin diri dan sadar untuk selalu melaksanakan Prokes apa pun kegiatannya, dan dimana pun berada,” pesan Isran Noor.

Hari Dunia Anti Perdagangan Orang, Menteri Bintang: Lawan dan Akhiri Segala Bentuk Perdagangan Orang

Jakarta — Dalam rangka peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengajak seluruh pihak memperkuat komitmen bersama dan bersinergi melawan sindikat perdagangan orang dan akhiri perdagangan orang di Indonesia. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan transnasional yang mengancam kehidupan manusia dan kemanusiaan. Berbagai modus kejahatan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga semakin sulit untuk dihapuskan.

“Berbagai upaya telah, sedang, dan akan terus dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mencegah terjadinya TPPO, utamanya terhadap perempuan dan anak. Diperlukan upaya sinergis berbagai pihak terkait kebijakan, program, dan kegiatan pada semua lini agar memiliki daya ungkit tinggi untuk menghapuskan faktor penyebab TPPO yang sangat kompleks. Selain itu, upaya penanganan juga diperlukan untuk dapat melindungi dan memberikan hak-hak korban dan saksi, serta penegakan hukum yang memberikan efek jera bagi pelaku juga harus dilaksanakan,” ungkap Menteri Bintang dalam sambutannya pada Seminar Nasional memperingati Hari Dunia Anti Perdagangan Orang dengan tema “Antisipasi Risiko Perdagangan Orang Pasca Pandemi dan Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”. Kamis, (30/07).

Ia menambahkan meskipun sudah banyak kebijakan yang dihasilkan untuk memberantas TPPO, namun masih banyak berbagai tantangan dalam implementasinya. Tantangan tersebut baik dari sisi pencegahan maupun perlindungan korban dan penegakan hukum bagi pelaku sebab perempuan dan anak korban TPPO membutuhkan mekanisme yang berperspektif gender untuk melindungi mereka.

“Kondisi Indonesia saat ini yang sedang menghadapi pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan tersendiri. Pandemi ini bukan lagi sekedar permasalahan pada sektor kesehatan saja tetapi juga sosial, ekonomi, dan lain-lain. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita mengantisipasi adanya modus-modus baru TPPO dan melakukan penyesuaian dengan adaptasi kebiasaan baru dalam melakukan penanganan dan pencegahan TPPO,” ujar Menteri Bintang.

Sementara Kepala Misi International Organization for Migration (IOM), Louis Hoffman mengungkapkan kemitraan antara pemerintah, swasta, serikat pekerja, auditor supply chain, agen perekrut dan lainnya sangatlah penting. Para aktor ini tidak hanya dapat berperan untuk menerapkan praktik-praktik yang dapat mengurangi risiko terhadap eksploitasi dan perdagangan orang akan tetapi mereka juga memiliki posisi strategis tersendiri.

“Selain itu, di tengah pandemi Covid-19 ini komunitas anti perdagangan orang akan menghadapi tantangan baru sehingga perlu untuk terus berevolusi, beradaptasi, dan menemukan cara-cara inovatif untuk mengidentifikasi tren dan kerentanan TPPO di tengah masa pandemi. Untuk itu, IOM akan terus berkomitmen untuk memerangi perdagangan orang bersama dengan pemerintah Indonesia, organisasi masyarakat sipil, kelompok berbasis kepercayaan, sektor privat, komunitas internasional, dan masyarakat luas lainnya,” ungkap Louis.

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Ghafur Dharmaputra mengatakan situasi TPPO di Indonesia saat ini mencemaskan. Oleh sebab itu, pencegahan dan penanganan TPPO harus terus dioptimalkan dengan sinergi yang lebih kuat lagi. “Kita harus terus bangun dan pupuk semangat untuk memanusiakan manusia sesuai dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs). Saat ini kami Kemenko PMK tengah menyiapkan dan memperbaiki lagi peranan dan berencana untuk menambahkan kementerian/lembaga terkait ke dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO). Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan lagi fungsi, tugas, dan peranan GT PP-TPPO dalam berbagai aspek termasuk aspek hukum dan keamanan,” ujar Ghafur.

Sedangkan, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo mengungkapkan data jumlah korban terlindungi Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh LPSK pada 2019 sebanyak 318 korban dan per juli 2020 sebanyak 227 korban. “Pada masa pandemi ini, kami terus dan tetap memberikan pelayanan perlindungan korban. Namun, pada masa pandemi ini kami menghadapi tantangan dan hambatan yang berbeda dimana kami harus tetap melayani korban dengan tetap memperhatikan dan mematuhi protokol kesehatan Covid-19, sehingga beberapa kasus mengalami keterlambatan penanganan,” ujar Antonius.

TPPO sendiri menempati posisi empat besar berdasarkan jumlah perlindungan yang diberikan oleh LPSK. Kasus ini hanya lebih disedikit di bawah kekerasan seksual anak, terorisme, dan pelanggaran HAM. Proses perlindungan yang diberikan oleh LPSK biasanya berupa beberapa program, di antaranya pemulihan medis, hak prosedural perlindungan hukum, pemulihan psikologis, pengajuan restitusi, dan hak rehabilitasi psikososial. Dalam pelaksanaan pemenuhan hak korban TPPO tentunya tidak terlepas dari peran dan sinergi berbagai pihak terkait terutama IOM.

Lebih lanjut, Grab Indonesia berkomitmen menjadi pelaku swasta yang terdepan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO. Perusahaan teknologi bidang jasa ini menjadi garda terdepan yang sangat mungkin bersentuhan dengan kasus TPPO, sehingga bisa saja menjadi perpanjangan tangan dari pihak berwajib. Sejak 2019 Grab mulai aktif membangun sinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan di semua negara Grab beroperasi, hal ini agar Grab terutama mitra pengemudi bisa berkontribusi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPO.

Sebelumnya Grab Indonesia sudah bekerjasama dengan KemenPPPA, LPSK, Komnas Perempuan, dan KPAI untuk bersama memberantas TPPO. Kolaborasi strategis dalam hal pencegahan dan pemberantasan TPPO ini sejalan dengan misi kami kedepan yakni, #GrabForGood 2025 yang salah satunya merupakan upaya untuk mewujudkan layanan digital yang aman, inklusif, dan senantiasa berinovasi memberi dampak sosial bagi masyarakat.

Berantas Perdagangan Orang dengan Modus Eksploitasi Seksual di Media Daring

Jakarta —  Maraknya kasus perdagangan orang dengan modus eksploitasi seksual melalui media daring, menjadi peringatan dan tantangan bagi semua pihak. Pentingnya meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas, terkait perkembangan modus perdagangan orang ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan dini masyarakat dalam mencegah dan menangani berbagai modus baru TPPO di Indonesia.

“Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada Januari – Juni 2020, menunjukkan ada 50 kasus eksploitasi seksual pada perempuan dewasa dan 60 anak korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual. Data ini selaras dengan data dari Bareskrim Polri, yaitu ada 297 kasus perdagangan orang untuk eksploitasi seksual yang terungkap melalui media internet. Tingginya kasus perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi seksual melalui media daring ini, menjadi peringatan dan tantangan bagi semua pihak, khususnya bagi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO),“ ungkap Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu dalam Webinar Menyambut Hari Dunia Anti Perdagangan Orang dengan tema “Perdagangan Orang Untuk Tujuan Eksploitasi Seksual Melalui Media Daring: Apa yang Perlu Diketahui” (29/7/2020).

Pribudiarta menambahkan dibutuhkan pemahaman masyarakat yang baik terkait teknologi dan isu yang terbilang baru tersebut, serta pentingnya memperkuat koordinasi terpadu dalam mengungkap kejahatan. Tidak hanya dari sisi penegakan hukum dan penjeratan pelaku, tetapi juga pada proses pemulihan dan reintegrasi bagi korban yang komprehensif.

Di samping itu, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari TPPO, Destri Handayani, menegaskan kejahatan eksploitasi seksual melalui media daring merupakan bentuk adaptasi cepat dari pelaku dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi terutama di masa pandemi ini. “Ini merupakan salah satu ciri dari pelaku TPPO. Sebaliknya, dari sisi kita sendiri dan masyarakat luas, tidak mudah beradaptasi mengikuti perkembangan teknologi secepat pelaku, inilah salah satu dari banyaknya persoalan yang kami hadapi,” terang Destri.
Terkait pencegahan, pihaknya akan memperkuat koordinasi dan sinergi antar anggota GT PP TPPO, salah satunya bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memperkecil akses ke platform berbahaya dengan memperkuat sanksi terhadap pelanggar. Namun, berbagai upaya ini tidak akan berarti tanpa adanya peran dari keluarga dan masyarakat luas untuk membatasi serta mengawasi anak saat mengakses media daring.

Sementara, Komisioner KPAI, Ai Maryati Sholihah mengungkapkan hasil Survei KPAI pada 2020, terkait aktivitas penggunaan gawai/gadget pada anak khususnya di masa pandemi ini. Hasil survei menunjukkan ada 71,3% anak memiliki gadget sendiri, dan 79% atau mayoritas anak tidak memiliki aturan bersama orangtua saat menggunakan gadget tersebut. Hasil survei juga menunjukkan di masa pandemi ini, banyak anak yang menggunakan gadget di luar kepentingan belajar. Di antaranya yaitu 52% anak menggunakan gadget untuk chatting dengan teman, 52% mengakses youtube, 50% mencari informasi, dan 42% bersosial media.

“Jika melihat hasil survei ini, selama pandemi Covid-19 secara umum orang tua cenderung tidak mendampingi anak saat main gadget. Inilah yang menyebabkan adanya potensi gap (kesenjangan) antara pengasuhan yang dilakukan orang tua dengan apa yang diterima anak. Untuk itu, kualitas komunikasi dalam pengasuhan perlu dikuatkan, perlu ada edukasi bagi orangtua dan anak itu sendiri mengenai penggunaan gadget yang baik bagi anak,” tutur Ai Maryati.

Untuk mengatasi hal ini, pentingnya melakukan advokasi berkelanjutan dengan berbasis pemenuhan hak anak, yaitu melalui aspek pencegahan dengan memberikan edukasi dan pendidikan literasi digital kepada keluarga, masyarakat dan anak itu sendiri untuk menjalankan internet sehat; mengoptimalisasi penanganan korban melalui rehabilitasi sosial dan pemulihan anak dengan mengacu pada standarisasi pemulihan anak korban eksploitasi; melakukan advokasi dan pengawasan terhadap para penyedia platform online agar berkomitmen kuat untuk memproteksi anak di dunia siber; memperkuat aspek penegakkan hukum kasus TPPO melalui peningkatan kualitas penanganan dan sumber daya manusia.

Sebelas Juta Anak Berpotensi Menjadi Pekerja Anak di Masa Pandemi Covid-19

Jakarta — Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Kemen PPPA, Valentina Gintings mengatakan Pada 2020, kemiskinan diproyeksi meningkat menjadi 12,4%, maka sekitar 11 juta anak dari rumah tangga rentan berpotensi menjadi pekerja anak (The SMERU Reserch Institute). Hal ini merupakan persoalan serius, mengingat pada 2030, sebanyak 70% anak generasi penerus ditargetkan menjadi generasi produktif yang bekerja di sektor sesuai minat masing-masing. Namun saat ini, khususnya di masa pandemi, masih banyak anak yang menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan perdagangan anak. Masalah ini timbul bukan hanya karena dampak dari bencana non alam saja, tapi juga berimplikasi pada masalah ekonomi dan sosial pada anak

Data Profil Anak Indonesia pada 2019, menunjukan ada 10 provinsi di Indonesia yang memiliki  angka pekerja anak di atas rata-rata nasional, di antaranya yaitu Sulawesi Barat sejumlah 16,76%, Sulawesi Tenggara 15,28%, Papua 14,46%, Nusa Tenggara Timur 13,33%, Sumatera Utara 13,38%, Sulawesi Tengah 12,74%, Sulawesi Selatan 12,45%, Bali 11,57%, Nusa Tenggara Barat 11%, dan Gorontalo 10,97%. “Provinsi-provinsi ini juga memiliki jumlah anak putus sekolah yang cukup besar. Hal tersebut menunjukan anak yang putus sekolah sangat rentan dipekerjakan, sebaliknya, anak yang dipekerjakan juga rentan mengalami putus sekolah,” jelas Valentina dalam acara Webinar Pencegahan Eksploitasi Ekonomi pada Anak di Masa Pandemi Covid-19 (28/7).

Di samping itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar menyampaikan melalui pertemuan tersebut, diharapkan dapat mendorong upaya untuk mendeteksi dini, mengidentifikasi, serta memperkuat sinergi dalam mencegah dan menangani kasus eksploitasi terhadap anak, khususnya dalam aspek ekonomi terkait pekerja anak dan bentuk pekerjaan buruk anak.

“Hal ini tidak bisa kami lakukan sendiri karena melibatkan berbagai aspek. Untuk itu, kami mengajak seluruh pihak untuk selain menjaga keluarga masing-masing, juga tetap fokus melindungi anak indonesia dari eksploitasi di berbagai aspek yang mengancam anak,” tegas Nahar.

Sesuai arahan Presiden RI, Joko Widodo, pencegahan dan penghapusan pekerja anak menjadi salah satu tugas prioritas Kemen PPPA, yang diimplementasikan dalam Desain Rencana Strategis Penurunan Pekerja Anak 2020-2024, dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengevaluasi kebijakan yang ada, memainstreamkan kebijakan kepada kementerian/lembaga terkait, membangun kemitraan, meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya sekolah bagi anak, meningkatkan pendidikan keterampilan anak, mengembangkan program jaminan sosial bagi anak dan keluarganya, meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap nilai dan norma baru terkait pekerja anak; memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan yang terpadu, responsif, dan adanya sinergi dalam penanganan kasus; serta melakukan reformasi besar-besaran dalam manajemen penanganan kasus pekerja anak agar bisa dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan komperehensif.

Pada rangkaian acara ini, Kasubdit Pengawasan Norma Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Tundjung Rijanto mengungkapkan pada dasarnya anak ingin sekolah bukan bekerja, hanya saja mereka berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Untuk itu, pihaknya terus berupaya dan berkomitmen menargetkan penghapusan pekerja anak, khususnya terkait bentuk pekerjaan terburuk anak demi mendukung upaya mewujudkan Indonesia bebas pekerja anak pada 2022.

Berbagai upaya yang dilakukan Kemenaker untuk menghapus pekerja anak dan BPTA yaitu melaksanakan Program PPA-PKH pada 2008, dengan menarik pekerja anak dari rumah tangga sangat miskin dan putus sekolah untuk dikembalikan ke satuan pendidikan melalui pemberian pendampingan di shelter. Hingga 2019, PPA-PKH telah menarik sebanyak 134.456 pekerja anak. “Pada 2020 ini, kami bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, LSM pemerhati pekerja anak dan dunia usaha, dengan menargetkan menarik 9.000 pekerja anak dari tempat kerja mereka,” ujar Tundjung.

Pada kesempatan yang sama, National Programme Officer International Labour Organization (ILO), Irham Saifuddin menuturkan dari laporan singkat “Covid-19 and child labour : A time of crisis, a time to act” terungkap bahwa dunia telah mencapai keberhasilan bersama dengan berkurangnya pekerja anak sebanyak 94 juta lebih selama 2 dekade terakhir. Tetapi, adanya pandemi Covid-19 bukan saja membalikkan keberhasilan yang dicapai selama ini, bahkan jutaan anak berisiko kembali bekerja dalam kondisi pandemi yang membahayakan dirinya.

“Komitmen di tingkat global sejauh ini sudah sangat tinggi. Untuk memberikan kontribusi besar sebagai anggota ILO, kita memiliki tanggungjawab dengan melaporkan persoalan ini di tingkat global. ILO berkolaborasi dengan UNICEF merekomendasikan beberapa hal untuk dimasukan dalam kebijakan pemerintah, yaitu perlu adanya respon yang terkoordinasi dengan baik sebagai komitmen pencegahan dan penghapusan pekerja anak di masa pandemi; penghapusan kemiskinan melalui akses kredit dan bantuan tunai kepada keluarga miskin; mendorong penerapan penghapusan biaya sekolah, diberikan biaya belajar tambahan dan subsidi seragam, buku, transportasi; perlindungan sosial kepada kelompok paling rentan, melakukan pengawasan ketenagakerjaan dan penegakan hukum dalam pencegahan terhadap pekerja anak; serta melaksanakan dialog sosial antara pemerintah, organisasi pengusaha dan organisasi pekerja, dan anak-anak,” ungkap Irham.

DKP3A Kaltim Ajak Masyarakat Bijak Gunakan Internet

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, berdasarkan data kemenkes dan kemendikbud tahun 2017, sebanyak 95,1% remaja SMP dan SMA di 3 kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Aceh telah mengakses situs Pornografi dan menonton video pornografi lewat internet. 0,48% diantaranya diketahui teradiksi ringan, dan 0,1% teradiksi berat.

“Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),  bahwa pengguna internet di Indonesia menempati peringkat 5 dunia dengan jumlah pengguna 132,7 juta orang,  Dari jumlah itu, sebanyak 18,4 % atau 24,4 juta orang pengguna internet di Indonesia adalah usia anak dan remaja dengan kisaran usia 10-24 tahun,” ujar Halda pada Webinar Fasilitasi Forum Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dengan tema “Dampak Pornografi Terhadap Pergaulan Remaja di Era Globalisasi”, secara virtual atau melalui Zoom Meeting, Rabu (29/7/2020).

 

 

 

 

 

 

Halda menambahkan, dengan usia yang masih sangat rentan dan banyak yang tidak tahu etika berinternet dengan baik, sehingga pornografi, kejahatan dunia maya serta penggunaan media sosial yang berlebihan bisa menjadi ancaman bagi anak dan remaja.

“Besarnya arus globalisasi, informasi yang tidak terkendali akan berdampak positif dan negatif bagi anak-anak dan remaja, untuk itu diperlukan self kontrol dan kesadaran dari diri kita masing-masing. Anak-anak dan remaja harus memiliki ketangguhan untuk melindungi diri dari hal-hal yang negatif, banyak hal-hal positif dari internet untuk kita menjadi lebih produktif.,” kata Halda.

Ia juga menjelaskan, data DKP3A Kaltim terkait jumlah penduduk Kaltim semester II tahun 2019 berjumlah 3.630.765, 30% dari jumlah tersebut adalah anak (0-<18th) 1.210.255, yang merupakan generasi penerus bangsa.

“Masa depan bangsa ini ada di tangan mereka. Oleh sebab itu mereka harus menjadi generasi yang sehat dan berkualitas,” imbuh Halda.

Lebih lanjut, pengetahuan kesehatan reproduksi penting untuk anak dan remaja sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan serta bersikap dan berprilaku yang positif tentang kesehatan dan terhindar dari TRIAD KRR (menunda usia perkawinan, menghindari seks pranikah dan narkoba), sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang berkualitas dimasa mendatang.

Halda mengajak seluruh seluruh masyarakat menggunakan internet secara bijak dan peran orang tua sangat diperlukan untuk mendampingi, mengarahkan dan mengontrol anak-anaknya.

Webinar ini diikuti oleh Forum Anak Kaltim dan kabupaten/kota, PKBI Kaltim, PIK Remaja dan Bina Keluarga Remaja (BKR). Hadir menjadi narasumber pada webinar  Ketua Penghimpunan Masyarakat Tolah Pornografi Azizah Subagijo, dan Sekretaris BKKBN AL Khafid Hidayat. (dkp3akaltim/rdg)

Kaltim – Kaltara Jadi Pilot Project Standardisasi dan Sertifikasi RBRA

Samarinda — Bermain adalah hak anak. Di ruang bermain, harusnya anak-anak bisa bermain dengan gembira, bukan justru mengalami cerita sedih, seperti mengalami kekerasan dan eksploitasi seksual. Oleh karenanya, standardisasi dan sertifikasi Ruang Bermain Anak (RBA) menjadi penting dilakukan untuk menjamin proses pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak benar-benar terwujud di dalam ruang bermain. Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh lapisan masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA).

“RBRA merupakan salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dan Provinsi Layak Anak (PROVILA). Namun, cerita-cerita sedih terkait kekerasan terhadap anak yang terjadi di ruang bermain juga masih menghiasi pemberitaan di media kita. Padahal, tujuan akhir dari ruang bermain adalah untuk membuat mereka bahagia dan mewujudkan terjadinya proses perlindungan anak saat mereka bermain. Oleh karenanya, semua ruang bermain anak harus terstandardisasi dan tersertifikasi.,” ujar Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin pada Rapat Koordinasi Awal (Rakorwal) I Standardisasi RBRA di Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Utara yang dilakukan secara virtual, Selasa (28/7/2020).

Lenny menjelaskan, prinsip RBRA adalah gratis, non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, partisipasi anak, aman dan selamat, nyaman dan sehat, serta kreatif dan inovatif.

Ketua Tim RBRA, Rino Wicaksono mengatakan unsur utama RBRA ada empat, yakni ruang terbuka hijau publik, perabot bermain, perabot lingkungan, serta sarana dan prasarana pendukung, seperti pos keamanan, puskesmas, kantin, dan lapangan parkir. Selain itu, alangkah baiknya jika ruang bermain dilengkapi dengan pagar transparan pada perabot permainan untuk menghindarkan anak dari kekerasan, dan papan pengumuman. Bermain merupakan hal yang penting bagi anak. Kami siap mendukung standardisasi dan sertifikasi RBA menjadi RBRA.

Kepala Dinas Kependudukan, PPPA Kaltim, Halda Arsyad mengatakan bahwa hingga 2020, Kaltim telah memiliki 18 Ruang Bermain Anak (RBA). Ruang bermain ini merupakan ruang terbuka hijau yang dimodifikasi menjadi RBA. Pihaknya berharap agar RBA tersebut terstandardisasi dan tersertifikasi menjadi RBRA.

“Selain itu, Kaltim meiliki 21 tempat ibadah ramah anak, 241 sekolah ramah anak (SRA), 55 pelayanan ramah anak di puskesmas (PRAP), 98 aktivis PATBM dan 8 Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang tetap melayani keluarga baik online maupun offline dalam masa pandemi Covid-19,” ujar Halda.

Halda menambahkan, 8 kabupaten/kota telah mendapatkan penghargaan KLA. Sementara 2 kabupaten yaitu Kubar dan Mahulu sedang diupayakan dengan melakukan advokasi dan pembinaan secara intens agar Kaltim menjadi Provinsi Layak Anak.

“Yang terbaru, Ojek Online Bersama Lindungi Anak 9Ojol Berlian) masuk dalam TOP 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) tahun 2020 sebagai mekanisme pencegahan tindak kekerasan terhadap anak, perempuan dan penyandang disabilitas pada layanan transportasi Online,” imbuhnya.

Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Andrie Asdi mengatakan bahwa program perlindungan perempuan dan anak memang sudah masuk ke RPJMD 2019-2023 dan RKPD 2021. Hal ini termasuk penyediaan sarana dan prasarana untuk anak. Program dan kegiatan pembangunan daerah yang dilakukan juga mengacu pada pengarusutamaan hak anak. Hal ini tentu harus didukung oleh seluruh masyarakat dan perangkat daerah.

Sementara itu, aspek keselamatan dan keamanan masih menjadi permasalahan bagi pembangunan RBRA di Kaltara. Plt. Kepala Bidang Sosial Budaya dan Pemerintahan Bappeda Litbang Kaltara, Syamsaimun berharap agar Kaltara bisa mewujudkan RBRA, termasuk memfasilitasi taman yang dibangun oleh masyarakat agar menjadi RBRA.

Kaltara sedang mengupayakan terwujudnya RBRA. Dari beberapa ruang bermain yang dibangun, keselamatan dan keamanan masih menjadi permasalahan karena beberapa ruang bermain yang ada di wilayah Kaltarai berada di sekitar jalan raya atau alun-alun kota, sungai, dan danau.