Mari Bersinergi Wujudkan Indonesia Ramah Disabilitas

Jakarta (17/12) – Peringatan Hari Ibu (PHI) dirayakan setiap tanggal 22 Desember dan Hari Disabilitas Internasional jatuh pada tanggal 3 Desember setiap tahunnya. Kedua peringatan besar ini masing-masing memiliki latar belakang dan makna yang mendalam.

“PHI di Indonesia bukanlah Mother’s Day, namun merupakan momentum dimana perempuan Indonesia menyatukan gagasan, pendapat, dan pemikirannya mengenai peran perempuan dalam perjuangan meraih dan mengisi kemerdekaan. Semangat perjuangan perempuan ini tentunya telah menginspirasi para pendiri bangsa, dan juga pengisi kemerdekaan untuk mewujudkan pembangunan nasional yang setara dan inklusif, termasuk bagi para penyandang disabilitas,” ungkap Menteri Bintang dalam Gebyar Hari Disabilitas Internasional dan Hari Ibu 2020 ”Indonesia Ramah Disabilitas”.

Pemenuhan dan penguatan hak penyandang disabilitas tentunya menjadi tugas bersama yang harus dipenuhi dalam kondisi apapun. Hal ini sejalan dengan Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang berkomitmen “No One Left Behind” atau “tidak meninggalkan siapa pun di belakang” dan mengakui setiap individu dengan ragam disabilitasnya di lintas sektoral.

“Saya yakin dan percaya bahwa semua orang, terutama penyandang disabilitas, mempunyai peran penting, bakat, serta potensi yang luar biasa. Dengan begitu, menjadi tugas kita bersama untuk memastikan bahwa potensi ini dapat terasah dengan baik. Kita juga perlu memastikan bahwa hak-hak perempuan dan anak penyandang disabilitas menjadi perhatian kita semua. Marilah kita bersama-sama, bahu membahu, dan bergandengan tangan, mencapai pembangunan nasional yang inklusif dan ramah disabilitas,” ujar Menteri Bintang.

Menyadari bahwa penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlindungan, pemenuhan hak, dan kesempatan yang sama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah melakukan berbagai upaya, diantaranya; Pengesahan Peraturan Menteri PPPA Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Standar Operasional Prosedur Pusat Informasi dan Konsultasi Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas; Penyusunan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas (Peta Jalan Perlindungan Perempuan Penyandang Disabilitas); Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas; Peraturan Menteri PPPA Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Forum Anak.

Sedangkan untuk masa pandemi Covid-19 upaya Kemen PPPA yakni; Menerbitkan Panduan Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dalam Situasi Pandemic Covid-19 pada tanggal 7 Mei 2020 dan Protokol Perlindungan Terhadap Anak Penyandang Disabilitas Dalam Situasi Pandemi Covid-19 pada 1 Juni 2020.

Pendidikan Anak

Samarinda — Era keterbukaan informasi didukung kemajuan teknologi modern membuat segalanya mudah, ternyata bisa menjadi ancaman bagi rendahnya pemahaman dan keyakinan (aqidah) anak-anak dalam agama Islam, termasuk kecintaan kepada tokoh-tokoh Islam bahkan Nabi Muhammad SAW.

“Apa yang sudah kita berikan kepada mereka (anak-anak),” kata Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi saat menyampaikan inspirasi pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) ke-13 Wahdah Islamiyah Tahun 2020, Jumat 25 Desember 2020.

Menurut mantan legislator Karang Paci dan Senayan ini, selayaknya para orang tua terlebih pengajar (guru/dosen) melakukan pendekatan dengan memberikan mereka (anak-anak) nilai-nilai agama dan figur-figur ketokohan Islam.

Namun, lanjutnya, terlebih utama bagaimana memetakan (mengetahui dan memahami) pengetahuan dan pikiran anak-anak tersebut.
Sebab, ujarnya tidak bisa memaksakan idola (tokoh/figur) yang sudah menjadi idola orang tua, guru atau pun dosen. Sebelum melihat atau memetakan pikiran mereka.

“Kalau kita sudah memetakan sejauh mana pemikiran mereka, maka mudah melakukan pendekatan,” bebernya.
Hadi mengungkapkan ketika dirinya menjadi guru juga dosen. Dia tidak berorientasi pada satu figur atau satu nama untuk mengenalkan islam dengan baik kepada anak-anak didiknya.

Apabila, para orang tua dan pengajar sudah memberikan nilai-nilai Islam yang baik, maka akan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, Rasulullah, agama dan tokoh-tokoh Islam.

“Kalau mereka memahami Islam dengan baik, maka otomatis kecintaan mereka kepada Rasulullah, kepada para sahabat dan tokoh-tokoh Islam tidak perlu dipaksakan lagi,” jelasnya.

Hal ini diakui Hadi, sama ketika dulu mendapatkan tarbiyah (pendidikan) Islam oleh orang tua, guru juga dosen.
“Intinya, bimbingan harus selaras antara ide, idola dan pemahaman Islamnya,” ungkapnya.

Ditegaskannya, selama pemahaman Islamnya baik, maka kecintaan anak-anak terhadap Islam (Allah, Rasul dan tokoh Islam) juga baik.(humasprovkaltim)