Pneumonia Memang Parah Tapi Bisa Dicegah

Anak-anak menjadi perhatian khusus dalam upaya mengurangi kasus pneumonia di Indonesia. Tingginya jumlah kasus pneumonia di Indonesia bukan hanya masalah penyakit tapi juga berkaitan dengan perilaku. Oleh karena itu, upaya perlindungan dan pencegahan, harus diikuti dengan perubahan perilaku orang-orang yang terdekat dengan anak, terutama orangtua.

Berdasarkan data UNICEF melalui laporan Fighting For Breath (2019), lebih dari 800.000 balita setiap tahun di dunia menderita pneumonia, dan sekitar 2.000 balita setiap harinya meninggal akibat pneumonia.

Dari data yang sama, Indonesia termasuk negara yang memiliki kemajuan baik dalam pencegahan dan penanganan pneumonia. Meskipun demikian, angka kematian balita akibat pneumonia Indonesia pada 2018 adalah sebesar 4/1.000 kelahiran hidup. Meskipun angka ini sudah cukup baik dibandingkan dengan negara lainnya, tetapi masih belum mencapai target global pada 2025, yaitu 3/1.000 kelahiran hidup. Data ini memprihatinkan dan diperkirakan angkanya meningkat akibat dampak Covid-19 pada anak.

Dalam acara bertajuk Festival Sehat Anak Indonesia, yang diselenggarakan sebagai rangkaian Peringatan Hari Pneumonia Dunia 2020, Ibu Negara yang diwakili oleh Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin menyebut soal pentingnya slogan STOP Pneumonia “ASI eksklusif 6 bulan, Tuntaskan imunisasi, Obati anak jika sakit dan Pastikan gizi yang cukup serta hidup sehat” Kamis (12/11/2020).

Senada dengan Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengingatkan pentingnya kualitas sumber daya manusia sebagai investasi bangsa. Bagi suatu Negara, manusia merupakan sumber daya yang paling berharga. Tidak ada negara maju tanpa sumber daya manusia yang berkualitas. Maka, investasi terbesar bagi kita berada di tangan 30,1% atau 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019).

Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama. Untuk itu, Menteri Bintang berpesan bagi para keluarga, bagi ayah dan ibu untuk berupaya bersama memastikan pengasuhan berbasis hak anak dan pemenuhan hak anak, yakni lingkungan hidup yang sehat, bersih, dan aman, gizi atau nutrisi yang cukup dan seimbang, serta pemberian ASI Eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan untuk membantu balita dalam membentuk imun tubuh dan melindungi dari penyakit pneumonia.

“Mari kita jadikan momentum Hari Pneumonia Dunia 2020 untuk memperkuat komitmen dalam memastikan kesehatan anak-anak Indonesia. Untuk menjadi anak yang cerdas dan pintar, mereka juga harus mempunyai kondisi fisik yang kuat. Anak terlindungi, Indonesia Maju,” tutur Menteri Bintang.

Di acara yang sama, hadir pula Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto yang menjelaskan pentingnya bagi kita semua untuk mencegah serta menanggulangi pneumonia dimana pemerintah mendorong tata kelola pneumonia, meningkatkan akses kesehatan balita, peran serta masyarakat dalam mendeteksi dini penyakit serta perluasan vaksin PCV. Menteri Terawan juga mendorong masyarakat untuk menggunakan terus Buku Kesehatan Ibu Anak yang sudah ada sejak 1993.

Dorong Peningkatan Kuanititas dan Kualitas Daycare di Indonesia

Kondisi pengasuhan anak di Indonesia menghadapi tantangan baru seiring meningkatnya partisipasi angkatan kerja di Indonesia. Menurut Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lenny N Rosalin situasi keluarga yang orangtuanya bekerja dapat menyebabkan anak tidak memperoleh pengasuhan yang penuh dan tepat.

“Hampir 4 % balita kita mendapatkan pengasuhan tidak layak dan 84% saja balita yang tinggal dengan orangtuanya (Susenas MSPBP, 2018). Anak yang tinggal dengan orangtuanya pun juga belum tentu memperoleh pola pengasuhan yang tepat apalagi yang terpisah dari orangtuanya. Nah inilah tantangan kita,” ujar Lenny  dalam Rapat Koordinasi Harmonisasi Kebijakan Daycare Ramah Anak dalam Pengasuhan Berbasis Hak Anak (12/11/2020).

Lenny menambahkan, partisipasi angkatan kerja mengalami pola pergeseran. Hingga tahun 2019 angka partisipasi kerja perempuan terus meningkat pada tingkat global mencapai 51 % dan pada tingkat nasional sebesar 52 %. Pergeseran inilah menuntut penyediaan sarana dan prasarana agar orang tua yang bekerja tetap bisa memenuhi hak-hak anak.

“Sebagian besar berada di sektor informal. Pekerja sektor informal masih agak sulit memperoleh fasilitas pendukung bagi pengasuhan anak salah satunya karena tidak memiliki anggaran yang cukup. Kondisi ini dialami 6 dari 10 perempuan. Hal ini lah yang akhirnya mengganggu proses tumbuh kembang anak yang sebetulnya bisa dicegah kalau kita semua memiliki pola pikir yang sama untuk memenuhi hak-hak anak dan melindungi mereka,” jelas Lenny.

Diantara orangtua yang bekerja menurut Lenny, ada yang mengalami kesulitan dalam pengasuhan sehingga anak harus dititipkan atau diasuh oleh keluarga lainnya. Mereka sulit mencari pengasuh, tempat penitipan anak yang mahal, dan lebih percaya jika kakek, nenek atau keluarga yang mengasuh anaknya dari pada harus dibawa ke tempat kerja. Situasi ini menyebabkan kebutuhan akan keberadaan daycare atau taman pengasuhan anak (TPA) di Indonesia meningkat terutama daycare yang layak bagi anak.

“Ini yang harus menjadi perhatian bersama untuk bisa menghadirkan lembaga pengasuhan anak yang ramah anak. Kemen PPPA telah melakukan penyusunan pedoman standarisasi bagi pembentukan daycare. Kebutuhan itu (daycare) ada dan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja,” tutur Lenny.

Kemen PPP telah melakukan berbagai upaya terkait peningkatan kualitas daycare diantaranya mengembangkan daycare ramah anak sebagai prioritas nasoinal 2020-2024 serta Menyusun NSPK Pedoman Daycare sebagai lembaga pengasuhan alternatif berbasis hak anak. Kemen PPPA juga akan melakukan standarisasi daycare ramah anak di 5 provinsi di tahun 2020. Upaya ini pun mendapat dukungan dari Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

“Fungsi taman pengasuhan anak itu ada fungsi perlindungan, fungsi afeksi (kasih sayang), fungsi sosialisasi dan melatih kemandirian. Sekarang TMP atau daycare ramah anak, ini yang baru dan kami sangat mendukung mudah-mudahan dapat memberikan pengasuhan yang ramah anak. Tentunya tidak hanya pengasuhan tapi semua hal yang dibutuhkan oleh anak,” ujar Asdep Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Kartika Putri.

Tindak lanjut Harmonisasi Daycare ramah anak bagi pekerja di kawasan industri secara khusus akan diilaksanakan secepatnya pada awal Desamber 2020 oleh Kemenko PMK, akan menjadi diarusutamakan di Kemendikbud pada Satuan Pendidikan Non Formal , serta jangka panjang dalam perubahan kebijakan Perundangan baik Peraturan Pemerintah maupun Undang Undang, demikian pungkas Rohika Kurniadi Sari Asisten Deputi PHA atas Pengasuhan dan Lingkungan.

Kemen PPPA Dorong Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas

Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP) telah disosialisasikan ke seluruh provinsi di Indonesia sejak 2015. Hingga kini Puskesmas yang sudah menerapkan PRAP mencapai 1.952 Puskesmas di 195 kab/kota di 34 provinsi di Indonesia. Seperti yang diketahui, PRAP merupakan salah satu pendukung untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

“Puskesmas yang memberikan pelayanan yang ramah anak akan menjadi salah satu daya ungkit untuk mewujudkan KLA. Kami berharap pada 2030 semua unit Puskesmas menjadi Puskesmas Ramah Anak, sehingga upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) akan terlaksana,” ujar Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan PRAP yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (10/11/2020).

Lenny berharap Bimtek KHA dan PRAP ini dapat mendorong para peserta baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk dapat meningkatkan pengetahuannya dan termotivasi untuk bisa menjadi fasilitator di daerah masing-masing dalam menginisiasi tersedianya fasilitas kesehatan dengan pelayanan ramah anak dalam upaya pemenuhan hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan.

Kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 800 orang peserta yang merupakan perwakilan Dinas PPPA provinsi dan kab/kota, Dinas Kesehatan provinsi dan kab/kota. Sebagai bagian dari upaya peningkatan penerapan PRAP, Kemen PPPA juga melakukan pemutakhiran dan validasi data PRAP di seluruh Indonesia sebagai bentuk sinkronisasi kebijakan dan program untuk mewujudkan KLA.

Keterbatasan Bukan Penghalang

Samarinda — Gubernur Kaltim H Isran Noor menegaskan visi dan misi Kaltim yang tertuang dalam RPJMD 2019-2023 dibangun dengan optimisme yang rasional sebagai modal memacu semangat pembangunan.

Sukses akan diraih, lanjutnya, jika semua bersama-sama berjuang dengan kerja keras, bekerja tuntas, punya komitmen dan motivasi untuk maju dengan dedikasi dan rasa tanggung jawab tinggi.

“Saya yakin tidak ada alasan keterbatasan menjadi penghalang bagi menyukseskan pembangunan,” tegas Isran Noor saat membuka Sosialisasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) bagi seluruh kepala Perangkat Daerah dan Pejabat Eselon III di lingkungan Pemprov Kaltim di Ruang Haert Of Borneo Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (12/11/2020).

Kepada pimpinan perangkat daerah dan pejabat eselon III, Isran Noor meminta agar mampu dan segera beradaptasi di era industri 4.0 dan konsep sociaty 5.0 yang sedang berlangsung.

Dan pandemi Covid-19 yang dialami saat ini, ujarnya menuntut semua agar mampu berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif.

“Diperlukan strategi yang tepat dalam menghadapinya, yakni perubahan pola pikir, budaya kerja, dan cara kerja. Dengan sikap optimis, kreatif dan tangguh sehingga tantangan dan krisis menjadi peluang,” paparnya.

Isran menambahkan di era Industri 4.0 ini penyelenggaraan pemerintah dituntut menjawab kebutuhan pelayanan bagi masyarakat didukung data dan informasi yang cepat dan tepat serta dapat diakses kapan dan di mana saja.

“Sinergitas program pembangunan antar perangkat daerah, diyakini keterbatasan tidak menjadi kendala dalam pencapaian target pembangunan daerah,” ungkap Isran Noor. (humasprovkaltim)

Hari Kesehatan Nasional ke-56, Jangan Lupa 3M

Samarinda — Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengikuti upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-56. Upacara bertema satukan tekad menuju Indonesia sehat tersebut digelar secara virtual dari Jakarta yang dipimpin oleh Kementerian Kesehatan.

Adapun Gubernur Kaltim Isran Noor, Asisten III Administrasi Umum Fathul Halim, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr Padilah Mante Runa, dan forkopimda mengikuti upacara secara daring di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (12/11/2020).

Dalam rangkaian peringatan HKN dengan sub tema jaga diri, keluarga dan masyarakat, selamatkan bangsa dari pandemi Covid-19, Gubernur Kaltim Isran Noor menyerahkan juara 1, 2 dan 3 kawasan tanpa rokok (KTR). Juara 1 KTR diraih oleh Rumah Sakit Atma Husada Mahakam, juara 2 diraih oleh Sekretariat Daerah Kaltim, dan juara 3 diraih oleh Dinas Kesehatan Kaltim.

Peringatan juga dirangkai dengan menyapa Panti Werdha dan Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda secara virtual. Mewakili Gubernur Kaltim, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr Padilah Mante Runa mengimbau untuk selalu menjaga kesehatan.

“Untuk anak-anakku, jangan lupa 3M. Mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak,” tutur Padilah ketika menyapa santri secara virtual.

Padilah menekankan imbauan tersebut agar terhindar dari tertularnya Covid-19. Dia berharap pandemi ini segera berakhir.

Cegah Perkawinan Usia Anak di Kaltim

Tana Paser — Maraknya kasus perkawinan usia anak yang terjadi di Indonesia serta data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan satu dari empat perempuan di Indonesia telah menikah pada usia kurang dari 18 tahun. Pada tahun 2017 terdapat 25,71 persen anak perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, dan pada tahun 2018 tercatat ada 720 kasus perkawinan usia anak di Indonesia serta 300.000 rata-rata anak perempuan berusia dibawah 16 tahun menikah setiap tahunnya.

Kepala Bidang PPPA Dinas Kependudukan, pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noer Adenany, mengatakan kasus perkawinan anak dibawah umur yang terjadi di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir cenderung ada penurunan.

“Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama Kaltim, 845 perkawinan anak pada tahun 2019 menjadi 418 perkawinan anak pada semester 1 tahun 2020, terdiri dari laki-laki 89 anak dan perempuan 329. Sementara angka perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Paser pada tahun 2019 sebanyak 111” ujarnya pada Kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Kabupaten Paser, Kamis (12/11/2020).

Namun, lanjut Dany, hal ini tetap menjadi perhatian serius dari berbagai pihak mengingat tingginya angka perkawinan usia anak. Pemprov Kaltim perlu membuat aturan yang bersifat antisipasi kemudian melakukan berbagai upaya dari seluruh komponen masyarakat untuk memberikan pendidikan dan pencerahan tentang bagaimana cara mencegah perkawinan usia anak, peningkatan peran tokoh agama masyarakat dan orang tua dalam memberikan pemahaman sekaligus penerapan nilai-nilai Luhur dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Langkah progresif harus bersama kita lakukan pasca disahkannya UU Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan

Mengapa perkawinan usia anak dilarang karena berdampak pada sisi pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kualitas hidup. “Selain itu, perkawinan usia anak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk meninggal dalam persalinan dibanding perempuan di usia 20 sampai 24 tahun,” imbuh Dany.

Ia berharap, kegiatan ini dapat membangun pemahaman bersama tentang perkawinan usia anak dan dampak negatif yang ditimbulkan untuk mencegah perkawinan anak. Selain itu, perlu terus dilakukan sosialisasi, advokasi dan edukasi kepada orangtua, anak dan meningkatkan peran serta lembaga terkait selain pemerintah seperti akademisi, dunia usaha, media massa dan masyarakat dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak dari segala bentuk tindak kekerasan. (dkp3akaltim/rdg)

Kemen PPPA dan Kemendes PDTT Deklarasikan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) mendeklarasikan Gerakan Peningkatan Keterlibatan Perempuan Melalui Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak di Jakarta. Gerakan ini menjadi salah satu upaya sinergi mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di desa, Rabu (11/11/2020).

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengatakan pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak akan menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, menurunkan angka perkawinan anak, menumbuhkan pusat ekonomi yang berbasis rumahan sehingga ibu rumah tangga memiliki otonomi dalam pendapatan rumahan. Harapannya, mereka dapat memastikan anaknya mendapat gizi yang baik dan menurunkan pekerja anak.

“Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak ini tentunya perlu didukung dengan berbagai langkah progresif, seperti peningkatan kapasitas pemerintah desa mengenai kesetaraan gender, pemenuhan hak perempuan, dan perlindungan anak, serta berbagai strategi lainnya,” ujar Menteri Bintang.

Sementara Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar menjelaskan perwujudan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak dilakukan melalui penguatan peran kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan desa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa, penanganan kekerasan terhadap perempuan dan bantuan hukum, serta perlindungan dan pemenuhan hak anak.

“Membangun dan mengembangkan desa itu tidak bisa berhenti pada konsep tapi harus implementatif. Nantinya akan ada 4 desa sebagai pilot project, yaitu 2 desa di Jawa Timur dan 2 desa di Jawa Tengah. Kedepan, kami akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan Kemen PPPA untuk keberhasilan implementasi Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak ini,” ujar Menteri Abdul Halim.

Menurut Abdul Halim, masih terdapat kesenjangan terhadap perempuan untuk bisa mendapatkan harapan hidup, pendidikan dan penghasilan yang setara. “Ketimpangan gender ini juga terjadi di 75.000 desa di seluruh Indonesia. Situasi pandemi Covid-19 yang tengah terjadi saat ini semakin memperdalam kesenjangan dan kesulitan di pedesaan. Untuk menghadapi hal tersebut, Pemerintah telah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa kepada 7,9 juta penerima manfaat, dimana sebanyak 2,46 juta atau 31 persen diantaranya adalah Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dan merupakan bagian dari 81 persen keluarga miskin yang belum pernah mendapatkan program bantuan sosial dari pemerintah,” ujar Menteri Abdul Halim.

Dalam kesempatan yang sama, Kemen PPPA dan Kemendesa PDTT merilis Buku Panduan Fasilitasi Pemberdayaan Perempuan di Desa, bekerja sama dengan Program KOMPAK dan MAMPU yang merupakan program kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia. Buku panduan ini menjabarkan pengalaman Yayasan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dan Institut KAPAL Perempuan dalam memberdayakan perempuan untuk mengambil peran kepemimpinan di tingkat desa, khususnya dalam implementasi Undang-Undang Desa.

Menteri Bintang : UPTD PPA Ujung Tombak Perlindungan Perempuan dan Anak

Penambahan fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) oleh Presiden Joko Widodo membawa arah baru bagi upaya perlindungan perempuan dan anak dengan memaksimalkan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dibutuhkan untuk merealisasikan upaya tersebut.

“UPTD PPA merupakan ujung tombak dan garda terdepan dari mandat perlindungan perempuan dan anak. Untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal, pembentukan UPTD PPA merupakan hal yang sangat penting menjadi perhatian kita bersama,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kewenangan Penyelenggaraan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak seluruh Indonesia di Jakarta, (10/11/2020).

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengamanatkan tambahan dua fungsi, yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional; dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.

Menteri Bintang menjelaskan untuk mendukung pelaksanaan ke dua fungsi tersebut, keberadaan UPTD PPA dibutuhkan mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota. Nantinya UPTD PPA dan pemerintah pusat akan berkoordinasi secara intens untuk memastikan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan terpenuhi.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Bintang mengingatkan para Kepala Daerah dan seluruh pelaksana kewenangan penyelenggaraan layanan PPA untuk melakukan optimalisasi peran UPTD PPA di masyarakat melalui sosialisasi masif dan menjaga reputasi UPTD PPA di daerah masing-masing. Di samping menekankan pentingnya keberadaan sumber daya manusia yang memadai bagi UPTD PPA dan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang akuntable, Menteri Bintang juga meminta agar pelayanan UPTD PPA dilakukan dengan cepat dan tepat.
“Untuk melindungi dan memberi pelayanan terbaik bagi perempuan dan anak membutuhkan kerjasama dan kordinasi lintas sektor, lintas profesi, dan lintas wilayah. Mari bersama lindungi perempuan dan Anak Indonesia,” tegas Menteri Bintang.

Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesenjangan Gender

Samarinda — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjsama dengan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menggelar Sosialisasi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Program Forest Carbon Partnership Fasility Carbon Fund (FCPF-CF) Provinsi Kaltim tahun 2020, berlangsung secara virtual, Rabu (11/11/2020).

Plt Kepala Dinas KP3A Kaltim Zaina Yurda mengatakan, pembangunan pada hakekatnya ditujukan untuk seluruh penduduk Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin. Namun hingga saat ini masih terjadi kesenjangan dalam hal akses, partisipasi, kontrol terhadap sumber daya dan manfaat pembangunan yang didapat baik laki-laki maupun perempuan di berbagai bidang pembangunan termasuk dalam perubahan iklim.

“Perubahan iklim berdampak luas terhadap kehidupan umat manusia. Perempuan, laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki terkena dampak yang berbeda tapi masing-masing memegang peranan penting dalam menghadapi dan beradaptasi terhadap dampak tersebut,” ujarnya.

Yurda menambahkan, berdasarkan e-Infoduk DKP3A Kaltim, jumlah penduduk Kaltim Semester I tahun 2020 sebanyak 3.661.161 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.902.410 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.758.751 jiwa.

Dengan perbandingan jumlah penduduk yang hampir sama, Perempuan menjadi kelompok yang sangat sulit bertahan dari dampak perubahan iklim yang terjadi, selain menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi.

Perubahan iklim, Lanjut Yurda, menjadi salah satu pemicu terjadinya bencana alam termasuk juga di Indonesia yang berada di daerah rawan bencana.

“Dan faktanya saat terjadi bencana alam jumlah perempuan yang bertahan lebih sedikit dibanding laki-laki, belum lagi penanganan pasca bencana yang tidak responsif gender pastinya akan berdampak terhadap perempuan,” imbuh Yurda.

Integrasi PUG dalam program FCPF-CF Kaltim penting dilakukan mengingat program FCPF-CF bukan hanya memperhatikan keterlibatan perempuan namun juga mendorong partisipasi laki-laki untuk memahami pentingnya Isu gender dalam seluruh proses menuju dan implementasi proyek FCPF-CF.

Memperhatikan yuridiksi sebagai dasar penanganan perubahan iklim, maka implementasi Pengarusutamaan Gender di Kaltim melalui Pokja PUG Kaltim yang beranggotakan 34 perangkat daerah menjadi sarana penting dalam mempromosikan dan mengintegrasikan isu gender khususnya dalam program pembangunan emisi dan deforestasi serta degradasi hutan melalui kebijakan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah masing-masing

Yurda berharap, percepatan implementasi strategi PUG dalam kaitannya dengan perubahan iklim dan mekanisme perencanaan serta penganggaran, menjadi upaya mengantisipasi dampak dari perubahan iklim terhadap kesenjangan gender (gender gap) di masyarakat dan sebagai bagian dari upaya mendukung program penurunan emisi FCPF-CF serta mendorong perwujudan kesetaraan gender dalam pembangunan daerah.

Kegiatan ini diikuti anggota Pokja Safeguards, OPD terkait dan NGO selaku mitra pemerintah. Hadir menjadi narasumber Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK Emma Rahmawati, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim Kaltim Prof Daddy Ruchyat dan Kabid KG DKP3A Kaltim Dwi Hartini. (dkp3akaltim/rdg)

Kaltim Komitmen Dukung Standarisasi RBRA

Samarinda — Keberadaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) merupakan salah satu indikator kabupaten/kota dan provinsi layak anak untuk memenuhi hak bermain anak.

Prinsip RBRA adalah gratis, non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, partisipasi anak, aman dan selamat, nyaman dan sehat, serta kreatif dan inovatif.

Bermain adalah hak anak sehingga di ruang bermain anak-anak harus bisa bermain dengan gembira, bukan mengalami kekerasan dan eksploitasi seksual. Dengan demikian, keberadaan RBRA pun dinilainya sangat penting dengan standarisasi dan sertifikasi khusus demi menjamin proses pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Plt Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Zaina Yurda mengatakan, Kaltim mengusulkan 13 ruang bermain namun  tantangan juga dihadapi Kaltim dalam mewujudkan RBRA.

“Untuk Kabupaten Kutai Barat masih dalam tahap pengisian borang dan penambahan beberapa sarana bermain dengan melibatkan Dunia Usaha,” ujarnya pada kegiatan Evaluasi Pendampingan Pengisian Borang Tahap II Standarisasi RBRA Tahun 2020.

Sementara Kabupaten Mahulu dalam proses pemenuhan fisik RBA. Untuk Kabupaten Paser, dari 3 taman yang diusulkan yang lanjut proses pengisian borang adalah Taman Tepian Sungai Kandilo.

Untuk Kota Balikpapan tahap upaya dan koordinasi untuk perbaikan yang disarankan oleh pendamping. Sedangkan Kabupaten Berau saat ini dalam proses memperbaiki dan melengkapi kekurangan dari Self Assessment Tahap I. Direncanakan akan melaksanakan rapat koordinasi dengan OPD terkait membahas langkah lanjutan.

Selanjutnya Kabupaten Kukar mendapat dukungan dan bantuan dari Pemda Kukar dan dunia usaha. Untuk Kota Samarinda, saat ini sedang memperbaiki dan melengkapi hasil Self Assesment tahap 1. Kendala-kendala sudah dikomunikasikan dengan pendamping dan Sekda Kota Samarinda, sehingga bisa dilengkapi secara bertahap.

Sementara Kabupaten Kutai Timur terkendala keterbatasan sarana prasarana pendukung dan anggaran serta saat ini menunggu rapat lanjutan. Untuk Kabupaten PPU, sarana prasarana kurang memadai saat ini sedang diupayakan pelibatan dunia usaha. Terakhir untuk Kota bontang, bulan November ini sedang proses untuk perbaikan dan pemenuhan kelengkapan indikator dengan dukungan anggaran perubahan di beberapa OPD. Pemkot Bontang dan Dunia Usaha mendukung dan membantu pemenuhan fasilitas.

Yurda menekankan, Kaltim siap mendukung standardisasi dan sertifikasi RBA menjadi RBRA. (dkp3akaltim/rdg)